PEMILIHAN OBAT SECARA AMAN PADA KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KESEHATAN MASYARAKAT Oleh : Astri Widiarti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

DRA. HELNI, APT, M.KES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

PENGELOLAAN OBAT DAN PENYULUHAN OBAT KEPADA MASYARAKAT. Lecture EMI KUSUMAWATI., S.FARM., APT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. Kesehatan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan. Seseorang. yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MAKALAH FARMASI SOSIAL

PHARMACEUTICAL CARE. DALAM PRAKTEK PROFESI KEFARMASIAN di KOMUNITAS

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2. Bentuk setengah Padat contohnya salep,krim,pasta,cerata,gel,salep mata. 3. Bentuk cair/larutan contohnya potio,sirop,eliksir,obat tetes,dan lotio.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

Menurut PP 51 pasal 1 ayat 4 tahun 2009 tentang Pelayanan Kefarmasian yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menghilangkan suatu penyakit. Obat dapat berguna untuk menyembuhkan jenis-jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kebijakan Obat Nasional, Daftar Obat Esensial Nasional, Perundangan Obat. Tri Widyawati_Wakidi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

karena selain komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan suatu tolak ukur keberhasilan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SWAMEDIKASI PADA PENGUNJUNG APOTEK DI APOTEK MARGI SEHAT TULUNG KECAMATAN TULUNG KABUPATEN KLATEN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak.

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang panjang. Efek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Di Desa Talungen Kabupaten Bone Tentang Swamedikasi

Transkripsi:

35 PEMILIHAN OBAT SECARA AMAN PADA KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KESEHATAN MASYARAKAT Oleh : Astri Widiarti ABSTRAK Untuk meningkatkan kesehatan sosial masyarakat diperlukan adanya upaya dari tenaga kesehatan untuk mencegah terjadinya penggunaan obat yang tidak rasional.obat merupakan benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat digolongkan menjadi Narkotika, Psikotropika, obat bebas, obat bebas terbatas dan obat keras. Obat yang dapat diperoleh pasien di apotek tanpa resep dokter adalah obat bebas dan obat bebas terbatas. Penggunaan obat yg tidak tepat dapat menimbulkan, pemborosan, keracuan obat, meningkatkan kegagalan pengobatan, resisten / kebalnya antimikroba. Kata Kunci : Sosial Masyarakat, obat, resep dokter 1. PENDAHULUAN Hidup yang sehat sebagai hak azasi manusia diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan kesehatan termasuk penggunaan obat yang aman. Pemakaian obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Masyarakat Indonesia seringkali membeli obat tanpa resep dokter di apotik maupun di toko obat. Masyarakat umumnya tidak mengetahui bahwa obat yang hanya dapat diperoleh tanpa resep dokter adalah obat bebas. Obat bebas yang dimaksud di sini adalah obat-obatan yang mengandung satu atau lebih zat dengan penandaan label lingkaran hijau. Biasanya digunakan untuk meredakan pusing, nyeri, flu, batuk, hidung tersumbat, sakit lambung (sakit maag), diare/mencret, dan sembelit (konstipasi). Meskipun berstatus obat yang dapat diperoleh dengan bebas tanpa resep dokter dan digunakan hanya untuk keluhan yang sifatnya umum, obat bebas tetaplah suatu sediaan obat dengan karakteristik yang khas. Sediaan obat (apapun bentuknya, termasuk obat tradisional), selain mengandung efek terapi juga tidak akan pernah lepas dari yang dinamakan efek samping. Efek samping obat adalah efek yang umum ditemui pada penggunaan obat dalam rentang dosis terapinya. Keberadaan, frekuensi,dan durasi munculnya efek samping bisa jadi berbeda pada tiap individu, tergantung pada dosis obat, frekuensi penggunaan, cara pakai, kondisi fisik pengguna, hingga genetis dari pasien. Efek samping yang muncul perlu dicermati gejala dan tandanya agar kita sebagai pengguna bisa mencegah dan mengatasinya dengan benar. 2. PEMBAHASAN 2.1. Definisi Obat Obat merupakan benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada

36 manusia dan hewan dan untuk memperelok dan memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk obat tradisional. 2.2. Perilaku Masyarakat dalam Mengkonsumsi Obat Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain. UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan. Pengertian sakit berkaitan dengan gangguan psikososial yang dirasakan seseorang, sedangkan penyakit berkaitan dengan gangguan yang terjadi pada organ tubuh berdasarkan diagnosis profesi kesehatan. Sakit (illness) merupakan keluhan yang belum tentu karena penyakit (disease), tetapi selalu mempunyai relevansi psikososial. Perilaku sakit adalah setiap kegiatan yang dilakukan orang sakit untuk menjelaskan keadaan kesehatannya dan mendapatkan pengobatan yang sesuai). Sehat itu mahal. Ungkapan itu benar adanya. Jika kita sakit berapa biaya yang harus dikeluarkan. Biaya obat, biaya dokter, dan biaya rumah sakit, apalagi jika sakit sampai berharihari. Karena itu, untuk mengantisipasi biaya sakit, sekarang ini banyak orang menyiasatinya dengan berlindung kepada asuransi, ataupun dengan melakukan pengobatan sendiri. Namun, dalam melakukan pengobatan sendiri banyak sekali masyarakat yang belum mengehui informasi apa saja yang harus diperoleh sebelum mengkonsumsi obat. Saat ini bisa kita lihat di apotik-apotik maupun di banyak toko obat yang membeli obat untuk melakukan pengobatan sendiri. Pengambilan keputusan untuk pencarian pengobatan sakit umumnya menyangkut tiga pertanyaan pokok, yaitu sumber pengobatan apa yang menurut anggota masyarakat mampu mengobati sakitnya, kriteria apa yang dipakai untuk memilih salah satu dari beberapa sumber pengobatan yang ada, dan bagaimana proses pengambilan keputusan untuk memilih sumber pengobatan tersebut. 2.3. Swamedikasi Obat Masyarakat dapat membeli obat tertentu di apotik dengan label tertentu di apotik. Pengobatan ini dinamakan dengan swamedikasi. Menurut World Health Organization (WHO) swamedikasi adalah pemilihan dan penggunaan obat baik obat modern maupun obat tradisional oleh seseorang untuk melindungi diri dari penyakit dan gejalanya (WHO,1998). Sedangkan menurut The International Pharmaceutical Federation (FIP) yang dimaksud dari swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat non resep oleh seseorang atas inisiatif sendiri (FIP,1999).

37 2.3.1 Penggunaan Obat yang Rasional dalam Swamedikasi Swamedikasi memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pemerintah dalam pemeliharaan kesehatan secara rasional. Namun bila tidak dilakukan secara benar justru menimbulkan bencana yaitu tidak sembuhnya penyakit atau munculnya penyakit baru karena obat dengan segala konsekuensinya. Untuk melakukan swamedikasi secara aman, efektif dan terjangkau, masyarakat perlu melakukan bekal pengetahuan dan ketrampilan. Masyarakat mutlak memerlukan informasi yang jelas dan terpecaya agar penentuan kebutuhan jenis atau jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang rasional (Suryawati,1997). Untuk mengetahui kebenaran swamedikasi (Menggunakan Obat secara rasional) dapat digunakan indikator sebagi berikut (Depkes RI, 1996) : 1. Tepat Obat, pelaku swamedikasi dalam melakukan pemilihan obat hendaknya sesuai dengan keluhan yang dirasakannya dan mengetahui kegunaan obat yang diminum. 2. Tepat golongan, pelaku swamedikasi hendaknya menggunakan obat yang termasuk golongan obat bebas dan bebas terbatas. 3. Tepat dosis, pelaku swamedikasi dapat menggunakan obat secara benar meliputi cara pemakaian, aturan pakai dan jumlah obat yang digunakan. 4. Tepat waktu (Lama pengobatan terbatas), pelaku swamedikasi mengetahui kapan harus menggunakan obat dan batas waktu menghentikannya untuk segera meminta pertolongan tenaga medis jika keluhannya tidak berkurang. 5. Waspada efek samping, pelaku swamedikasi mengetahui efek samping yang timbul pada penggunaan obat sehingga dapat mengambil tindakan pencegahan serta mewaspadainya. Tanggung jawab dalam swamedikasi menurut World Health Organization (WHO) terdiri dari dua yaitu (WHO,1998) : 1. Pengobatan yang digunakan harus terjamin keamanan, kualitas dan keefektifannya. 2. Pengobatan yang digunakan diindikasikan untuk kondisi yang dapat dikenali sendiri dan untuk beberapa macam kondisi kronis dan tahap penyembuhan (Setelah diagnosis medis awal). Pada seluruh kasus, obat harus didesain spesifik untuk tujuan pengobatan tertentu dan memerlukan bentuk sediaan dan dosis yang benar. Masalah masalah yang umum dihadapi pada swamedikasi antara lain sakit kepala, batuk, sakit mata, konstipasi, diare, sakit perut, sakit gigi, penyakit pada kulit seperti panu, sakit pada kaki dan lain sebagainya (Edwards & stillman,2000). 2.3.1 Peran Farmasis dalam Swamedikasi Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari drug oriented menjadi klien oriented yang berdasarkan pada konsep Pharmaceutical Care. Yang dimaksud dengan Pharmaceutical care adalah tanggung jawab farmakoterapi dari seorang farmasis untuk mencapai dampak tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup klien (ISFI,2004). Peran farmasis diharapkan tidak hanya menjual obat tetapi lebih kepada menjamin tersedianya obat yang berkualitas, mempunyai efikasi, jumlah yang cukup, aman, nyaman bagi pemakaiannya dan harga yang wajar serta pada saat pemberiannya disertai informasi yang cukup memadai, diikuti pemantauan pada saat penggunaan obat dan akhirnya di evaluasi. Pekerjaan kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan klien atau masyarakat yang berkaitan dengan sediaan farmasi yang memenuhi standart dan persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan. Menurut World Health organization (WHO), peran farmasis dalam swamedikasi yaitu (WHO,1998) :

