PERANCANGAN PEMBELAJARAN LITERASI SAINS BERBASIS INKUIRI PADA KEGIATAN LABORATORIUM

dokumen-dokumen yang mirip
Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada. berdasarkan teori (deduktif). Menurut Permendiknas (2006b: 459) ada dua hal

KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS INKUIRI PADA KONTEKS MATERI SEL AKI UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SMA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan untuk menunjukkan dan membuktikan desain

MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA PADA KONSEP ASAM BASA MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

HUBUNGAN LITERASI SAINS DAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA PADA KONSEP ASAM BASA. Abstract

ISSN : X Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia Vol. 1 No. 1 Mei 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan

PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU MENGGUNAKAN MODEL WEBBED UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA PADA TEMA KALOR DAN PERUBAHAN SUHU

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI LITERASI SAINS PADA PEMBELAJARAN LARUTAN ASAM BASA DI SMA

PEMBELAJARAN DENGAN MODEL INKUIRI PADA MATERI KIMIA SEKOLAH MENENGAH ATAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

Wardah Fajar Hani, 2) Indrawati, 2) Subiki 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika. Dosen Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 3 No. 3 ISSN Kata Kunci : Guided Inquiry dengan Teknik Think Pair Share, Hasil Belajar [1]

ANALISIS KEMAMPUAN MENYIMPULKAN PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DITINJAU DARI ASPEK-ASPEK LITERASI SAINS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Julia Artati, 2013

ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS

Tren Penelitian Sains dan Penelitian Pendidikan Sains

USING PROBLEM BASED LEARNING MODEL TO INCREASE CRITICAL THINKING SKILL AT HEAT CONCEPT

BAB I PENDAHULUA N A.

ABSTRAK KATA PENGANTAR HALAMAN PERSEMBAHAN UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

Education and Human Development Journal, Vol. 02. No. 01, April 2017

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE PREDICTION GUIDE DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

Unnes Physics Education Journal

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

JCAE, Journal of Chemistry And Education, Vol. 1, No.1, 2017,

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) BERORIENTASI LITERASI SAINS PADA SUBMATERI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI

BAB I PENDAHULUAN. teknologi (Depdiknas, 2006). Pendidikan IPA memiliki potensi yang besar

BAB III METODE PENELITIAN A.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang melek terhadap sains dan teknologi (UNESCO,

BAB III METODE PENELITIAN

METODE DEMONSTRASI INTERAKTIF BERBASIS INKUIRI DALAM PEMBELAJARAN KONSEP METABOLISME PADA SISWA KELAS XII SMA ANGKASA BANDUNG.

BABI PENDAHULUAN. sendiri dan alam sekitar. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS TERPADU DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XI SMAN 2 PROBOLINGGO

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol.4, No.3. pp , September 2015

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 05 No. 02, Mei 2016, 1-5 ISSN:

Tersedia online di EDUSAINS Website: EDUSAINS, 7 (1), 2015, 64-69

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN ANALISIS WACANA ISU DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI

Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Kalor Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. sebenarnya (Suryabrata, 2005 : 38). Dalam penelitian ini peneliti ingin

UNESA Journal of Chemistry Education ISSN: Vol. 6, No. 1, pp January 2017

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TPACK UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 06 No. 03, September 2017, ISSN:

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN SCIENCE ENVIRONMENT TECHNOLOGY AND SOCIETY (SETS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP ILMIAH

PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA. *Corresponding author, telp: ,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu dalam kemajuan ilmu pendidikan. Mutu pendidikan perlu

Unnes Physics Education Journal

JURNAL OLEH: ADRIYAN MUTMAYANI E1M

PENGARUH STRATEGI PEMECAHAN MASALAH WANKAT-OREOVOCZ DAN PEMBELAJARAN TEKNIK PROBING TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMP

PENERAPAN KETRAMPILAN PROSES SAINS MELALUI MODEL THINK PAIR SHARE PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN AJAR BROSUR TERHADAP AKTIVITAS DAN PENGUASAAN MATERI OLEH SISWA. (Artikel) Oleh: Ely Fitri Astuti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Jurnal Titian Ilmu Vol. IX, No. 1, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Pendekatan Pembelajaran Metacognitive Scaffolding dengan Memanfaatkan Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Literasi Matematis Siswa SMA

Penerapan Model Pembelajaran Interactive Engagement untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 4 Palu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP

PENERAPAN PENDEKATAN DEMONSTRASI INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN DASAR PROSES SAINS SISWA

Program Studi Pendidikan IPA Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING BERBANTUAN MACROMEDIA FLASH TERHADAP HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA PELAJARAN FISIKA

Arifah Zurotunisa, Habiddin, Ida Bagus Suryadharma Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Malang

Tersedia online di EDUSAINS Website: EDUSAINS, 9 (1), 2017, 14-23

ISSN : X Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia Vol. 1 No. 1 Mei 2013

DAMPAK MODEL INKUIRI TERBIMBING DISERTAI MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS AUDIOVISUAL

Unesa Journal of Chemistry Education Vol. 2, No. 2, pp May 2013 ISSN:

(Artikel) Oleh KHOIRUNNISA

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X SMAN 02 BATU

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan diuraikan temuan penelitian dan pembahasan yang

Diterima: 8 Maret Disetujui: 26 Juli Diterbitkan: Desember 2016

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pendidikan (educational research and development) meliputi tahapan define,

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan sepanjang hayat (Rustaman, 2006: 1). Sistem

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMK

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MELATIHKAN KETERAMPILAN PROSES SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI KELAS XI IPA MAN SUMENEP

UNESA Journal of Chemistry Education ISSN: Vol. 6 No. 1, pp January 2017

JCAE, Journal of Chemistry And Education, Vol. 1, No.1, 2017,

KOMPARASI MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY DAN THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMK

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 2, No. 2, pp , May 2013

Penelitian dan Kajian Konseptual Mengenai Pembelajaran Sains Berbasis Kemandirian Bangsa

EduHumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar ISSN Vol. 8. No.2 Juli 2016 Hal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN LKPD IPA BERMUATAN NATURE OF SCIENCE UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

ANALISIS MODEL PEMBELAJARAN PEER LESSON DAN TTW DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS

OLEH: NI NENGAH DIAN ISWARI NIM. E1M

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ismail, 2016

Transkripsi:

Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA PERANCANGAN PEMBELAJARAN LITERASI SAINS BERBASIS INKUIRI PADA KEGIATAN LABORATORIUM (Diterima 30 September 2015; direvisi 16 Oktober 2015; disetujui 12 November 2015) Aditya Rakhmawan 1, Agus Setiabudi 2, Ahmad Mudzakir 3 1 Program Studi Pendidikan IPA, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung Email: adityarakhmawan@yahoo.co.id 1 Program Studi Pendidikan IPA, FKIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang 2, 3 Pendidikan Kimia, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung Abstract This research aimed to prove that laboratory activity based inquiry could improve scientific literacy skills of high school student, namely content, context, process, and science attitude aspect in a voltaic cell lesson. The research design used in this research was counterbalanced design. This research used scientific literacy based inquiry instruction for experiment class and inquiry based instruction for control class. Scientific literacy test, enquette, observation sheet, and interview guide were used as instruments in the research, while student worksheet was used as guidance of instruction. Keywords : Laboratory Activity, Counterbalanced Design, Scientific Literacy, Inquiry Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri dalam bentuk kegiatan laboratorium mampu meningkatkan literasi sains siswa SMA pada aspek konten, konteks, proses dan sikap sains siswa pada submateri pokok sel volta. Desain penelitian yang digunakan adalah desain konterbalans dengan pembelajaran eksperimen menggunakan pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri dan pembelajaran kontrol menggunakan pembelajaran inkuiri. Instrumen penelitian berupa tes pilihan ganda untuk mengukur kemampuan literasi sains, selain itu angket, lembar observasi, dan pedoman wawancara, serta LKS sebagai pedoman pembelajarannya. Kata Kunci: Kegiatan Laboratorium, Desain Konterbalans, Literasi Sains, Inkuiri 143

