PENGARUH PAKAN KOMPLIT DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA PADA PENGGEMUKAN DOMBA LOKAL JANTAN SECARA FEEDLOT TERHADAP KONVERSI PAKAN

dokumen-dokumen yang mirip
FEED COST PER GAIN DOMBA YANG DIGEMUKKAN SECARA FEEDLOT DENGAN PAKAN DASAR JERAMI PADI DAN LEVEL KONSENTRAT BERBEDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN KOMPLIT DARI BERBAGAI LIMBAH PERTANIAN DAN AGROINDUSTRI

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi

YIELD GRADE DOMBA LOKAL JANTAN YANG DIGEMUKKAN SECARA FEEDLOT DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI PAKAN KOMPLIT SERTA BOBOT POTONG YANG BERBEDA

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI. Lokasi dan Waktu

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

PROPORSI DAGING, TULANG DAN LEMAK KARKAS DOMBA EKOR TIPIS JANTAN AKIBAT PEMBERIAN AMPAS TAHU DENGAN ARAS YANG BERBEDA

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda

D. Akhmadi, E. Purbowati, dan R. Adiwinarti Fakultas Peternakan Unuversitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

PENAMPILAN PRODUKSI KERBAU LUMPUR JANTAN MUDA YANG DIBERI PAKAN AMPAS BIR SEBAGAI PENGGANTI KONSENTRAT JADI

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

HASIL DAN PEMBAHASAN

EDIBLE PORTION DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN RUMPUT GAJAH DAN POLLARD

PENGARUH KUALITAS RANSUM TERHADAP KECERNAAN DAN RETENSI PROTEIN RANSUM PADA KAMBING KACANG JANTAN

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

BAB III MATERI DAN METODE. Diponegoro, Semarang. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Mei hingga

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

KARAKTERISTIK KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN YANG DIGEMUKKAN SECARA FEEDLOT DENGAN PAKAN KOMPLIT BERKADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

KONDISI CAIRAN RUMEN DOMBA YANG DIGEMUKKAN SECARA FEEDLOT DENGAN PAKAN DASAR DAN ARAS KONSENTRAT BERBEDA

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2016 di Kandang Domba

RESPONS SAPI PO DAN SILANGANNYA TERHADAP PENGGUNAAN TUMPI JAGUNG DALAM RANSUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

MATERI DAN METODE. Materi

RESPONS KOMPOSISI TUBUH DOMBA LOKALTERHADAP TATA WAKTU PEMBERIAN HIJAUAN DAN PAKAN TAMBAHAN YANG BERBEDA

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

PENINGKATAN BOBOT BADAN DOMBA LOKAL DI PROVINSI BANTEN MELALUI PENAMBAHAN DEDAK DAN RUMPUT

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2016, VOL.16, NO.1

HASIL DAN PEMBAHASAN

KADAR HEMATROKRIT, GLUKOSA DAN UREA DARAH SAPI JAWA YANG DIBERI PAKAN KONSENTRAT DENGAN TINGKAT YANG BERBEDA

PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats)

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

PENGARUH JUMLAH (3 DAN 6 PER HARI) FREKUENSI PEMBERIAN KONSENTRAT TERHADAP KOMPOSISI TUBUH KERBAU JANTAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang 2. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 3

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

KONVERSI SAMPAH ORGANIK MENJADI SILASE PAKAN KOMPLIT DENGAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI FERMENTASI DAN SUPLEMENTASI PROBIOTIK TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI BALI

MATERI DAN METODE. Materi

Penampilan Produksi Sapi PO dan PFH Jantan yang Mendapat Pakan Konsentrat dan Hay Rumput Gajah

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN

UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK

I. Sayekti, E. Purbowati dan E. Rianto* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro *

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

BUDIDAYA KELINCI MENGGUNAKAN PAKAN LIMBAH INDUSTRI PERTANIAN SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBERDAYAAN PETANI MISKIN ABSTRAK

TINGKAT PENGGUNAAN ONGGOK SEBAGAI BAHAN PAKAN PENGGEMUKAN SAPI BAKALAN

PENGARUH METODE PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKTIVITAS DOMBA EKOR TIPIS

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai tingkah laku makan sapi Madura jantan yang diberi

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

BALANCE ENERGI DAN NITROGEN DOMBA YANG MENDAPAT BERBAGAI ARAS KONSENTRAT DAN PAKAN DASAR YANG BERBEDA

Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penampilan Kelinci Persilangan Lepas Sapih yang Mendapat Ransum dengan Beberapa Tingkat Penggunaan Ampas Teh

Evaluasi Pertambahan Bobot Badan Sapi Aceh Jantan yang Diberi Imbangan Antara Hijauan dan Konsentrat di Balai Pembibitan Ternak Unggul Indrapuri

