BAB II WASIAT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

I. PENDAHULUAN. maupun manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat sebagai pemberian yang

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB III KETENTUAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WASIAT. Sistem-sistem wasiat tersebut memiliki perbedaan dalam melaksanakannya.

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

BAB II PANDANGAN FIQH ISLAM DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM MENGENAI HIBAH HARTA YANG SUDAH DIWASIATKAN

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. hukum tersebut memiliki unsur-unsur kesamaan, walaupun dalam beberapa

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. harta waris kepada ahli waris yaitu dengan cara wasiat.

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW)

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WASIAT MENURUT FIQH SYAFI IYYAH DAN KHI

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. WASIAT MENURUT KETENTUAN-KETENTUAN KOMPILASI HUKUM ISLAM 1 Oleh: Fiki Amalia Baidlowi 2

BAB II PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

buatwasiat.com WASIAT DAN PELAKSANAANNYA KE ATAS SAUDARA BARU SEMINAR PERANCANGAN HARTA SECARA SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

Kafa<lah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (ka>fil)

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut hubungan manusia dengan Tuhannya (habl min Allah) maupun hubungan manusia dengan sesama atau lingkungannya (habl min

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian

HIBAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEWARISAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

DAFTAR RUJUKAN. Kompilasi Hukum Islam Departemen Agama RI. Jakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Jakarta: Wipress.

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pemberi Wasiat adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), h.398

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

BAB IV ANALISIS DATA. Yogyakarta, 2008, hlm Dimyauddin Djuwaini, Pengantar fiqh Muamalah, Gema Insani,

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia.

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP SENGKETA SERTIFIKAT TANAH WAKAF. A. Analisis terhadap Sengketa Sertifikat Tanah Wakaf

BAB IV BINDUNG KECAMAATAN LENTENG KABUPATEN SUMENEP. yang sifatnya menguntungkan. Jual beli yang sifatnya menguntungkan dalam Islam

HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

Akibat Hukum Akta Hibah Wasiat Yang Melanggar Hak Mutlak Ahli Waris (Legitieme Portie)

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid

MENGHIBAHKAN HARTA YANG TELAH DIWASIATKAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 443 K/AG/2010) WINA DEVIANTI RAMBE ABSTRACT

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN

1 Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden No. 154 Tahun Kompilasi Hukum Islam. Instruksi Presiden No. 154 Tahun 1991.

18.05 Wib. 5 Wawancara dengan Penanggung Jawab Pertambangan, Bpk. Syamsul Hidayat, tanggal 24 september 2014, pukul.

BAB IV ANALISIS PRAKTEK MAKELAR. A. Praktek Makelar Dalam Jual Beli Mobil di Showroom Sultan Haji Motor

BAB II PERJANJIAN DALAM PERKAWINAN

DAFTAR PUSTAKA. A.Rahman I.Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), Raja. Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

Transkripsi:

20 BAB II WASIAT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. WASIAT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM a. Pengertian wasiat Wasiat adalah menyerahkan pemilikan sesuatu kepada seseorang sesudah meninggal dunia, diperbolehkan dalam Islam, tetapi tidak diwajibkan. Demikian memurut ijma para imam mazhab 22. Hukum ini disepakati oleh serata mujtahidien terhadap orang yang tidak mempunyai amanah yang harus dikeluarkan dari hartanya dengan jalan wasiat itu dan terhadap orang yang tidak mempunyai hutang yang tidak diketahui orang yang seharusnya menerima pembayaran itu Dan terhadap orang yang tidak menerima simpanan (pertaruhan) orang yang tidak dipersaksikan (yang tidak ada saksinya). Adapun jika ada dalam pertanggunganya sesuatu tersebut, wajiblah dia wasiatkan yang demikian itu diberikan kepada orang yang mempunyai hak 23 Pendapat lain mengatakan wasiat adalah pesan terakhir dari seseorang yang mendekati kematianya, dapat berupa pesan tentang apa yang harus 22 Syaikh Al Allamah Muhammad bin Abdurahman ad Dimasyqi, Fiqh Empat Madhab, (Bandung: Hasyimi, 2014), hal,310 23 M.Hasbi Ash shiddiqy Hukum -Hukum Fiqh Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1952), hal.329 20

