PENGARUH PEMUPUKAN ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN MUTU TIGA NOMOR HARAPAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.) DI CIBINONG BOGOR

dokumen-dokumen yang mirip
RESPON TIGA NOMOR HARAPAN KUNYIT (Curcuma domestica Val.) TERHADAP PEMUPUKAN

KAJIAN EKONOMI BUDIDAYA ORGANIK DAN KONVENSIONAL PADA 3 NOMOR HARAPAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorhiza Roxb)

PENGARUH PEMUPUKAN PADA KUALITAS SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza) DI KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENGARUH PUPUK N DAN POPULASI TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAHE PADA LINGKUNGAN TUMBUH YANG BERBEDA

ABSTRAK. ABSTRACT The Effect of N Fertilizer and Plant Population on Growth and Productivity of Ginger Under Two Different Agroclimatic Conditions

RESPON PERTUMBUHAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) UB2 PADA PENAMBAHAN PUPUK N DAN K DI MUSIM KEMARAU

PENGARUH PUPUK N DAN POPULASI TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAHE PADA LINGKUNGAN TUMBUH YANG BERBEDA

RESPON LIMA NOMOR UNGGUL KENCUR TERHADAP PEMUPUKAN

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BUDIDAYA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb)

PERANAN POPULASI TANAMAN TERHADAP PRODUKTIVITAS BANGLE (Zingiber purpureum Roxb.)

RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN UMUR PANEN TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI, DAN KUALITAS HASIL TEMULAWAK DI ANTARA TANAMAN KELAPA

POLA PERTUMBUHAN DAN SERAPAN HARA N, P, K TANAMAN BANGLE (Zingiber purpureum Roxb.)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

PENGARUH KEHALUSAN BAHAN DAN LAMA EKSTRAKSI TERHADAP MUTU EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb)

UJI ADAPTASI NOMOR HARAPAN TEMULAWAK PADA TIGA AGROEKOLOGI

PENGARUH CARA PENGERINGAN TERHADAP MUTU SIMPLISIA SAMBILOTO

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI

PENGARUH PANJANG TUNAS DAN BOBOT RIMPANG TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

RESPON TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK BIO PADA KONDISI AGROEKOLOGI YANG BERBEDA

STABILITAS HASIL LIMA NOMOR HARAPAN KENCUR

Peran Media Tanam dan Dosis Pupuk Urea, SP36, KCl Terhadap Pertumbuhan Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L.) dalam Polybag. Oleh: Susantidiana

TANGGAPAN PERTUMBUHAN DAN DAYA HASIL DUA KLON TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.) TERHADAP DOSIS PEMUPUKAN UREA, SP-36, DAN KCl

PENGARUH TINGKAT PEMBERIAN AIR PADA TIGA AKSESI SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees )TERHADAP MUTU DAN PRODUKSI SIMPLISIA

PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG DAUN (Allium fistulosum L.) VARIETAS LINDA AKIBAT PEMBERIAN PUPUK KANDANG AYAM DAN PUPUK UREA

PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN MUTU SERAIWANGI

UJI ADAPTASI NOMOR HARAPAN TEMULAWAK PADA TIGA AGROEKOLOGI

PENGARUH BERBAGAI MACAM BOBOT UMBI BIBIT BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) YANG BERASAL DARI GENERASI KE SATU TERHADAP PRODUKSI

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

Pengaruh Jarak Tanam dan Ukuran Umbi Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang Varietas Granola untuk Bibit

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas ialah atom atau gugus yang memiliki satu atau lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi

RESPON TANAMAN SELADA (Lactuca sativa L.) MENGGUNAKAN BEBERAPA JENIS PUPUK ORGANIK DENGAN DUA KALI PENANAMAN SECARA VERTIKULTUR

AGROVIGOR VOLUME 3 NO. 2 SEPTEMBER 2010 ISSN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI POLONG SEGAR EDAMAME VARIETAS RIOKO PADA EMPAT JENIS PUPUK

PENGARUH DOSIS BOKASHI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TIGA VARIETAS PADI. The Effect of Bokashi Dosages on Growth and Yield of Three Varieties of Rice

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DENGAN PEMBERIAN VERMIKOMPOS DAN URIN DOMBA

PROFIL SENYAWA PENCIRI DAN BIOAKTIVITAS TANAMAN TEMULAWAK PADA AGROBIOFISIK BERBEDA WARAS NURCHOLIS

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP TINGGI TA NAMAN DAN BERAT SEGAR PER RUMPUN RUMPUT GAJAH ODOT (Pennisetum purpureum cv. mott)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH PADA BEBERAPA VARIETAS DAN PEMBERIAN PUPUK NPK. Oleh:

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jl. Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

PENGARUH TUMPANG SARI DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

ABSTRAK. Oleh. Mitra Suri. Penanaman tomat memerlukan teknik budidaya yang tepat. Aplikasi pemberian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