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul keluaran kreatinin lewat urin pada domba lokal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

Jurnal Imu Peternakan Terapan. 1(1):17-24, Oktober 2017 ISSN

PENGARUH JANGGEL JAGUNG TERAMONIASI DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMAN DOMBA. (The Effect of Amoniated Corn Cob in a Ration on the Performance of Sheep)

PENGARUH PENGGANTIAN KONSENTRAT DENGAN AMPAS AREN FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN SERAT KASAR DOMBA EKOR TIPIS JANTAN

STUDI KOMPARASI PRODUKTIVITAS SAPI MADURA DENGAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

FORMULASI PAKAN SAPI POTONG BERBASIS SOFTWARE UNTUK MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER. Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta

PERBEDAAN WAKTU PEMBERIAN PAKAN PADA SAPI JANTAN LOKAL TERHADAP INCOME OVER FEED COST

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

BAB III MATERI DAN METODE. dilaksanakan pada bulan Maret Juni Lokasi penelitian di kandang

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

PENGARUH PEMBERIAN RUMPUT RAJA (Pennisetum purpupoides) DAN TEBON JAGUNG TERHADAP PERFORMANS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) BETINA

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2016 di kandang domba

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak

PRODUKTIVITAS DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI POLLARD DENGAN ARAS BERBEDA

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

PERFORMANCE AND CARCASS PERCENTAGE OF BRAHMAN CROSS STEER SUPLEMENTED BY DIFFERENT IN PREMIX CONCENTRATE ABSTRACT

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TANAMAN SAWI PUTIH FERMENTASI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN EKOR TIPIS SKRIPSI

PRODUKTIVITAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PEMBERIAN PAKAN PADA SIANG DAN MALAM HARI. Oleh: WAHYU RIYADI

Transkripsi:

PENGARUH PAKAN KOMPLIT DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA PADA PENGGEMUKAN DOMBA LOKAL JANTAN SECARA FEEDLOT TERHADAP KONVERSI PAKAN (The Effect of Complete Feed with Different Protein and Energy Levels on Feed Conversion of Male Local Sheep Fattened on Feedlot System) E. PURBOWATI 1, C.I. SUTRISNO 1, E. BALIARTI 2, S.P.S. BUDHI 2 dan W. LESTARIANA 3 1 Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang 2 Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 3 Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ABSTRACT Sheep fattening on feedlot system with complete feed was suitable fattening system in Java island. This research was conducted to find the best feed conversion of complete feed with different protein and energy levels in sheep fattening. Twenty four male local lambs, aged around 3 5 months with body weight of 8.7 15.5 kg (CV = 15.01%) were set in a randomized (complete) block design with 4 treatments: R1 (CP 14.48% and TDN 50.46%), R2 (CP 17.35% and TDN 52.61%), R3 (CP 15.09% and TDN 58.60%), and R4 (CP 17.42% and TDN 57.46%). The ANOVA was used to analyze data and any differences among groups were further tested using Duncan Multiple Range Tests (DMRT). The result showed that dry matter intake of R1 (937.08 g) and R2 (942.72 g) were higher (P < 0.05) than that of R3 (796.54 g) and R4 (827.08 g). Crude protein intake of R3 (120.17 g) was smaller (P < 0.05) than that of R1 (135.72 g), R2 (163.55 g), and R4 (144.05 g). Intake of TDN and average daily gain were not significantly different (P > 0.05), there were 472.86, 495.98, 466.99, and 475.21 g, and 145.22, 164.98, 154.92, 152.02 g, respectively for R1, R2, R3, dan R4. Feed conversion of R1 (6.51) was higher (P<0.05) than R2 (5.80), R3 (5.15), dan R4 (5.47). It was concluded that the use of complete feed with CP 15.09% and TDN 58.60% in local male sheep ration had improved feed conversion. Key Words: Complete Feed, Protein, Energy, Fattening, Male Local Sheep ABSTRAK Penggemukan domba secara feedlot dengan ransum komplit merupakan sistem penggemukan yang cocok dilakukan di pulau Jawa. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kadar protein dan energi yang paling efisien dalam pakan komplit untuk penggemukan domba ditinjau dari nilai konversi pakannya. Domba lokal jantan sebanyak 24 ekor, umur 3 5 bulan dan bobot badan (BB) awal 8,7 15,5 kg (CV = 15,01%) dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok Umum ke dalam 4 (empat) perlakuan ransum komplit, yaitu R1 = 14,48% protein kasar (PK) dan 50,46% total digestible nutrients (TDN), R2 = 17,35% PK dan 52,61% TDN, R3 = 15,09% PK dan 58,60% TDN dan R4 = 17,42% PK dan 57,46% TDN. Pengelompokan domba berdasarkan BB awal. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis variansi dan apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa konsumsi bahan kering pada R1 (937,08 g) dan R2 (942,72 g) lebih besar (P<0,05) daripada R3 (796,54 g) dan R4 (827,08 g). Konsumsi PK R3 (120,17 g) lebih rendah (P < 0,05) daripada R1 (135,72 g), R2 (163,55 g), dan R4 (144,05 g). Konsumsi TDN dan pertambahan bobot badan harian tidak berbeda nyata (P > 0,05), yaitu 472,86, 495,98, 466,99, dan 475,21 g, serta 145,22, 164,98, 154,92, 152,02 g, masing-masing untuk R1, R2, R3, dan R4. Konversi pakan R1 (6,51) lebih tinggi (P<0,05) daripada R2 (5,80), R3 (5,15), dan R4 (5,47). Kesimpulan hasil penelitian ini adalah konversi pakan domba dengan ransum komplit berkadar PK 15,09% dan TDN 58,60% relatif lebih efisien. Kata Kunci: Pakan Komplit, Protein, Energi, Penggemukan, Domba Lokal Jantan 394