21 dilaksanakan para penerima wasiat terhadap harta peninggalanya atau pesan lain diluar harta peninggalanya 24 Sayid Sabiq mengemukakan pengertian wasiat itu adalah pemberian seseorang kepada orang lain, baik berupa barang, piutang, ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat setelah orang yang berwasiat mati 25. Jumhur ulama membolehkan wasiat wasiat untuk seseorang waris, kalau dibenarkan oleh ahli waris yang lain. Sebagian ulama tidak membolehkan wasiat untuk waris walaupun dibenarkan oleh ahli waris yang bersangkutan. Ahludh dhahir dan Al muzany dari ulama besar Asy Syafi iyah, tidak membolehkan 26. Ada beberapa macam hukum wasiat dalam Islam, dan hukum itu sesuai dengan kondisi dan illat hukumnya. 1. Wasiat yang dihukumkan wajib, yakni seseorang diwajibkan melakukan wasiat sebelum meninggal dunia. Wasiat ini bertujuan untuk membayar hutang dan menunaikan kewajiban. 2. Wasiat yang hukumnya dianjurkan (mustahabbah) supaya dilakukan oleh seseorang sebelum ia meninggal dunia. 24 Moh.Muhibbin, Abdul Wahid Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal.145 25 Suhrawardi K.lubis, Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar Grafika), hal.44 hal.330. 26 M.Hasbi Ash Shiddiqy Hukum -Hukum Fiqh Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1952),

22 3. Wasiat yang sifat dan hukumnya boleh dilakukan oleh seorang sebelum ia wafat, seperti berwasiat untuk orang-orang kaya, baik ia termasuk kaum keluarganya yang tidak menerima harta warisan ataupun orang asing. 4. Wasiat yang karahah tahrim, sebagaimana yang dikemukakan oleh Mazhab Hanafi. Contohnya adalah berwasiat untuk ahl al-fusuq dan ahli maksiat. Para ulama sependapat bahwa berwasiat untuk ahli waris hukumnya adalah makruh, kecuali kalau ahli waris yang diberi wasiat itu seorang miskin sedangkan ahli waris yang lain bersamanya tidak tergolong miskin. 5. Wasiat yang hukumnya haram, yakni wasiat yang tidak boleh dilakukan oleh seorang muslim, seperti berwasiat untuk maksiat. Berwasiat juga dihukumkan haram apabila wasiat itu akan menyebabkan mudhorot terhadap pihak lain, seperti merugikan ahli waris 27. Perihal dasar Hukum wasiat didalam Al-Qur an dalam surat Al- Baqarah ayat 180 dan surat Al-Maidah ayat 106. 27 Helmi Karim Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo, 1997), hal.90-92.

23 Al-Baqarah ayat 180 : Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf[ 28, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa 29. Al-Maidah ayat 106: Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang Dia akan berwasiat, Maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu 30, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. kamu tahan kedua saksi 28 Ma'ruf ialah adil dan baik. wasiat itu tidak melebihi sepertiga dari seluruh harta orang yang akan meninggal itu. ayat ini dinasakhkan dengan ayat mewaris. 29 Digital Al-Qur an (Q.S. Al-Baqarah : 180) 30 Ialah: mengambil orang lain yang tidak seagama dengan kamu sebagai saksi dibolehkan, bila tidak ada orang Islam yang akan dijadikan saksi.

24 itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) Kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun Dia karib kerabat, dan tidak (pula) Kami Menyembunyikan persaksian Allah; Sesungguhnya Kami kalau demikian tentulah Termasuk orang-orang yang berdosa". 31 b. Syarat-Syarat dan Rukun Wasiat Jumhur ulama mengatakan, ada empat rukun wasiat, yaitu 1. Adanya Mushii (pihak pembuat wasiat) 2. Adanya Musha lah (penerima wasiat) 3. Adanya Musha bih (sesuatu/ barang yang diwasiatkan) 4. Adanya shighat (ucapan serah terima) dengan adanya ijab dari mushii, misalnya Aku berwasiat untuk fulan akan sesuatu itu. Sedang qabul berasal dari pihak mushaa lah yang sudah jelas ditentukan 32 Syarat-Syarat Wasiat a. Syarat-syarat Mushii 1. Mukallaf (baligh dan berakal sehat), merdeka, baik laki-laki maupun perempuan, muslim maupun kafir. 2. Dalam keadaan rela dengan kehendak sendiri. 33 b. Syarat-syarat Mushaa lah 1. Harus wujud 2. Harus diketahui/ma lum 31 Ibid.., 32 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu jilid 10, (Depok: Gema Insani, 2011), hal.161. 33 Ibid.,hal. 169-171.

