HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lahan

dokumen-dokumen yang mirip
PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN PADA BUDIDAYA KENTANG DI KECAMATAN PANGALENGAN, KABUPATEN BANDUNG, DAN NILAI EKONOMINYA CHRISTINE ESLITA

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

HASIL DAN PEMBAHASAN

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum,

HAMA DAN PENYAKIT BENIH Oleh: Eny Widajati

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi

KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN :

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan gandum (Samadi, 1997). Mengacu pada program pemerintah akan

Oleh Kiki Yolanda,SP Jumat, 29 November :13 - Terakhir Diupdate Jumat, 29 November :27

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT SEMANGKA. Dr. M. SYUKUR, SP, MSi INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

PERCEPATAN KETERSEDIAAN BENIH KENTANG BERMUTU DI INDONESIA MELALUI KEPMENTAN NOMOR : 20/Kpts/SR.130/IV/2014

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

Alternatif pengendalian terhadap si Helopeltis sp. Oleh : Vidiyastuti Ari Y, SP POPT Pertama

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

MODUL BUDIDAYA KACANG TANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

No. 03 Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2010

Penyiapan Benih G0 untuk Benih generasi G1 sampai G4

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

PEMBAHASAN Hikmah Farm Produksi Kentang Bibit

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

Mengukur Serangan Penyakit Terbawah Benih (Hawar Daun) Pada Pertanaman Padi

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN BIOPESTISIDA TERHADAP DAYA KENDALI SERANGAN HAMA KUTU PADA TANAMAN CABE RAWIT OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA)

BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan komoditas andalan yang sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan

DAFTAR GAMBAR. optimal, dan yang tidak dipupuk

I. PENDAHULUAN. Duku (Lansium domesticum Corr.) sebagai buah unggulan Provinsi Jambi,

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

MENGENAL PENYAKIT PENTING TANAMAN TEMBAKAU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

AGROEKOSISTEM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok

MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

JENIS DAN PADAT POPULASI HAMA PADA TANAMAN PERANGKAP Collard DI SAYURAN KUBIS

Ralstonia solanacearum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Latin. Salah satu spesies tanaman stroberi, Fragaria chiloensis L telah

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

BAB I PENDAHULUAN. Komoditi hortikultura dalam negara agraris seperti Indonesia sangat besar,

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

I. PENDAHULUAN. Masyarakat luas telah menyadari bahwa pestisida merupakan senyawa yang dapat

III. METODE PENELITIAN

Keadaan Serangan OPT Komoditas Bawang Merah di Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN. Oleh: Tim Dosen HPT. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya 2013

(Gambar 1 Gejala serangan Oidium heveae pada pembibitan karet)

KATA PENGANTAR. Bumi Agung, September 2015 Penulis

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bibit Sehat... Kebun Kopi Selamat

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR PERLINDUNGAN HUTAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Budidaya Bawang Putih di Dataran Rendah

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Eucalyptus spp. Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman. Eucalyptus spp.

VI. PEMBAHASAN 6.1. Identifikasi Sumber-sumber Risiko

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lahan Kecamatan Pangalengan berada pada ketinggian sekitar 1500 m di atas permukaan laut (dpl). Keadaan iklim di lokasi ini adalah sebagai berikut meliputi curah hujan rata-rata 166,67 mm/bulan dan 12,5 mm/hari, suhu udara rata-rata maksimal 30 C, suhu udara rata-rata minimal 20 C, suhu udara harian rata-rata 17-20 C, suhu tanah rata-rata 15-20 C, kelembaban udara maksimal 78% dan kelembapan minimal 35%. Daerah ini memiliki tekstur tanah lempung berpasir dengan kemiringan lereng 15-25%. Tanah pada lokasi tersebut merupakan tanah andosol (inceptisol) (Fajar 2003). Karakteristik Petani Kentang Sekitar separuh (53%) dari seluruh responden memiliki pengalaman berusaha tani lebih dari 5 tahun dan sisanya, sebesar 47%, memiliki pengalaman berusaha tani kentang kurang dari 5 tahun (lihat Gambar 1). Petani yang memiliki pengalaman berusaha tani lebih dari 5 tahun masing-masing 23% (5 10 tahun) dan 30% (pengalaman lebih dari 10 tahun). Namun, diantara petani yang memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun, lebih dari separuhnya (76,67%) merupakan petani yang memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun (Gambar 1). Ini menandakan bahwa umumnya petani kentang di Desa Pangalengan sudah sangat berpengalaman dalam budidaya tanaman kentang. Gambar 1. Distribusi pengalaman berusaha tani petani kentang