PENDAHULUAN Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Berdasarkan Permendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, salah satu butir menyebutkan bahwa pembelajaran kimia seharusnya dapat membuat siswa melakukan percobaan, antara lain merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis, menentukan variabel, merancang dan merakit instrumen, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menarik kesimpulan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis (Republik Indonesia, 2006). Pembelajaran kimia yang baik adalah pembelajaran kimia yang memberikan makna bagi siswa. Kebermaknaan ini dapat terjadi jika siswa dapat menghubungkan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya (Dahar, 1989). Pembelajaran kimia yang kurang mengaitkan pembelajarannya dengan kehidupan sehari-hari siswa mengakibatkan pembelajaran tersebut jadi kurang bermakna bagi siswa, karena itu melalui pembelajaran yang dilakukan siswa harus bisa membuat hubungan yang bermakna antara pengalaman kehidupannya dengan pembelajaran sains di kelas. Tingkat kebermaknaan yang optimal dalam pembelajaran sains bagi siswa dapat diperoleh jika siswa memiliki kemampuan literasi sains yang baik. Literasi sains didefinisikan sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta dalam rangka memahami alam semesta dan perubahannya akibat dari aktivitas manusia (OECD, 2001). Dalam laporan PISA 2000 diungkapkan bahwa seseorang yang literat sains harus memiliki pengetahuan dan pemahaman konsep sains fundamental, keterampilan melakukan proses, penyelidikan sains, serta menerapkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan tersebut dalam berbagai konteks secara luas. OECD-PISA (Organization for Economic Cooperation and Development - Programme for International Student Assessment) yang merupakan suatu organisasi internasional yang melakukan studi lintas negara secara berkala dalam memonitor capaian peserta didik untuk mengukur berbagai kemampuan literasi 144

peserta didik, yaitu literasi membaca (reading literacy), literasi matematika (mathematics literacy), dan literasi sains (scientific literacy). Hasil studi PISA 2006 yang berfokus pada literasi sains mengungkapkan bahwa literasi sains siswa Indonesia menempati peringkat ke-50 dari 57 negara peserta dengan skor PISA rata-rata 393 (OECD, 2007). Pada studi sebelumnya, yaitu PISA 2000, literasi sains siswa Indonesia berada pada kelompok bawah dengan nilai rata-rata 395 (OECD, 2001). Dengan demikian, pada tahun 2006 literasi sains siswa Indonesia ini justru mengalami penurunan pencapaian sebanyak 2 poin semenjak tahun 2000. Begitu pula dengan tingkat literasi sains PISA 2003 tidak ada perbedaan dengan PISA 2006, yaitu dengan skor 393 (OECD, 2003; OECD, 2006). Pada PISA 2009, skor literasi sains siswa Indonesia justru turun sebanyak 10 poin menjadi 383 dibandingkan data PISA terakhir (OECD, 2010). Hasil studi tersebut menjadi fakta alasan mengapa siswa kita sulit mendapatkan makna dari pembelajaran sains yang diberikan. Hal ini mengakibatkan mereka mengalami kesulitan dalam menggunakan sains untuk memecahkan berbagai permasalahan yang terjadi di lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan berbagai bidang lain yang sebenarnya membutuhkan pemahaman sains yang baik. Ini merupakan bahan evaluasi bagi kita bahwa proses pembelajaran sains di kelas perlu di tata ulang sehingga mampu merintis dan memantapkan kemajuan kehidupan yang lebih baik. Hal ini dapat dimulai dari mengatasi berbagai masalah dalam proses pembelajaran sains di kelas. Berbagai penelitian dilakukan untuk menemukan proses pembelajaran sains yang efektif dan efisien untuk memperoleh hasil pembelajaran dengan mutu dan kualitas terbaik. Mamlok dan Rannikmae (Holbrook, 2005) berpendapat bahwa pembelajaran akan memperoleh hasil yang baik, jika pembelajaran tersebut bermakna bagi siswa. Dahar (1989) pun berpendapat bahwa bila tidak ada makna yang dapat dibentuk, maka siswa tidak belajar apapun. Pembelajaran yang bermakna membuat siswa dapat menggunakan pengetahuan sains untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Holbrook (2005) bahwa pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa jika di dalamnya melibatkan siswa dalam proses pemecahan masalah saintifik dan pengambilan keputusan sosio-saintifik. Untuk itu tipe pembelajaran yang harus diterapkan harus tipe pembelajaran yang 145

