BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlaq mulia dalam rangka

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,


PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 113 TAHUN 2012

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomi keluarga. tanpa dukungan dana yang cukup. Menurut Peraturan Pemerintah No 48, tahun

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pendidikan. Pendidikan mempunyai peranan penting bagi bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas, dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. dibangku perkuliahan. Magang termasuk salah satu persyaratan kuliah yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. kepemerintahan yang baik (good governance). Good governance adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. mencetak generasi bangsa yang harus diprioritaskan. Namun masih terdapat

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. pada pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara berkewajiban

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat dikatakan sebagai sebuah kebutuhan bagi setiap orang,

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi telah ditandai oleh pesatnya perkambangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan manusia mulai lahir hingga akhir hayat (long life

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan sebagai unsur yang mempunyai posisi sentral dan strategis

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang diwujudkan dalam bentuk penerapan prinsip good governance. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin sekolah tapi terbentur dengan biaya. Anak-anak banyak yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN BAB I

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber daya manusia merupakan komponen yang sangat utama

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era reformasi yang diikuti dengan diberlakukannya kebijakan

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. lahirnya paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu undang-undang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memenuhi amanat Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, keterampilan, teknologi dan sikap profesionalisme tinggi yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma baru tentang reformasi sektor publik telah mewarnai

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu

Strategi Pengembangan Sekolah Efektif untuk Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

Manajemen Mutu Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia dapat ditingkatkan. Melalui pendidikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa, agar kelak nantinya berguna bagi dirinya dan masyarakat umumnya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintah daerah sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah. Untuk

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

TUGAS AKHIR. Oleh : AHMAD NURDIN L2D

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengambilan keputusan, maka akuntansi sering disebut sebagai bahasa

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN LEBAK TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. program ataupun kegiatan. Sebelum melaksanakan kegiatan, harus ada

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003

BAB V PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia.

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Agar dapat mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas upaya peningkatkan pendidikan merupakan menjadi keniscayaan. Lebih detail dijabarkan dalam pasal 31 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan bahwa: (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlaq mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia; (UU Guru dan Dosen, 2005:1)

2 Sejak kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 sampai sekarang sektor pendidikan telah mengalami berbagai perubahan kebijakan. Perubahan yang sangat fundamental yakni setelah reformasi. Reformasi di Indonesia membawa perubahan yang mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perubahan yang dimaksud terutama menyangkut kehidupan sosial sentralistik ke desentralistik. Perubahan sentralistik ke desentralistik tercermin dengan diundangkannya UU Nomor 22 tahun 1999 yang direvisi dan diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dua peraturan ini berkaitan dengan pelaksanaan otonomi yang berbasis daerah kota / kabupaten dan desa yang membawa angin besar bagi sebuah demokratisasi. Demokratisasi berupa pengembangan partisipasi masyarakat dalam setiap kebijakan publik yang diambil oleh basis dari penerapan otonomi itu, yaitu desa dan kabupaten / kota. (Munadi & Barnawi, 2011:11) Di era demokratisasi dan otonomi daerah saat ini sangat diperlukan adanya tata pemerintahan yang baik atau Good Governance. UNDP mendekatinya dengan prinsip-prinsip, yang kemudian dikenal sebagai prinsipprinsip good governance. UNDP mengemukakan Sembilan prinsip, yakni partisipasi, rule of law, transparansi, responsiveness, orientasi consensus, kesetaraan. (Syakrani & Syahrani, 2009:131-132) Pendidikan merupakan salah satu bidang dari kesebelas bidang yang didesentralisasikan. Desentralisasi adalah penyerahan sebagian kewenangan dan tugas pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk dikelola sesuai kemampuan dan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan pembangunan dan

3 kesejahteraan masyarakat daerah. Dalam proses desentralisasi, tidak semua kewenangan dan tugas yang menjadi wilayah / domain pemerintah pusat diserahkan ke daerah. Salah satu bidang tugas dan kewenangan yang diserahkan pengelolaanya ke daerah-daerah, khususnya kabupaten / kota adalah bidang pendidikan. (Amtu, 2011:105). Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga mengamanatkan bahwa untuk menghadapi tantangan global, manajemen pendidikan diarahkan pada pemberdayaan sekolah sebagai upaya mencapai tujuan pendidikan nasional. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan konsep pengelolaan sekolah yang ditujukan untuk meningkatkan pendidikan di era desentralisasi pendidikan. Dengan sistem Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberikan peluang bagi kepala sekolah, dewan guru, dan juga orang tua peserta didik untuk melakukan kreatifitas dalam berinovasi dan berimprovinsasi terhadap sekolah, berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manajerial, dan lain sebagainya. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan kelembagaan (pengelolaan) di samping juga pemerintah mendorong sekolah untuk lebih terbuka atau bersifat inklusif, demokratis, dan transparan dalam bertanggung jawab. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diharapkan mampu membawa dampak pola manajerial sekolah untuk mengefektifkan kenerja kinerja sekolah melalui pengelola sumber daya yang dimiliki termasuk sumber dana sekolah. Sekolah merupakan institusi penyelenggara proses pendidikan dan pembelajaran. Dalam upaya mencapai tujuan pendidikan baik yang bersifat