PROFIL SENYAWA PENCIRI DAN BIOAKTIVITAS TANAMAN TEMULAWAK PADA AGROBIOFISIK BERBEDA WARAS NURCHOLIS

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

TANGGAP BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TERHADAP PEMUPUKAN DI LAHAN KERING [THE RESPONSES OF SEVERAL SOYBEAN VARIETIES ON FERTILIZATION ON DRYLAND]

Pengaruh BAP ( 6-Benzylaminopurine ) dan Pupuk Nitrogen terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK KANDANG DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH

PENGARUH KOMBINASI DOSIS PUPUK KANDANG AYAM DAN SP 18 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BAWANG DAUN PADA ANDOSOL

PENGARUH KONSENTRASI PUPUK ORGANIK CAIR DAN MACAM VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS PADI GOGO (Oryza sativa L.) TERHADAP PERBANDINGAN PEMBERIAN KASCING DAN PUPUK KIMIA

PENGARUH KERAPATAN DAN KEDALAMAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU (Vigna radiata L.)

THE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa)

Made Deviani Duaja 1), Nelyati 1) and Hisar Tindaon 2) Fakultas Pertanian, Universitas Jamabi

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl

PENGARUH NAUNGAN DAN PUPUK FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI NILAM (Pogostemon cablin Benth.)

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 126/Kpts/SR.120/2/2007 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN PUPUK HAYATI BIOTAMAX TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN GARUT

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN HIDROGEL DAN FREKUENSI PENYIRAMAN DENGAN SISTEM VERTIKULTUR SKRIPSI

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH POPULASI TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) PADA TAHUN KETIGA

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN KANDUNGAN HARA TANAH DAN PRODUKSI GAMBIR DI SUMATERA BARAT

PENGARUH DOSIS PUPUK MAJEMUK NPK DAN PUPUK KANDANG SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MELON (Cucumis melo L.)

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 122/Kpts/SR.120/2/2007 TENTANG PELEPASAN JAHE MERAH VARIETAS JAHIRA 1 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

SKRIPSI RESPON KACANG TANAH DAN JAGUNG TUMPANGSARI SECARA DERET PENGGANTIAN TERHADAP PUPUK ORGANIK PENGGANTI NPK. Oleh Yuni Restuningsih H

AGROVIGOR VOLUME 4 NO. 2 SEPTEMBER 2011 ISSN

SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT

PENGARUH LOKASI PRODUKSI DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BENIH JAHE (Zingiber officinale L.)

BUDIDAYA TANAMAN KUNYIT

KAJIAN PERENDAMAN RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.) DALAM URIN SAPI DAN AIR KELAPA UNTUK MEMPERCEPAT PERTUNASAN

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG DAN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI NILAM PADA TANAH PODSOLIK MERAH KUNING

Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Terhadap Frekuensi Pemberian Pupuk Organik Cair dan Aplikasi Pupuk NPK

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG TANAH PADA APLIKASI DOSIS PUPUK ORGANIK PADAT DAN CAIR

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK NPK DAN KOMPOS KULIT BUAH KOPI SKRIPSI OLEH:

Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Penyemprotan Pupuk Organik Cair Super ACI terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SKRIPSI. PENGARUH SISTIM OLAH TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK MAJEMUK 16:16:16 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum)

SKRIPSI Disusun oleh : Rifqi Maulana NIM : PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MURIA KUDUS

PENGARUH PEMBERIAN FESES DAN URIN KERBAU LUMPUR TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS RUMPUT GAJAH MINI

Pengaruh Jenis Bahan Tanam dan Takaran Kompos Blotong terhadap Pertumbuhan Awal Tebu (Saccharum officinarum L.)

HASIL DAN PEMBAHASAN

SKRIPSI. Oleh : ERNIKA SEPTYMA BR PARDEDE/ AGROEKOTEKNOLOGI - BPP

PENGARUH PENGAPURAN DAN PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L) Merril

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI SAWI ( Brassica juncea L ) TERHADAP PEMBERIAN URINE KELINCI DAN PUPUK GUANO

Budidaya Padi Organik dengan Waktu Aplikasi Pupuk Kandang yang Berbeda dan Pemberian Pupuk Hayati

PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP MUTU SIMPLISIA TEMULAWAK DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG

PENGARUH POLATANAM SAMBILOTO - JAGUNG SERTA DOSIS PUPUK ORGANIK DAN ALAM TERHADAP PRODUKSI DAN MUTU SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees)

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH :

EFEKTIVITAS PEMBERIAN BEBERAPA JENIS DAN DOSIS PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN BAWANG MERAH(Allium ascalonicum L.