25 3. Harus berkompeten menerima hak milik dan keberhakan. 4. Tidak kafir harbi menurut golongan Hanafiyyah, serta tidak mendapat wasiat berupa senjata untuk ahli perang menurut golongan Syafi iyah 34. c. Syarat-syarat Mushaa bih 1. Hendaknya berupa harta benda. 2. Memiliki nilai. 3. Bisa diberikan kepemilikannya 4. Merupakan milik mushii, jika barang tersebut berujud/ sudah jelas (mu ayyan). 5. Tidak dengan menggunakan maksiat 35. Sedangkan syarat-syarat bagi orang yang menerima wasiat, dalam mazhab Hanafi disebutkan sebagai berikut: 1. orang yang akan menerima wasiat itu harus sudah ada ketika wasiat itu diikrarkan; 2. sudah ada ketika orang yang berwasiat itu meninggal dunia; 3. bukan orang yang menjadi sebab meninggalnya orang yang berwasiat dengan cara pembunuhan; dan 4. bukan ahli waris pemberi wasiat. 36. 34 Ibid, hal.172. 35 Ibid, hal.184. 36 http://link24share.blogspot.co.id/2012/11/wasiat-pengertian-syarat-dan-hukumnya.html diakses 18-02-16.

26 c. Kadar Wasiat. Para ulama sepakat bahwa orang yang meninggalkan ahli waris tidak boleh memberikan wasiat lebih dari1/3(sepertiga) hartanya. Hal ini sesuai dengan Hadis Rasulullah saw yang artinya: Bahwa suatu ketika Rasulullah saw dating mengunjungi saya (Sa ad bin Abi Waqas) pada tahun haji wada kemudian saya bertanya kepada Rasulullah saw: wahai Rasulullah sakitku telah demikian parah, sebagaimana engkau luhat, sedang saya ini orang berada, tetapi tidak ada yang dapat mewarisi hartaku selain seorang anak perempuan. Bolehkah aku bersedekah (berwasiat) dengan dua pertiga hartaku (untuk beramal)? Maka berkatalah Rasulullah saw. kepadaku, jangan maka Sa ad berkata kepaa beliau, Bagaimana jika separunya? Rasulullah saw berkata jangan kemudian Rasulullah berkata pula, sepertiga dan sepertiga itu banyak dan besar sesunggunya apabila engkau meninggalkan ahli warismu sebagai orang-orang kaya adalah lebih baik daripada meninggalkan mereka sebagai orang-orang miskin yang memnta-minta kepada orang banyak.(hr. Bukhari dan Muslim). Berdasarkan hadis diatas dapat dipahami bahwa, melindungi ahli waris supaya mereka tidak dalam keadaan miskin setelah ditinggalkan pewaris, harta yang boleh diwasiatkan (jumlah maksimal) tidak boleh melebihi dari sepertiga dari seluruh harta yang ditinggalkan. Hal ini dalam hukum kewarisan islam adalah untuk melindungi ahli waris. 37 hal.148. 37 Moh.Muhibbin, Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),