PENDAHULUAN Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi daging domba di pulau Jawa yang ketersediaan lahan semakin sempit untuk penggembalaan ternak maupun untuk penanaman hijauan pakan ternak adalah dengan penggemukan secara feedlot. Penggemukan secara feedlot merupakan sistem penggemukan yang dilakukan dalam waktu singkat di kandang dengan komponen pakan konsentrat tinggi (70 100%). Usaha yang dilakukan agar imbangan hijauan (pakan kasar) dan konsentrat pada pakan penggemukan secara feedlot tepat sesuai dengan yang diharapkan, maka pakan tersebut harus berupa pakan komplit bentuk pelet. Pakan komplit merupakan pakan yang cukup mengandung nutrien untuk ternak dalam tingkat fisiologis tertentu yang dibentuk dan diberikan sebagai satu-satunya pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi tanpa tambahan substansi lain kecuali air (HARTADI et al., 2005). Semua bahan pakan tersebut, baik hijauan (pakan kasar) maupun konsentrat dicampur menjadi satu. Pembuatan pakan komplit sebaiknya menggunakan bahan pakan lokal. Hal ini sangat diperlukan mengingat ketangguhan agribisnis peternakan adalah mengutamakan penggunaan bahan baku lokal yang tersedia di dalam negeri dan sesedikit mungkin menggunakan komponen impor (SARAGIH, 2000). Selain itu, paradigma pembangunan peternakan di era reformasi adalah terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif melalui peternakan tangguh berbasis sumber daya lokal (SUDARDJAT, 2000). Penggalian potensi penggunaan limbah sebagai bahan pakan lokal sangat diperlukan mengingat rumput yang merupakan pakan utama domba ketersediaannya langka di musim kemarau. Penggunaan bahan pakan lokal merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah ketidak-kontinyuan penyediaan bahan pakan untuk ruminansia. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pakan komplit adalah kandungan nutrien yang sesuai dengan ternak yang dipelihara. Menurut RANJHAN (1981), kebutuhan bahan kering (BK) domba yang digemukkan sekitar 4,30 5,00% dari bobot badannya. Setelah kebutuhan BK terpenuhi, energi dan protein adalah kebutuhan utama yang harus tercukupi (HARYANTO dan DJAJANEGARA, 1993). Kebutuhan lainnya adalah air, mineral, vitamin, dan lemak. Kebutuhan protein kasar (PK) dan total digestible nutrients (TDN) untuk domba yang digemukkan menurut RANJHAN (1981) adalah 10,90 12,70% dan 55 60%, sedangkan menurut HARYANTO dan DJAJANEGARA (1993) adalah 14 15% dan 45 63%. UMBERGER (1997) menyatakan, bahwa kebutuhan PK untuk domba yang digemukkan adalah 15% (untuk bobot badan 13,50 31,50 kg) dan 13% (untuk bobot badan lebih dari 31,50 kg), sedangkan TDN 70 75% (untuk bobot badan 22,50 33,75 kg) dan TDN 65 70% untuk campuran pakan komplit yang dibuat pelet. STANTON dan LEVALLEY (2004) merekomendasikan PK untuk domba yang digemukkan dengan bobot badan 31,50 kg sebesar 12 14%. Dari uraian di atas, maka yang menjadi masalah adalah berapa kebutuhan PK dan TDN yang diperlukan untuk penggemukan domba lokal belum diketahui, sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kadar PK dan TDN yang tepat untuk penggemukan domba secara feedlot. Apabila formulasi pakan komplit untuk penggemukan domba secara feedlot ini ditemukan, maka pemeliharaan ternak ruminansia yang tadinya bersifat land based (tergantung pada tanah/lahan untuk ditanami rumput atau untuk padang penggembalaan), menjadi non land based sehingga pemeliharaan ternak ruminansia dapat dilakukan tanpa membutuhkan lahan yang luas, yang semakin tidak mungkin didapatkan terutama di pulau Jawa. MATERI DAN METODE Materi penelitian berupa domba Lokal jantan dengan umur 3 5 bulan dan bobot badan (BB) 8,7 15,5 kg (CV = 15,01%) sebanyak 24 ekor. Bahan pakan yang digunakan untuk menyusun pakan komplit adalah jerami padi dan konsentrat yang terdiri dari dedak padi, gaplek, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung daun lamtoro, molases serta ultra mineral produksi Eka Farma Semarang. 395

