BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PERAN PEREMPUAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN RUMAH TANGGA DI KECAMATAN KRATON KOTA YOGYAKARTA Iqbal Ardianto

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

PENDEKATAN TEORETIS TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB II LANDASAN TEORI

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

BAB IV. Refleksi Teologis

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pertanyaan awal : mengapa pembangunan merupakan isu gender?

BAB I PENDAHULUAN. struktur sosial dan sistemnya sendiri (Widianingsih, 2014). Di dalam rumah

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2

KETIMPANGAN GENDER DIBEBERAPA BIDANG PEMBANGUNAN DI BALI Oleh : Ni Luh Arjani

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB I PENDAHULUAN. masih belum berakhir dan akan terus berlanjut. bekerja sebagai ibu rumah tangga dan diartikan sebagai kodrat dari Tuhan,

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 6 PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas dan menjelaskan hasil dan analisis pengujian

BAB I PENDAHULUAN. Dunia anak sering diidentikkan dengan dunia bermain, sebuah dunia

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

BAB II TINJAUAN TEORI GENDER MENGENAI PANDANGAN PARA PEREMPUAN DESA TERHADAP PENDIDIKAN

PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak

Kesehatan reproduksi dalam perspektif gender. By : Fanny Jesica, S.ST

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional dalam melakukan measure

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

PERAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER. Erniati*

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

1Konsep dan Teori Gender

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB V PENUTUP. pemberian hak pada anak yang tidak mengistimewakan pada jenis kelamin

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

Kasus Bias Gender dalam Pembelajaran

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu tentang gender belakangan ini sering diperbincangkan, terutama tentang kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Diskriminasi gender masih berlangsung diberbagai aspek kehidupan di seluruh dunia walaupun ditemukan banyak sekali kemajuan dalam kesetaraan gender pada beberapa dekade terakhir ini (Worldbank, 2005). Isu perempuan adalah isu yang setua isu kemanusiaan itu sendiri. Para pemimpin agama terdahulu telah menyuarakan isu perempuan sebagai bagian dari misi kebangkitan agamanya. Isu perempuan menjadi semakin kuat dan massif bersamaan dengan isu demokratisasi dan tuntutan persamaan hak sipil dan politik pada awal abad ke 19, utamanya di Eropa. Pada awalnya, isu perempuan dimunculkan dalam apa yang disebut dengan emansipasi perempuan dengan tuntutan pendidikan, hak politik dan perlakuan yang lebih manusiawi dari kungkungan norma keluarga yang feudal yang bersifat male property owner (Ruhaini, 2014). Pembangunan berprespektif gender mengandung pengertian sebagai upaya mengintegrasikan masalah gender dalam pembangunan melalui pemenuhan hak-hak dasar seperti pendidikan, kesehatan, kredit, pekerjaan, dan peningkatan peran serta dalam kehidupan publik (Worldbank, 2005). United Nation Development Program (UNDP) kemudian menyusun tolok ukur keberhasilan pembangunan melalui formula Human Development Index (HDI), yaitu indikator komposit/gabungan yang terdiri dari tiga ukuran : kesehatan, pendidikan, dan tingkat pendapatan riil. UNDP kemudian menyusun formula baru yang mengakomodasi perspektif gender, yaitu Gender-related Develoment Index (GDI). GDI mempunyai indikator yang sama dengan HDI, namun memperhitungkan kesenjangan pencapaian antara perempuan dan laki-laki. Selisih semakin kecil antara GDI dan HDI menyatakan semakin rendahnya kesenjangan Gender. UNDP menyusun juga formula Gender Empowerment Measurenment (GEM) yang menitikberatkan pada partisipasi, dengan cara mengukur ketimpangan gender dibidang ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan. 1

