HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

BAB III LANDASAN TEORI

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

NASKAH SEMINAR INTISARI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

BAB III LANDASAN TEORI

M. M. ADITYA SESUNAN JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2010

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

BAB IV. HASIL dan ANALISA Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

PENGARUH PERENDAMAN BERKALA PRODUK MINYAK BUMI TERHADAP DURABILITAS CAMPURAN BETON ASPAL

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

BAB IV METODE PENELITIAN

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

Gambar 4.1 Bagan alir penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO)

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

STUDI PENGARUH WAKTU CURING TERHADAP PARAMETER MARSHALL CAMPURAN AC - WC FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PERENCANAAN PERSENTASE AGREGAT CAMPURAN. Dalam memperoleh gradasi argegat campuran yang sesuai dengan spesifikasi

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PERENCANAAN GRADASI AGREGAT CAMPURAN. dari satu fraksi agregat yang penggabungannya menggunakan cara analitis.

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. aspal optimum pada kepadatan volume yang diinginkan dan memenuhi syarat minimum

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB IV Metode Penelitian METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian

STUDI DEFORMASI PERMANEN BETON ASPAL DENGAN PENAMBAHAN PARUTAN KARET SEPATU BEKAS. Ari Haidriansyah

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

GRAFIK PENGGABUNGAN AGREGAT

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODELOGI PENELITIAN. (AASHTO,1998) dan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan tahun 2010.

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

BAB III METODE PENELITIAN. aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik.

Variasi Jumlah Tumbukan Terhadap Uji Karakteristik Marshall Untuk Campuran Laston (AC-BC) Antonius Situmorang 1) Priyo Pratomo 2) Dwi Herianto 3)

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

BAB III METODE PENELITIAN

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.2, Januari 2013 ( )

Islam Indonesia, maka dapat diketahui nilai-nilai yang berpengaruh terhadap

PERBANDINGAN DURABILITAS CAMPURAN BETON ASPAL DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN PENGISI ABU BATU DAN ABU TERBANG

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

I. PENDAHULUAN. diperkirakan km. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

PENGARUH PENGGUNAAN ABU TERBANG BATUBARA SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP MODULUS RESILIEN BETON ASPAL LAPIS AUS

PENGGUNAAN SPEN KATALIS PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRTE-WEARING COURSE ABSTRAK

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

PENGARUH VARIASI KADAR AGREGAT HALUS TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Material Dasar 1. Agregat dan Filler Material agregat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari batu pecah yang berasal dari Tanjungan, Lampung Selatan. Sedangkan sebagian mineral filler diperoleh dari abrasi batu pecah dan sebagian lagi merupakan arang tempurung kelapa (ATK) yang berfungsi sebagai pengganti mineral filler abu batu. Pengujian agregat dilakukan untuk mengetahui apakah material agregat ini sesuai dengan peraturan standar yang digunakan, yaitu mengacu pada SNI. Hasil pengujian dari material agregat baik untuk agregat kasar, agregat halus, dan filler dapat dilihat pada Tabel 4.1. Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh hasil pengujian berat jenis agregat kasar sebesar 2,6285 dan penyerapan air agregat kasar sebesar 0,1480% yang sesuai dengan persyaratan SNI 03-1969-1990, yaitu berat jenis bulk agregat kasar minimum 2,5 dan penyerapan maksimum 3%. Sedangkan hasil pengujian berat jenis agregat halus sebesar 2,9644 dan penyerapan

34 air agregat halus sebesar 3,6699% yang sesuai dengan persyaratan SNI 03-1970-1990, yaitu berat jenis bulk agregat halus minimum 2,5 dan penyerapan maksimum 5%. Kemudian hasil pengujian Los Angeles sebesar 21,9560% sesuai dengan persyaratan SNI 03-2417-1990, yaitu keausan minimum 40%. Jadi agregat yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi persyaratan dan dapat digunakan dalam campuran aspal. Tabel 4.1 Hasil Pengujian Material Agregat Jenis Pemeriksaan Syarat Hasil Agregat Kasar 1. BJ curah (bulk) Min. 2,5 2,6285 2. BJ SSD - 2,6324 3. BJ semu (apparent) - 2,6388 4. Penyerapan air Maks. 3% 0,1480% 5. Los angeles test Maks. 40% 21,9560% Agregat Halus 1. BJ curah (bulk) Min. 2,5 2,9644 2. BJ SSD - 3,0731 3. BJ semu (apparent) - 3,3262 4. Penyerapan air Maks. 5% 3,6699% Filler 1. Abu Batu - 1,2163 2. ATK - 0,5475 Sumber : Manual Pemeriksaan Bahan Jalan, Dirjen Bina Marga Campuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran XI Laston dari spesifikasi Bina Marga dimana gradasi agregatnya dapat dilihat pada Gambar 4.1. Dalam analisis campuran Marshall diperlukan nilai BJ agregat gabungan yang dapat dihitung dengan persamaan berikut.