Domba dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok Umum ke dalam 4 (empat) perlakuan pakan komplit, yaitu R1 = protein dan energi rendah, R2 = protein tinggi dan energi rendah, R3 = protein rendah dan energi tinggi, dan R4 = protein dan energi tinggi. Pengelompokan domba berdasarkan bobot badan awal (ringan/b1 = 10,73 ± 1,37 kg, sedang/b2 = 12,76 ± 0,54 kg dan berat/b3 = 14,91 ± 0,36 kg). Kelompok B1 dipelihara hingga bobot badan (BB) ± 15 kg (± 36 hari), B2 hingga BB ± 20 kg (± 49 hari), dan B3 hingga BB ± 25 kg (± 72 hari). Pakan komplit dibentuk pelet dengan cara pembuatan hasil modifikasi sendiri, yaitu semua bahan pakan digiling, masing-masing bahan pakan ditimbang sesuai dengan proporsinya, dicampur, ditambah air hingga campuran dapat dicetak dengan mesin pelet dan setelah itu dijemur. Komposisi dan kandungan nutrien pakan komplit setelah koefisien cerna diketahui pada Tabel 1. Penelitian berlangsung melalui 3 tahap, yaitu adaptasi pakan (14 hari), pendahuluan (7 hari), dan perlakuan (36 72 hari). Pakan diberikan sebanyak 6% dari bobot badan ternak dan pemberiannya dilakukan dua kali sehari yaitu setiap pagi (pukul 7:00) dan sore (pukul 16:00) hari, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Sebelum pemberian pakan dan air minum di pagi hari dilakukan penimbangan sisanya. Domba ditimbang seminggu sekali untuk menyesuaikan jumlah ransum yang diberikan. Prosedur pengukuran parameter Parameter yang diamati meliputi pertambahan bobot badan harian, konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK), total digestible nutrients (TDN), kecernaan BK, konversi pakan, feed cost ratio (FCR) dan biaya total. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) merupakan selisih antara bobot badan akhir dan awal dibagi waktu pemeliharaan. Konsumsi BK pakan adalah selisih antara pakan yang diberikan dan sisa pakan dikalikan Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrien pakan komplit untuk penelitian Uraian R1 R2 R3 R4 Komposisi bahan pakan (% BK) ------------------------------ (%) ----------------------------- Jerami padi 25,00 25,00 25,00 25,00 Tepung ikan 1,00 1,90 3,60 5,30 Bungkil kedelai 11,70 16,20 15,15 19,20 T. daun lamtoro 1,00 2,10 3,50 5,00 Dedak padi 50,50 46,50 10,75 5,50 Gaplek 5,00 2,30 34,00 34,00 Molases 3,80 4,00 6,00 4,00 Mineral 2,00 2,00 2,00 2,00 Kandungan nutrien Bahan kering 90,73 90,82 89,01 90,11 Abu 16,71 16,42 13,48 14,35 Protein kasar 14,48 17,35 15,09 17,42 Lemak kasar 5,02 4,62 1,84 1,30 Serat kasar 13,98 10,58 9,58 10,89 Bahan ekstrak tanpa nitrogen 49,81 51,03 60,02 56,04 Total digestible nutrients a 50,46 52,61 58,60 57,46 a Dihitung dari koefisien cerna nutrien pakan dalam % dengan rumus = protein tercerna + serat kasar tercerna + bahan ekstrak tanpa nitrogen tercerna + 2,25 x lemak kasar tercerna (HARTADI et al., 2005) R1, R2, R3 dan R4: pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda 396

