TUGAS ANALISIS GEOLOGI STRUKTUR Laporan Kuliah Lapangan dan UAS. Disusun oleh :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V SINTESIS GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

ANALISIS KEKAR PADA BATUAN SEDIMEN KLASTIKA FORMASI CINAMBO DI SUNGAI CINAMBO SUMEDANG JAWA BARAT

BAB VI SEJARAH GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Struktur Geologi Daerah Jonggol Dan Jatiluhur Jawa Barat

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB V SEJARAH GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH SITUMEKAR DAN SEKITARNYA, SUKABUMI, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 12, Nomor 2, Agustus 2014: 78-83

Identifikasi Struktur. Arie Noor Rakhman, S.T., M.T.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

TEKTONIK BATUAN PRA-TERSIER JAWA BARAT

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB II GEOLOGI REGIONAL

IDENTIFIKASI AIRTANAH DAERAH CIEMAS, KABUPATEN SUKABUMI BERDASARKAN CITRA SATELIT, GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI

Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI TASIKMALAYA 24 APRIL 2017

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik - Caroline

Transkripsi:

TUGAS ANALISIS GEOLOGI STRUKTUR Laporan Kuliah Lapangan dan UAS Disusun oleh : Fahrudin Abdurrahim 270110140019 Yan Peterson 270110140020 Sarah Karimatunnisa 270110140059 Rai Atrasina 270110140137 Nuzul Ashari 270110140138 Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Jatinangor 2016 1

Daftar Isi BAB I... 3 Pendahuluan... 3 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Maksud dan Tujuan... 3 1.4 Waktu dan Tempat... 3 1.5 Metode... 4 1.6 Alat yang digunakan... 4 BAB II... 5 Landasan Teori... 5 2.1 Landasan Teori... 5 2.2 Kerangka Geologi Regional... 6 2.2.1 Fisiografi Regional... 6 2.2.2 Stratigrafi Jawa Barat... 8 2.2.3 Struktur Regional... 9 BAB III... 12 Pengolahan Data... 12 3.1 Laporan... 12 3.1.1 Stasiun 1... 12 3.1.2 Stasiun 2... 16 2

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Geologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi dan terutama tentang kulit bumi baik mengenai komposisi struktur dan sejarahnya. Objek utama yang dipelajari adalah batuan sebagai penyusun kerak bumi. Untuk dapat memahami kondisi geologi suatu daerah, diperlukan suatu metode penelitian yang meliputi litologi dan sebarannya, aspek struktur geologi, aspek stratigrafi dan sejarah grologi suatu daerah. Hal ini diperlukan dikarenakan setiap daerah memiliki karakteristik tersendiri, memiliki ciri khas litologi, sampai keterjadian yang berbeda. Berdasarkan latar belakang diatas, dilakukan suatu pemetaan geologi (kuliah lapangan) untuk meengetahui kondisi geologi daerah Tagog Apu, Padalarang, Jawa Barat. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana kondisi struktur geologi di daerah penelitian? 2. Bagaimana karakteristik daerah penelitian dan bagaimana sejarah geologinya? 1.3 Maksud dan Tujuan Kuliah lapangan kali ini bermaksud untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyak tentang kondisi geologi daerah Tagog Apu, Padalarang, Jawa Barat serta mengaplikasikan materi kelas yang telah didapat. Adapun tujuan dilakukannya kuliah lapangan kali ini adalah : 1. Mengetahui kondisi struktur geologi di daerah penelitian. 2. Mengetahui karakteristik daerah penilitian dan mengetahui sejarah geologinya. 1.4 Waktu dan Tempat Kuliah lapangan ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 05 Mei 2016, di daerah Tagog Apu, Padalarang, Jawa Barat 3

1.5 Metode Adapun metode yang digunakan adalah interpretasi geologi struktur dan stratigrafi dari jarak jauh dan proyeksi stereogram. 1.6 Alat yang digunakan Adapun alat yang digunakan adalah : 1. GPS 2. Peta Dasar 3. Pita Ukur 4. Kompas Geologi 5. Palu 6. Tali dan Paku 7. Alat Tulis 4