Salah satu ekses ideologi gender adalah terbentuknya struktur budaya patriarkhi. Dalam budaya ini, kedudukan perempuan ditentukan lebih rendah daripada laki-laki. Di dalam masyarakat, terjadi dominasi laki-laki atas perempuan diberbagai bidang kehidupan. Menurut sejarah, patriarchy private muncul pada waktu agama di Eropa menentukan bahwa kawin somab (satu istri, satu suami) merupakan perkawinan yang diakui oleh gereja. Aturan ini meresmikan domestisitas perempuan (Nunuk, 2004). Perempuan dibeberapa belahan dunia dan diberbagai lingkungan tertentu di Indonesia, masih terlihat minor. Kaum perempuan tidak mendapat perhatian sebagaimana mestinya, bahkan terkadang tidak diberi kesempatan untuk berkembang seperti kaum laki-laki. Hal ini tidak hanya terjadi dalam skala makro saja, tetapi juga dirasakan dalam skala mikro, seperti dalam rumah tangga. Dalam rumah tangga akan banyak sekali masalah yang timbul sehingga dituntut adanya sosok yang dapat berkuasa dalam mengambil sebuah keputusan. Dalam upaya kesetaraan gender maka muncul ideologi feminisme yang muncul dibarat. Dalam feminisme, ideologi gender dipakai untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan kelompok (perempuan) yang termarjinalisasi dan memiliki posisi subordinasi dalam masyarakat yang dominan (laki-laki). Feminisme menurut Dzuharyantin, adalah sebuah ideologi yang berangkat dari suatu kesadaran akan suatu penindasan dan pemerasan terhadap wanita dalam masyarakat, apakah itu ditempat kerja ataupun dalam konteks masyarakat secara makro, serta tindakan sadar baik oleh wanita maupun pria untuk mengubah keadaan tersebut. Gerakan feminis mencoba untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang harmonis tanpa pengisapan dan diskriminasi, demokratis, dan bebas dari pengkotakan berdasarkan kelas, kasta, dan bias jenis kelamin (Widiastuti, 2005). Rosemary Tong, dalam bukunya yang berjudul Feminist Thought: A Comprehensive Introduction (1989), menunjukan beberapa perspektif yang berkembang dibarat. Menurut perspektif feminisme sosialis, kapitalisme patriarki merupakan ideologi yang menyebabkan terjadinya penindasan terhadap kaum perempuan. Rumah adalah tempat dimana sosialisasi awal konstruksi patriarki itu terjadi. Para orang tua memberlakukan bias gender pertama-tama pada saat memberi perlakuan aturan dan jenis mainan yang berbeda kepada anak laki-laki dan anak perempuan. Mobil-mobilan dan robot untuk anak-anak laki-laki, dan boneka serta bunga untuk perempuan. Konstruksi peran berdasarkan jenis kelamin kemudian menciptakan dikotomi sifat yang diletakkan pada laki-laki dan perempuan, yaitu Feminin dan maskulin (Widiastuti, 2005). 2