kadar BK pakan. Konsumsi PK adalah konsumsi BK dikalikan kadar PK pakan. Konsumsi TDN adalah konsumsi BK dikalikan kadar TDN pakan. Kadar TDN pakan (%) merupakan penjumlahan dari PK tercerna, serat kasar (SK) tercerna, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) tercerna dan 2,25 kali lemak kasar (LK) tercerna (HARTADI et al., 2005). Konversi pakan diperoleh dari konsumsi BK pakan dibagi PBHH yang dihasilkan. Feed cost ratio (FCR) dihitung dengan cara biaya pakan harian dibagi PBHH. Biaya total dihitung berdasarkan asumsi biaya pakan adalah 70% dari biaya total. Data yang diperoleh (kecuali FCR dan biaya total) dianalisis dengan analisis variansi dan apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan (STEEL dan TORRIE, 1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Konversi pakan domba dengan perlakuan pakan yang berbeda Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan, bahwa konsumsi BK, BO dan PK, kecernaan BK dan BO, serta konversi pakan domba berbeda nyata (P < 0,05) diantara perlakuan pakan, sedangkan PBHH dan konsumsi TDN tidak berbeda nyata (P < 0,05). Konsumsi BK dan BO pada R1 dan R2 lebih tinggi (P < 0,05) daripada R3 dan R4, sedangkan konsumsi PK pada R3 paling rendah (P < 0,05) dibandingkan dengan perlakuan pakan yang lain. Kecernaan BK pada R1 dan R2 lebih rendah daripada R3 dan R4 (P < 0,05) dan konversi pakan pada R1 paling tinggi (P < 0,05) dibandingkan perlakuan yang lain. Biaya pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan satu satuan pertambahan bobot badan (FCR) dan biaya total pada R3 paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Konsumsi BK pada R1 dan R2 lebih tinggi daripada R3 dan R4, diduga karena pakan R1 dan R2 lebih palatabel dibandingkan R3 dan R4, sesuai pendapat FORBES (1986) bahwa palatabilitas pakan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi. Dugaan tersebut berdasarkan kondisi fisik pakan R3 dan R4 lebih keras daripada R1 dan R2, karena pakan R3 dan R4 mengandung tepung gaplek yang lebih tinggi daripada R1 dan R2, sehingga pada saat pembuatan pakan komplit bentuk pelet menjadi keras karena panas yang timbul dari mesin pencetak pelet. Selain itu, Tabel 2. Konsumsi, pertambahan bobot badan harian dan konversi pakan domba dengan perlakuan pakan komplit berkadar protein dan energi yang berbeda Parameter R1 R2 R3 R4 Konsumsi BK (g/ekor/hari) 937,08 b 942,72 b 796,54 a 827,08 a Konsumsi BK (g/kg BB 0,75 ) 109,76 b 112,77 b 95,80 a 99,73 a Konsumsi BK (% BB) 5,46 b 5,58 b 4,86 a 5,08 ab Konsumsi BO (g/ekor/hari) 780,46 b 787,92 b 689,20 a 708,40 a Konsumsi BO (g/kg BB 0,75 ) 91,42 b 94,26 b 82,89 a 85,42 a Konsumsi PK (g/ekor/hari) 135,72 b 163,55 b 120,17 a 144,05 b Konsumsi PK (g/kg BB 0,75 ) 15,90 b 19,56 d 14,45 a 17,37 c Konsumsi TDN (g/ekor/hari) 472,86 a 495,98 a 466,99 a 475,21 a Konsumsi TDN (g/kg BB 0,75 ) 55,39 a 59,33 a 56,16 a 57,30 a Kecernaan BK (%) 48,85 a 50,89 a 60,49 b 60,65 b Kecernaan BO (%) 54,94 a 55,62 a 65,20 b 64,56 b PBHH (g/ekor) 145,22 a 164,98 a 154,92 a 152,02 a Konversi pakan 6,51 b 5,80 a 5,15 a 5,47 a FCR (Rp/kg) 8.751,03 8.308,88 8.047,17 9.282,84 Biaya total (Rp/kg) 12.501,47 11.869,82 11.495,96 13.261,20 a, b Superkrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05) 397