27 B. WASIAT PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. 1. Wasiat perspektif KUH Perdata. a. Pengertian wasiat. Menurut KUH Perdata ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu: 1) Sebagai ahli waris menurut ketentuan undang-undang 2) Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament) Cara yang pertama disebut ahli waris ab intestate sedangkan cara yang kedua disebut ahli waris testamentair 38. Wasiat atau testament adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal dunia 39. Sehubungan dengan pewaris, yang penting dipersoalkan ialah perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaanya apabila ia meninggal dunia. Perbuatan pewaris ini disebut wasiat, sebelum pewaris meninggal dunia apakah ada wasiat yang ditinggalkanya kepada seseorang mengenai harta kekayaanya, apabila pewaris meninggalkan wasiat, maka menurut undang-undang, wasiat tersebut harus tertulis dan berisi pernyataan mengenai apa yang dikehendaki pewaris setelah meninggal dunia. 40. Pasal 875 KUHpdt yang menyatakan bahwa testament adalah suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan 38 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, ( Jakarta: Intermasa, 1994), hal.95. 39 H.M Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan KUHperdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal.111. 40 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal.271.

28 terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali 41. b. Macam-macam wasiat/testament 1) Openbaar testament : testament dibuat seorang notaris, orang yang akan meninggalkan warisan menghadap kepada notaris dan menyatakan kehendaknya, dengan dihadiri 2 saksi (Pasal 938 dan 939 KUH perdata) 2) Olographis testament :suatu testamen yang ditulis sendiri oleh orang yang akan meninggalkan warisan dan diserahkan kepada notaris untuk disimpan dengan dihadiri 2 saksi penyerahan kepada notaris ini ada dua cara, yaitu bisa diserahkan dalam keadaan terbuka bisa juga dalam keadaan tertutup. Kedua cara penyerahan dan penyimpanan pada notaris itu mempunyai akibat hukum yang satu sama lain berbeda, yaitu: a) Apabila surat wasiat diserahkan dalam keadaan terbuka maka dibuatlah akta notaris tentang penyerahan itu yang ditandatangani oleh pewaris, saksi-saksi, dan juga notaris. Akta penyimpanan tersebut ditulis di kaki surat wasiat tersebut, jika tidak ada tempat kosong pada kaki surat wasiat tersebut, maka amanat ditulis lagi pada sehelai kertas yang lain. b) Apabila surat wasiat diserahkan kepada notaris dalam keadaan tertutup, maka pewaris harus menuliskan kembali pada sampul dokumen itu bahwa surat tersebut berisikan wasiatnya dan harus 41 Kitap Undang-Undang Hukum Perdata (Bw)., Pasal 875.

29 menandatangani keterangan itu dihadapan notaris dan saksi-saksi. Setelah itu pewaris harus membuat akta penyimpanan surat wasiat pada kertas yang berbeda. Surat wasiat yang disimpan pada seorang notaris kekuatanya sama dengan surat wasiat yang dibuat dengan akta umum. Jika pewaris meninggal dunia dan wasiat diserahkan kepada notaris dalam keadaan terbuka, maka segera penetapan dalam surat wasiat dapat dilaksanakan sebab notaris mengetahui isi surat wasiat tersebut. Sedangkan sebaliknya, jika surat wasiat diserahkan dalam keadaan tertutup, maka pada saat pewaris meninggal dunia surat wasiat tidak dapat segera dilaksanakan sebab isi surat wasiat itu tidak dapat diketahui notaris. Sedangkan notaris dilarang membuka sendiri surat wasiat tersebut, maka untuk kepentingan itu surat wasiat harus diserahkan terlebih dahulu kepada Balai Harta Peninggalan untuk membukanya. 3) Testament tertutup : suatu testament yang dibuat sendiri oleh orang yang akan meninggalkan warisan, tetapi tidak diharuskan menulis dengan tangannya sendiri, namun harus selalu ditutup dan disegel. Dalam penyerahannya harus dihadiri 4 saksi 42 42 Effendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta: Rajawali pers,2010), hal.80-81.