Pada gambar 2, sebagian besar (97%) petani kentang berusaha tani dengan luas kebun lebih dari 0,5 h. Selebihnya, sisanya (3%) dari keseluruhan petani yang memiliki lahan di bawah 0,5 h. Dari seluruh petani yang memiliki lahan lebih dari 1 h, 59% diantaranya banyak petani yang mengusahakan lahan sekitar 1 h hingga 2 h. Itu menunjukkan kebanyakan petani kentang di Pangalengan cenderung memiliki lahan yang cukup luas. Hal ini disebabkan karena pada daerah sentra kentang ini, petani sudah memiliki permintaan konsumen yang cukup besar. Gambar 2. Persentase luas kebun kentang Pelatihan yang diikuti oleh petani umumnya adalah pelatihan budidaya dan pelatihan pengendalian hama dan penyakit. Pelatihan pengendalian hama dan penyakit (43%) lebih banyak daripada pelatihan budidaya tanaman kentang (17%). Ini disebabkan kesulitan yang dialami para petani dalam kebutuhan informasi sehingga petani memerlukan banyaknya informasi yang baru dari institusi lembaga penyuluh tentang pengendalian hama penyakit seperti SLPHT (sekolah lapang pengendalian hama terpadu) oleh PPL yang ditempatkan di desadesa. Tetapi, sebagian kecil (10%) petani mengakui bahwa mereka belum pernah mengikuti pelatihan. Pelatihan-pelatihan ini diperlukan agar OPT pada komoditas kentang tersebut dapat ditangani, karena banyak OPT yang cepat berkembang pada iklim yang mendukung seperti di daerah Pangalengan (lihat Gambar 3).

Gambar 3. Persentase jenis pelatihan yang diikuti oleh petani Masalah OPT dan Tindakan Pengendalian Hama Hama yang ditemukan di pertamanan adalah tungau kuning (Acarina: Tarsonematidae) dan lalat pengorok (Diptera: Agromyzidae), sedangkan hama yang diperoleh dari hasil wawancara adalah yaitu anjing tanah (Orthoptera: Gryllotalpidae), kutu daun (Hemiptera: Aphididae), trips (Thysanoptera: Thripidae), dan penggerek umbi (Lepidoptera: Gelechiidae). a. Lalat pengorok daun ( Liriomyza huidobrensis) Lalat pengorok daun merupakan hama yang cukup merugikan bagi proses fotosintesis kentang. Hama ini menyerang tanaman mulai dari tanaman berumur antara 2 MST (minggu setelah tanam) hingga 3 MST. Menurut Rauf (1995), pada kepadatan populasi yang tinggi pada lahan petani memperlihatkan beberapa liang korokan menyatu dan menyebabkan daun-daun kentang mengering dan menyerupai atau mirip gejala serangan Phytophthora infestans. b. Tungau kuning (Polyphagotarsonemus latus) Tungau menyerang tanaman saat berumur 30 HST (hari setelah tanam). Hama ini tidak terlalu merugikan dan tidak terlalu banyak di lapangan, sekitar 10% dari seluruh pertanaman responden diserang oleh tungau ini. Tungau kuning ini sering disebut broad mite atau tropical mite (istilah di daerah Amerika Selatan) atau disebut juga dengan yellow jute mite di daerah Bangladesh (Anonim 2007). Gejala yang disebabkan oleh serangga ini adalah daun menjadi membentuk seperti