BAB II Landasan Teori 2.1 Landasan Teori a. Slickenslide Cermin sesar (slickensides) dan Gores garis (striation) Slickensides atau cermin sesar adalah gejala yang tampak pada permukaan bidang-bidang yang tergeser. Dapat terbentuk pada bidang sesar atau bidang-bidang kekar yang menyertainya. Struktur tersebut merupakan bidang-bidang halus, dan goresangoresan (striations) yang seolah-olah dipoles. Seringkali disertai dengan jenjang-jenjang (steps), yang merupakan kekar yang terbentuk akibat gerak relatif dari bidang itu. b. Breksi sesar dan Milonit Bidang sesar biasanya trerisi oleh bahan-bahan faregmental yang disebut Breksi sesar. Adakaalanya bahan ini agak lunak dan hancur yang disebut sebagai Gouge, juga pada batuan metamorf menunjukkan lembar-lembar yang berupa struktur aliran. Pada bagian yang sangat intensif tingkat kehancurannya 9deformasi), zona sesar dapat berupa serbuk berbutir halus dan lunak yang disebut milonit. Gejala-gejala ini merupakan bukti-bukti yang dapat dipakai untuk menduga kelurusan dan kemenerusan dari jalur sesar. Arah-arahnya misalnya didapatkan dari orientasi memanjangnya fragmen atau jalur breksiasi, arah bidang-bidang gerusan (shearing) dan milonit dan sebagainy. Arah ini akan membantu untuk menentukan bidang sesar. c. Restraining bend dan Releasing bend Restraining bend adalah gaya compressional akibat bengkokan-bengkokan pada sesar yang pada slip stress-nya menutup. Sedangkan releasing bend adalah gaya extensional akibat bengkokan-bengkokan pada sesar yang pada slip stress-nya membuka. Konsep Wrench Fault dari Moody and Hill (1956) pada Pulau Jawa Situmorang (1976) melakukan penelitian pola sesar pada pulau Jawa berdasarkan teori Wrench Fault dari Moody and Hill (1956) dengan membuat peta tektonik yang menghasilkan unsur-unsur tektonik sebagai berikut : 1. Sistem Tegasan Meridian(Meridional Shear System), yaitu kompresi lateral berarah utaraselatan yang erat hubungannya dengan pergerakan Lempeng Samudera Hindia ke arah utara terhadap Lempeng Asia Tenggara 5

2. Uliran (Wrench) orde pertama, kedua dan ketiga dapat dijumpai di Pulau Jawa. Lipatan pada umumnya mengikuti sistem lipatan utama, hanya beberapa lipatan di bagian utara Pulau Jawa sebagai seretan orde kedua (second orde drag) 3. 2.2 Kerangka Geologi Regional 2.2.1 Fisiografi Regional Secara fisiografi, van Bemmelen (1970) telah membagi daerah Jawa bagian barat menjadi lima jalur fisiografi (Gambar 2.1). Pembagian zona fisiografi daerah Jawa bagian barat tersebut yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6 Zona Dataran Rendah Pantai Jakarta Zona Bogor Zona Bandung Zona Pegunungan Bayah Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat

Berdasarkan fisiografinya, tagog apu termasuk kedalam zona pegunungan selatan Jawa Barat. Zona Pegunungan Selatan terletak di bagian selatan Zona Bandung. Pannekoek, (1946), menyatakan bahwa batas antara kedua zona fisiografi tersebut dapat diamati di Lembah Cimandiri, Sukabumi. Perbukitan bergelombang di Lembah Cimandiri yang merupakan bagian dari Zona Bandung berbatasan langsung dengan dataran tinggi (pletau) Zona Pegunungan Selatan. Morfologi dataran tinggi atau plateau ini, oleh Pannekoek (1946) dinamakan sebagai Plateau Jampang. Zona ini ditemukan endapan laut dangkal yang khas dan kadang-kadang masih terlihat tanda-tanda tepi pantai. Pada ujung barat dari Plateau Jampang ditemukan morfologi amphitheater, yang membentuk cekungan mirip sepatu kuda, terbuka ke baratdaya. Secara regional daerah jawa Barat merupakan daerah yang terletak pada jalur volkanikmagmatik yang merupakan bagian dari Busur Sunda (Soeria-Atmaja, 1998 op.cit Martodjojo,2003). Busur Sunda ini membentang dari Pulau Sumatera ke arah timur hingga Nusa Tenggaryang merupakan manifestasi dari interaksi antara lempeng Samudera Indo-Australia dengan lempeng Eurasia. Interaksi ini terjadi dengan Lempeng Samudera Indo-Australia bergerak ke arah utara dan menunjam ke bawah tepian benua Lempeng Eurasia yang relatif tidak bergerak (Hamilton, 1979 op.cit Fachri, 2000).Akibat dari interaksi lempeng-lempeng tersebut di daerah Jawa terdapat tiga pola struktur yang dominan (Martodjojo, 2003), yaitu: 1. Pola Meratus yang berarah timur laut-barat daya (NE-SW) terbentuk pada 80 sampai 53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir Eosen Awal), sangat dominan di daerah lepas pantai Jawa Barat dan menerus hingga ke Banten. 2. Pola Sunda berarah utaar selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu (Eosen Awal Oligosen Awal). 3. Pola Jawa berearah barat timur (E-W) terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu, 7