30 c. Syarat-Syarat Wasiat 1) Orang yang berwasiat Mengenai kecakapan orang yang membuat surat wasiat atau testament adalah bahwa orang tersebut mampu berpikir secara normal atau berakal sehat. Sesuai dengan pasal 895 KuHperdata yang menyebutkan untuk dapat membuat atau mencabut suatu surat wasiat seseorang harus mempunyai akal budinya. Sehingga seseorang yang kurang memiliki akal sehat ketika membuat surat wasiat, maka wasiatnya tersebut tidak dapat diberikan akibat hukum atau dinyatakan batal. Pasal 895 KUHperdata tersebut tidak memberikan wewenang kepada orang yang tidak memiliki akal sehat untuk melakukan perbuatan kepemilikan dengan surat wasiat 43 Pada pasal 897 KUHperdata disebutkan bahwa para belum dewasa yang belum mencapai umur genap delapan belas tahun tidak diperbolehkan membuat surat wasiat. Hal ini berarti seseorang dikatakan dewasa dan dapat membuat surat wasiat apabila sudah mencapai umur delapan belas tahun, akan tetapi orang yang sudah menikah walaupun belum berumur delapan belas tahun diperbolehkan membuat surat wasiat. Karena kedewasaan seseorang akibat perkawinan sudah dianggap mempunyai kecakapan dalam pembuatan surat wasiat. 44 43 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bw)., Pasal 895 44 Ibid., pasal 897

31 2) Orang yang menerima Wasiat Pada pasal 899 KUHperdata disebutkan untuk dapat menikmati sesuatu berdasarkan surat wasiat, seseorang harus sudah ada saat si pewaris meninggal, dengan mengindahkan peraturan yang ditetapkan dalam pasal 2 kitab undang-undang ini. Ketentuan ini tidak berlaku bagi orang-orang yang diberi hak untuk mendapatkan keuntungan dari yayasan-yayasan 45. Selanjutnya pada pasal 912 KUHperdata disebutkan orang yang dijatuhi hukuman karena telah membunuh pewaris, orang yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan surat wasiat pewaris, atau orang yang dengan paksaan atau kekerasan telah menghalangi pewaris untuk mencabut atau mengubah surat wasiatnya, serta istri atau suaminya dan anak-anaknya, tidak boleh menikmati suatu keuntungan pun dari wasiat itu 46. d. Batasan Wasiat Batasan dalam suatu wasiat terdapat dalam pasal 913 KUHperdata yaitu tentang legitime portie yang menyatakan bahwa legitime portie atau bagian mutlak adalah semua bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap bagian mana si yang meninggal dunia tidak diperbolehkan 45 Ibid., pasal 899 46 Ibid., pasal 912

32 menetapkan sesuatu, baik selaku pembagian antara yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia, maupun selaku wasiat 47. Legitime portie adalah suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan. Bagian tersebut tidak bisa diberikan kepada orang lain, baik dengan cara penghibahan biasa maupun dengan cara surat wasiat. Orang-orang yang mendapatkan bagian ini disebut legitimaris. e. Batalnya wasiat Batalnya wasiat dapat terjadi karena peristiwa yang tidak tentu, yaitu apabila orang yang menerima wasiat meninggal dahulu sebelum orang yang mewasiatkan meninggal dunia maka wasiat atau testamentya menjadi batal. Pasal 997 KUHperdata semua penetapan dengan surat wasiat yang dibuat dengan persyaratan yang bergantung pada peristiwa yang tidak tentu terjadinya dan sifatnya, sehingga pewaris harus dianggap telah menggantungkan pelaksanaan penetapanya dengan terjadi tidaknya peristiwa itu, adalah gugur, bila ahli waris atau penerima hibah yang ditetapkan meninggal sebelum terpenuhi persyaratan itu 48. Jadi sesuai pasal diatas tersebut apabila orang yang menerima wasiat meninggal lebih dahulu sebelum orang yang berwasiat meninggal maka wasiatnya menjadi batal. Dan dalam pasal 1001 KUHperdata 47 Ibid.,pasal 913 48 Ibid., pasal 997