kandungan energi pakan (TDN) pada R1 dan R2 lebih rendah, yaitu 50,46 dan 52,61%, sedangkan pada R3 dan R4 adalah 58,60 dan 57,46%. Sesuai dengan pendapat PARAKKASI (1999), bahwa faktor lain yang membatasi konsumsi pakan adalah kebutuhan energi dari ternak tersebut. Apabila kebutuhan energi ternak telah terpenuhi, maka ternak akan berhenti makan. Lebih lanjut PARAKKASI (1999) yang menyatakan, bahwa energi ransum yang terlampau tinggi dapat menurunkan tingkat konsumsi. Konsumsi BK pakan hasil penelitian ini relatif tinggi, yakni antara 4,86 5,58% dari BB ternak. Hasil penelitian PURBOWATI et al. (1996) mendapatkan konsumsi BK pakan domba adalah 4,50% dari BB ternak, sedangkan konsumsi BK pakan domba hasil penelitian PURBOWATI et al. (1999) dan UTOMO (2004) hanya 3,88 dan 3,67% dari BB ternak. Menurut RANJHAN (1981), kebutuhan BK pakan domba jantan yang digemukkan adalah 4,30-5,00% dari BB. Hal ini menunjukkan, bahwa pakan komplit berbentuk pelet yang digunakan dalam penelitian ini palatabel dan konsumsi BK pakan domba telah memenuhi kebutuhannya. Palatabilitas pakan bentuk pelet telah dibuktikan oleh STANTON dan LEVALLEY (2004), bahwa konsumsi pakan bentuk pelet lebih tinggi (1.755 vs 1.485 g/ekor/hari) daripada pakan tidak dibentuk pelet. Demikian juga dengan hasil penelitian UTOMO (2004), bahwa konsumsi pakan bentuk pelet (917 g/ekor/hari) lebih tinggi daripada tidak berbentuk pelet (817 g/ekor/hari). Dengan demikian pemberian pakan bentuk pelet, selain dapat digunakan untuk mengontrol konsumsi pakan konsentrat dan pakan kasar sesuai dengan proporsi yang diberikan, juga untuk memperbaiki palatabilitas pakan. Konsumsi PK hasil penelitian ini sejalan dengan kandungan PK pakan dan konsumsi BKnya, karena faktor yang mempengaruhi konsumsi PK adalah konsumsi BK dan kandungan PK pakan. Pada R3 konsumsi PK terendah, karena pakan dengan kadar PK yang rendah (15,09%), konsumsi BKnya juga rendah. Kemudian diikuti R1, meskipun kadar PK pakan rendah (14,48%), tetapi dikonsumsi lebih tinggi, selanjutnya R4 dengan PK 17,42% yang konsumsi BKnya rendah dan R2 dengan PK 17,35% yang konsumsi BKnya lebih tinggi. Konsumsi TDN hasil penelitian ini tidak berbeda nyata diantara perlakuan pakan, karena pakan dengan TDN rendah (R1 dan R2) dikonsumsi lebih tinggi, sedangkan pakan dengan TDN tinggi (R3 dan R4) dikonsumsi lebih rendah sehingga hasil konsumsi TDN tidak berbeda nyata. Konsumsi PK hasil penelitian ini lebih tinggi daripada hasil penelitian PURBOWATI et al. (1999) yang mendapatkan 98,44 123,51 g/ekor/hari, sedangkan konsumsi TDNnya hampir sama yaitu 457,38 501,09 g/ekor/hari. Dibandingkan dengan kebutuhan PK dan TDN pada domba yang digemukkan menurut Ranjhan (1981) sebesar 93,80 142,9 g dan 410 680 g, maka konsumsi PK dan TDN domba hasil penelitian ini telah memenuhi kebutuhan. Ada hubungan negatif antara kecernaan BK dan BO dengan konsumsi BK dan BO. Kecernaan BK dan BO pada R3 dan R4 lebih tinggi daripada R1 dan R2, sedangkan konsumsi BK dan BO terjadi sebaliknya. Hal ini dapat terjadi karena laju pakan R1 dan R2 di dalam saluran pencernaan mungkin lebih cepat daripada R3 dan R4, sehingga saluran pencernaan lebih cepat kosong dan ternak mengambil pakan lagi, sehingga konsumsi pakan yang dihasilkan lebih tinggi, tetapi pakan tersebut tidak sempat dicerna sehingga kecernaan pakan menjadi lebih rendah. Menurut PARAKKASI (1999), pada kecernaan yang lebih tinggi, konsumsi BK akan menurun, sedangkan konsumsi energi relatif konstan. Pertambahan bobot badan harian hasil penelitian ini tidak berbeda nyata, kemungkinan karena konsumsi TDNnya yang tidak berbeda nyata pula. Menurut BLAKELY dan BADE (1991), nutrien utama yang dibutuhkan oleh ternak untuk tujuan penggemukan adalah energi, oleh karena konsumsi TDN antar perlakuan dalam penelitian ini tidak berbeda nyata, maka PBHH yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata. Penelitian ini menghasilkan rerata PBHH domba sebesar 154,29 g, lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Purbowati et al. (2004) yang menggemukkan domba secara feedlot dengan pakan dasar jerami padi dan konsentrat 60 80% menghasilkan rerata PBHH 90,97 g. Lebih tingginya PBHH yang dihasilkan pada penelitian ini, karena pakan penelitian berupa pakan komplit berbentuk pelet. Sesuai dengan hasil penelitian STANTON 398