mangkok atau sendok, atau pembentukan distorsi daun lainnya seperti membelah dan rapuh membentuk celah pada daun.serangga ini menyebabkan gagalnya pertumbuhan tunas (buds), gugurnya bunga, penurunan produktifitas, kerusakan pada buah dan kematian tanaman hampir di seluruh tanaman inang (Waterhouse & Norris 1987). c. Anjing Tanah (Gryllotalpa sp) Anjing tanah bersifat perusak bagian tanaman yang berada di dalam tanah. Serangga ini dapat merusak perakaran tanaman kentang dan dapat mengganggu pertumbuhan umbi kentang karena sistem perakaran kentang terganggu. d. Kutu daun (Myzus persicae) Kutu daun menghisap bagian daun tanaman dan mengganggu sistem fotosintesis pada tanaman yang terserang organisme pengganggu ini. Organisme pengganggu ini menyerang hampir di setiap umur tanaman. e. Penggerek Umbi (Phthorimaea opercullela) Larva Phthorimaea opercullela masuk dari ujung batang, menggerek daun dan merusak bagian umbi kentang dengan melubangi umbi. Larva merusak umbi pada bagian atas tanaman seperti batang dan daun tanaman, kemudian akhirnya bagian umbi. Organisme ini merusak saat umbi sudah terbentuk dan berukuran besar. Organisme pengganggu yang paling banyak mendominasi adalah tungau dan lalat pengorok daun. Lalat pengorok daun menempati urutan kedua (28%) yang paling banyak menyerang lahan pertanaman, dan tungau menempati urutan ketiga menyerang sebesar 10% kebun petani yang ada di Desa Pangalengan. Penyakit Beberapa penyakit yang ditemukan di lapangan adalah busuk daun Phytophthora infestans atau lodoh daun, layu bakteri Ralstonia solanacearum, dan beberapa penyakit yang tidak diketahui.

a. Busuk Daun Penyakit ini ditemukan pada Desa Pangalengan di hampir setiap fase pertumbuhan tanaman kentang, baik pada bibit umur 15 hari hingga 100 HST. Di lapangan ditemukan bahwa penyakit ini cukup merugikan dan dapat menyebabkan kerugian hasil sekitar 85%. Penyakit busuk daun atau juga disebut dengan penyakit lodoh ini disebabkan oleh serangan cendawan Phytophthora infestans yang dapat menurunkan produksi kentang hingga 90% dari total produksi kentang dalam waktu yang amat singkat (Purwantisari et al 2008). Gejala pada tanaman yang terinfeksi adalah daun berwarna coklat sampai hitam dan akhirnya menjadi kering dan busuk. Di bawah permukaan daun yang terinfeksi biasanya tampak serbuk putih yang mengandung banyak spora. Bercakbercak pada daun dapat berkembang ke tangkai daun dan batang. Menurut Agrios (1997), busuk daun dapat menyebabkan kehancuran total semua tanaman di lapangan dalam waktu satu atau dua minggu ketika cuaca dingin dan basah. Bahkan ketika kerugian di lapangan kecil, kentang mungkin terinfeksi selama panen dan mungkin akan membusuk di gudang. Gambar 4. Gejala penyakit lodoh pada daun kentang b. Layu Bakteri Pada saat pengamatan di lapangan, penyakit layu bakteri ditemukan menyerang tanaman kentang saat berumur 80 HST. Penyakit layu bakteri cukup merugikan karena dapat menyebabkan kematian pada tanaman kentang. Layu bakteri (bacterial wilt) yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum, pada saat ini merupakan salah satu penyakit bakteri terpenting pada tanaman kentang. Bakteri ini memiliki lebih dari 200 inang dan biasanya menyebar pada daerah yang tropis

dan subtropis. Penyakit layu bakteri ini menyerang pembuluh vaskuler dan memproduksi banyak polisakarida ekstraseluler (extracellular polysaccharides) pada tanaman inangnya (Sigee 1993). Tanaman yang terserang R. solanacearum biasanya gejala pada waktu tanaman berumur 2 minggu dengan gejala tampak tiba-tiba layu tetapi daun masih hijau atau daunnya seperti tersiram air panas. Pada tanaman muda, biasanya akan mati dan apabila masih hidup tidak sampai menghasilkan umbi. Namun, pada tanaman dewasa pembentukan bunga dan umbi terhambat, dan umbi kecil dan tumbuhan merana. Pada daerah yang intensitas penyakitnya rendah dan tanaman tahan, maka kelayuan hanya sebagian dan bisa sembuh kembali (Yusriadi 1998 dalam Anik 2001). Gambar 5. Gejala tanaman kentang yang terserang layu bakteri c. Penyakit lainnya Di lapangan, ditemukan beberapa tanaman yang terserang virus namun tidak diketahui jenis virus tersebut, karena tidak dilakukan uji laboratorium atau diidentifikasi (tampak pada gambar 6). Pada saat di lapangan, tanaman kentang diamati memiliki gangguan fisiologis seperti mengkerut dan menguning, dan pada tanaman sekitar nya tidak memperlihatkan gejala yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh benih yang terserang virus atau terbawa vektor. Gambar 6. Gejala tanaman yang mungkin terserang virus