33 disebutkan penetapan yang dibuat dengan wasiat, gugur bila ahli waris atau penerima yang ditetapkan itu menolak atau tidak cakap untuk memanfaatkan hal itu. 49 Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa surat wasiat dapat dicabut kembali oleh pewaris. Hal ini dapat membatalkan wasiat yang telah dibuat, dan wajar mengingat bahwa wasiat adalah pernyataan sepihak dari pewaris. Pencabutan wasiat dapat dilakukan dengan tegas dan dapat pula dengan diam-diam. Apabila wasiat dicabut dengan tegas, maka menurut ketentuan pasal 992 KUHperdata pencabutan itu harus dengan surat wasiat baru atau dengan akta Notaris khusus, dengan mana pewaris menyatakan kehendaknya akan mencabut wasiat itu seluruhnya atau untuk sebagian. Apabila wasiat dicabut dengan diam-diam, menurut pasal 994 KUHperdata wasiat yang baru yang tidak dengan tegas mencabut wasiat terdahulu, membatalkan wasiat terdahulu sepanjang tidak dapat disesuaikan dengan ketetapan wasiat yang baru, atau sepanjang wasiat yang terdahulu bertentangan dengan wasiat yang baru 50. Pencabutan surat wasiat secara diam-diam bisa diketahui dari tindakan pewasiat yang dilakukan sesudah surat wasiat dibuat. Hal ini berarti adanya keinginan dari pewasiat untuk menarik kembali sebagian atau seluruh wasiat hal.277. 49 Ibid.,pasal 1001 50 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2000),

34 yang telah dibuatnya. Pencabutan secara diam-diam ini dalam KUHPerdata dapat dilakukan dengan tiga cara: a. Kemungkinan seorang yang meninggalkan wasiat membuat dua surat wasiat sekaligus, dimana isinya antara satu sama lain tidak sama (pasal 994 KUH Perdata). 51 b. Dikatakan dalam pasal 996 KUH Perdata, jika suatu barang yang telah disebutkan dalam suatu wasiat telah diberikan kepada orang lain, atau barang tersebut dijual atau ditukarkan kepada oranglain. 52 c. Pada pasal 934 KUH Perdata dikatakan bahwa suatu testament olographis dicabut kembali dari Notaris oleh orang yang telah membuat wasiat. 53 2. Wasiat Perspektif KHI Hukum materil pengadilan yang digunakan dalam memutuskan perkara adalah Kompilasi Hukum Islam (KHI). KHI yang diberlakukan berdasarkan Intruksi Presiden No. 1 tahun 1991. KHI ini kedudukannya sangat lemah dalam tata hukum Indonesia karena KHI tidak tercantum dalam urutan perundang-undangan di Indonesia. Faktor-faktor yang memperkuat pemberlakuan KHI di Indonesia adalah KHI merupakan kesepakatan ulama nusantara yang disimpulkan dari 38 buku fikih.dan Keputusan Menteri Agama RI No. 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden RI 51 Kitab Undang-Uundang Hukum Perdata (Bw) pasal 994. 52 Ibid., pasal 996. 53 Ibid., pasal 934.

35 No. 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 yang memerintahkan kepada suluruh instansi Departemen Agama dan instansi pemerintah terkait untuk menyebarluaskan KHI dan menerapkannya 54 a. Pengertian wasiat Wasiat adalah pesan seseorang kepada orang lain untuk mengurusi hartanya sesuai dengan pesan itu sepeninggalnya. Jadi wasiat yang akan dilaksanakan setelah meninggalnya orang yang berwasiat dan berlaku setelah orang yang berwasiat itu meninggal, wasiat berarti pula nasihat-nasihat atau kata-kata yang disampaikan seseorang kepada dan untuk orang lain yang berupa kehendak orang yang berwasiat itu untuk dikerjakan terutama terutama nanti setelah dia meninggal. 55. Seperti yang telah disebutkan dalam KHI pasal 171 huruf f wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia 56. Selanjutnya wasiat adalah pernyataan kehendak oleh seseorang mengenai apa yang dilakukan terhadap hartanya setelah dia meninggal nanti. 54 Zaenal Mahmudi, Jurnal syariah dan hukum, Wasiat Solusi Alternatif dari Pembagian Waris yang tidak Adil, (Malang: UIN MALIKI, 2013),hal.111. 55 H.M Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan KUHperdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal.105. 56 Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Gema Insani press, 1994), hal.130.