Transkripsi:

Bul. Littro. Vol. XVIII No. 1, 2007, 29-38 PENGARUH PEMUPUKAN ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN MUTU TIGA NOMOR HARAPAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.) DI CIBINONG BOGOR Mono Rahardjo dan Nur Ajijah Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik ABSTRAK Produktivitas dan mutu rimpang temulawak dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya ketersediaan hara tanaman karena pengaruh pemupukan. Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh pupuk organik terhadap produktivitas dan mutu rimpang tiga nomor temulawak (Balittro 1, Balittro 2 dan Balittro 3). Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan (KP) Cibinong mulai bulan Nopember 2005 sampai Oktober 2006 dengan menggunakan 3 nomor temulawak yaitu, Balittro 1, Balittro 2, dan Balittro 3. Penelitian menggunakan satu paket pupuk organik terdiri dari; bokashi 10 t/ha + pupuk bio 90 kg/ha + zeolit 300 kg/ha + pupuk fosfat alam 300 kg/ha. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Kelompok diulang 9 kali. Ukuran petak percobaan 30 m 2, dengan jarak tanam 75 cm x 50 cm. Setiap petak terdapat 80 tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi rimpang segar berkisar antara 14,21-16,59 ton/ha lebih tinggi dibandingkan produksi rata-rata nasional (10,7 ton/ha). Produksi rimpang segar, xanthorrizol dan kurkuminoid temulawak nomor Balittro 1 lebih tinggi dibandingkan dengan Balittro 2 dan Balittro 3. Balittro 1 merupakan calon varitetas unggul temulawak yang mempunyai respon lebih tinggi terhadap pemupukan organik dibandingkan dengan Balittro 2 dan Balittro 3. Kata kunci : Curcuma xanthorrhiza, pemupukan organik, produksi dan mutu ABSTRACT The Effect of Organic Fertilizer on Productivity and Quality of Three Lines Java Turmeric (Curcuma Xanthorriza Roxb.) Lines, in Cibinong Bogor Productivity and quality of java turmeric were influenced by many factors, i.e. nutrition availability from fertilizer application. The objective of the research was to examine the effect of organic fertilizer on rhizome productivity and quality of three java turmeric promising (Balittro 1, Balittro 2 and Balittro 3). The research was conducted in Cibinong Experimental Garden, from November 2005 until October 2006. The organic fertilizer application were 10 t/ha bookashi + 90 kg/ha bio fertilizer + 300 kg/ha zeolit + 300 kg/ha rock-phosphate/ha. Experiment was arranged in Randomized Block Design with 9 replications. Plot size of experiment is 30 cm 2, with plant distance are 75 cm x 50 cm. Each plot contain 80 plants. The result showed that the rhizomes yield of three genotypes of java turmeric Balittro 1, Balittro 2 and Balittro 3 (ranged for 14.21-16.59 ton/ha) was higher than the rate of national production (10.7 ton/ha). The production of rhizomes, xanthorrizol and curcuminoid of Balittro 1 were higher than Balittro 2 and Balittro 3. The Balittro 1 promising line was superior java turmeric due to its higher response to organic fertilizers. Key words : Curcuma xanthorrhiza, organic fertilizer, production and quality PENDAHULUAN Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) merupakan tanaman obat asli Indonesia (Prana, 1985), disebut juga Curcuma javanica (Badan POM, 2004). Secara tradisional maupun empiris, rimpang temulawak telah terbukti berkhasiat untuk kesehatan. Kebutuhan temulawak untuk Industri Obat Tradisional (IOT) dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) menduduki peringkat pertama di Jawa Timur yaitu 3.140,18 ton/tahun rim- 29

