BAB I PENDAHULUAN. Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam

dokumen-dokumen yang mirip
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. OLEH : Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV. ANALISIS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BUKITTINGGI NOMOR:83/Pdt.P/2012/PA.Bkt

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram )

PEMERIKSAAN SETEMPAT SEBAGAI PENGETAHUAN HAKIM. Abdil Baril Basith, MH* 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

a. Hukum pembuktian bagian hukum acara perdata, diatur dalam:

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA PERDATA

Makalah Rakernas MA RI

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT (DESCENTE) DALAM PEMBUKTIAN SIDANG PERKARA PERDATA NASKAH PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG ALAT BUKTI SURAT ELEKTORNIK. ( )

BAB I PENDAHULUAN. Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. menemukan hukum yang akan diterapkan (rechtoepasing) maupun ditemukan

ANALISIS YURIDIS GUGATAN REKONVENSI YANG INGKAR MELAKSANAKAN PEMERIKSAAN SETEMPAT (GUGATAN DIKABULKAN) Oleh : Bandaharo Saifuddin 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Era perdagangan bebas dewasa ini dengan disertai pesatnya kemajuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

Lex Crimen Vol. VII/No. 1 /Jan-Mar/2018. H. Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 185.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Dalam menjalani kehidupan, manusia

KEWENANGAN PENGADILAN DALAM MENGADILI MENURUT HUKUM TANPA MEMBEDA-BEDAKAN ORANG (ASAS OBYEKTIFITAS)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pengadilan Agama sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman. memiliki tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta

D I S Q U A L I F I C A T O I R

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori atau Konseptual

Lex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB 1 PENDAHULUAN. menghukum orang-orang yang melanggar norma-norma dengan hukum yang

HUKUM ACARA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

REPLIK DIAJUKAN OLEH PENGGUGAT DITUJUKAN PD MAJELIS HAKIM TIDAK PERLU DITULIS RINCIAN

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

R I N G K A S A N. setiap perkara perdata yang diajukan kepadanya dan Hakim berkewajiban membantu

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Pembuktian a. Pengertian Pembuktian Pembuktian adalah suatu proses pengungkapan

P U T U S A N. Nomor 1717/Pdt.G/2013/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menerima atau mendengarkan sumpah tersebut, apakah mempercayainya

BAB IV. A. Analisis Terhadap Penerapan Asas Ratio Decidendi Hakim Tentang Penolakan Eksepsi dalam Perkara Cerai Talak Talak

BAB I PENDAHULUAN. warga negara merupakan badan yang berdiri sendiri (independen) dan. ini dikarenakan seorang hakim mempunyai peran yang besar dalam

BAB IV. ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH

BAB II PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA PERDATA INDONESIA. sangat penting. Kita ketahui bahwa hukum acara atau hukum formal bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

BAB II HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TENTANG PEMBUKTIAN

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN PUTUSAN TERHADAP PERKARA WARISAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

RINGKASAN SKRIPSI. Sumber Hukum Acara di lingkungan Peradilan Agama juga menjelaskan tentang

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram )

BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pemeriksaan perkara dalam persidangan dilakukan oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CARA PENYELESAIAN ACARA VERSTEK DAN PENYELESAIAN VERZET

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi atau melakukan hubungan-hubungan antara satu sama

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga

Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), h Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan

HUKUM ACARA PERDATA (HAPerd)

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. penting dan sangat komplek dalam proses litigasi. Keadaan kompleksitasnya

Bayyinah, yang artinya satu yang menjelaskan. Secara terminologis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

TERGUGAT DUA KALI DIPANGGIL SIDANG TIDAK HADIR APAKAH PERLU DIPANGGIL LAGI

I. PENDAHULUAN. pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. esensial, yaitu keadilan (gerechtigheit), kemanfaatan (zwachmatigheit) dan

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selaku anggota masyarakat, selama masih hidup dan

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika. didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara.