berpusat pada siswa, diantaranya peer discussion, peer teaching, problem based learning, team-based learning, dan inquiry-based learning (Brickman, et al., 2009). Berbagai penelitian lain yang mendukung untuk memperoleh model pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa, seperti penelitian Basori (2010), yaitu tentang kegiatan laboratorium berbasis pemecahan masalah yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Kemudian penelitian Iswari (2010) yang menggunakan kegiatan laboratorium berbasis pemecahan masalah untuk meningkatkan literasi sains siswa. Selain itu, penelitian Wenning (2011) menyimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri merupakan cara yang sangat baik bagi siswa untuk memahami konten sains. Dalam penelitian Brickman, et al., (2009) yang menerapkan pembelajaran inkuiri lab membuktikan bahwa siswa mengalami peningkatan kemampuan penyelidikan ilmiah dan literasi sains yang lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional. Pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran yang mampu menempatkan peserta didik menjadi seorang ilmuwan yang berupaya untuk memahami alam sebagai aplikasi sains dan memberikan penjelasan akan apa yang mereka amati. Hampir 80% kegiatan laboratorium di Amerika menggunakan pembelajaran berbasis inkuiri. Menurut Whitehead (Gallet, 1998), bahwa...in order to master knowledge, a student must participate in the pedagogical process...instead of being a passive receiver. Dalam inkuiri siswa diajak untuk berpikir sehingga dapat membangun sikap produktif, analitis, dan kritis. Dengan berpikir maka peserta didik akan mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Pengalaman belajar yang didapatkan oleh peserta didik ini akan memberikan makna bagi kehidupan sehari-hari siswa nantinya. Berkenaan dengan berbagai penelitian tersebut, peneliti mencoba mengadopsi penelitian Iswari (2010). Berdasarkan tahapan pembelajaran pemecahan masalah dalam penelitian Iswari (2010) yang peneliti rasakan berlebihan dari sisi waktu jika diterapkan bersama dengan pembelajaran literasi sains, maka peneliti coba meredesain kegiatan laboratorium berbasis pemecahan masalah menjadi kegiatan laboratorium berbasis inkuiri. Selain itu redesain kegiatan pembelajaran ini bertujuan untuk memperkuat gagasan Brickman (2009) dan membuktikan bahwa pembelajaran literasi sains berbasis 146