Pada lahan pertanaman kentang, ditemukan hama dan penyakit yang menyerang tanaman kentang, seperti serangga yang menyerang umbi, daun atau batang tanaman. Berdasarkan wawancara terhadap 30 petani di desa Pangalengan, penyakit yang menjadi urutan pertama dalam hal serangan pada pertanaman kentang adalah serangan P. infestans. Patogen tersebut sekitar 40% menyerang hampir seluruh pertanaman kentang dan merugikan petani dalam hasil produksi. Serangan yang disebabkan oleh P. infestans yaitu patogen mampu menyebar pada pertanaman kentang karena patogen dapat menyerang seluruh stadia tanaman dan kondisi pada daerah yang berudara dingin serta berkabut. Gambar 7. Persentase organisme penganggu tanaman kentang penting menurut petani Dalam komoditas kentang, OPT kentang yang paling banyak menyerang adalah penyakit busuk daun (P. infestans). Pada gambar 10, sekitar 93 % petani berpendapat bahwa OPT yang penting adalah busuk daun. Anjing tanah (Gryllotalpa sp) dan lalat pengorok daun (Liriomyza sp) memilki persentase yang sama 3,33 %. TindakanPengendalian Sebagian besar (63%) petani lebih melakukan pengendalian OPT dengan pengendalian kimiawi daripada pengendalian yang lebih ramah lingkungan (biologi atau kultur teknis). Namun, beberapa petani (37%) melakukan perpaduan pengendalian non kimiawi dan kimiawi untuk mengendalikan OPT kentang (Gambar 8). Pengendalian non kimiawi mencakup pengendalian mekanis atau fisik dan pengendalian kultur teknis. Pengendalian mekanis yang banyak digunakan seperti mencabut gulma dari gundukan tanaman di bagian bawah dan

membuang tanaman yang terkontaminasi penyakit sedangkan kultur teknis mencakup pengaturan jarak tanam dan pola tanam tumpangsari dengan menanam cabe sebagai tanaman sela diantara lajur tanaman.. Gambar 8. Persentase tindakan pengendalian OPT yang dilakukan Petani memiliki beragam alasan untuk menggunakan pestisida sintetik sebagai cara mengendalikan OPT di lahan pertanaman kentang. Alasan alasan tersebut antara lain adalah mencegah OPT berkembang cepat, panen yang maksimal, dan lebih efisien dan efektif dalam waktu. Pengendalian kimiawi banyak dipilih petani karena dapat mencegah hama dan penyakit secara praktis dalam menangani perkembangan OPT tersebut di lahan. Pada pertanaman yang sudah terserang OPT, bahan kimia berfungsi menghambat perkembangan OPT atau tingkat keparahan yang disebabkan organisme pengganggu tersebut pada tanaman kentang. Fungsi tersebut mempengaruhi 53% petani bahwa pengendalian kimiawi dapat mencegah OPT berkembang lebih cepat. Sebanyak 34% petani beralasan bahwa pengendalian kimiawi dapat menyebabkan panen yang maksimal. Pada hasil panen produksi kentang yang maksimal tidak disebabkan langsung oleh bahan kimia tersebut, namun bahan kimia tersebut berperan dalam membantu pertumbuhan kentang dari hambatan eksternal seperti serangga, bakteri, dan organisme penganggu lainnya. Pengendalian kimiawi juga dinilai lebih efisien dan efektif dalam waktu untuk mengendalikan organisme pengganggu pada lahan pertanaman. Sisanya, sebanyak 13% petani berpendapat bahwa pengendalian kimiawi lebih menguntungkan dalam menghemat waktu untuk melakukan tindakan pengendalian OPT.