dan LEVALLEY (2004) yang melaporkan, bahwa PBHH domba dengan pakan bentuk pelet nyata lebih tinggi (234 g) daripada tidak dibentuk pelet (198 g). Konversi pakan pada R1 tertinggi (tidak efisien) yakni 6,51, sedangkan konversi pakan pada R2, R3 dan R4 relatif sama yaitu 5,47. Konversi pakan adalah banyaknya pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan satu satuan pertambahan bobot badan. Konversi pakan hasil penelitian ini lebih baik apabila dibandingkan dengan hasil penelitian PURBOWATI et al. (2004) dan UTOMO (2004) yang mendapatkan rerata konversi pakan sebesar 11,54 dan 10,16. Feed cost ratio (FCR) pada R3 terendah yaitu Rp. 8.047,17/kg, kemudian R2 (Rp. 8.308,88/kg), R1 (Rp. 8.751,03/kg), dan R4 yaitu Rp. 9.282,84/kg. Feed cost ratio adalah biaya pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan satu satuan pertambahan bobot badan. Apabila biaya pakan diasumsikan sebesar 70% dari biaya total, maka biaya total terendah pada R3 yaitu Rp. 11.495,96/kg, sedangkan biaya total tertinggi pada R4 yaitu Rp. 13.261,20/kg. Harga domba pada saat penelitian adalah Rp. 15.000 20.000 per kg BB, sehingga hasil penggemukan domba secara feedlot dengan pakan komplit masih menguntungkan dan dapat diaplikasikan. Konversi pakan domba pada kelompok bobot badan yang berbeda Semua parameter penampilan produksi domba pada kelompok bobot badan yang berbeda (Tabel 3) menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05), kecuali persentase konsumsi BK terhadap BB dan kecernaan BK serta BO. Konsumsi BK, PK dan TDN pada B1 paling rendah (P < 0,05) dibandingkan B2 dan B3. Demikian pula dengan PBBH pada B1 terendah (P < 0,05) dibandingkan kelompok yang lain, dan konversi pakan pada B3 tertinggi (P < 0,05) atau kurang efisien dibandingkan kelompok yang lain. Konsumsi BK, BO, PK dan TDN semakin tinggi dengan semakin tingginya BB ternak sampai BB 20 kg (B2), karena bobot badan ternak mempengaruhi kemampuan ternak mengkonsumsi pakan (MATHERS dalam SIREGAR, 1994). Hal ini diperkuat dengan persentase konsumsi BK terhadap BB ternak yang relatif sama. Konsumsi BO, PK dan TDN sejalan dengan konsumsi BKnya, karena Tabel 3. Konsumsi, pertambahan bobot badan harian dan konversi pakan domba pada bobot badan yang berbeda Parameter B1 B2 B3 Konsumsi BK (g/ekor/hari) 698,37 a 898,63 b 1.030,56 c Konsumsi BK (g/kg BB 0,75 ) 98,74 a 107,25 b 107,57 b Konsumsi BK (% BB) 5,27 a 5,37 a 5,10 a Konsumsi BO (g/ekor/hari) 591,17 a 760,67 b 872,65 c Konsumsi BO (g/kg BB 0,75 ) 83,59 a 90,81 b 91,08 b Konsumsi PK (g/ekor/hari) 112,33 a 144,48 b 165,80 c Konsumsi PK (g/kg BB 0,75 ) 15,93 a 17,23 b 17,30 b Konsumsi TDN (g/ekor/hari) 380,77 a 489,88 b 562,63 c Konsumsi TDN (g/kg BB 0,75 ) 53,88 a 58,53 b 58,72 b Kecernaan BK (%) 55,23 a 54,77 a 55,66 a Kecernaan BO (%) 59,98 a 60,16 a 60,10 a PBBH (g) 136,76 a 166,70 b 159,39 b Konversi pakan 5,13 a 5,44 a 6,63 b FCR (Rp/kg) 7.707,49 8.173,50 9.911,45 Biaya total (Rp/kg) 11.010,70 11.676,43 14.159,21 a, b Superkrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05) 399