4 kuantitatif maupun kualitatif, biaya pendidikan memiliki peran yang sangat menentukan. Pendidikan tanpa dukungan biaya yang memadai proses penyelenggaraan pembelajaran di sekolah tidak akan bejalan sesuai harapan. Biaya pendidikan merupakan komponen masukan (instrument input) yang sangat penting dalam menyiapkan Sumber Daya Manusia melalui penyelenggaraan pendidikan di sekolah. (Mulyono, 2010:23). Sebagai komponen masukan perlu dikelola dengan sebaik-baiknya. Menyadari pentingnya pendidikan merupakan faktor penentu terwujudnya tujuan nasional. untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31 ayat (4) dijelaskan bahwa Pemerintah telah menetapkan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen). Anggaran tersebut bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Biaya pendidikan dapat digolongkan menjadi 4 jenis, (a) biaya pendikan yang dikeluarkan oleh pemerintah, (b) biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh masyarakat orang tua / wali siswa, (c) biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh masyarakat bukan orang tua / wali siswa misalnya sponsor dari lembaga keuangan dan perusahaan, dan (d) biaya pendidikan itu sendiri. (Harsono, 2007: 9-10). Menurut UU nomor 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional Bab XIII yang subtansinya mengatur tentang pendanaan pendidikan antara lain:

5 1. Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakaat. 2. Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan dan kebrlanjutan. 3. Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas public. 4. Pengalokasian dana pendidikan. Berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2003 tenang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat (1) mengenai ketentuan pengelolaan keuangan Negara dinyatakan bahwa pada prinsipnya pengelolaan keuangan Negara oleh pemerintah (pusat dan / daerah) harus dikelola secara tertib taat pada peraturan perundangundangan, efisiensi, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Ketentuan pengelolaan biaya pendidikan oleh institusi pendidikan mencakup kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah merupakan platfon pendanaan yang dibutuhkan dan harus disediakan serta direncanakan asal dana tersebut didapatkan. APBS inilah yang menjadi dasar pengelolaan manajemen sekolah. Segala hal yang dilakukan oleh sekolah harus terakomodasi pada APBS jika belum karena keterbatasan sumber dana maka perlu dibuat prioritas dan diprogramkan tahun berikutnya.

6 APBS merupakan pilar manajemen sekolah, maka semua kegiatan sekolah direncanakan tidak hanya sekedar teknis pelaksanaan tetapi juga menyangkut non teknis yakni pendanaan. Dana yang diperoleh dari pemerintah dan masyarakat serta dana bantuan lainnya yang mungkin didapatkan sekolah diatur sedemikian rupa sehingga penggunaannya jelas dan terbuka. Setiap poin kegiatan merupakan program bersama setiap civitas di sekolah dan stakeholder sekolah, maka mereka harus memahami dan mengerti apa yang terjadi saat perencanaan dan penerapan APBS di sekolah. Salah satu aspek penting dalam pengelolaan APBS yang memenuhi prinsip good governance adalah transparansi agar tidak terjadi salah pengertian di antara masing-masing elemen. Ketika terjadi kemandegan program yang disebabkan kesulitan penerapan program atau kondisi dana yang kurang mencukupi, maka semua pihak yang terkait segera mengetahuinya dan berusaha untuk segera mengkondisikan hal tersebut. Jauh yang tidak kalah penting dengan keterbukaan ini, maka tidak ada saling curiga terhadap manajemen yang diberlakukan di sekolah. Konsep transparansi penggunaan anggaran sekolah selama ini telah diatur melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 37 tahun 2010 tentang petunjuk teknis penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pada lampiran Permendiknas Point E Nomor 3 tentang tugas dan tanggung jawab sekolah huruf f yakni mengumumkan besar dana yang diterima dan dikelola oleh sekolah dan rencana penggunaan dana BOS (RPABS) di papan pengumuman sekoleh yang dintandatangani oleh