Mono Rahardjo dan Nur Ajijah : Pengaruh Pemupukan Organik terhadap Produksi dan Mutu Tiga Harapan Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) di Cibinong Bogor pang segar dan peringkat kedua di Jawa Tengah yaitu 361,80 ton/tahun rimpang segar (Kemala et al., 2003). Temulawak dimanfaatkan untuk penyembuhan berbagai jenis penyakit dengan klaim khasiat cukup banyak (24 jenis penyakit). Oleh karena itu pada tahun 2004 pemerintah mencanangkan temulawak sebagai Minuman Kesehatan Nasional. Rimpang temulawak mengandung minyak atsiri, resin, kurkumin, lemak, kamfer, serat kasar dan kalsium klorida (Quissumbing dalam Agusta dan Chaerul, 1994). Minyak atsirinya mengandung banyak sekali komponen yang bermanfaat antara lain berpotensi sebagai senyawa antioksidan, anti hepatotoksik, meningkatkan sekresi empedu, anti hipertensi, melarutkan kolesterol, merangsang air susu (laktagoga), tonik bagi ibu pasca melahirkan, peluruh haid, anti bakteri, pewarna makanan dan kain, serta bahan kosmetik (Hadi, 1985; Agusta dan Chairul, 1994; Suksamrarn et al., 1994; Direktorat Aneka Tanaman, 2000). Cucurmin dan xanthorrhizol merupakan komponen bahan aktif utama dari minyak atsiri temulawak yang berkhasiat obat. Xanthorrhizol adalah komponen minyak atsiri khas temulawak (Oie Ban Liang dalam Sidik et al., 1997). Produksi dan mutu temulawak sangat dipengaruhi oleh teknologi budidaya, meliputi pemilihan nomor/varietas unggul dan amelioran yang sesuai. Setiap varietas mempunyai karakter yang berbeda, sehingga responnya terhadap lingkungan tumbuh dan input yang diberikanpun pengaruhnya tidak sama. Produksi dari cara budidaya organik pada umumnya lebih rendah dibandingkan dengan cara budidaya an-organik. Namun budidaya organik mempunyai nilai lebih karena diharapkan terhindar dari cemaran bahan kimia yang berbahaya. Hasil penelitian ini akan menjadi petunjuk untuk menerapkan teknologi budidaya organik yang standar berdaya hasil dan mutu tinggi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat produksi dan mutu rimpang tiga nomor temulawak terhadap pemupukan organik. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cibinong, tipe iklim C2 menurut Oldeman (1975) atau tipe iklim A menurut Schimdt and Ferguson (1951), dengan sifat fisik dan kimia tanah seperti pada Tabel 1, serta kandungan hara pupuk bokashi yang dipergunakan (Tabel 2). Percobaan menggunakan 3 nomor temulawak yaitu, Balittro 1 (B1), Balittro 2 (B2), dan Balittro 3 (B3) dengan karakterisasi seperti pada Tabel 3; perlakuan pemupukan organik terdiri dari; bokashi 10 ton/ha, pupuk bio 90 kg/ha, zeolit 300 kg/ha, dan pupuk fosfat alam 300 kg/ha. Bokashi diberikan dua minggu sebelum tanam, sedangkan pupuk bio, zeolit dan fosfat alam diberikan bersamaan pada waktu tanam. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 9 ulangan. Ukuran petak percobaan adalah 30 m 2 (6 m x 5 m), dengan jarak tanam 75 cm x 50 cm, setiap petak terdapat 80 tanaman. 30

Bul. Littro. Vol. XVIII No. 1, 2007, 29-38 Tabel 1. Sifat fisik dan kimia tanah di Cibinong Bogor Table 1. Physical and chemical soil characteristics in Cibinong Bogor Karakteristik Kriteria Tekstur/Texture : Pasir/Sand : 45,40 Liat Debu/Loam Liat/Clay : : 14,41 49,19 ph H 2 O : 5,21 Masam ph KCl : 4,88 C organik /C organc : 0,89 Sangat rendah N total : 0,09 Sangat rendah C/N ratio : 9,89 Rendah P tersedia/p available (ppm) : 2,97 Sangat rendah Ca tukar/ca exchangable (me/100 g tanah) : 9,28 Sedang Mg tukar/mg exchangable (me/100 g tanah) : 0,77 Rendah K tukar/k exchangable (me/100 g tanah) : 0,30 Rendah Na tukar/na excengable (me/100 g tanah) : 0,41 Sedang Tabel 2. Kandungan hara pupuk bokashi Table 2. Nutrients content of bokashi fertilizer Karakteristik Pupuk Bokashi C organik : 31,03 N total : 1,13 P : 0,60 Ca : 0,82 Mg : 0,34 K : 0,29 Na : 0,42 Tanaman dipanen pada umur 9 bulan setelah tanam (BST). Peubah yang diamati adalah : tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah rimpang induk, diameter rimpang induk, hasil rimpang segar, hasil simplisia kering, dan mutu simplisia terdiri dari; kadar air, kadar sari larut air dan larut alkohol, kadar kadar abu, kadar serat, kadar pati, kadar atsiri, ekstrak, kurkuminoid dan kadar xanthorrizol. Analisis xanthorrizol dan kurkuminoid pada simplisia menggunakan Gas Kromatografi. 31