inkuiri lebih baik dari pembelajaran inkuiri dalam upaya meningkatkan kemampuan literasi sains siswa. Ditambah lagi masih kurangnya literatur tentang pembelajaran literasi sains dalam bentuk kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dalam mempengaruhi peningkatan literasi sains. Pentingnya literasi sains ini menyebabkan peneliti tertarik untuk merancang suatu model pembelajaran literasi sains dalam bentuk kegiatan laboratorium berbasis inkuiri pada submateri pokok sel volta untuk meningkatkan literasi sains siswa SMA. Rancangan desain pembelajaran ini diharapkan bisa digunakan untuk meningkatkan literasi sains siswa dan lebih baik dibandingkan hanya pembelajaran inkuiri. Submateri pokok sel volta diambil karena tuntutan dari standar kompetensi dan kompetensi dasarnya yang berkaitan dengan upaya peningkatan literasi sains siswa. Selain itu menurut Hayat dan Yusuf (2010) submateri pokok ini dipilih karena dipandang memenuhi tiga prinsip dasar pemilihan konten PISA yaitu: (1) konsep relevan dengan kondisi keseharian siswa. Sel volta banyak terdapat di sekeliling siswa, seperti baterai, aki, dan sebagainya; (2) konsep diperkirakan masih tetap relevan setidaknya untuk satu dasarwarsa ke depan; (3) konsep berkaitan dengan kompetensi proses, artinya pengetahuan tidak hanya mengutamakan daya ingat siswa dan mengaitkan informasi tertentu saja. Berdasarkan permasalahan tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mendapatkan model pembelajaran yang sesuai pada submateri pokok sel volta dalam upaya meningkatkan literasi sains siswa. 2. Memperoleh informasi tentang keterlaksanaan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri pada submateri pokok sel volta dalam peningkatan literasi sains siswa. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari kajian teoretik berupa studi literatur dan pengembangan desain pembelajaran yang dilanjutkan pada studi eksperimen berupa implementasi desain pembelajaran yang telah disusun. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitiannya counterbalanced design (Ali, 2010). Desain ini dapat juga disebut desain rotasi, crossover, atau switchover. Desain ini digunakan untuk bisa membuktikan bahwa pengaruh peningkatan kemampuan literasi sains siswa berasal dari pembelajaran literasi 147

sains, karena dalam penelitian sosial terdapat banyak faktor yang dapat membawa pada kesimpulan yang kurang tepat, apakah peningkatan literasi sains yang terjadi diakibatkan karena proses pembelajaran atau karena faktor lain, seperti subjek penelitian atau kualitas pengelolaan kelas. Subjek penelitian yaitu kelas XI dari salah satu SMA di Kota Bandung yang belum menerapkan materi pembelajaran sel volta. Kelas yang diambil sebanyak dua kelas dengan menggunakan metode purposive sampling. Dua kelas tersebut akan mengalami dua kali pembelajaran yaitu pembelajaran eksperimen dan pembelajaran kontrol. Pembelajaran eksperimennya berupa pembelajaran literasi sains dalam bentuk kegiatan laboratorium berbasis inkuiri. Pembelajaran kontrolnya berupa pembelajaran inkuiri dalam bentuk kegiatan laboratorium. Secara bagan desain penelitian konterbalans yang mengacu pada pendapat Ali (2011: 300) dengan tambahan pretes dapat digambarkan seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Desain Penelitian Konterbalans Kelompok Pretes Topik 1 Postes 1 Topik 2 Postes 2 Kelas A T X E T X C T Kelas B T X C T X E T Keterangan : T = Tes berupa pretes, postes 1 dan postes 2 X E = Pembelajaran eksperimen berupa pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri X C berdasarkan desain pembelajaran yang dirancang = Pembelajaran kontrol berupa pembelajaran dengan pendekatan inkuiri Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tes pilihan ganda, lembar observasi, angket dan pedoman wawancara. Aspek literasi sains yang diukur meliputi aspek konten, konteks, proses dan sikap sains siswa. Aspek konten meliputi: 1) Elektrokimia, 2) Reaksi redoks, 3) Beda potensial sel, 4) Potensial elektroda standar 5) Reaksi redoks spontan, dan 6) Larutan elektrolit. Aspek proses meliputi: 1) 148 Mengidentifikasi isu ilmiah, 2) Menjelaskan fenomena ilmiah, dan 3) Menggunakan bukti ilmiah. Aspek konteks meliputi: 1) Baterai, 2) Sel aki, 3) Sel surya, 4) fuel cell, 5) baterai lemon, dan 6) tubuh mahluk hidup. Sedangkan aspek sikap sains indikatornya meliputi: 1) Menunjukkan rasa tanggung jawab secara personal untuk memelihara lingkungan, dan 2) Menunjukkan kepedulian pada dampak