38 1. Komunikator (Communicator) Farmasis harus mempunyai inisiatif untuk berdialog dengan klien (dan dokter, jika dibutuhkan) untuk menggali tentang riwayat kesehatan klien. Untuk mendapatkan informasi yang benartentang kondisi klien, farmasis mengajukan beberapa pertanyaan kepada klien misalnya mengenai keluhan atau pengobatan yang pernah dilakukan klien. Dalam hal ini farmasis harus mampu mengenali gejala penyakit tanpa melangkahi wewenang dokter. Farmasis harus memberikan informasi yang objektifyang diperlukan klien misalnya mengenai cara penggunaan obat atau cara penyimpanan obat. Untuk itu farmasis harus dapat memenuhi kebutuhan klien sebagai sumber informasi tentang obat, mendampingi dan membantu klien untuk melakukan swamedikasi yang bertanggung jawab atau bila perlu memberikan referensi kepada klien untuk melakukan rujukan kepada dokter. 2. Penyedia obat yang berkualitas (quality drug supplier) Seseorang Farmasis harus menjamin bahwa obat yang disediakan dalam swamedikasi berasal dari sumber yang dapat dipertanggung jawabkan dan berkualitas bagus. Selain itu farmasis juga harus menjamin bahwa obat obat tersebut disimpan dengan baik. 3. Pengawas dan pelatih (trainer and supervisor) Untuk menjamin bahwa pelayanan yang diberikan berkualitas, maka farmasis harus selalu membekali diri dengan ilmu ilmu terbaru untuk meningkatkan kemampuan profesional seperti mengikuti pendidikan berkelanjutan. Farmasis harus menjamin bahwa pelayanan yang dilakukan oleh staf staf yang bukan farmasis memiliki kualitas yang sama. Karena itu farmasis harus membuat protokol sebagai referensi bagi farmasis dan juga protokol bagi pekerja kesehatan masyarakat yang terlibat dengan penyimpanan dan distribusi obat.farmasis juga harus menyediakan pelatihan dan menjadi pengawas bagi staf-staf yang bukan farmasis. 4. Kolaborator (collaborator) Farmasis harus membangun hubungan profesional yang baik dengan profesional kesehatan yang lain, asosiasi profesi nasional, industri farmasi, pemerintah ( Lokal/Nasional ), klien dan masyarakat umum. Pada akhirnya hubungan yang baik ini dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dalam swamedikasi. 5. Promotor Kesehatan (Health promotor) Sebagai bagian dari kesehatan, farmasis harus berpartisipasi dalam mengidentifikasi masalah kesehatan dan resikonya bagi masyarakat, berpartisipasi dalam promosi kesehatan dan pencegahan penyakit dan memberikan saran secara individual untuk membantu dalam menentukan pilihan informasi tentang kesehatan. 2.4. Penggolongan Obat Obat berdasarkan jenis dan tingkat keamanannya dibedakan menjadi 5 golongan yaitu: : 2.4.1 Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,