Mono Rahardjo dan Nur Ajijah : Pengaruh Pemupukan Organik terhadap Produksi dan Mutu Tiga Harapan Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) di Cibinong Bogor Tabel 3. Karakter agronomis tanaman temulawak Balittro 1, Balittro 2 dan Balittro 3 Table 3. Agronomical characteristic of Balittro1, Balittro2 and Balittro3 Java turmeric Tinggi tanaman Plant height (Cm) Jumlah anakan Tiller number (perplant) Jumlah rimpang induk Number of rhizome (perplant) Jumlah daun Number of leaves (perplant) Bobot rimpang segar Fresh weight rhizome (perplant) (kg) Balittro 1 158 4,9 5,0 7,4 2,82 Balittro 2 127 4,3 6,8 7,0 3,54 Balittro 3 97 6,6 5,7 6,8 2.10 Sumber : Setiyono dan Ajijah (2002) HASIL DAN PEMBAHASAN Pola pertumbuhan tanaman dilihat dari tinggi tanaman, nomor temulawak Balittro 2 pada awal pertumbuhan, lebih rendah dibandingkan Balittro 1 dan Balittro 3. Namun pada pertengahan dan akhir pertumbuhan, tinggi ketiganya tidak menunjukkan perbedaan. Secara genetik, ketiga nomor tersebut mempunyai tinggi tanaman relatif tidak berbeda (Gambar 1). Pola pertumbuhan tinggi tanaman membentuk kurva sigmoid, seperti juga pada tanaman semusim jenis lain. Rata-rata jumlah anakan per rumpun berkisar antara 3,81-4,01 anakan (Tabel 4). Jumlah anakan dan rimpang induk ketiga nomor tidak menunjukkan perbedaan. Jumlah anakan merupakan gambaran jumlah rimpang induk, karena setiap terbentuk tunas baru akan membentuk individu baru berupa anakan. Gambar 1. Tinggi tanaman temulawak Balittro 1, Balittro 2 dan Balittro 3 di KP. Cibinong, Bogor. Figure 1. Plant height of Balittro 1, Balittro 2 and Balittro 3 Java turmeric, in Cibinong Experimental Station, Bogor Pada tahap berikutnya setiap anakan akan menjadi tanaman dewasa dan membentuk rimpang induk. Rimpang induk inilah yang nantinya dimanfaatkan sebagai bahan baku obat, karena kandungan minyak atsirinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan rimpang cabang. 32

Bul. Littro. Vol. XVIII No. 1, 2007, 29-38 Tabel 4. Jumlah anakan, rimpang induk, diameter rimpang induk, bobot simplisia kering dan produksi rimpang segar temulawak (Balittro 1, Balittro 2 dan Balittro 3) di KP. Cibinong, Bogor Table 4. Number of tiller, rhizome, diameter of rhizome, dry weight of simplisia and fresh rhizome yield Balittro 1, Balittro 2 dan Balittro 3 Java turmeric, in Cibinong Experimental Station, Bogor Jumlah anakan (per rumpun) Tiller number (per plant) Jumlah rimpang induk (per rumpun) Number of rhizome (per plant) Diameter rimpang induk (mm) Diameter of rhizome (mm) Bobot simplisia kering (g/rumpun) Dry weight of simplisia (g/plant) Bobot rimpang segar (t/ha) Fresh weight rhizome (t/ha) Balittro 1 3,93 a 3,93 a 66,81 a 197,11 a 16,59 a Balittro 2 4,01 a 4,01 a 65,32 a 197,16 a 14,21 b Balittro 3 3,81 a 3,81 a 66,88 a 196,26 a 15,96 ab KK CV 11,54 10,35 13,64 12,67 12,40 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing kolom tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 0,05. Note : Numbers followed by the same letters in each column are not significantly different at 0.05 level according to DMRT. Semakin banyak jumlah dan besar ukuran rimpang induk, semakin tinggi produksinya. Namun pada umumnya rimpang induk ini juga dimanfaatkan sebagai benih, karena vigornya lebih tinggi dibandingkan dengan rimpang cabang. Jumlah, diameter rimpang induk dan bobot simplisia per tanaman tidak menunjukkan perbedaan nyata antara ketiga nomor temulawak. Diameter rimpang induk menunjukkan ukuran besarnya umbi temulawak. Semakin besar diameter rimpang induk semakin besar ukuran rimpang tersebut. Ukuran diameter rimpang induk ketiga nomor berkisar antara 65,32 66,88 mm. Ukuran rimpang induk pada nomor Balittro 1 dan Balittro 3 cenderung lebih besar dibandingkan dengan Bolittro 2, namun jumlah rimpang induk Balittro 2 cenderung lebih tinggi. Namun ketiga parameter tersebut tidak berbeda nyata. Oleh karena itu hasil simplisia kering per tanaman ketiga nomor tersebut juga tidak berbeda nyata. Hasil simplisia kering per tanaman antara ke tiga nomor temulawak kisarannya adalah 196,26 197,16 g/tanaman (Tabel 4). Hasil panen rimpang segar temulawak (Tabel 4) nomor Balittro 1 mencapai 16,59 ton/ha, lebih tinggi dibandingkan dengan hasil rimpang Balittro 2 (14,21 ton/ha), namun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan Balittro 3 (15,96 ton/ha). 33