Berdasarkan hasil penafsiran foto udara dan citra indraja (citra landsat) juga pada daerah Jawa Barat, diketahui adanya banyak kelurusan bentang alam yang diduga merupakan hasil proses pensesaran. Jalur sesar tersebut umumnya berarah barat-timur, utara-selatan, timurlautbaratdaya dan baratlaut-tenggara. Secara regional struktur sesar berarah timurlaut-baratdaya dikelompokan sebagai Pola Meratus, sesar berarah utara-selatan dikelompokan sebagai Pola Sunda dan sesar berarah barat-timur dikelompokan sebagai Pola Jawa. Struktur sesar dengan arah barat-timur umumnya berjenis sesar naik, sedangkan struktur sesar dengan arah lainnya berupa sesar mendatar. Sesar normal umum terjadi dengan arah bervariasi. Sesar Cimandiri merupakan sesar paling tua (umur Kapur), membentang mulai dari Teluk Pelabuhanratu menerus ke timur melalui Lembah Cimandiri, Cipatat-Rajamandala, Gunung Tanggubanprahu-Burangrang dan diduga menerus ke timur laut menuju Subang. Secara keseluruhan, jalur sesar ini berarah timurlaut-baratdaya dengan jenis sesar mendatar hingga oblique (miring). Oleh Martodjojo dan Pulunggono (1986), sesar ini dikelompokan sebagai Pola Meratus. 2.2.2 Stratigrafi Jawa Barat Menurut Martodjojo (1984) stratigrafi di Jawa Barat dibagi menjadi tiga mandala sedimentasi berdasarkan ciri sedimennya pada Zaman Tersier. Mandala Paparan Kontinen; lokasinya meliputi Zona Fisiografi Dataran Pantai Jakarta, dengan batas selatannya diperkirakan sama dengan penyebaran singkapan Formasi Parigi dari Cibinong Purwakarta sejajar dengan pantai utara. Sedangkan bagian utaranya menerus ke lepas pantai. Mandala sedimentasi ini dicirikan oleh endapan paparan berumer Miosen hingga Pleistosen (Bauman et al., 1972 op cit. Noeradi et al., 1993), yang umumnya terdiri dari gamping, lempung dan pasir kwarsa, serta lingkungannya umumnya laut dangkal. Pada mandala ini pola transgresi dan regresi umumnya jelas terlihat. Ketebalan sedimen di daerah ini dapat mencapai 5000 m. Mandala Sedimentasi Cekungan Bogor; penyebarannya meliputi beberapa Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan. Mandala sedimentasi ini umumnya dicirikanoleh endapan aliran gravitasi, yang kebanyakan berupa fragmen batuan beku 8

