BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan makan dan zat gizi yang digunakan oleh tubuh. Ketidakseimbangan asupan makan tersebut meliputi kelebihan dan kekurangan asupan serta kesalahan dalam pemilihan bahan makanan (Arisman, 2010). Suhardjo (1989) dalam Sartika (2012) mengatakan status gizi seseorang dipengaruhi oleh jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi serta keadaan tubuh seseorang yang mempengaruhi penyerapan zat gizi. Masalah gizi pada remaja di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi kurus pada remaja umur 16-18 tahun secara nasional sebesar 9,4% (1,9% sangat kurus dan 7,5% kurus), sedangkan prevalensi gemuk pada remaja umur 16-18 tahun sebanyak 7,3% (5,7% gemuk dan 1,6% obesitas). Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk dalam provinsi dengan prevalensi gemuk tertinggi. Berdasarkan IMT/U anak usia 16-18 tahun yang kurus di DIY sebanyak 8,1%, di Kabupaten Sleman sendiri menyumbang prevalensi kurus paling tinggi yaitu 9,5% dan merupakan tertinggi dari kabupaten lainnya (Kemenkes RI, 2013). Makanan memiliki banyak fungsi di dalam tubuh. Menurut Sediaoetama (2008) dalam Mustaqimah (2015) fungsi dari zat-zat makanan yang masuk ke dalam tubuh antara lain sebagai sumber energi, penyokong pertumbuhan badan, memelihara jaringan tubuh, mengatur metabolisme tubuh dan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Makanan yang kita makan akan dimetabolisme oleh tubuh kemudian hasil dari metabolisme makanan digunakan sebagai bahan 1
2 bakar dalam melakukan suatu kegiatan. Asupan makanan akan menaikkan kadar gula darah sehingga sel tubuh bisa menggunakannya untuk melakukan reaksi. Kadar gula yang rendah menyebabkan badan lemas, mengantuk, sulit menerima pelajaran, serta turunnya gairah belajar dan kemampuan merespon (Irianto, 2007 dalam Pustika, 2015). Remaja berada pada fase adolescence growth spurt membutuhkan zat gizi yang cukup banyak untuk fase pertumbuhan tersebut. Peningkatan kebutuhan energi dibutuhkan untuk kegiatan fisik yang tinggi pada masa remaja. Sedangkan peningkatan protein digunakan dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Pada kondisi konsumsi zat gizi tidak sesuai dengan kebutuhannya maka akan berakibat pada defisiensi zat gizi (Sediaoetama, 1991 dalam Camelia, 2002). Selain pertumbuhan fisik, remaja membutuhkan zat gizi untuk perkembangan kemampuan intelegensi antara lain energi, protein, vitamin C, seng, zat besi dan kalsium (Wirakusumah, dkk, 1993 dalam Rina, 2008). Kurangnya zat gizi dalam tubuh akan mengurangi kemampuan dan konsentrasi belajar siswa (Purnakarya, 2010 dalam Masdewi, 2011). Kekurangan gizi pada anak sekolah akan mengakibatkan lemah, cepat lelah dan sakit-sakitan sehingga anak akan sering absen serta mengalami kesulitan dalam memahami dan mengikuti pelajaran (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2000). Kekurangan gizi pada masa remaja akan memiliki dampak pada aktifitas siswa di sekolah seperti sluggishness (lesu), mudah letih/lelah, hambatan pertumbuhan, penurunan prestasi dan akhirnya akan berdampak pada kekurangan gizi pada masa dewasa nanti (Elnovriza, dkk, 2008 dalam Masdewi, 2011). Kondisi kekurangan gizi kronis atau berlangsung lama akan berakibat kekurangan energi protein (KEP) yang memiliki pengaruh terhadap IQ siswa. Dalam penelitian
3 Baliwati, dkk (2004) dalam Minatun (2011) penurunan IQ yang diakibatkan oleh kekurangan energi dan protein sebesar 10 hingga 13 skor dari anak yang normal. Kondisi kekurangan gizi pada remaja diakibatkan oleh pola konsumsi yang salah yaitu lebih mengkonsumsi makanan yang disukai dan jarang mengkonsumsi makanan yang dipantang atau tidak disukai, menurut Hurlock (1997) dalam Rina (2008) surveynya mengatakan bahwa remaja sangat menyukai makanan yang manis, roti serta permen, sedangkan sayur dan buah yang banyak mengandung vitamin C jarang dikonsumsi sehingga diet yang dikonsumsi rendah zat besi, seng, kalsium dan vitamin C. Disamping konsumsi makanan tersebut remaja juga menyukai minuman ringan (soft drink), teh, dan kopi daripada susu yang memiliki kandungan kalsium yang cukup tinggi. Kebiasaan diatas mengakibatkan keadaan kekurangan zat gizi mikro dalam tubuh yaitu mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Salah satunya yaitu anemia defisiensi besi yang sering terjadi pada masa remaja. Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga 2001 pada remaja Indonesia usia 15-19 tahun mengalami anemia sebanyak 26,5% (Subeno, 2007 dalam Fauzi, 2011). Penelitian rata-rata asupan zat besi dilakukan pada 106 mahasiswa Universitas Andalas dihasilkan hanya 6,56 mg/hari zat besi yang masuk ke dalam tubuh (Aryani, 2010 dalam Fitri, dkk, 2013). Angka Kecukupan Gizi 2013 (AKG 2013) pada remaja umur 16-18 tahun membutuhkan asupan zat besi 26 mg/hari pada remaja putri dan 15 mg/hari pada remaja laki-laki untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Anemia defisiensi besi memberikan dampak luas termasuk menurunkan kapasitas kerja, menurunkan regulasi panas, disfungsi imunitas,
4 gangguan saluran cerna, menurunkan kemampuan kognitif (Clark, 2008 dalam Zulaekah, dkk, 2014). Masalah lain yang terjadi pada remaja adalah kurangnya kebiasaan sarapan pagi. Apabila tidak sarapan, tubuh akan menggunakan cadangan makanan untuk memenuhi energi yang dibutuhkan untuk belajar selama berada di sekolah sebelum makan siang dan jika tidak terpenuhi hal ini akan mengganggu konsentrasi sehingga kegiatan belajar tidak maksimal (Khomsan, 2003 dalam Rahmiwati, 2014). Membiasakan sarapan merupakan salah satu pesan umum gizi seimbang. Sarapan dilakukan antara bangun pagi sampai jam 9 untuk memenuhi 15-30% kebutuhan gizi harian dalam mewujudkan hidup sehat, aktif dan produktif. Membiasakan sarapan bertujuan untuk membekali tubuh dengan zat gizi yang dapat digunakan untuk berfikir, bekerja dan melakukan aktifitas fisik secara optimal. Bagi anak sekolah sarapan dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan stamina. Sedangkan bagi remaja dan orang dewasa dapat mencegah terjadinya kegemukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 40% anak sekolah tidak sarapan pagi. Padahal dengan tidak sarapan akan menyebabkan berbagai hal yang tidak baik terutama pada proses belajar di sekolah. Selain itu akan menurunkan aktivitas fisik dan menyebabkan kegemukan pada remaja dan orang dewasa. Tidak sarapan juga akan meningkatkan risiko jajan yang tidak sehat (Kemenkes RI, 2014). Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan sekolah yang lebih mengutamakan penguasaan keterampilan sedangkan Sekolah Menengah Atas (SMA) lebih mengutamakan penguasaan teori. SMK menjadi pilihan yang bagus untuk para siswa yang ingin segera bekerja karena bekal keterampilan yang diberikan pada masa pendidikan lebih banyak. Pemerintah mengeluarkan
5 kebijakan untuk mengembangkan pertumbuhan SMK yang lebih banyak daripada SMA. Proporsi SMK akan ditingkatkan hingga 70:30 dibandingkan dengan SMA Bahkan di Kabupaten Bantul memiliki target rasio peserta didik SMK: SMA sebanyak 67:33. DIY tercatat memiliki 203 sekolah menengah kejuruan, dimana 53 diantaranya berada di Kabupaten Sleman (Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY, 2012). Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jogja (2012) jumlah siswa SMK yang berada di Kabupaten Sleman sekitar 12.612 (swasta) dan 6.981 (negeri) siswa. Dalam hal ini Dikpora (2012) memiliki tujuan untuk meningkatkan lulusan SMK untuk segera terjun dalam dunia kerja. Untuk menunjang tujuan ini status gizi perlu diperbaiki sehingga lulusan SMK yang memiliki produktivitas yang tinggi dan siap terjun ke dalam dunia kerja. Siswa SMK memiliki banyak kompetensi keahlian sesuai dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman yang menyatakan bahwa Kabupaten Sleman memiliki 33 kompetensi keahlian dengan 196 rombongan belajar/kelas. Kompetensi keahlian Teknik Kendaraan Ringan memiliki rombongan belajar yang paling besar yaitu sebesar 40 (Jatmoko, 2013). Besarnya jumlah tersebut akan membuat persaingan dalam belajar menjadi lebih tinggi. Padahal untuk mendapatkan prestasi terutama dalam hal ketrampilan yang baik banyak hal yang dapat mempengaruhinya. Salah satu hal yang mempengaruhi prestasi adalah status gizi. Menurut Sa adah, dkk (2014) terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi stunting dan status gizi wasting dengan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar Negeri 01 Guguk Malintang Kota Padangpanjang. Asupan merupakan salah satu faktor dari status gizi. Menurut penelitian Fitriani (2014) terdapat hubungan yang signifikan asupan makan