7 Kepala Sekolah, Bendahara dan Ketua Komite Sekolah (Format BOS K-1). Yang menjadi permasalahan adalah sekolah-sekolah salah menjabarkan Permendiknas tersebut. Sekolah hanya menginformasikan melalui pengumuman yang ditempel di dinding sekolah bahkan ada sekolah yang tidak menginformasikan sama sekali dan cara itu sama sekali tidak berdampak apapun. (Febri Hendri, 2011: 1) Di sisi lain ditemukan beberapa permasalahan terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja sekolah menurut Pin/Aj/Lo1, tentang pengelolaan anggaran pendidikan jadi masalah klasik. Dari hasil temuan penelitian lembaga penguatan masyarakat sipil atau Institut fo Civil Strengthening (ICS) Papua dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Jakarta yang didukung Uni Eropa selama tiga bulan sejak April Juni 2011 di Biak Numfor, pengelolaan anggaran pendidikan merupakan salah satu masalah yang dihadapi sekolah-sekolah daerah. Hal ini dipicu dengan rendahnhya kapasitas kepala sekolah, guru, dan komite sekolah dalam menyusun program dan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan riil peserta didik atau masyarakat. Disebutkan bahwa para pemangku di dunia pendidikan cenderung tidak kreatif. Sehingga dari temuan program-program dan anggaran sekolah yang selama ini disusun dalam RAPBS sering hanya mengambil program-program tahun sebelumnya atau copy paste. Lebih diperparah dengan banyaknya sekolah yang tidak membuat RAPBS, kalaupun membuat sekedar syarat untuk pencairan dana di Dinas Pendidikan atau

8 APBD. Di sisi lain juga sering tidak sinkron dengan program Dinas Pendidikan atau tidak Sinkron dengan Rencana Kerja dan Anggaran Dinas terkait. Menurut Handaru Biaya pendidikan dari orang tua murid banyak disalahgunakan pihak sekolah. Pengelolaan APBS yang tidak transparan pada gilirannya akan membebani orang tua murid. Terlebih faktanya dana tidak sepenuhnya digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Justru dana disalurkan ke pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab agar mendapat banatuan dari APBD maupun APBN. Menurut Bastian (2007) terkait dengan pengelolaan APBS mengemukakan bahwa: masih banyak ditemukan adanya hal-hal yang negatif terkait dengan pengelolaan APBS antara lain: 1. Dalam proses pengambilan keputusan kebijakan strategis pengelolaan keuangan sekolah, kepala sekolah belum melibatkan stakeholders, sehingga masih terjadi pengalokasian anggaran yang tidak mencerminkan prioritas, sifat dan kebutuhan siswa. 2. Makin mahalnya pengutan pada masyarakat oleh sekolah negeri, sehingga akses orang miskin untuk memperoleh pendidikan menengah yang baik semakin tertutup 3. Komite Sekolah tidak memiliki akses yang memadai terhadap sumbersumber dana yang diperoleh sekolah. 4. Manfaat informasi yang dihasilkan oleh laporan keuangan sekolah belum maksimal untuk bahan pengambilan keputusan entitas sekolah. 5. Kuatnya dominasi Kepala Sekolah dalam setiap pengambilan keputusan sekolah, menyebabkan rendahnya keinginan Kepala Sekolah untuk mempertanggungjawabkan keuangan sekolah dan melemahnya fungsi pengawasan melalui Komite Sekolah, sehingga membuka peluang bagi penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan keuangan sekolah. 6. Masih adanya berbagai macam persepsi diantara stakeholder tentang pengelolaan keuangan sekolah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) merupakan suatu bagian tak terpisahkan dari Program Kerja Sekolah (PKS). Ketercapaian Program Kerja Sekolah sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dana yang

9 memadai dan pengelolaan APBS yang baik. Oleh karena itu menjadi suatu keharusan sekolah menyusun Program Kerja beserta Rencana Pendapatan dan Belanja Sekolah di awal tahun pelajaran sebagai pemandu arah kebijakan sekoalah dalam mencapai Visi dan Misi yang telah ditetapkan. Penyusunan Rencana Kerja Sekolah dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah telah dilaksanakan oleh sekolah, namun sesuai perkembangan kebijakan pemerintah masih dibutuhkan perbaikan dari sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Upaya perbaikan dan penyempurnaan yang dilakukan antara lain sejak tahun pelajaran 2009 APBS disusun berbasis kinerja. Program Kerja dan Anggaran Sekolah diarahkan pada terpenuhinya 8 Standar Nasional Pendidikan untuk sekolah terstandar dan Sekolah Berstandar Nasional dan terpenuhinya 8 Standar Nasional plus untuk RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) maupun SBI (Sekolah Berstandar Internasional) SMK Negeri 1 Jogonalan SMK Negeri 1 Jogonalan yang dulu bernama SMEA Negeri Gondang Winangun adalah salah satu isntitusi publik. Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Klaten yang berdiri sejak 1968 dan telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 sejak tahun 2011 mencanangkan Visi mewujudkan SMK unggul yang menghasilkan lulusan yang berkarakter, berwawasan luas, kompetitif, dan mandiri. Sedangkan misi SMK Negeri 1 Jogonalan antara lain meningkatkan KBM bermutu yang berorientasi masa depan dan mengembangkan iklim sekolah yang kondusif diperlukan