Mono Rahardjo dan Nur Ajijah : Pengaruh Pemupukan Organik terhadap Produksi dan Mutu Tiga Harapan Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) di Cibinong Bogor Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan ukuran rimpang induk nomor Balittro 1 dan Balittro 3 yang cenderung lebih besar dibandingkan dengan ukuran rimpang induk Balittro 2 serta sifat genetik yang berbeda dari ketiga nomor tersebut. Tingkat produksi rimpang segar nomor temulawak Balittro 1 lebih unggul dibandingkan dengan nomor Balittro 2. Respon ke tiga nomor temulawak terhadap perlakuan pupuk organik yang ditunjukkan oleh produksi rimpang segar per 9 m 2 bervariasi. temulawak Balittro 2 mempunyai respon yang lebih rendah dibandingkan dengan Balittro 1 dan Balittro 3 terhadap perlakuan pupuk organik. Balittro 2 produktivitasnya cenderung rendah, diduga kemampuan tanaman dalam memanfaatkan hara pupuk organik lebih rendah dibandingkan dengan Balittro 2 dan Balittro 3. Namun berdasarkan hasil penelitian (belum dipublikasi) dengan perlakuan pupuk an-organik hasil rimpang Balittro 2 justru lebih tinggi dibandingkan dengan Balittro 1 dan Balittro 3. Hal ini sesuai dengan hasil karakterisasi dan evaluasi awal dari nomor Balittro 1, Balittro 2 dan Balittro 3 yang dipupuk anorganik, menunjukkan bahwa potensi hasil rimpang segar Balittro 2 lebih tinggi dibandingkan Balittro 1 dan Balittro 3 (Setiyono dan Ajijah, 2002) (Tabel 4). Balittro 1 dan Balittro 3 cenderung lebih sesuai pada budidaya organik dibandingkan dengan Balittro 2, sedangkan Balittro 2 diduga lebih cocok pada budidaya anorganik. Pada umumnya produktivitas tanaman pada budidaya organik lebih rendah dibandingkan dengan budidaya anorganik. Namun hasil dari penelitian ini masih lebih tinggi (14,21-16,59 ton/ha) dibandingkan dengan produksi rata-rata nasional (10,7 ton/ ha) (Direktorat Aneka tanaman, 2000). Hasil penelitian Yusron dan Januwati (2005) menunjukkan bahwa produksi rimpang mencapai 11,04 ton/ ha. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa pemberian pupuk bokashi yang dikombinasikan dengan pupuk bio, zeoilit dan fosfat alam mampu meningkatkan ketersediaan hara pada tanah Latosol Cibinong yang relatif rendah tingkat kesuburannya. Mutu simplisia dilihat dari kadar sari larut air nomor Balittro 1 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan Balittro 2 dan Balittro 3, demikian juga kadar sari larut alkohol (Tabel 4). Sehingga mutu simplisia berdasarkan kadar sari, Balittro 1 lebih unggul dibandingkan Balittro 2. Namun kadar minyak atsiri Balittro 2 lebih tinggi dibandingkan dengan Balittro 1 dan Balittro 3 (Tabel 5). Mutu simplisia berdasarkan kadar sari, berbanding terbalik dengan kadar minyak atsirinya, apabila simplisia berkadar sari tinggi maka kadar minyak atsirinya rendah dan sebaliknya apabila kadar minyak atsirinya tinggi maka kadar sarinya menjadi lebih rendah. Namun kondisi demikian tidak selalu terjadi pada tanaman, seperti halnya pada bangle (Rahardjo et al., 2004). Mutu simplisia lebih banyak ditentukan oleh faktor genetik tanaman. 34

Bul. Littro. Vol. XVIII No. 1, 2007, 29-38 Bahan baku obat modern atau fitofarmaka menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar minyak atsirinya semakin baik simplisia tersebut, karena semua komponen yang berkhasiat obat terkandung di dalam minyak atsiri. Namun untuk bahan baku jamu kadar minyak atsiri yang relatif rendah dan kelarutan patinya yang cenderung tinggi lebih sesuai, karena kadar minyak atsiri yang cenderung rendah dapat mengurangi bau khas menyengat pada temulawak sedangkan kelarutan pati yang tinggi menunjukkan bahan tersebut lebih mudah larut. bahan aktif utama pada rimpang temulawak adalah xanthorrhizol dan kurkuminoid. xanthorrizol di dalam simplisia kering temulawak Balittro 1 (1,28%) lebih tinggi dibandingkan dengan Balittro 2 (1,26%) dan Balittro 3 (0,96%) (Tabel5). kurkuminoid Balittro 1 (1,72%) lebih tinggi dibandingkan dengan Balittro 3 (1,56%) dan Balittro 2 (1,45%) (Tabel 6). Berdasarkann kadar xanthorrizol dan kurkuminoid di dalam simplisia rimpamg kering temulawak, maka dapat dihitung hasil xanthorrizol dan kurkuminoid temulawak dalam satu hektar. Xanthorrizol yang dihasilkan nomor Balittro 1, Balittro 2 dan Balittro 3 berturut-turut adalah 52,48 kg, 45,99 kg dan 39,36 kg/ha (Tabel 6). Produksi xanthorrizol tertinggi diperoleh dari Balittro 1 dan terendah adalah Balittro 3. Hasil xanthorrizol dipengaruhi oleh kadar xanthorrizol dan produksi simplisia kering temulawak. Kurkuminoid yang dihasilkan nomor Balittro 1, Balittro 2 dan Balittro 3 berturut-turut adalah 70,52 kg, 52,92 kg dan 63,96 kg/ha (Tabel 6). Kurkuminoid tertinggi dihasilkan Balittro 1 dan terendah Balittro 2, hal ini disebabkan oleh produksi rimpang dan kadar kurkuminoid Balittro 2 relatif lebih rendah dibandingkan dengan Balittro1 dan Balittro 3. Tabel 5. Mutu simplisia temulawak Balittro 1, Balittro 2 dan Balittro 3 di KP. Cibinong, Bogor Table 5. Quality of Balittro1, Balittro2 and Balittro3 Java turmerics simplisia, in Cibinong Experimental Station, Bogor air Water content Mutu simplisia Quality of simplisia sari sari larut pati minyak larut air alcohol Starch atsiri Water Alchohol content Essentia soluble soluble l oil extract extracts content serat Fiber conten t Abu Ash content Balittro1 11,27 18,56 9,19 50,93 4,42 4,24 3,13 Balittro2 10,40 16,63 7,80 52,21 5,56 4,19 2,89 Balittro3 11,79 16,27 8,03 51,88 4,58 4,18 2,99 MMI 9-10 > 8,9 > 3,5 - > 5 - < 4 Keterangan : MMI (Materia Medika Indonesia) (Depkes, 1979) 35