EFFEKTIFITAS ALAT BUKTI PEMERIKSAAN SETEMPAT PADA SIDANG PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI GRESIK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam hukum perdata formil. Hukum perdata formil bertujuan memelihara dan mempertahankan hukum perdata materiil. Jadi, secara formil hukum pembuktian itu mengatur cara bagaimana mengadakan pembuktian seperti terdapat di dalam RBg dan HIR. Sedangkan secara materiil, hukum pembuktian itu mengatur dapat diterimanya tidak dalam persidangan mengenai pembuktian dengan alat-alat bukti tertentu. Menurut Ridwan Syahrani yang dimaksud dengan pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah berdasarkan hukum kepada hakim yang memeriksa perkara agar memberikan kebenaran dan kepastian suatu peristiwa. 1 Salah satu tugas hakim di Pengadilan untuk menyelesaikan perkara perdata yaitu menyelidiki apakah ada hubungan hukum atau tidak mengenai dasar gugatan yang diajukan oleh Penggugat. Selain itu juga tahu akan kebenaran peristiwa yang bersangkutan secara objektif melalui pembuktian. Pembuktian disini dimaksudkan untuk memperoleh kebenaran suatu peristiwa dan bertujuan untuk menetapkan hubungan hukum antara kedua belah pihak dan menerapkan putusan berdasarkan hasil pembuktian. 2 Hakim secara ex-officio terikat pada alat-alat bukti yang sah 1 Ridwan Syahrani, 2004, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, hlm. 83. 2 Tata Wijaya,et.al, 2009, Laporan Penelitian Penerapan Prinsip Hukum Pasif dan Aktif Serta Relevansinya Terhadap Konsep Kebenaran Formal, Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, hlm. 1. 1

2 berdasarkan peraturan perundang-undangan dan diajukan para pihak yang bersangkutan di persidangan. Berdasarkan hal tersebut, dalam menentukan kebenaran suatu peristiwa keyakinan hakim bukan merupakan hal yang esensial, karena dalam hukum acara perdata yang dicari adalah kebenaran formal. Hal ini berbeda dengan hukum acara pidana yang menggariskan bahwa selain berdasarkan alat-alat bukti yang sah sesuai peraturan perundang-undangan, keyakinan hakim mutlak dapat menyatakan apakah terdakwa tersebut salah dan mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana atau tidak atau dengan kata lain yang dicari dalam hukum acara pidana yaitu kebenaran materiil. Tradisi hukum dalam Negara Anglo-Saxon seperti Inggris, memberikan perbedaan antara perkara perdata dan perkara pidana ini disebut dengan terminal yang berbeda, yaitu preponderance of evidence dan beyond reasonable doubt. 3 Relevan tidaknya alat bukti tersebut, hakimlah yang menentukan. Meskipun dalam persidangan terdapat peraturan perundang-undangan untuk tidak memperlambat proses (misleading), tidak proposional dan tidak rasional, tapi pedoman ini bersifat umum yang artinya hakim bebas untuk berkreasi. Secara umum, beban pembuktian dalam hukum acara perdata yang dianut Indonesia adalah beban pembuktian yang berasaskan bahwa siapa yang mendalilkan, maka wajib untuk membuktikannya. Asas tersebut dapat ditemukan di Pasal 163 HIR/283 RBg menyatakan barang siapa mengatakan mempunyai suatu hak atau mengemukakan suatu perbuatan untuk meneguhkan haknya itu, 3 Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso, 2007, Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia, Yogyakarta, Grama Media, hlm. 12.