6 dengan kejadian anemia, asupan makan dengan nilai praktik dan anemia dengan nilai praktik pada siswi Boga SMK Negeri 1 Buduran Sidoarjo. Sedangkan di Kabupaten Sleman belum pernah ada penelitian tentang asupan makan dan status gizi yang dihubungkan dengan keterampilan siswa. Hal ini menjadi dasar penelitian hubungan asupan zat gizi dan status gizi dengan keterampilan siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kabupaten Sleman. B. Rumusan Masalah Apakah terdapat hubungan asupan zat gizi (energi, karbohidrat, protein, lemak, zat besi, vitamin C, seng dan kalsium), sarapan dan status gizi dengan keterampilan siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kabupaten Sleman C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan asupan zat gizi (energi, karbohidrat, protein, lemak, zat besi, vitamin C, seng dan kalsium), sarapan dan status gizi dengan keterampilan siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kabupaten Sleman. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui tingkat asupan zat gizi (energi, karbohidrat, protein, lemak, zat besi, vitamin C, seng dan kalsium) pada siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kabupaten Sleman b. Mengetahui status gizi siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kabupaten Sleman
7 c. Mengetahui tingkat keterampilan siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kabupaten Sleman d. Mengetahui hubungan antara asupan zat gizi (energi, karbohidrat, protein, lemak, zat besi, vitamin C, seng dan kalsium) dengan keterampilan siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kabupaten Sleman e. Mengetahui hubungan antara status gizi dengan keterampilan siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kabupaten Sleman f. Mengetahui hubungan antara asupan zat gizi (energi, karbohidrat, protein, lemak, zat besi, vitamin C, seng dan kalsium) dengan status gizi siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kabupaten Sleman g. Mengetahui hubungan antara sarapan dengan status gizi siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kabupaten Sleman h. Mengetahui hubungan antara sarapan dengan keterampilan siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kabupaten Sleman D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Instansi Terkait Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada instansi terkait termasuk staf pendidik dan seluruh staf sekolah maupun instansi yang berkaitan dengan pendidikan dan gizi pada siswa SMK. 2. Bagi Peneliti Penelitian ini akan memberikan tambahan informasi dan wawasan bagi penelliti mengenai gizi dan keterampilan siswa SMK.
8 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini dapat menjadi dasar/acuan bagi peneliti selanjutnya yang tertarik pada gizi anak sekolah terkait keterampilan siswa SMK. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian Rina (2008) yang berjudul Konsumsi Pangan, Status Gizi dan Prestasi Belajar pada Siswa-siswi SMA Assalaam Surakarta. Jenis penelitian dan rancangan penelitian : penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study. Ringkasan penelitian : penelitian ini memiliki tujuan umum untuk mengetahui penyelenggaraan makanan, konsumsi pangan serta hubungannya dengan status gizi dan prestasi belajar siswa-siswi SMA Assalaam Surakarta. Tujuan khususnya yaitu mengetahui sistem penyelenggaran makanan di pondok pesantren serta menganalisis sumbangannya terhadap konsumsi pangan siswa-siswi SMA Assalaam Surakarta, menganalisis status gizi siswa-siswi SMA Assalaam Surakarta, menganalisis prestasi belajar serta faktor-faktor yang diduga berhubungan dan mempengaruhi prestasi belajar siswa-siswi SMA Assalaam Surakarta. Kesimpulan : uji korelasi Spearman menunjukkan lingkungan belajar, kelengkapan fasilitas belajar, pola belajar dan status gizi berhubungan nyata dengan prestasi belajar. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan konsumsi energi dan protein berhubungan nyata dengan status gizi. Hasil analisis Regresi Linier berganda menunjukkan bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh status gizi, fasilitas belajar, dan lingkungan belajar.