Feminin meliputi sifat emosional, lemah lembut, tidak mandiri, dan pasif. Sedangkan maskulin mencakup sifat rasional, agresif, mandiri dan eksplosif. Sifat-sifat tersebut mengkonstruksikan pemilahan kerja domestik dan publik. Pemilahan sifat dan peran tersebut mengakibatkan terjadinya dominasi dan subordinasi. Karena sifat perempuan yang feminin maka membutuhkan perlindungan dari laki-laki yang maskulin. Maka muncul dominasi laki-laki terhadap perempuan, baik dalam kehidupan domestik maupun di ranah publik. Dalam kehidupan rumah tangga, laki-laki atau suami ditempatkan oleh budaya pada posisi sebagai kepala rumah tangga, sedang perempuan atau istri sebagai orang kedua. Istri digambarkan sebagai pendamping suami, bahkan pendamping yang pasif (Widiastuti, 2005). Berdasarkan kecenderugan masyarakat pada umunya, citra seorang perempuan selalu dianggap lebih rendah daripada laki-laki. Banyak fakta yang memperlihatkan bahwa kebanyakan seorang perempuan selalu diposisikan di bawah kaum laki-laki. Perempuan dan laki-laki seharusnya memiliki kesempatan dan hak yang sama dalam kebebasan bersuara, berpendapat, dan mengaktualisasikan dirinya sehingga tercipta sebuah kesinergisan yang saling menguntungkan. Dalam sebuah Negara hendaknya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki diperlukan karena kesetaraan akan meningkatkan kemampuan Negara untuk berkembang, mengurangi kemiskinan, dan menjalankan pemerintahan lebih efektif (Worldbank, 2005). Kecenderungan masyarakat yang menempatkan seorang perempuan lebih rendah daripada laki-laki terjadi dalam masyarakat Yogyakarta. Yogyakarta yang merupakan bagian dari kebudayaan Jawa khususnya pada wilayah yang dekat dengan Kraton Kesultanan Yogyakarta yang merupakan pusat dari kebudayaan Yogyakarta. Kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat Yogyakarta salah satunya adalah kebudayaan patriarkhi. Pada mulanya perempuan di posisikan pada ranah domestik saja, atau lebih dikenal dengan kanca wingking : manak, masak, macak (melahirkan anak, memasak, dan berdandan) yang ruang geraknya hanya ada di sumur, dapur, dan kasur. Namun dengan berkembangnya zaman persepsi terhadap perempuan mulai berubah khususnya di wilayah Kraton sendiri. Perempuan sudah mulai berperan di ranah publik, perempuan mendapatkan haknya untuk mendapatkan pendidikan, banyak perempuan yang sudah bekerja, dan lain-lain. Walaupun demikian dalam masyarakat persepsi tentang peran perempuan yang hanya berperan dalam ranah domestik atau budaya patriarkhi masih kental. 3

Penelitian ini untuk melihat bentuk peran perempuan dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga, dimana dengan perkembangan Teknologi dan Informasi, berpengaruh atau tidak terhadap pergeseran peran perempuan dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga dari sektor domestik ke sektor publik ataupun sebaliknya. Penelitian ini menggunakan disiplin ilmu Geografi, dimana geografi mempelajari hubungan kasual gejala-gejala muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dimuka bumi, baik yang fisik maupun yang menyangkut mahluk hidup beserta permasalahannya melalui pendekatan keruangan, ekologi, dan regional unruk kepentingan program, proses, dan keberhasilan pembangunan (Bintarto, 1986). Pengertian tersebut menjelaskan bahwa geografi tidak hanya mempelajari aspek fisik saja namun mempelajari aspek non-fisik juga yaitu aspek sosial yang berupa kependudukan dan segala interaksinya. Penelitian aspek sosial yang dikaji adalah unit terkecil dari masyarakat yaitu rumah tangga. Disiplin ilmu Geografi menggunakan tiga pendekatan utama untuk melakukan suatu kajian yaitu pendekatan Keruangan, ekologi, dan kompleks wilayah. Penelitian ini akan digunakan pendekatan keruangan, dengan melihat aspek keruangan dari lokasi penelitian. Aspek keruangan yang dimaksud adalah kondisi sosial budaya masyarakat di lokasi penelitian. Kebudayaan yang berpengaruh atau tidak terhadap peran perempuan dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga. 4