Mono Rahardjo dan Nur Ajijah : Pengaruh Pemupukan Organik terhadap Produksi dan Mutu Tiga Harapan Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) di Cibinong Bogor Rendemen ekstrak tertinggi (24,33%) adalah Balittro 2 dan terendah Balittro 3 (15,13%) (Tabel 7). Berdasarkan rendemen ekstrak dapat dihitung hasil ekstrak setiap hektar pada masing-masing nomor. Hasil ekstrak Balittro 2 lebih tinggi dibandingkan dengan Balittro 1 dan Balittro 3. Hasil analisis ekstrak rimpang temulawak dengan menggunakan pengekstrak alkohol 70% terhadap kadar xanthorrizol, kurkuminoid dan komponen fitokimia menggunakan Gas Chromatography menunjukkan bahwa nomor Balittro 1 dan Balittro 3 kadar xanthorrizolnya cenderung lebih tinggi dibandingkan Balittro 2. Tabel 6. dan hasil xanthorrizol dan kurkuminoid simplisia temulawak Balittro 1, Balittro 2 dan Balittro 3, di KP. Cibinong, Bogor Table 6. Content and yield of xanthorrizol and curcuminoid Balittro 1, Balittro 2 and Balittro 3 Java turmerics in Cibinong Experimental Station, Bogor Xanthorrizol Xanthorrizol content Hasil Xanthorrizol (kg/ha) Xanthorrizol yield (kg/ha) Kurkuminoid Curcuminoid content Hasil Kurkuminoid (kg/ha Curcuminoid yield (kg/ha) Balittro 1 1,28 52,48 1,72 70,52 Balittro 2 1,26 45,99 1,45 52,92 Balittro 3 0,96 39,36 1,56 63,96 Tabel 7. Rendemen dan hasil ekstrak, kadar xanthorrizol dan kurkuminoid di dalam ekstrak Table 7. Rendement and yield of extract, xanthorrizol and curcuminoid content in extract Rendemen ekstrak Extract rendement Hasil ekstrak (kg/ha) Yield of extract (kg/ha) xanthorrizol dalam ekstrak Xanthorrizol content in extract Balittro 1 20,15 826,15 2,95 6,90 Balittro 2 24,33 888,05 2,15 7,89 Balittro 3 15,13 620,33 3,10 8,40 kurkuminid dalam ekstrak Curcuminoid Content in extract 36