39 hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (hang over) Narkotika termasuk kedalam daftar O=Opiat. Pengambilannya harus dengan resep dokter dan resep tidak dapat diulang. Selain itu resep yang mengandung narkotika diberi tanda merah dibawah obatnya dan tidak dicantumkan tanda iter. Narkotika dibedakan menjadi 3 golongan yaitu : a. Golongan I : Digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Contoh narkotika golongan I : Tanaman papaver somniferum (kecuali biji), opium mentah (getah), opium masak (candu, jicing, jicingko), tanaman erithroxylon (termasuk buah dan biji), kokain, tanaman cannabis (ganja) b. Golongan II dan III : Berupa bahan baku baik alamiah maupun sintetis dapat diedarkan tanpa wajib daftar pada Depkes Contoh narkotika golongan II : fentanil, metadon, metofon, morfina, petidina Contoh narkotika golongan III : kodeina 2.4.2. Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibagi menjadi 4 golongan yaitu : a. Golongan I : Lisergida (LSD/extasy) b. Golongan II : amfetamin, metamfetamin (sabu2) c. Golongan III : Penthobarbital d. Golongan IV : diazepam 2.4.3. Obat Keras/Obat Keras Tertentu Logo simbol obat keras diberi tanda bulatan dengan lingkaran hitam dengan dasar merah yang didalamnya terdapat huruf K yang menyentuh garis tepi. Merupakan obat yang termasuk kedalam golongan daftar G (Gevaarlijk=Berbahaya ). Obat keras adalah obat yang termasuk dalam daftar obat yang hanya boleh diserahkan oleh apoteker atau dokter. Apoteker hanya menyerahkan obat keras tersebut hanya berdasarkan perintah/resep dokter. Dan dokter hanya dapat menyerahkan obat tersebut, jika obat tersebut diperoleh dari apotek. Pengecualian diberlakukan menurut Permenkes, beberapa kelompok obat keras yang dapaty diserahkan apoteker tanpa resep dokter misalnya obat ubntuk kontrasepsi oral berupa hormon, obat saluran cerna seperti papaverin, obat saluran nafas seperti aminophylin dan salbutamol, dan kelompok lainnya. Contoh obat keras antara lain : antibiotik (tetrasiklin, penisilin dsb), obat-obat yang mengandung hormon, obat penenang, kencing manis dsb. 2.4.4. Obat Bebas Terbatas Merupakan obat yang termasuk kedalam golongan daftar W (Waarschuwing=Peringatan). Obat ini dapat diserahkan tanpa resep dokter. Obat bebas terbatas merupakan obat bebas yang dapat diberikan dalam jumlah terbatas, baik dosis maupun jumlah. Obat bebas terbatas ini dapat dibeli di apotik, tanpa resep dokter dan diberi bersama dengan peringatan obat tertulis. Peringatan obat tertulis tersebut ditulis dalam bentuk tulisan putih dengan latar belakang hitam.

40 Obat bebas terbatas digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang dikenali oleh penderita penyakit itu sendiri. Contoh dari obat bebas terbatas adalah : Obat anti mabok dan obat anti flu. 2.4.5. Obat Bebas Obat bebas merupakan tingkat keamanannya sudah terbukti tidak membahayakan. Obat ini diberikan tanda atau lingkaran hitam yang mengelilingi lingkarn hijau. Obat ini dapat diserahkan atau dibeli tanpa resep dokter dan biasanya digunakan untuk pengobatan sendiri. Contohnya adalah Parasetamol, antasida DOEN, Calcium Lactate, dll. Dalam istilah lain untuk obat bebas adalah Over The Counter (OTC). 2.4.6 Cara Memilih Obat Obat yang dapat diperoleh pasien di apotek tanpa resep dokter adalah obat bebas dan obat bebas terbatas. Sebelum membeli obat, hendaknya pasien memperhatikan informasi obat yang akan di konsumsinya. Informasi ini dapat dibaca pada brosur atau dapat ditanyakan pada petugas di apotik. Adapun jenis-jenis informasi yg terdapat dalam brosur seperti: 1. Nama obat, 2. Komposisi obat 3. Cara kerja obat 4. Indikasi 5. Aturan pakai 6. Peringatan perhatian 7. Nama produsen 8. Efek samping 9. Kontraindikasi 10. Nomor bath/lot 11. Tanggal Kadaluarsa 12. Indikasi atau kegunaan 13. Dosis atau aturan minum obat 14. Peringatan dan perhatian 15. Kerja obat 2.5 Efek yang Timbul dari Salah Penggunaan Obat Penggunaan obat yg tidak tepat dapat menimbulkan: 1. Pemborosan 2. Keracuan Obat 3. Meningkatkan kegagalan pengobatan 4. Resisten / kebalnya antimikroba 1. KESIMPULAN Obat merupakan benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat yang dapat diperoleh pasien di apotek tanpa resep dokter adalah obat bebas dan obat bebas terbatas. Penggunaan obat yg tidak tepat dapat menimbulkan, pemborosan, keracuan obat, meningkatkan kegagalan pengobatan, resisten / kebalnya antimikroba. 2. SARAN Untuk meningkatkan pola hidup masyarakat diharapkan agar pemerintah, swasta maupun perorangan dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya

41 informasi mengenai obat dan akan bahaya dari obat jika tidak digunakan sesuai dengan aturan pakai. Sehingga dengan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap hidup sehat dapat mengurangi angka kejadian penyakit. DAFTAR PUSTAKA Effendy N. Dasar Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi 2. Jakarta EGC : 1998 Hidayat, A.Aziz Alimul, 2006, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan, Jakarta:Salemba Medika Notoatmojo. S. Pendidikan dan prilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta : 2003 Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.