3 atau untuk membantah hak orang lain, haruslah membuktikan adanya perbuatan itu dan Pasal 1865 KUHPerdata menyatakan setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain maka menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa. Ketentuan dalam Pasal 163 HIR dan Pasal 1865 KUHPerdata merupakan suatu pedoman bagi hakim dalam menentukan beban pembuktian, apabila hakim secara mutlak mengikuti aturan tersebut, maka akan menimbulkan beban pembuktian yang berimbang antara para pihak. Kebenaran peristiwa hanya dapat diperoleh dengan proses pembuktian dan untuk dapat menjatuhkan putusan yang adil maka hakim harus mengetahui peristiwa yang telah dibuktikan kebenarannya. Pembuktian dalam perkara perdata tidak semuanya bersifat logis. Menurut M Yahya Harahap meskipun telah ditetapkan metode beban wajib bukti, batas minimal pembuktian, tidak pernah bahkan tidak mungkin dihasilkan pembuktian yang sempurna dan tidak logis apalagi pasti. Pembuktian perkara menurut hukum pada prinsipnya selalu mengandung ketidakpastian relatif, sehingga keberadaannya yang dihasilkan dari sistem pembuktian itu, pada dasarnya bersifat kebenaran nisbi atau relatif. Sehubungan dengan hal itu, bagaimanapun sempurna dan kuatnya bukti yang diperoleh dalam persidangan sesuai dengan alat bukti yang sah menurut hukum, tidak mungkin dihasilkan suatu kebenaran yang diyakini 100%. Oleh karena itu, hakim tidak boleh menuntut pihak untuk

4 melakukan pembuktian yang logis dan pasti sebagaimana halnya pembuktian dalam ilmu pasti. 4 Para pihak yang berperkara dalam hal pembuktian dapat mengemukakan fakta yang dapat dijadikan dasar untuk meneguhkan hak keperdataannya ataupun untuk membantah hak keperdataan pihak lain. Pembuktian berkaitan dengan kemampuan merekonstruksi kejadian atau peristiwa yang terjadi sebelumnya (past event) sebagai suatu kebenaran, walaupun yang dicari dan diwujudkan bukan kebenaran yang bersifat absolut, tetapi bersifat kebenaran relatif. Kebenaran yang bersifat absolut yaitu kebenaran yang berdasarkan fakta, sedangkan kebenaran relatif yaitu kebenaran yang ukurannya adalah pendapat diri sendiri secara subjektif tanpa didukung fakta, atau realita atau bisa saja cukup bersifat kemungkinan. Pengemukaan peristiwa-peristiwa tersebut tidak mungkin hanya dikemukakan dalam persidangan baik secara lisan maupun tertulis. Namun, harus dibuktikan secara hukum agar dapat dipastikan kebenarannya, dengan kata lain fakta tersebut benar setelah dilakukan pembuktian secara yuridis. Pembuktian diperlukan dalam suatu perkara yang mengadili suatu sengketa di muka pengadilan (juridicto contentiosa) maupun dalam perkara yang menghasilkan suatu penetapan (juridicto voluntair). 4 Yahya Harahap. M, 2010, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta, Sinar Grafika.hlm. 507.

5 Pihak yang wajib melakukan pembuktian peristiwa adalah pihak yang berperkara atau bersengketa, jika tidak ada perkara atau sengketa mengenai hak perdata seseorang maka tidak perlu dilakukan pembuktian. Pembuktian dalam hal ini tidak perlu membuktikan dan memberitahukan peraturan mengenai sengketa tersebut, sebab dalam asas Ius Curia Novit hakim dianggap tahu akan hukumnya, sehingga tidak ada alasan bagi hakim untuk menolak suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan dalil bahwa hakim tidak tahu hukumnya atau hukumnya belum ada. Hakim dianggap tahu hukum baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis dan hakimlah yang bertugas menerapkan hukum perdata (materiil) terhadap perkara yang diperiksa, diputus dan mengetahui kebenaran peristiwa yang bersangkutan secara objektif melalui pembuktian. Pembuktian bertujuan untuk memperoleh kebenaran dan menetapkan hubungan hukum antara kedua belah pihak dan menetapkan putusan berdasarkan hasil pembuktian. Hukum perdata formil mengenal bermacam-macam alat bukti, alat bukti ini diatur dalam Pasal 1866 KUHPerdata dan Pasal 164 HIR yaitu: 1. Bukti surat; 2. Bukti saksi; 3. Persangkaan; 4. Pengakuan dan 5. Sumpah. Tidak semua keadaan dan atau objek sengketa dalam persidangan perkara perdata dapat dijelaskan dan dibawa ke muka persidangan, sehingga perlu adanya