Gambar 9. Alasan petani memilih kimiawi sebagai upaya utama pengendalian OPT Lebih dari separuh (53,33%) petani menyatakan bahwa serangan OPT dapat mengakibatkan kehilangan hasil sebesar 60-80%. Pada posisi berikutnya, sebanyak 30% petani menyatakan kehilangan hasil akibat serangan OPT tersebut adalah sebesar 40-60% (Gambar 10). Sebagian besar petani di Desa Pangalengan menyatakan bahwa adanya serangan hama dan penyakit pada pertanamannya dapat menyebabkan kehilangan hasil paling sedikit sebesar 40%. Persentase Responden Kehilangan Hasil Gambar 10. Distribusi kehilangan hasil akibat serangan OPT Hubungan Karakteristik Petani dengan Tindakan Pengendalian OPT 1. Pengalaman Berusahatani Sebagian kecil (31,25%) petani yang sudah bertanam kentang lebih dari 5 tahun memilih untuk menggunakan kombinasi metode pengendalian kimiawi dan non kimiawi sebagai tindakan pengendalian yang utama dalam menangani serangan OPT. Sementara itu, sebagian besar (68,75%) petani yang sama memiliki pengalaman lebih dari 5 tahun menggunakan metode pengendalian

kimiawi. Tampak bahwa petani yang memiliki pengalaman berusahatani lebih dari 5 tahun yang lebih sadar lingkungan untuk memilih kombinasi kedua pengendalian tersebut walaupun pengendalian kimiawi dinilai cukup menguntungkan dalam menghemat waktu dan tenaga (tampak pada Gambar 11). Persentase Responden Pengalaman Berusaha Tani Gambar 11. Hubungan pengalaman berusaha tani dengan tindakan pengendalian OPT yang dilakukan 2. Luas lahan Hubungan antara luas lahan dengan tindakan pengendalian OPT memperlihatkan suatu kecenderungan yang bertentangan dengan pola yang diperkirakan sebelumnya, yaitu petani yang memiliki lahan lebih luas cenderung untuk lebih memilih pengendalian kimiawi daripada non kimiawi. Hasil survei menunjukkan bahwa persentase petani yang menggunakan hanya pestisida sintetik cenderung menurun dengan semakin besarnya luas lahan, sementara yang menggunakan cara lain selain pestisida semakin meningkat dengan semakin besarnya luas lahan. Ini dimungkinkan karena sebagian besar responden sudah berpengalaman ( 5 tahun) dalam berusahatani sehingga mengendalikan OPT dengan cara yang ramah lingkungan dan juga dimungkinkan karena biaya pestisida yang mahal apabila luas lahan semakin luas maka akan semakin besar biaya yang diperlukan untuk melakukan pengendalian kimiawi dengan menggunakan pestisida sintetik atau bahan kimia lainnya.

Gambar 12. Hubungan luas lahan dengan tindakan pengendalian OPT yang dilakukan 3. Jenis Pelatihan Petani Jenis pelatihan yang pernah diikuti petani cenderung mempengaruhi cara petani dalam melakukan tindakan pengendalian OPT. Hal ini tampak pada gambar 13 yang memperlihatkan persentase petani yang menggunakan cara pengendalian kombinasi kimiawi dan non kimiawi lebih tinggi pada petani yang pernah mengikuti pelatihan OPT 61,53% dibandingkan dengan petani yang pernah mengikuti pelatihan budidaya 29,41%. Sebaliknya, persentase petani yang hanya menggunakan pestisida sintetik lebih tinggi pada petani yang mengikuti pelatihan budidaya 70,58% daripada petani yang mengikuti pelatihan OPT sebanyak 38,46%. Persentase Responden Persentase Responden Luas Lahan (ha) Jenis Pelatihan Gambar 13. Hubungan jenis pelatihan yang diikuti petani dengan tindakan OPT yang dilakukan