dan sedimen, seperti andesit, basalt, tufa dan gamping. Pada Zona Bogor mandala sedimentasi ini dicirikan oleh sabuk pegunungan lipatan yang tersusun atas endapan turbidit. Zona Bandung sebagian besar dilingkupi oleh produk gunungapi resen. Sedangkan pada Zona Pegunungan Selatan disusun oleh produk busur gunungapi yang berasosiasi dengan perselingan endapan vulkano-sedimen (van Bemmelen, 1949). Endapan ini berumur Eosen hingga awal Oligosen (Soeria-Atmadja et al., 1990 op cit. Noeradi et al., 1993). Ketebalan keseluruhan ini diperkirakan lebih dari 7000 m. Mandala Sedimentasi Banten; penyebarannya terdapat di bagian barat dari Jawa Barat. Pada umur Tersier Awal, mandala ini menyerupai Mandala Cekungan Bogor, sedangkan pada akhir Tersier karakteristiknya sangat mendekati Paparan Kontinen 2.2.3 Struktur Regional Pola struktur regional Jawa Barat yang berkembang pada batuan sedimen berumur Oligosen hingga Plistosen umumnya didominasi oleh struktur lipatan dan sesar naik. Struktur lipatan anjakan ini secara genetik mirip dengan konsepnya Boyer dan Elliot (1982) yang membehas mengenai pembentukan fault thrust system. Dalam konsepnya dijelaskan bahwa pembentukan sesar naik dapat terjadi secara berurutan dan masing-masing sesar dapat saling berhubungan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sesar Cimandiri dan Sesar Baribis diduga berhubungan di daerah Subang selatan (Gambar 3), dengan demikian kedua sesar tersebut secara genetik dapat terjadi pada periode tektonik yang sama. 9 Gambar 3. Sesar Cimandiri dan Sesar Baribis di Jawa Barat

Selanjutnya baik sesar Cimandiri dan Sesar Baribis keduanya berhubungan dengan sesar mendatar regional. Dengan mengacu kepada wrench-thrust model trapdoor structure (Gambar 4), maka dapat ditafsirkan pula bahwa sesar mendatar ini berhubungan dengan pembentukan sesar naik Cimandiri dan Sesar Baribis. Gambar 4. Trapdoor structure (, 1985) Mekanisme pensesaran di Jawa Barat dapat dijelaskan sebagai berikut : Seluruh batuan sedimen mulai dari Formasi Ciletuh (Eosen-oligosen) hingga Formasi Citalang (Plistosen) mengalami tektonik kompresi yang menyebabkan batuan menglami proses pelipatan dan pensesaran. Tektonik kompresi ini secara besar-besaran terjadi pada periode Plio-Plistosen (Martodjojo, 1984). Proses pelipatan dan pensesaran terjadi pada saat batuan bergerak ke utara dengan mekanisme mendatar-naik (Gambar 4, 5 dan 6). Proses ini tentunya terjadi pada banyak tempat 10

di Jawa sehingga pada saat itu batuan sedimen terpotong-potong ke dalam beberapa bagian, termasuk didalamnya akibat sesar Cimandiri dan Baribis. Gambar 5. Berbagai macam kemungkinan splay fault (Boyer and Elliot, 1982) 11 Gambar 6. Wrench-thrust model trapdoor structure (, 1985)

BAB III Pengolahan Data 3.1 Laporan Kuliah lapangan ini dilaksanakan di Daerah Sukamuning Cikalong wetan Tagog Apu, Kabupaten Padalarang. Ada 2 stasiun dalam pelaksanaan kuliah lapangan ini, penjelasan mengenai setiap stasiun dijelaskan di bawah ini. 3.1.1 Stasiun 1 Pukul : 08.11 WIB Koordinat : S 06o 48 48,3 E 107o 27 50,9 Cuaca : Mendung Elevasi : 617 Mdpl Azimuth Foto 1 : 193o Azimuth Foto 2 : 140o Foto 1. Bidang Perlapisan, Foto2. Fault scarp 12

Sketsa stastiun 1 Pada stasiun 1 kami mengamati dari jauh Fault Scarp atau Gawir sesar, serta mengamati bidang perlapisan. Seperti yang diketahui bahwa daerah Tagog Apu meliputi 2 formasi, yaitu formasi rajamandala dan formasi batuasih. Kami mengamati dari aspek geomorfologi atau kenampakan singkapan dari jauh. 13