6 pemeriksaan setempat. Mencari kebenaran formil melalui pembuktian di sidang perkara perdata itu tidak mudah, sering di temukan banyak kesulitan karena dalam hal alat bukti yang satu dengan yang lain saling bertentangan. Sengketa tanah misalnya, seringkali ditemukan perbedaan mengenai fakta yang tidak jelas dan juga kadang tidak pasti. Tidak jarang pula mengenai batas-batas tanah, luas, nama gang, juga keadaan tanah yang disampaikan oleh kedua belah pihak yang bersengketa juga bertentangan. Hakim juga kesusahan dalam melakukan pembuktiannya, mengingat bahwa objek sengketa tidak dapat dihadirkan di muka persidangan. Maka langkah untuk melakukan pembuktian mengenai kejelasan dan kepastian tentang objek sengketa yaitu dengan melakukan pemeriksaan setempat. Pasal 153 HIR menyatakan bahwa bila ketua menganggap perlu dapat mengangkat seorang atau dua orang konsistensi dari majelis, yang dengan bantuan panitera pengadilan akan melihat keadaan setempat dan melakukan pemeriksaan yang dapat memberi keterangan pada hakim Pasal ini menjelaskan bahwa jika hakim memang memerlukan keterangan mengenai objek sengketa yang tidak dapat dihadirkan di muka persidangan maka hakim dapat mengangkat seorang wakil untuk melakukan pemeriksaan setempat. Tetapi, akan lebih yakin jika hakim sendiri yang melakukan pemeriksaan mengenai keadaan yang sebenarnya terjadi dari pada melimpahkan amanat ke Komisaris, sebab fungsi dari pemeriksaan setempat tersebut merupakan alat bukti yang bebas, dimana kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada hakim. Sangat penting bagi pihak yang bersengketa jika hakim yang melakukan pemeriksaan setempat, para pihak berharap hakim dapat memberikan putusan

7 yang adil. Adil bukan berarti apa yang diinginkan oleh masing-masing pihak, tetapi adil dalam artian sesuai dengan porsi yang seharusnya menjadi haknya. Selain untuk mengetahui dengan jelas dan rinci tentang keadaan dan atau objek sengketa, juga menghindari kesulitan ketika mengeksekusi objek sengketa, jangan sampai putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap tidak dapat dilakukan eksekusi dikarenakan objek sengketa tidak sesuai dengan diktum putusannya. Semua putusan hakim harus disertai alasan-alasan atau pertimbangan mengapa hakim sampai pada putusan tersebut. Konsideran ini merupakan pertanggungjawaban hakim kepada masyarakat atas putusannya. Berdasarkan latar belakang di atas, Penulis bermaksud untuk melakukan penelitian tentang kekuatan pembuktian pemeriksaan setempat guna mendukung hakim dalam mengambil Putusan kedalam wujud usul penulisan skripsi yang berjudul Analisis Yuridis Kekuatan Pembuktian Pemeriksaan Setempat (Descente) dalam Sidang Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Sleman. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana kekuatan pembuktian pemeriksaan setempat guna mendukung hakim dalam pengambilan putusan perdata di Pengadilan Negeri Sleman? Penelitian yang dilakukan mempunyai dua tujuan yaitu : 1. Tujuan objektif, yaitu : Untuk menganalisis kekuatan pembuktian pemeriksaan setempat guna mendukung proses pembuktian yang dilakukan oleh hakim dalam sengketa perkara perdata.

8 2. Tujuan subjektif, yaitu : Untuk memperoleh data dalam rangka penyusunan penulisan hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.