KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

dokumen-dokumen yang mirip
INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

Nizwardi Azkha, SKM,MPPM,MPd,MSi

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) dan ditularkan oleh nyamuk

BAB I PENDAHULUAN. Bupati dalam melaksanakan kewenangan otonomi. Dengan itu DKK. Sukoharjo menetapkan visi Masyarakat Sukoharjo Sehat Mandiri dan

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

BAB I LATAR BELAKANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

Seminar Nasional Mewujudkan Kemandirian Kesehatan Masyarakat Berbasis Preventif dan Promotif ISBN:


BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

I. Pendahuluan Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah kasus yang cukup

SKRIPSI. Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh AGUS SAMSUDRAJAT J

WALI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri

BAB 1 PENDAHULUAN. anak-anak.penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih

Penanggulangan Penyakit Menular

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG. ELiMINASI MALARIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN KAJIAN EVALUASI PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NO. 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DIKOTA SEMARANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. virus dari golongan Arbovirosis group A dan B. Di Indonesia penyakit akibat

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dilokasikan untuk program pengendalian DBD di Kota Administrasi Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Haemorraghic Fever

Evaluation of Dengue Hemorrhagic Fever Disease Control Programs in 2015 (Comparison between Health Center of Patrang and Rambipuji, Jember District)

Panduan Pelayanan Pencegahan Penyakit Menular

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

KERANGKA ACUAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT UPT. PUSKESMAS SOTEK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas

Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

RENCANA AKSI KINERJA DAERAH (RAD) DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Target ,10 per 1000 KH

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.344, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Strategi Adaptasi. Perubahan Iklim. Kesehatan.

Transkripsi:

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD Nomor : Revisi Ke : Berlaku Tgl: KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD UPT KESMAS TAMPAKSIRING 1. Pendahuluan

Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan perubahan lingkungan strategis, baik secara nasional maupun global. Penerapan desentralisasi di bidang kesehatan dan pencapaian sasaran Millenium Development Goals (MDGs) merupakan contoh masalah dan tantangan yang perlu menjadi perhatian seluruh stakeholder bidang kesehatan, khususnya para pengelola program, dalam menyusun kebijakan dan strategi agar pelaksanaannya menjadi lebih efisien dan efektif. Program pencegahan dan pengendalian penyakit menular telah mengalami peningkatan capaian walaupun penyakit infeksi menular masih tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang menonjol terutama TB, Malaria, HIV-AIDS, DBD dan Diare. Angka kesakitan DBD masih tinggi, yaitu sebesar 65,57 per 100.000 penduduk pada tahun 2010, sedangkan angka kematian dapat ditekan di bawah 1 persen, yaitu 0,87 persen. Target pengendalian DBD tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan 2010-2014 dan KEPMENKES 1457 tahun 2003 tentang Standar Pelayanan Minimal yang menguatkan pentingnya upaya pengendalian penyakit DBD di Indonesia hingga ketingkat Kabupaten/Kota bahkan sampai ke desa. Melalui pelaksanaan program pengendalian penyakit DBD diharapkan dapat berkontribusi menurunkan angka kesakitan, dan kematian akibat penyakit menular di Indonesia. 2. Latar Belakang Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di hampir seluruh Kota/Kabupaten di Indonesia. Sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1968 hingga saat ini jumlah kasus DBD dilaporkan meningkat dan penyebarannya semakin meluas mencapai seluruh provinsi di Indonesia (33 provinsi). Penyakit ini seringkali menimbulkan KLB di beberapa daerah endemis tinggi DBD. Sejak tahun 2005, nampak adanya kecenderungan penurunan CFR DBD. Sedikit peningkatan nampak pada tahun 2009. Kecenderungan penurunan tersebut tidak nampak pada IR DBD per 100.000 penduduk. IR DBD sejak 2006 hingga 2010 cenderung fluktuatif. Pada tahun 2010 jumlah kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 155.777 penderita (IR: 65,57/100.000 penduduk) dengan jumlah kematian sebanyak 1.358 (CFR0,87 %). 3. Tujuan a. Umum

Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mencegah dan melindungi diri dari penularan DBD melalui perubahan perilaku (PSN DBD) dan kebersihan lingkungan. b. Khusus 1. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian DBD 2. Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang berisiko terhadap penularan DBD 3. Melaksanakan penanganan penderita sesuai standar 4. Menurunkan angka kesakitan DBD 5. Menurunkan angka kematian akibat DBD 4. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan a. Surveilans epidemiologi Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans kasus secara aktif maupun pasif, surveilans vektor (Aedes sp), surveilans laboratorium dan surveilans terhadap faktor risiko penularan penyakit seperti pengaruh curah hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans akibat adanya perubahan iklim (climate change). b. Penemuan dan tatalaksana kasus Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan penanganan penderita di dan Rumah Sakit. c. Pengendalian vektor Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan jentik nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada manusia. Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan kegiatan 3M Plus : 1. Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas 2. Secara kimiawi dengan larvasidasi 3. Secara biologis dengan pemberian ikan 4. Cara lainnya (menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, kelambu, memasang kawat kasa dll) Kegiatan pengamatan vektor di lapangan dilakukan dengan cara : 1. Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan dimonitor olah petugas. 2. Melaksanakan bulan bakti Gerakan 3M pada saat sebelum musim penularan. 3. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali dan dilaksanakan oleh petugas. 4. Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada pimpinan wilayah pada rapat bulanan POKJANAL DBD, yang menyangkut hasil pemeriksaan Angka Bebas Jentik (ABJ). d. Peningkatan peran serta masyarakat Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat0tempat umum dan tempat ibadah).

e. Sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya KLB dan apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulang dengan cepat dan tepat. Upaya dilapangan yaitu dengan melaksanakan kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) dan penanggulangan seperlunya meliputi foging fokus, penggerakan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN serta larvasidasi. Demikian pula kesiapsiagaan di RS untuk dapat manampung pasien DBD, baik penyediaan tempat tidur, sarana logistik, dan tenaga medis, paramedis dan laboratorium yang siaga 24 jam. Pemerintah daerah menyiapkan anggaran untuk perawatan bagi pasien tidak mampu. f. Penyuluhan Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet atau poster tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam pemberantasan sarang nyamuk sesuai dengan kondisi setempat. Metode ini antara lain dengan COMBI, PLA dsb. g. Kemitraan/jejaring kerja Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat besar. Wadah kemitraan telah terbentuk melalui SK KEPMENKES 581/1992 dan SK MENDAGRI 441/1994 dengan nama Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL). Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan jejaring kemitraan dalam pengendalian DBD. h. Monitoring dan evaluasi Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat kelurahan/desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan pengendalian DBD, dimulai dari input, proses, output dan outcome yang dicapai pada setiap tahun. 5. Cara melaksanakan kegiatan. a. Pemberdayaan masyarakat Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian penyakit DBD merupakan salah satu kunci keberhasilan upaya pengendalian DBD. Untuk mendorong meningkatnya peran aktif masyarakat, maka KIE, pemasaran sosial, advokasi dan berbagai upaya penyuluhan kesehatan lainnya dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan melalui berbagai media massa maupun secara berkelompok atau individual dengan memperhatikan aspek sosial budaya yang lokal spesifik. b. Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD Upaya pengendalian DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sector kesehatan saja, peran sektor terkait pengendalian penyakit DBD sangat menentukan. Oleh sebab itu maka identifikasi stake-holders baik sebagai mitra maupun pelaku potensial merupakan