10 adanya program kerja sekolah yang terarah dan APBS yang memadai dan partisipatif. Hal ini yang menarik perhatian peneliti untuk menganalisa lebih lanjut sebab sejak diimplementasikannya Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 sebagai langkah awal SMK Negeri 1 Jogonalan melakukan perubahan cepat dalam lingkungannya melalui perbaikan setiap proses pendidikan guna memperbaiki hasil dan menurunkan biaya. Jerome S Arcaro mengukur sekolah yang bermutu terpadu melalui dua pertanyaan yakni bagaimana supaya kinerja sekolah atau wilayah dapaat dirumuskan dengan baik dan bagaimana sekolah atau wilayah memberikan sumbangan bagai keberhasilan siswa dan masayarakat. Masyarakat menuntut professional pendidikan menjadi pemimpin yang mengembangkan program yang memungkinkan setiap siswa berhasil. (Arcaro, Jerome S, 2007: 38). Pengelolan anggaran pendapatan dan belanja sekolah harus memperhatikan perspektif Manajemen Mutu Terpadu (MMT) agar sekolah tetap mendapat kepercayaan masyarakat di era persaingan yang ketat di bidang pelayanan pendidikan saat ini. Hal ini menarik peneliti untuk melihat sisi transparansi pengelolaan APBS di SMK Negeri 1 Jogonalan alasan: 1) bahwa pengelolaan APBS berperan penting dalam mewujudkan visi misi sekolah; 2) pengelolaan APBS yang transparan sangat dibutuhkan dalam meningkatkan partisipasi stakeholder sebagai kunci terciptakan iklim sekolah yang kondusif; 3) peneliti ingin memberikan kerangka teori yang signifikan dalam mencermati transparansi pengelolaan anggaran pendapatan dan

11 belanja sekolah. Untuk itu peneliti mengambil judul penelitian: Transparansi Pengelolaan APBS dalam perspektif Manajemen Mutu Terpadu di SMK Negeri 1 Jogonalan Tahun 2012. B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka permasalahan yang akan dicari jawabannya adalah: Bagaimana transparansi pengelolaan APBS dalam Perspektif Manajemen Mutu Terpadu di SMK Negeri 1 Jogonalan tahun 2012. Mengingat luasnya permasalahan ini maka peneliti menfokuskan pada hal-hal sebagai berikut: 1. Strategi transparansi penyusunan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah di SMK Negeri 1 Jogonalan tahun 2012. 2. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah SMK Negeri 1 Jogonalan tahun 2012. 3. Proses pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah SMK Negeri 1 Jogonalan tahun 2012. 4. Transparansi penyusunan RKAS, realisasi dan Pengawasan APBS. 5. Pemaknaan transparansi pengelolaan APBS dalam perspektif Manajemen Mutu Terpadu di SMK Negeri 1 Jogonalan tahun 2012. C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini untuk:

12 1. Mendeskripsikan strategi penyusunan RKAS SMK Negeri 1 Jogonalan tahun 2012. 2. Mendeskripsikan realisasi APBS SMK Negeri 1 Jogonalan tahun 2012. 3. Mendeskripsikan proses pengawasan APBS SMK Negeri 1 Jogonalan tahun 2012. 4. Mendeskripsikan transparansi penyusunan RKAS, realisasi dan Pengawasan APBS SMK Negeri 1 Jogonalan. 5. Mendeskripsikan pemaknaan transparansi pengelolaan APBS dalam perspektif MMT di SMK Negeri 1 Jogonalan tahun 2012. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna pada: 1. Manfaat Teoriti Secara teoritis penelitian ini memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang: a. Aplikasi manajemen keuangan sekolah khususnya di bidang Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah. b. Karakteristik tansparansi pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah khususnya di Sekolah Menengah Kejuruan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Kepala Dinas Pendidikan selaku penentu kebijakan pendidikan di kabupaten / kota sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan terkait dengan pengelolaan keuangan sekolah.

13 b. Bagi Kepala Sekolah sebagai bahan masukan untuk menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan sekolah terkait dengan APBS. c. Bagi Komite Sekolah sebagai bahan acuan dalam pengawasan program sekolah khususnya terkait dengan APBS d. Bagi Peneliti merupakan sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan praktis sebagai bekal terjun ke masyarakat. E. Definisi Istilah Transparansi Pengelolaan APBS MMT : : : : Keterbukaan dalam mengelola kegiatan dan atau sumber daya organisasi. Keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan. Hak sekolah yang diperoleh berupa uang dan atau barang yang bersumber dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan masyarakat yang masuk ke kas sekolah beserta keseluruh pengeluaran kas sekolah yang diperlukan. kegiatan organisasi yang menekankan perbaikan berkelanjutan sebagai tujuan fundamental untuk meningkatkan mutu, produktifitas, dan mengurangi pembiayaan.

14