1.2 Perumusan Masalah Kraton Kesultanan Yogyakarta adalah salah satu kerajaan yang masih hidup dan berpengaruh dimasa kini. Kraton Kesultanan Yogyakarta merupakan pusat dari kebudayaan Yogyakarta, dimana budaya dalam Kraton menjadi contoh dan ditiru oleh masyarakat. Salah satu kebudayaan yang masih membudaya dalam masyarakat adalah budaya Patriarkhi. Budaya patriarkhi adalah budaya yang menempatkan laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Menempatkan fungsi perempuan sebagai pelapis atau peran pengganti. Dalam kehidupan rumah tangga terdapat interaksi antara laki-laki dan perempuan yang telah terjadi ikatan pernikahan menjadi suami dan istri. Dalam membangun suatu rumah tangga yang harmonis dan sejahtera, terdapat berbagai permasalahan yang harus diputuskan dengan bijak dan tidak ada keterpaksaan diantara suami dan istri. Pengambilan keputusan dalam rumah tangga sering terjadi ketidakadilan, dimana yang paling berwenang mengambil keputusan publik adalah hanya pihak laki-laki, dan acapkali laki-laki yang mengambil keputusan ranah publik maupun domestik. Sedangkan peran perempuan dalam rumah tangga masih pada pengambilan keputusan domestik. Pengambilan keputusan domestik diantaranya adalah menentukan menu masakan, mencuci, memasak, mengurus anak, dan lain sebagainya. Penelitian ini untuk melihat peran perempuan dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga di Kecamatan Kraton, masih dalam pengambilan keputusan rumah tangga di ranah domestik atau perempuan sudah dapat berperan dalam pengambilan keputusan rumah tangga di ranah publik. Dengan melihat hubungan karakteristik perempuan terhadap peran perempuan dalam pengambilan keputusan rumah tangga. Karakteristik perempuan yang dimaksud yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, usia kawin pertama, dan selisih umur suami dan istri. Maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, a. Bagaimana karakteristik perempuan di Kecamatan Kraton Kota Yogyakarta? b. Bagaimana peran perempuan dalam pengambilan keputusan rumah tangga di Kecamatan Kraton Kota Yogyakarta? c. Bagaimana hubungan karakteristik perempuan terhadap peran perempuan dalam pengambilan keputusan rumah tangga di Kecamatan Kraton Kota Yogyakarta? 5

1.3 Tujuan Penelitian a. Mengetahui karakteristik perempuan di Kecamatan Kraton Kota Yogyakarta. b. Mengetahui peran perempuan dalam pengambilan keputusan rumah tangga di Kecamatan Kraton Kota Yogyakarta. c. Mengetahui hubungan karakteristik perempuan terhadap peran perempuan dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga di Kecamatan Kraton Kota Yogyakarta. 1.4 Manfaat Penelitian a. Dalam pembangunan dapat memberikan konstribusi dengan pembangunan berpersepektif gender dan pemberdayaan perempuan. Tidak ada kesenjangan antara pemenuhan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Hak perempuan untuk dapat mengaktualisasikan diri ditengah masyarakat dengan dapat ikut berperan diranah publik. b. Untuk pencapaian MDG s terdapat tujuan untuk mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Dengan melihat kesetaraan gender dalam unit terkecil dalam masyarakat yaitu rumah tangga, antara suami dan istri. 6

1.5 Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No. 1 Nama peneliti dan judul penelitian Maria Kaban, 2005, Kesetaraan Perempuan Dalam Pengambilan keputusan Dalam Keluarga Pada Masyarakat Hukum Adat Karo (Studi di Desa Tiga Panah, Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo), Pendekatan Lokasi penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Juridis Sosiologis Desa Tiga Panah, Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Metode sampling, wawancara, deskriptif analitif, analisis data dengan metode induktif dan deduktif. Kesetaraan perempuan dalam bidang produksi,penyediaan kebutuhan pokok, bidang pembentukan keluarga, dan aktivitas sosial. 2 Rita Dewi S., 2008, Peran Suami dan Istri dalam Pengambilan Keputusan Rumah Tangga (Kasus Kelurahan Cilacap dan Kelurahan Tegalreja, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap) Keruangan Kelurahan Cilacap dan Kelurahan Tegalreja, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap Metode Wawancara, dengan metode pengambilan sample systematic random sampling Pengambilan keputusan rumah tangga di Kelurahan Cilacap didominasi oleh istri, sedangkan keputusan rumah tangga di kelurahan Tegalreja dilakukan secara bersama-sama dan tanpa dominasi 3 Fakhrul Razi, 2009, Faktorfaktor Pengambilan Keputusan Dalam Rumah Tangga (Studi perbandingan antara rumah type < 45 m2 dengan rumah 45 m2 di RW 22 PERUMNAS Condong Catur) Keruangan Kecamatan Depok, Perumnas Condong Catur D.I.Y Metode Wawancara dengan metode pengambilan sample systematic random sampling Pengambilan keputuan pada rumah type < 45 m2 dilakukan secara bersama-sama tetapi lebih besar suami, sedangkan di type 45 m2 dilakukan secara bersamasama tanpa dominasi 7