konsumsi nutrien tersebut dipengaruhi oleh konsumsi BK dan kandungan nutrien pakan tersebut. Pertambahan bobot badan harian hingga BB 15 kg (B1) terendah, yaitu 136,76 g, sedangkan PBHH hingga BB 20 dan 25 kg (B2 dan B3) relatif sama dengan rata-rata 163,05 g. Pertambahan bobot badan harian yang diperoleh dalam penelitian ini sejalan dengan konsumsi BK, BO, PK dan TDNnya. Dari Tabel 3 dapat dilihat, bahwa penggemukan domba setelah BB 20 kg (B2) tidak efektif lagi untuk meningkatkan pertambahan bobot badan yang ditunjukkan dengan nilai konversi pakan yang paling tinggi pada B3 yaitu 6,63. Fenomena ini dapat terjadi, karena menurut HARYANTO dan DJAJANEGARA (1993), kebutuhan pakan untuk hidup pokok, semakin besar pada ternak yang bobot badannya semakin berat, sehingga kelebihan pakan yang dapat digunakan untuk produksi (meningkatkan pertambahan bobot badan) menjadi lebih sedikit. Kecernaan BK dan BO pada B1, B2 dan B3 tidak berbeda nyata, artinya bobot badan ternak tidak mempengaruhi kecernaan BK. Feed cost ratio paling rendah pada B1, kemudian B2 dan B3. Biaya total semakin meningkat dengan semakin meningkatnya bobot badan, yakni antara Rp. 11.010,70/kg sampai Rp. 14.159,21/kg. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa konversi pakan domba menggunakan pakan komplit dengan kadar protein kasar 15,09% dan total digestible nutrients 58,60% untuk penggemukan secara feedlot dari bobot badan 12,76 sampai 20 kg memperlihatkan hasil yang relatif efisien. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada (1) Bagian Proyek Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia, DITJEN DIKTI, DEPDIKNAS, yang telah memberikan dana; (2) Ketua Lembaga Penelitian UNDIP beserta staf yang telah memberikan kesempatan penulis untuk memperoleh dana penelitian tersebut; (3) Dekan Fakultas Peternakan UNDIP beserta staf yang telah memberikan fasilitas untuk pelaksanaan penelitian; (4) Tim inti dan sukarelawan penelitian Pakan Komplit 2006 yang telah membantu pelaksanaan penelitian, serta (5) Rekan-rekan di Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Fakultas Peternakan UNDIP yang telah memberikan dukungan sepenuhnya pada penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA BLAKELY, J. dan D.H. BADE. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Diterjemahkan oleh: BAMBANG SRIGANDONO. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. FORBES, J.M. 1986. The Voluntary Food Intake of Farm Animals. Butterworths & Co. (Publishers) Ltd, London. HARTADI, H., S. REKSOHADIPRODJO dan A.D. TILLMAN. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. HARYANTO, B. dan A. DJAJANEGARA. 1993. Pemenuhan Kebutuhan Zat-zat Makanan Ternak Ruminansia Kecil. Dalam: Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. WODZICKA-TOMASZEWSKA, M., I.M. MASTIKA, A. DJAJANEGARA, S. GRADIER dan T.R. WIRADAYA (Eds.). Sebelas Maret University Press, Surakarta. hlm. 159 208. PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. PURBOWATI, E., C.M.S. LESTARI dan H. CAHYANTO. 1999. Penampilan produksi domba lokal pada sistem feedlot dengan berbagai aras ampas kecap dalam konsentrat. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis 24(4): 154 161. PURBOWATI, E., E. BALIARTI dan S.P.S. BUDHI. 2004. Feed cost per gain domba yang digemukkan secara feedlot dengan pakan dasar jerami padi dan level konsentrat berbeda. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman- Ternak. Denpasar, 20 22 Juli 2004. Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN. hlm. 169 174. PURBOWATI, E., E. BALIARTI dan S.P.S. BUDHI. 1996. Kinerja domba yang digemukkan secara feedlot dengan aras konsentrat dan pakan dasar berbeda. BPPS-UGM. 9(3B). hlm. 359 371. RANJHAN, S.K. 1981. Animal Nutrition in Tropics. Second Revised Edition. Vikas Publishing House PVT LTD, New Delhi. 400

SARAGIH, B. 2000. Kebijakan pengembangan agribisnis di Indonesia berbasiskan bahan baku lokal. Bull. Peternakan. Edisi Tambahan. hlm. 6 11. SIREGAR, S.B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta. STANTON, T.L. and.b. LEVALLEY. 2004. Lamb feedlot nutrition. CSU Cooperative Extension- Agriculture. Colorado State University Cooperative Extension, Colorado. pp. 1 8. STEEL, R.G.D. dan H. TORRIE. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh: B. SUMANTRI. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. SUDARDJAT, D.S. 2000. Potensi dan prospek bahan pakan lokal dalam mengembangkan industri peternakan di Indonesia. Bull. Peternakan. Edisi Tambahan. hlm. 12 15. UMBERGER, S.H. 1997. Whole-grain diet for finishing lamb. Knowledge for the Common Wealth. Virginia Cooperative Extension, Virginia. hlm. 1 6. UTOMO, R. 2004. Pengaruh penggunaan jerami padi terfermentasi sebagai bahan dasar pembuatan pakan komplit pada kinerja domba. Bull. Peternakan. 28(4): 162 170. 401