lingkungan akibat perilaku manusia. Pengolahan data angket berdasarkan skala Likert menggunakan empat kategori pilihan jawaban dilakukan melalui perhitungan persentase atas setiap pernyataan yang diberikan. Teknik analisis data yang dilakukan meliputi uji homogenitas data pretes, uji normalitas data, dan uji signifikansi perbedaan rerata dengan menggunakan Independent Sample t- Test. Data yang digunakan dalam uji signifikansi perbedaan ini adalah data N-Gain dari kedua jenis pembelajaran yang digunakan. HASIL DAN PEMBAHASAN Desain penelitian yang diterapkan yaitu desain konterbalans dengan menggunakan dua kelas yang mengalami dua pembelajaran secara berurutan, yaitu pembelajaran eksperimen berupa pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri dan pembelajaran kontrol berupa pembelajaran inkuiri. Desain pembelajaran eksperimen yang dirancang merupakan hasil penyesuaian dari dua tahapan pembelajaran, yaitu tahapan pembelajaran literasi sains dan tahapan pembelajaran inkuiri sehingga diperoleh desain pembelajaran yang baru. Rancangan desain pembelajaran hasil penyesuaian tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Tahap Pembelajaran Literasi Sains Kontak Tahap Pembelajaran Pendahuluan Tahap Pembelajaran Inkuiri Kuriositi Pertanyaan kuriositi Pertanyaan inkuiri Mengangkat permasalahan Hipotesis siswa Mengajukan hipotesis Elaborasi Kegiatan laboratorium Pengujian hipotesis Pengambilan keputusan Pengambilan keputusan Merumuskan penjelasan Nexus Dekontekstualisasi dan rekontekstualisasi Analisis proses inkuiri Gambar 1 Kesesuaian Antara Tahapan Pembelajaran Literasi Sains dengan Tahapan Pembelajaran Inkuiri 149

Desain pembelajaran eksperimen seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1 tersebut mengkombinasikan antara pembelajaran literasi sains dan pembelajaran inkuiri, sehingga memberikan karakteristik terhadap desain pembelajaran yang dirancang: (1) Eksplanasi konten pada kedua pembelajarannya dirancang berdasarkan pada struktur materi pembelajaran; (2) Pembelajaran eksperimennya dirancang menggunakan peta konsekuensi pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan literasi sains siswa (Holbrook, 1998); (3) Berorientasi pada konteks nyata yang seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari; (4) Berorientasi dalam membangun sikap dan kesadaran siswa terhadap lingkungan; (5) Berorientasi dalam membangun sikap inkuiri siswa; (6) Bertujuan untuk membuktikan bahwa pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri lebih baik dibandingkan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri dalam meningkatkan kemampuan literasi sains siswa. Proses pelaksanaan desain pembelajaran yang dirancang secara garis besar telah terlaksana dengan baik di kedua kelas. Secara umum, peneliti menilai berdasarkan pengamatan dan hasil angket, siswa lebih antusias dalam pembelajaran eksperimen dibandingkan pembelajaran kontrol. Pada tahap kontak dan kuriositi, peneliti menilai siswa kelas A memberikan respon yang lebih baik dibandingkan siswa kelas B. Hal ini terjadi karena konteks yang diangkat pada topik kelas A lebih banyak siswa yang mengalaminya dibandingkan topik di kelas B. Tahap elaborasi, siswa kelas A yang melakukan praktikum secara langsung, lebih aktif dalam bertanya dan berdiskusi dibandingkan siswa kelas B yang hanya melakukan demonstrasi. Melalui tahap pengambilan keputusan, terlihat perubahan cara berpikir siswa yang lebih mampu mengambil keputusan logis berdasarkan pemahaman yang diberikan jika dibandingkan dengan hipotesis yang diangkat siswa saat tahap kuriositi. Tahap nexus, siswa kelas B lebih banyak bertanya dan berkomentar tentang berbagai hal berkaitan dengan fuel cell dalam kehidupan sehari-hari. Banyak hal yang ditanyakan siswa karena topik ini berkaitan dengan teknologi yang menurut mereka sangat menarik. Selanjutnya tahap evaluasi menjadi tahap akhir dari setiap topik pembelajaran di kelas A dan kelas B. 150