Perbedaan penelitian ini dengan Maria Kaban (2005) adalah penelitian ini menggunakan pendekatan keruangan sedangkan Maria kaban menggunakan pendekatan Juridis Sosiologis. Lokasi penelitian ini adalah Kecamatan Kraton Kota Yogyakarta sedangkan Maria Kaban berlokasi di Desa Tiga Panah, Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Perbedaan penelitian ini dengan Rita Dewi Setyaningrum (2008) adalah Lokasi penelitian ini adalah Kecamatan Kraton Kota Yogyakarta, sedangkan Rita Dewi Setyaningrum berlokasi di Kelurahan Cilacap dan Kelurahan Tegalreja, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap. Populasi penelitian ini adalah ibu rumah tangga dan berstatus kawin, sedangkan Rita Dewi Setyaningrum populasinya adalah suami dan istri. Perbedaan penelitian ini dengan Fakhrul Razi (2009) adalah lokasi penelitian ini adalah Kecamatan Kraton Kota Yogyakarta, sedangkan Fakhrul Razi berlokasi di Kecamatan Depok, Perumnas Condong Catur, DIY. Terkait dengan populasi penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang masih berstatus kawin, sedangkan Fakhrul Razi adalah suami dan istri. 8

1.6 Tinjauan Pustaka A. Konsep gender Dasar dari penelitian ini adalah gender. Masih ada sebagian dari masyarakat yang belum mengetahui apa itu gender dan perbedaan dengan seks. Seks adalah pembagian jenis kelamin berdasarkan fakta biologisnya, sedangkan gender adalah pembagian yang didasarkan pada perbedaan seksual biologi, tetapi termasuk didalamnya karakteristik yang dianggap khas perempuan dan laki-laki (Sadli, 2010). Defini tersebut menjelaskan bahwa seks dibagi berdasarkan kondisi biologis dari perempuan maupun laki-laki, bahwa kondisi biologis laki-laki itu berpenis, dada bidang, hormon yang paling dominan adalah Testoteron, sedangkan kondisi biologis pada perempuan adalah bervagina, mempunya payudara, dan hormon yang dominan adalah Estrogen dan Progesteron. Gender pembagiannya berdasarkan sifat yang khas pada laki-laki maupun perempuan, dimana laki-laki khas dengan maskulin, sedangkan perempuan khas feminin. Gender yaitu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural, ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Semua hal yang yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu kewaktu, serta berbeda dari tempat-ketempat lainya maupun berbeda dari suatu kelas kekelas lainnya disebut konsep gender (Fakih, 1996). Fakih mendifinisikan gender berdasarkan sifat yang ada pada laki-laki maupun perempuan, sifat tersebut dibentuk oleh masyarakat dan telah membudaya. Sifat tersebut dapat dipertukarkan, sesuai dengan tempat masyarkatnya dan dapat berubah seiring berjalannya waktu. Gender adalah perbedaan status, peran, pembagian kerja yang dibuat oleh sebuah masyarakat berdasarkan jenis kelamin. Ada bentuk-bentuk perbedaan yang lain, misalnya perbedaan berdasarkan kelas, kasta, warna kulit, etnis, agama, umur, dan lain sebagainya. Tiap-tiap perbedaan ini seringkali menimbulkan ketidakadilan, tidak terkecuali perbedaan gender (Simatauw dkk, 2001). Simatauw mendefinisikan gender berdasarkan perbedaan status, peran, dan pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, misalkan laki-laki sebagai suami lebih berperan sebagai kepala rumah tangga, dan berkewajiban untuk bekerja untuk menafkahi keluarga, sedangkan perempuan sebagai istri lebih berkewajiban untuk mengurus urusan rumah tangga. 9