Analisis Ekonomi Pengendalian OPT Pada Gambar 14, sekitar lebih dari separuh seluruh petani (64%) membutuhkan biaya pembelian pestisida kurang dari Rp. 20.000.000,- dan selebihnya sebanyak 36 % petani mengeluarkan biaya pembelian pestisida di atas Rp 20.000.000,-. Biaya pestisida yang dikeluarkan oleh petani sangat tergantung oleh kondisi lingkungan dan ketahanan tanaman pada OPT yang menyerang. Biasanya pada umur tanaman 20 hingga 50 hari, banyak hama dan penyakit tanaman yang menyerang tanaman kentang karena pada umur tersebut tanaman kentang sensitif terhadap gangguan OPT dan kemampuan antibiosis terhadap patogenesitas juga masih tergolong rendah. Pada umur tanaman antara 20-50 hari setelah tanaman, tanaman lebih banyak memerlukan kebutuhan pemeliharaan seperti naiknya kebutuhan pestisida. Gambar 14. Persentase perkiraan biaya pestisida petani per hektar per musim tanam (ribu rupiah) Rasio manfaat-biaya pada serangan yang ringan tidak memiliki perbedaan nilai yang cukup jauh baik pada metode kimiawi maupun campuran metode kimiawi dan non kimiawi. Pada saat OPT menyerang tanaman kentang, hasil rasio manfaat-biaya pada pengendalian secara kimiawi mendekati angka nol Itu menunjukan pada keadaan serangan cukup besar atau dapat dikatakan berat. Bahkan pada serangan yang berat, pengendalian dengan kombinasi non kimiawi dan kimiawi mencapai nilai minus yaitu -1,07, menunjukkan pengendalian non kimiawi pada saat serangan berat kurang efisien. Kombinasi pengendalian secara non kimiawi dan kimiawi maupun bagi pengendalian kimiawi sama-sama tidak layak mampu menangani bila serangan OPT berat (tampak pada Gambar 15).

Rasio manfaat-biaya Tindakan Pengendalian Gambar 15. Perbandingan rasio manfaat-biaya antara dua teknik pengendalian pada kondisi serangan OPT yang berbeda Dalam menggunakan metode kimiawi, biaya produksi rata-rata dan pendapatan rata-rata tidak berbeda jauh. Ini dimungkinkan dengan adanya resistensi OPT terhadap penggunaan bahan kimia. Karena pada serangan yang cukup berat biasanya kebiasaan petani di Pangalengan sering melakukan penyemprotan pestisida dua atau tiga hari sekali. Namun, dengan cara ramah lingkungan secara langsung tidak memungkinkan apabila serangan OPT cukup berat seperti mencabut tanaman yang tertular penyakit atau patogen maupun membunuh serangga secara mekanis. Pada Gambar 17, tampak bahwa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan kombinasi metode kimiawi dan non kimiawi lebih besar daripada yang diperoleh dengan menggunakan metode kimiawi saja. Rupiah per Hektar Jenis Pengendalian OPT Gambar 16. Rata-rata biaya produksi dan pendapatan dalam kondisi serangan OPT berat Pada pengendalian kimiawi, pendapatan petani mampu menghasilkan sekitar Rp. 123.965.333,- per hektar di atas pendapatan rata-rata yang diperoleh dengan menggunakan kombinasi dua pengendalian (non kimiawi dan kimiawi). Pada

kondisi serangan yang ringan, biaya yang diperlukan cukup rendah dan pemasukan yang dapat diperoleh lumayan jauh lebih besar. Pada pengendalian kimiawi, keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh dari kombinasi kedua pengendalian (tampak Gambar 17). Rupiah per Hektar Jenis Pengendalian OPT Gambar 17. Rata-rata biaya produksi dan pendapatan dalam kondisi serangan OPT ringan Pada produksi panen, metode kimiawi mampu menghasilkan panen yang lebih besar daripada panen yang menggunakan kombinasi pengendalian non kimiawi dan kimiawi dengan hasil masing-masing 22,18 ton dan 21,32 ton per hektar nya (lihat Gambar 18). Ini dapat dipengaruhi oleh kondisi tanah, lingkungan yang mendukung dan OPT dalam kondisi stabil atau ringan.. Dalam keadaan untung maupun rugi, metode pengendalian kimiawi maupun gabungan non kimiawi dan kimiawi tidak menunjukan hasil panen yang terlalu berbeda. Seperti pada hasil panen, metode kimiawi memiliki perbedaan hampir satu ton dengan hasil panen metode gabungan kimiawi dan non kimiawi. Produksi Panen ( ton per hektar) Tindakan Pengendalian OPT Gambar 18. Hasil produksi panen pada tindakan pengendalian OPT