36 b. Syarat dan Rukun Wasiat. 1) Orang yang berwasiat Seseuai dengan pasal 194 ayat (1) ada dua syarat kumulatif agar seseorang dapat mewasiatkan hartanya. (1) orang yang telah berumur sekurang-kurangya 21 tahun, berakal sehat, dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga. (2) harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat 57. Kompilasi Hukum Islam menggunakan batasan umur untuk menentukan bahwa seseorang telah mampu melakukan perbuatanperbuatan hukum, yaitu sekurang-kurangnya berumur 21 tahun. Umumnya anak di Indonesia pada usia dibawah 21 tahun dipandang belum atau tidak mempunyai hak kepemilikan karena masih menjadi tanggungan kedua orang tuanya, kecuali apabila sudah dikawinkan 58. 2) Orang yang menerima Wasiat Sesuai pasal 171 huruf f KHI wasiat adalah pemberian suatu benda terhadap seseorang atau lembaga, jadi yang berhak menerima wasiat ada dua (1) orang (2) lembaga. Ada beberapa pengecualian mengenai hal in, sebagaimana tercantum dalam pasal berikut ini. 57 Ibid..,hal.135. 58 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2003), hal.450.

37 a) Pasal 195 ayat (3) KHI menyebutkan wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris 59 b) Pasal 207 KHI menyebutkan wasiat tidak diperbolehkan kepada orang yang melakukan pelayanan perawatan bagi seseorang, dan kepada orang yang memberi tuntunan kerohanian sewaktu ia menderita sakit hingga meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas untuk membalas jasanya. c) Pasal 208 KHI menyebutkan wasiat tidak berlaku bagi notaris dan saksi-saksi akta tersebut 60. 3) Barang Wasiat Sesuai yang telah disebutkan diatas dalam pasal 171 huruf (f) KHI menyebutkan suatu benda yang dapat diwasiatkan, dan dalam pasal 200 KHI disebutkan harta wasiat yang berupa barang tak bergerak, bila karena suatu sebab yang sah mengalami penyusutan atau kerusakan yang terjadi sebelum pewasiat meninggal, maka penerima wasiat hanya akan mendapatkan harta yang tersisa 61. Jadi sesuai pasal diatas barang wasiat itu adalah suatu benda yang bergerak maupun tidak bergerak. 59 Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Gema Insani press, 1994), hal.136. 60 Ibid..,hal.139. 61 Ibid..,hal.137.

38 4) Redaksi (sighat) Wasiat Dalam pasal 195 ayat (1) disebutkan wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis di hadapan dua orang saksi, atau dihadapan notaris 62. Jadi sesuai pasal diatas sighat wasiat harus diucapkan dengan jelas dihadapan dua orang saksi, akan tetapi wasiat juga dapat dilakukan secara tertulis dengan disaksikan dua orang saksi atau notaris, jadi tidak perlu adanya qabul secara langsung dari si penerima wasiat. c. Batasan Wasiat Hal ini diatur dalam pasal 195 ayat (2) KHI wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui. Dan dalam pasal 201 KHI ditegaskan kembali apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta warisan, sedang ahli waris tidak ada yang tidak menyetujuinya, maka wasiat hanya dilaksanakan sampai batas sepertiga harta warisan 63. d. Batalanya Wasiat Batalnya wasiat ada dua dibebabkan karena memang batal demi hukum dan batal karena pencabutan wasiat. Dalam pasal 197 KHI disebutkan : 62 Ibid..,hal.136. 63 Ibid.., hal.136-138.

39 1) Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekeatan hukum tetap dihukum karena: a) Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewasiat. b) Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah melakukan sesuatu kejahatan yang diancam dengan hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat. c) Dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut atau mengubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat. d) Dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dari pewasiat. 2) wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu: a) Tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai ia meninggal dunia sebelum meninggalnya pewasiat b) Mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak untuk menerimanya. c) Mengetahui adanya wasiat itu, tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak sampai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.

40 3) Wasiat menjadi batal apabila barang yang diwasiatkan musnah. 64, Dan dalam pasal 199 KHI batalnya wasiat karena pencabutan : a) Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuanya atau sudah menyatakan persetujuanya tetapi kemudian menarik kembali. b) Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akta notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan. c) Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akta notaris. d) Bila wasiat dibuat berdasarkan akta notaris, maka hanya dapat dicabut berdasarkan akta notaris 65. 64 Ibid..,hal.136-137. 65 Ibid..,hal.137.