Gender yaitu perbedaan peran, atribut, dan sikap tindak atau perilaku, yang dianggap masyarakat pantas untuk pria dan wanita. Membedakan gender pria dan gender wanita bukan kodrati, melainkan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, seperti pria itu perkasa, bekerja diranah publik, sebaliknya wanita itu lemah lembut, bekerja mengurus rumah tangga. Dikatakan bukan kodrati, karena ada wanita yang juga dapat perkasa, bekerja diranah publik, demikian pula pria pun dapat lemah lembut, bekerja mengurus rumah tangga dan sebagainya (Luhulima, 2006). Luhulima mendefinisikan gender adalah berdasarkan peran yang di anggap pantas untuk lakilaki maupun perempuan. Bahwa laki-laki itu harus maskulin, perkasa, dan bekerja diranah publik, sedangkan wanita itu feminine, lemah lembut, dan bekerja di ranah domestik sebagai ibu rumah tangga. Identitas gender adalah definisi seseorang tentang dirinya sebagai perempuan atau laki-laki, yang merupakan interaksi kompleks antara kondisi biologisnya sebagai perempuan atau laki-laki. Berbagai pereilakunya ini ia kembangkan sebagai hasil proses sosialisasinya sejak lahir. Identitas gender mulai berkembang karena pengalaman interaksi bayi dengan orang-orang tertentu (ibu, ayah, pengasuh). Cara orang dewasa berinteraksi dengannya, secara tidak disadarinya, akan berpengaruh oleh stereotip yang berlaku (Sadli, 2010). Definisi tersebut bahwa identitas diri seseorang atau memandang diri seseorang tersebut dapat dipengaruhi oleh interaksi seseorang dengan orang-orang disekitarnya. Perbedaan gender tersebut menyebabkan adanya ketidakadilan dalam kesetaraan gender. Budaya patriarkhi yang membudaya dalam masyarakat telah menempatkan perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Masyarakat patriarkhi yang memandang perempuan harus menikah dan dalam pernikahan itu lakilaki adalah kepala keluarga. Menyebabkan perempuan janda atau perempuan kepala keluarga itu nyaris tidak memiliki akses kontrol terhadap sumberdaya ekonomi (Irianto, 2006). 10