Bul. Littro. Vol. XVIII No. 1, 2007, 29-38 Tetapi kadar kurkuminoid Balittro 2 dan Balittro 3 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan Balittro 1. Mutu ekstrak temulawak Balittro 1 dan Balittro 3 cenderung lebih tinggi dibandingkan Balittro 2 apabila dilihat dari kandungan xanthorrizol. Berdasarkan kandungan kurkuminoid ekstrak, Balittro 2 dan Baklittro 3 cenderung lebih tinggi mutunya. Ekstrak temulawak mengandung komponen fitokimia antara lain; alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterfenoid, steroid dan glikosida (Tabel 8), dengan kadar mulai dari positif lemah hingga positif kuat sekali. KESIMPULAN Produksi rimpang segar dengan perlakuan pupuk organik belum dapat mencapai produksi optimal (20 t/ha), namun produksi rimpang masih lebih tinggi dibandingkan dengan produksi rata-rata nasional. Produksi rimpang segar, kadar dan produksi xanthorizol, serta kadar dan produksi kurkuminoid temulawak nomor Balittro 1 lebih tinggi dibandingkan dengan Balittro 2 dan Balittro 3. Balittro 1 lebih unggul produksi dan mutunya dibandingkan dengan Balitro 2 dan Balittro 3 dengan perlakuan pupuk organik, oleh karena itu nomor Balittro 1 dapat menjadi calon varietas yang dapat digunakan dalam budidaya organik. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada Tim Peneliti Tanaman Obat Balittro dan Pusat Riset Obat dan Makanan, Badan POM atas kerjasama dan bantuannya sehingga sub kegiatan penelitian dari judul RPTP Tekonologi Penyiapan Bahan Baku Tanaman Obat Terstandar Untuk Produk Obat Bahan Alam dapat diselesaikan. DAFTAR PUSTAKA Agusta, A. dan Chaerul, 1994. Analisis komponen kimia minyak atsiri dari rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Prosiding Simposium Penelitian Bahan Obat Alami VIII, hal. 643 647. Tabel 8. Komponen fitokimia ekstrak rimpang temulawak Balittro 1, Balittro 2 dan Balittro 3 di KP. Cibinong, Bogor Table 8. Phytochemicaly components of rhizome extract Balittro 1, Balittro 2 dan Balittro 3 Java turmerics, in Cibinong Experimental Station, Bogor Alkaloid Saponin Komponen Fitokimia/Phytochemical components Tanin Fenolik Flavonoid Triterpenoid Steroid Glikosida Balittro 1 ++++ ++ + ++++ ++++ ++++ ++ ++++ Balittro 2 ++++ ++ + ++++ ++++ ++++ ++ ++++ Balittro 3 ++++ ++ + ++++ ++++ ++++ ++ ++++ Keterangan : + = positif lemah/no strong positive, ++ = positif/positive, +++ = positif kuat/strong positive, +++ = positif sangat kuat/very strong positive 37

Mono Rahardjo dan Nur Ajijah : Pengaruh Pemupukan Organik terhadap Produksi dan Mutu Tiga Harapan Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) di Cibinong Bogor Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), 2004. Informasi temulawak Indonesia, 36 hal. Departemen Kesehatan RI., 1979. Materia Medika Indonesia Jilid III, 196 hal. Direktorat Aneka Tanaman, 2000. Budidaya Tanaman Temulawak. Jakarta. 44 hal. Hadi, S., 1985. Manfaat temulawak ditinjau dari segi kedokteran. Prosiding Simposium Nasional Temulawak. Bandung 17 18 September 1985, hal. 139 145. Kemala, S; Sudiarto, E. R.Pribadi, JT. Yuhono, M. Yusron, L. Mauludi, M. Raharjo, B. Waskito dan H. Nurhayati, 2003. Studi serapan, pasokan dan pemanfaatan tanaman obat di Indonesia. Laporan Teknis Penelitian Bagian Proyek Penelitian Tanaman Rempah dan Obat APBN 2003. 61 hal. Oldeman, L.R., 1975. An Agro-cimatic map of Java., No.17 Pubilshed : Contr. Centr. Inst. Agric. Bogor, 22 pp. Prana, M. S., 1985. Beberapa aspek biologi temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Prosiding Simposium Nasional Temulawak. Bandung 17 18September 1985, hal. 42 48. Rahardjo, M., Rosita S.M.D., Sudiarto dan Kosasih, 2004. Peranan populasi tanaman terhadap produktivitas bangle (Zingiber purpureum Roxb). Jurnal Bahan Alam Indonesia, 3 (1) : 165-170. Schmidt, F.R. and Ferguson, 1951. Rainfall types based on wet and dry period rations for Indonesia with Western New Guines, Verh. No. 42. Jaw Meteorologi and Geofisika Jakarta. Setiyono, R.T. dan N. Ajijah, 2002. Evaluasi beberapa sifat agronomi plasma nutfah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Bull. Littro, XIII (2) : 7-12. Sidik, M.W. Mulyono, dan A Muhtadi, 1997. Temulawak, Cucurma xanthorrhiza (Roxb). Yayasan Pengembangan Obat Alam. 105 hal. Suksamrarn, A., S. Eiamong, P. Piyachaturawat and J. Charoenpiboonsin, 1994. Phenolic Diarylheptanoids from Curcuma xanthorrhiza. Phytochemistry, 36 (6) : 1505 1508. Yusron, M. dan M. Januwati, 2005. Pengaruh pupuk bio terhadap pertumbuhan dan produksi temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) di bawah tegakan sengon. Makalah disampaikan pada Konggres Nasional Ke-2 Obat Tradisional Indonesia di Bandung, 12-14 Januari 2005, 9 hal. 38