Soal dan Diskusi 1. Tentukan Strike dip dari fault scarp pada foto! N246o E/ 71o 2. Tentukan strike dip lapisan batuan N32o E/ 29o 3. Plotting strike dip pada fault scarp dan bidang lapisan batuan U 4. Tentukan jenis sesarnya berdasarkan konsep moody and hill Konsep moody and hill merupakan konsep pure shear dengan konsep moody and hill dapat diketahui bahwa Gawir Sesar atau Fault Scarp diindikasikan sebagai Sesar naik karena strike bernilai relative tegak lurus dengan tegasan utama. Dan nilai dip relative tinggi mendekati 90o. Dapat diindikasikan juga sebagai sesar Oblique dengan sudut landai atau dapat disimpulkan sebagai Sesar Naik Sinistral. Pure Shear merupakan deformasi yang terjadi hanya pada satu sumbu saja yang arah gayanya berlawanan. Selama terjadi pure shear elipsoid tidak mengalami rotasi sama sekali sehingga kenampakan yang terjadi hanyalah memipih. Diketahui geologi regional pada pulau Jawa tegasan utama adalah Utara-Selatan. Berdasarkan data gawir sesar yang didapatkan di stasiun 1 memiliki nilai strike/dip N 246o E/71o. Sesar pada stasiun 1 diindikasikan sebagai sesar naik sinistral dikarenakan arah jurus sesar timur laut barat daya tetapi dikarnakan memiliki nilai strike relatif tegak lurus terhadap tegasan utama maka lebih dominan sesar naik. 14

5. Tentukan Jalur sesarnya pada peta topografi \ ---- : Jalur sesar 6. Tentukan batas lapisan/ sebaran litologi berdasarkan kontur pada peta 15

7. Tentukan indikasi apa yang menyebabkan perbedaan strike-dip pada fault scarp dan bidang lapisan batugamping formasi Rajamandala. Yang dapat menyebabkan perbedaan strike-dip nya yaitu dapat diindikasi sebagai akibat adanya angular unconformity secara stratigrafi. Maupun dikarenakan adanya sesar normal pada bidang lapisan batuan dengan fault scarp secara struktur geologi sehingga menyebabkan perbedaan dip yang signifikan. 8. Gambarkan penampang Utara-Selatannya 3.1.2 Stasiun 2 Pukul : 10.12 WIB Koordinat : S 6o 49 0,25 E 107o 27 26,4 Cuaca 16 : Berawan

Elevasi : 655 Mdpl Pada stasiun ini kita menghitung kekar yang terdapat di singkapan batuan. Dengan cara membentangkan tali sepanjang 1m dan menghitung ada berapa kekar yang didapat. Berikut data kekar yang kami dapatkan pada stasiun. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Panjang (cm) 75 55 64 18 58 42 32 11 44 31 12 39 38 50 26 31 10 Strike (...o ) 215 174 160 223 268 138 102 12 282 58 132 219 120 164 95 160 265 Azimuth Foto 2 : 17o 17 Foto 3. Kekar Dip (...o) 90 40 55 86 2 15 10 86 5 36 14 80 13 80 5 71 33

Sketsa stasiun 2 Berdasarkan pengolahan data dari stereogram didapatkan hasil dengan trend sebagai berikut : 1. Tegasan 1 : N 121o E/ 58o Tegasan 2 : N 271o E/ 7o Tegasan 3 : N 315o E/ 145o Dari data 2. 3. diatas diindikasian bahwa sesar yang diproleh adalah sesar normal. 18 trend

BAB IV Penutup 4.1 Kesimpulan Kawasan Karst Rajamandala merupakan perbukitan dengan ketinggian antara 600-900 m di atas permukaan laut yang memanjang berarah timur-timurlaut di Tagogapu, utara Padalarang, ke barat-baratdaya di daerah Saguling, selatan Rajamandala dengan umur Formasi Rajamandala adalah Oligosen Akhir sampai Miosen Awal. Pada regional Jawa Barat pada umumnya terdapat tiga struktur regional yang memegang peranan penting, yaitu Sesar Cimandiri, Sesar Baribis, dan Sesar Lembang. Pada daerah kuliah lapangan tersebut terdapat salah satu sesar mayor, yaitu Sesar Cimandiri yang merupakan sesar paling tua (umur Kapur), membentang mulai dari Teluk Pelabuhanratu menerus ke timur melalui Lembah Cimandiri, Cipatat-Rajamandala, Gunung Tangkuban Perahu-Burangrang dan diduga menerus ke timur laut menuju Subang. Dari data kekar yang diambil, didapatkan hasil bahwa kekar tersebut adalah kekar yang diakibatkan oleh adanya jenis sesar normal dengan arah tegasan Barat Laut- Tenggara. Dapat diperkirakan bahwa sesar tersebut merupakan sesar mayor dikarenakan arah tegasan Barat LautTenggara sesuai dengan arah perbukitan yang memanjang Timur Laut-Barat Daya. 19

Lampiran 20

21

22

23

24

25

26

27

28