B. Konsep rumah tangga Rumah tangga yaitu seluruh urusan (keluarga) untuk hidup bersama, dikerjakan bersama dibawah pimpinan seseorang yang ditetapkan menurut tradisi (Nunuk dan Murniati, 2004). Rumah tangga adalah pusat dimana orang membesarkan dan mengasuh anak, memperoleh penghasilan (atau memenuhi kebutuhan dasar), dan membekali generasi berikutnya agar dapat berperan produktif dimasyarakat. Untuk semua tugas itu, anggota rumah tangga, secara bersama ataupun sendiri-sendiri, memutuskan bagaimana alokasi sumberdaya (yang biasanya kurang) untuk berbagai keperluan termasuk konsumsi, produksi dan investasi. Namun bentuk dan karakteristik sebuah rumahtangga sering bergantung pada konteks, yakni perpaduan antara norma social-budaya serta insentif ekonomi. Cara mengelola rumahtangga juga berubah mengikuti perubahan demografi, ekonomi maupun norma-norma sosial (World bank, 2005). Beberapa survei ekonomi dinegara berkembang biasanya mendefinisikan rumah tangga sebagai Kelompok manusia yang tinggal bersama, menyatukan dana, dan makan bersama sedikitnya sekali setiap hari (PBB, 1989 dalam World Bank, 2005). Rumah tangga sebagai unit sosial kecil adalah representase dari masyarakat yang lebih luas dan heterogen. Dari sisi organisasi rumah tangga adalah organisasi kecil yang tetap memerlukan pengelolaan berdasarkan prinsip-prinsip manajemen modern, agar efisien dan efektifvitas seluruh aktivitas rumah tangga dapat dilaksanakan dengan baik (Surbakti, 2008) Rumah tangga adalah tempat pertama sosialisasi gender, melalui pewarisan pengetahuan, keterampilan, dan harapan masyarakat. Anak memperoleh identitas gender yang membentuk seperangkat aktifitas yang dinilai pantas bagi perempuan dan laki-laki, dan relasi antara kedua gender (World bank, 2005). Dalam rumah tangga setiap hal yang menyangkut kepentingan keluarga atau bahkan pribadipribadi anggota memiliki cara tertentu untuk mengambil keputusan. Ada keluarga yang mengambil keputusan tertinggi adalah ayah, ada yang bersama-sama, ada pula yang ibu. Kadangkala pengambilan-pengambilan keputusan memiliki jenjang berdasarkan umur dan kelamin. Pada beberapa tempat anak tertua laki-laki memiliki pengaruh besar dibandingkan kakaknya yang perempuan, meski sang kakak perempuan ini lebih tua atau anak paling tua (Simatauw dkk, 2001). 11

C. Konsep pengambilan keputusan dalam rumah tangga Secara sederhana pengambilan keputusan dapat didefinisikan sebagai kegiatan seleksi atau memilih dan memilah alternatif yang ada untuk dilaksanakan. Meskipun tampaknya sederhana, namun sebenarnya pengambilan keputusan tidaklah sekedar memilih dan memilah belaka, melainkan sebuah tindakan proses rumit yang melibatkan banyak aspek (Surbakti, 2008). Perlu diperhatikan keputusan-keputusan apa yang berhak diambil secara sepihak dan keputusan-keputusan yang diambil melalui musyawarah keluarga. Keputusan jual beli tanah, pernikahan misalnya diambil berdasarkan musyawarah keluarga, sementara untuk membeli baju, atau jajan adalah keputusan masingmasing (Simatauw dkk, 2001). Pengambilan keputusan adalah perwujudan proses yang terjadi dalam keluarga dan merupakan hasil interaksi antara peran anggota keluarga untuk saling mempengaruhi (Scanzoni dalam Setyaningrum 2008). Sajogyo telah melakukan penelitian tentang peranan wanita dalam pengambilan keputusan rumah tangga di desa jawa. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk melihat dominasi relatif dari lakilaki dan perempuan dalam pengambilan keputusan menyangkut kesejahteraan rumah tangga. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan faktor pendidikan, pengalaman dan kekayaan yang dibawa berumah tangga memeiliki hubungan positif dengan peningkatan peran wanita dalam pengambilan keputusan rumah tangga (Sajogyo, 1983 dalam Setyaningrum 2008). Faktor demografis turut mempengaruhi pengambilan keputusan dalam rumah tangga, seperti pendidikan, usia kawin pertama, dan tingkat mobilitas perempuan berhubungan positif dalam peningkatan peran perempuan dalam pengambilan keputusan rumah tangga sedangkan selisih umur suami dan istri memiliki hubungan negatif dalam peningkatan peran wanita dalam pengambilan keputusan rumah tangga sedangkan selisih umur suami dan istri memiliki hubungan negatif dalam peningkatan peran wanita dalam pengambilan keputusan rumah tangga (Singarimbun, 1996 dalam Setyaningrum 2008). Sajogyo melihat empat pola pengambilan keputusan rumah tangga yaitu, pengambilan keputusan suami-istri dibidang produksi, pengambilan keputusan suami-istri dibidang pengeluaran kebutuhan pokok, tingkat keputusan dihubungkan dengan pembentukan keluarga, dan tingkat keputusan dalam rumah tangga 12