Berdasarkan hasil angket, secara umum siswa lebih memilih pembelajaran dengan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dibandingkan dengan pembelajaran klasik di kelas. Beberapa siswa berpendapat bahwa dengan adanya tahap kontak dalam pembelajaran dapat membangkitkan motivasi mereka untuk belajar. Siswa juga merasa bisa lebih memahami materi dengan kegiatan laboratorium dibandingkan dengan memahami materi yang diberikan di kelas. Beberapa siswa beranggapan bahwa diskusi itu perlu dilakukan, karena melalui kegiatan diskusi mereka bisa memahami materi dengan lebih baik. Sebagian besar siswa setuju bahwa pembelajaran yang dilakukan bermanfaat karena berkaitan erat dengan kehidupan di sekitar mereka, khususnya yang terasa dalam keseharian mereka seperti isu-isu lingkungan dan energi. KESIMPULAN Desain pembelajaran yang dirancang memiliki karakteristik sesuai untuk pengembangan kemampuan literasi sains siswa, yakni berorientasi pada konteks nyata yang seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari, berorientasi dalam membangun sikap dan kesadaran siswa terhadap lingkungan, berorientasi dalam membangun sikap inkuiri siswa, bertujuan untuk membuktikan bahwa 151 pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri lebih baik dibandingkan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri dalam meningkatkan kemampuan literasi sains siswa. Dari beberapa tahapan pembelajaran yang dilakukan dalam kegiatan laboratorium berbasis inkuiri di kedua kelas ini, secara umum siswa terlihat lebih aktif pada tahap kuriositi dan tahap elaborasi. Hal ini bisa terlihat dari keaktifan siswa dalam mengajukan berbagai komentar berdasarkan permasalahan yang diangkat. Pada tahap elaborasi siswa sangat aktif dalam bertanya dan mengkonfirmasi pemahaman selama kegiatan laboratorium berlangsung. Hal ini sangat wajar terjadi karena siswa merasa butuh untuk memenuhi rasa keingintahuan mereka. DAFTAR PUSTAKA Ali, M. 2011. Memahami Riset dan Perilaku Sosial. CV Pustaka Cendekia Utama. Bandung. Brickman, P. et al. 2009. Effects of Inquiry-based Learning on Students Science Literacy Skills and Confidence. International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning. 3(2): 1-22. Dahar, R. W. 1989. Teori-Teori Belajar. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hayat, B., dan S. Yusuf. 2010. Benchmark Internasional Mutu Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Iswari, Y. D. 2011. Kegiatan Laboratorium Berbasis Pemecahan Masalah Pada Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa. Tesis. IPA SPS UPI, Bandung. Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Dirjen Pendidikan Dasar. Sekretariat Negara. Jakarta OECD. 2007. Executive Summary PISA 2006: Science Competencies for Tomorrow s World: OECD Publishing. Paris-France. OECD. 2010. PISA 2009 Result: What Students Know and Can Do Student Performance in Reading, Mathematics and Science. OECD Publishing. Paris-France. Wenning, C.J. 2011. Experimental Inquiry in Introductory Physics Courses. Journal Physics Teacher Education Online. 6(2):2-8. Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Sekretariat Negara. Jakarta Republik Indonesia. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Sekretariat Negara. Jakarta. Holbrook, J. 2005. Making Chemistry Teaching Relevant. Chemical Education International. 6(1):1-12. OECD. 2001. Knowledge and Skills for Life: First Results from the OECD Programme for International Student Assessment (PISA) 2000. OECD Publishing. Paris-France. OECD. 2001. Knowledge and Skills for Life First Result from PISA 2000. OECD Publishing. Paris-France. OECD. 2004. Learning for Tomorrow s World First Result from PISA 2003. OECD Publishing. Paris-France. 152