langkah awal dalam menggalang, meningkatkan dan mewujudkan kemitraan. Jejaring kemitraan diselenggarakan melalui pertemuan berkala guna memadukan berbagai sumber daya yang tersedia dimasing-masing mitra. Pertemuan berkala sejak dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan, pemantauan dan penilaian melalui wadah Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL DBD) di berbagai tingkatan administrasi. c. Peningkatan Profesionalisme Pengelola Program SDM yang terampil dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan program pengendalian DBD. d. Desentralisasi Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelolaan kegiatan pengendalian DBD kepada pemerintah kabupaten/kota, melalui SPM bidang kesehatan. e. Pembangunan Berwawasan Kesehatan Lingkungan Meningkatkan mutu lingkungan hidup yang dapat mengurangi risiko penularan DBD kepada manusia, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan akibat infeksi Dengue/DBD. 6. Sasaran a. Individu, keluarga dan masyarakat di tujuh tatanan dalam PSN yaitu tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat-tempat umum, tempat penjual makanan, fasilitas olah raga dan fasilitas kesehatan yang secara keseluruhan di daerah terjangkit DBD mampu mengatasi masalah termasuk melindungi diri dari penularan DBD di dalam wadah organisasi kemasyarakatan yang ada dan mengakar di masyarakat. b. Lintas program dan lintas sektor terkait termasuk swasta/dunia usaha, LSM dan organisasi kemasyarakatan mempunyai komitmen dalam penanggulangan penyakit DBD. c. Penanggungjawab program mampu membuat dan menetapkan kebijakan operasional dan menyusun prioritas dalam pengendalian DBD. d. SDM bidang kesehatan Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan 7. Jadwal pelaksanaan kegiatan Waktu Pelaksanaan No Nama Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Surveilans X x x X x x x x x X x x epidemiologi 2 Penemuan dan tatalaksana kasus X x x X x x x x x X x x Tempat 3 Pengendalian vektor X x x X x x x x x X x x Insidentil

4 Peningkatan peran serta masyarakat X x x X x x x x x X x x 5 Sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB X x x X x x x x x X x X Tempat Kunjungan (insidentil) 6 Penyuluhan dan Tempat Kunjungan 7 Kemitraan/jejaring kerja Wilayah 8 Monitoring dan evaluasi Dinkes Kabupaten 8. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dilaksanakan setiap bulan sekali saat lokmin bulanan dan laporan dikirim ke Dinkes kabupaten. Pelaporan menggunakan format laporan yang telah disediakan, meliputi ; a. Pelaporan Rutin 1. Pelaporan dari unit pelayanan kesehatan (selain puskesmas) Setiap unit pelayanan kesehatan yang menemukan tersangka atau penderita DBD wajib segera melaporkannya ke dinas kesehatan kabupaten /kota setempat selambat lambatnya dalam 24 jam dengan tembusan ke wilayah tempat tinggal penderita. Laporan tersangka DBD merupakan laporan yang dipergunakan untuk tindakan kewaspadaan dan tindak lanjut penanggulangannya juga merupakan laporan yang dipergunakan sebagai laporan kasus yang diteruskan secara berjenjang dari puskesmas sampai pusat. Formulir yang digunakan adalah formulir kewaspadaan dini RS (KD/RS-DBD), dan formulir rekapitulasi penderita DBDper bulan (DP-DBD/RS). 2. Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten / kota a.menggunakan formulir KD/RS-DBD untuk pelaporan kasus DBD dalam 24 jam setelah diagnosis ditegakkan b. Menggunakan formulir DP-DBD sebagai data dasar perorangan DBD yang dilaporkan perbulan c.menggunakan formulir K-DBD sebagai laporan bulanan d. Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB e.menggunakan formulir W1 bila terjadi KL

b. Pelaporan dalam situasi kejadian luar biasa 1. Pelaporan oleh unit pelayanan kesehatan (selain puskesmas) a. Menggunakan formulir W1 b. Pelaporan dengan formulir DP-DBD ditingkatkan frekuensinya menjadi mingguan atau harian c. Pelaporan dengan formulir KD/RS-DBD tetap dilaksanakan 2. Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten / kota a. Menggunakan formulir W1 b. Menggunakan formulir KD/RS-DBD untuk pelaporan kasus DBD dalam 24 jam setelah diagnosis ditegakkan c. Menggunakan formulir W2-DBD sebagai laporan mingguan KLB 9. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan a. Pencatatan kegiatan dilaksanakan oleh programmer/pelaksana kegiatan dengan menggunakan komputer metode entri dan olah data. b. Pelaporan dilakukan setiap bulan melalui lokmin, dan dikirimkan kepada Dinas Kesehatan secara berjenjang dengan menggunakan format yang terstandar setiap bulan melalui EWARS setiap minggu dan laporan bulanan. c. Evaluasi kegiatan meliputi evaluasi proses yakni cakupan per-bulan dan evaluasi hasil dilakukan pada akhir tahun sebagai bentuk kinerja program.