9 Persamaan : variabel yang diteliti mengenai konsumsi pangan, status gizi dan prestasi belajar siswa-siswi SMA. Pada penelitian ini juga menggunakan desain penelitian cross-sectional. Status gizi pada penelitian ini menggunakan subvariabel IMT. Perbedaan : meskipun SMA dan SMK memiliki jenjang yang sama tetapi pada siswa SMK memiliki tambahan penilaian kejuruan yaitu nilai praktek kejuruan. Data konsumsi makan dikumpulkan dengan cara food recall yang dilakukan selama 2x24 jam. 2. Penelitian Effendy (2012) yang berjudul Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Prestasi Belajar pada Siswa Kelas X SMK Negeri 2 Indramayu. Jenis penelitian dan rancangan penelitian : penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang termasuk jenis penelitian analitik survey dengan pendekatan cross-sectional. Ringkasan penelitian : penelitian ini bertujuan umum untuk mengetahui hubungan status gizi dengan prestasi belajar siswa di SMK Negeri 2 Indramayu. Tujuan khusus penelitian ini antara lain mengetahui status gizi siswa kelas X Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Indramayu, mengetahui tingkat prestasi belajar siswa kelas X Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Indramayu, mengetahui hubungan status gizi dengan tingkat prestasi belajar siswa SMK kelas X SMK Negeri 2 Indramayu. Kesimpulan : tidak ada hubungan yang kuat antara status gizi dan tingkat prestasi belajar siswa kelas X SMK Negeri 2 Indramayu. Persamaan : variabel yang diteliti mengenai status gizi dan prestasi belajar. Penelitian ini mengunakan desain cross-sectional. Sampel yang dalam penelitian ini siswa sekolah menegah kejuruan. Status gizi (IMT) diperoleh
10 dari data pengukuran berat badan dan tinggi badan kemudian diolah menggunakan program nutrisurvey 2005 Indonesian Versions. Perbedaan : penelitian ini tidak meneliti tentang asupan zat gizi pada siswa. Uji statistik yang digunakan yaitu uji korelasi Pearson Product Moment dengan taraf signifikasi 0,05. 3. Penelitian Fitriani (2014) yang berjudul Hubungan Asupan Makanan dengan Kejadian Anemia dan Nilai Praktik pada Siswi Kelas XI Boga SMK Negeri 1 Buduran Sidoarjo Jenis penelitian dan rancangan penelitian : jenis penelitian ini adalah crosssectional Ringkasan penelitian : penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan makanan dengan kejadian anemia, mengetahui hubungan asupan makanan dengan nilai praktik dan mengetahui hubungan kejadian anemia dengan nilai praktik. Kesimpulan : ada hubungan asupan makanan dengan kejadian anemia siswi kelas XI Jasa Boga 1 SMK Negeri 1 Buduran Sidoarjo. Ada hubungan asupan makanan dengan nilai praktik siswi kelas XI Jasa Boga 1 SMK Negeri 1 Buduran Sidoarjo. Ada hubungan kejadian anemia dengan nilai praktik siswi kelas XI Jasa Boga 1 SMK Negeri 1 Buduran Sidoarjo Persamaan : subjek penelitian merupakan siswa SMK. Penelitian ini merupakan jenis penelitian cross-sectional. Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar siswa meskipun hanya pada nilai praktik saja. Perbedaan : asupan makan diperoleh menggunakan Food Recall 24 jam selama dua hari. peneltian ini tidak memasukkan status gizi dalam variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat yaitu prestasi siswa.