dihubungkan dengan kegiatan sosial yang ada dalam masyarakat (Sajogyo, 1983 dalam Setyaningrum 2008). 1.7 Landasan Teori Gender pada dasarnya adalah pembagian peran berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran ini berdampak tidak menguntungkan bagi perempuan, karena seolah-olah perempuan hanya berada di ruang domestik dan lakilaki di ruang publik, karena dengan kemampuan laki-laki memiliki kesempatan yang lebih besar untuk berkembang daripada perempuan. Karena itu, dibutuhkan kesetaraan gender dalam keluarga sebagai awal untuk kesetaraan gender di ruang lingkup yang lebih luas (Cholil, 2007). Peran gender itu adalah faktor sosial budaya saja. Kalau kesepakatanya berubah, peran antara laki-laki dan perempuan pun bisa berubah. Dengan adanya kesepakatan yang didasari oleh cara pandang yang benar, maka pembagian peran dengan mempertimbangkan kesetaraan gender akan menghasilkan keluarga yang harmonis. Perempuan dengan segala kekurangan dan kelebihannya seharusnya berperan optimal melalui sudut pandang yang jelas untuk meletakkan pada posisi yang paling memungkinkan untuk bisa mengembangkan potensinya secara optimal (Cholil, 2007). Keluarga sebagai sebuah unit masyarakat terkecil, maka didalamnya perlu adanya pembagian peran sehingga satu dengan yang lainnya saling mengokohkan. Tidak hanya suami saja yang berkontribusi, perempuan juga berkonstribusi. Dalam keluarga, bagaimanapun perlu ada sinergi konstribus suami istri. Pertempuan adalah pilar rumah tangga, bukan hanya konco wingking, teman untuk urusan belakang, tetapi berperan menjadi pengelola yang mumpuni dan berkemampuan. Perempuan harus memiliki kemampuan untuk mengelola rumah tangga. Mulai dari kemampuan untuk mengelola keuangan, aktivitasnya sendiri, suami dan anak-anak, hingga mengelola aktivitas yang dibutuhkan untuk mengokohkan keluarga (Cholil, 2007). Peran perempuan dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pengalaman perempuan (umur), pendidikan yang ditamatkan oleh perempuan, pekerjaan perempuan, kekayaan yang dibawa oleh perempuan memiliki hubungan positif dengan pengambilan keputusan dalam rumah tangga, sedangkan usia kawin pertama kali perempuan, dan selisih umur suami dan 13

istri memiliki hubungan negatif dengan pengambilan keputusan dalam rumah tangga (Sajogyo 1983; Singarimbun 1996). 1.8 Kerangka pemikiran Rumah tangga yang harmonis hendaknya perempuan mempunyai andil dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Perempuan hendaknya tidak hanya berperan dalam pengambilan keputusan rumah tangga di ranah domestic saja, tetapi juga dapat berperan dalam pengambilan keputusan rumah tangga di ranah publik. Terdapat faktorfaktor yang dapat mempengaruhi seorang perempuan untuk dapat berperan dalam pengambilan keputusan rumah tangga di ranah publik yaitu Umur perempuan, pendidikan yang ditamatkan oleh perempuan, pekerjaan perempuan, usia kawin pertama perempuan, dan selisih umur suami dan istri. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran perempuan dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam rumah tangga. a. Umur seorang perempuan/istri b. Pendidikan yang ditamatkan perempuan / istri. c. Pekerjaan perempuan / istri. d. Usia kawin pertama perempuan / istri. e. Selisih Umur suami dan istri a. Pengambilan keputusan dalam ranah Domestik. b. Pengambilan keputusan dalam ranah Publik. (Sajogyo 1983; Singarimbun 1996) Peran perempuan dalam Pengambilan Keputusan dalam rumah tangga Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran 14