35 Dimana : % Agregat Kasar = 64,2% % Agregat Halus = 29,7% % Filler = 6,1% Sehingga diperoleh nilai BJ bulk agregat campuran = 2,5343 dan BJ efektif agregat campuran = 2,5750. Gambar 4.1 Grafik Gradasi Agregat Campuran Beraspal Tipe XI Rencana 2. Aspal Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal dengan penetrasi 60/70. Pengujian laboratorium harus dilakukan untuk mengetahui apakah aspal tersebut memenuhi spesifikasi dari standar yang ada, yaitu mengacu

36 pada SNI dan standar Bina Marga. Hasil pengujian terhadap bahan aspal yang dilakukan sesuai standar tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil Pengujian Aspal Penetrasi 60/70 Jenis Pemeriksaan Metode Syarat Hasil Satuan 1. Penetrasi (25 o C, 5 detik, 100 gr) SNI 06-2456-1991 60 79 70,9 0,1 cm 2. Titik Lembek (ring ball) SNI 06-2434-1991 48 58 49,5 o C 3. Daktalitas (25 o C, 5cm/menit) SNI 06-2432-1991 Min. 100 135 cm 4. Berat Jenis (25 o C) SNI 06-2441-1991 Min. 1 1,03 5. Kehilangan Berat (163 o C, 5 jam) SNI 06-2440-1991 Maks. 0,8 0,185 % berat Sumber : Manual Pemeriksaan Bahan Jalan, Dirjen Bina Marga Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, diperoleh hasil pengujian aspal yang sesuai dengan spesifikasi SNI. Dari hasil pengujian terhadap bahan aspal yang digunakan, diperoleh nilai BJ aspal sebesar 1,03. B. Karakteristik dan Parameter Marshall Pada pemadatan standar Marshall dalam penelitian ini hanya menggunakan 2x75 tumbukan (lalu lintas berat) sesuai dengan standar yang digunakan Bina Marga yaitu spesifikasi SNI 03-1737-1989. Hasil pengujian Marshall terhadap benda uji menggunakan pemadatan standar ini dapat dilihat pada Gambar 4.2 s/d 4.7, dimana diperlihatkan pola kecenderungan parameter Marshall yang ada dari setiap penggantian ATK. 1. Rongga Udara dalam Campuran / Void In Mix (VIM) Rongga dalam campuran aspal (VIM) merupakan volume rongga yang berisi udara di dalam campuran aspal dan dinyatakan dalam % volume.

37 Nilai rongga dalam campuran ini pengaruhnya dapat dikaitkan dengan durabilitas dan kemampuan campuran beraspal menerima beban lalu lintas. Jika nilainya terlalu kecil atau terlalu besar akan mengakibatkan kerusakan struktural dari perkerasan. Gambar 4.2 Kurva Kadar Aspal dengan VIM Tampak dari gambar trendline yang ada menunjukkan tidak adanya perbedaan, dimana nilai rongga dalam campuran aspal akan semakin turun dengan bertambahnya nilai kadar aspal. Apabila diperbandingkan tampak pada ATK 100% memiliki nilai yang paling tinggi, sedangkan pada ATK 66,7%, pada ATK 33,3% dan pada ATK 0% berturut-turut berada dibawahnya. Akan tetapi, yang memenuhi spesifikasi Bina Marga hanya pada ATK 0%. Hal ini disebabkan ATK mengandung rongga yang tidak dapat ditembus (impermeable) oleh rantai panjang hidrokarbon

38 aspal sehingga mengakibatkan adanya tambahan rongga dalam campuran aspal. Nilai rongga udara dalam campuran (VIM) semakin besar seiring dengan bertambahnya persen penggantian kadar ATK yang digunakan. 2. Rongga pada Campuran Agregat / Void Mineral Aggregate (VMA) Rongga dalam mineral agregat (VMA) yaitu volume rongga yang terdapat diantara butir-butir agregat dari suatu campuran aspal yang telah dipadatkan dan dinyatakan dalam % volume. Gambar 4.3 Kurva Kadar Aspal dengan VMA Tampak dari gambar trendline yang ada menunjukkan tidak adanya perbedaan, dimana nilai rongga mineral agregat akan semakin turun dan pada nilai tertentu akan berbalik naik dengan bertambahnya nilai kadar aspal. Apabila diperbandingkan tampak pada ATK 100% memiliki nilai

39 kelelehan yang tinggi dibawahnya ATK 66,7% dan ATK 33,3%, kemudian nilai yang paling rendah ATK 0%. Hal ini disebabkan oleh nilai VIM yang tinggi sehingga mengakibatkan semakin tinggi pula nilai VMA yang dihasilkan seiring dengan bertambahnya persen penggantian kadar ATK yang digunakan. 3. Rongga Terisi Aspal / Void Filled with Asphalt (VFA) Rongga terisi aspal (VFA) yaitu bagian dari volume rongga mineral dalam agregat yang terisi aspal efektif dan dinyatakan dalam % VMA. Gambar 4.4 Kurva Kadar Aspal dengan VFA Tampak dari gambar trendline yang ada menunjukkan tidak adanya perbedaan, dimana nilai rongga terisi aspal akan semakin naik dengan bertambahnya kadar aspal. Apabila diperbandingan tampak pada ATK 0%

40 memiliki nilai yang paling tinggi dibawahnya ATK 33,3% dan ATK 66,7%, kemudian ATK 100% yang menunjukkan nilai paling rendah. Hal ini disebabkan ATK memiliki rongga yang tidak dapat ditembus (impermeable) oleh rantai panjang hidrokarbon aspal sehingga mengakibatkan rongga yang terisi aspal (VFA) semakin rendah seiring dengan bertambahnya persen penggantian kadar ATK yang digunakan. 4. Stabilitas / Stability Stabilitas sebagai ukuran kemampuan campuran aspal untuk menerima beban sampai kelelahan plastis dan dinyatakan dalam kilogram (kg). Gambar 4.5 Kurva Kadar Aspal dengan Stabilitas Tampak dari gambar-gambar yang ada menunjukkan tidak adanya perbedaan, dimana nilai stabilitas akan semakin turun dengan

41 bertambahnya nilai kadar aspal. Apabila diperbandingkan semakin banyak kadar filler ATK, maka nilai stabilitasnya akan menjadi tinggi. Hal ini dikarenakan ATK memiliki kandungan karbon yang sifatnya mendekati rantai aspal dan memiliki kemampuan untuk mengikat aspal, sehingga dapat menjadi campuran yang sempurna dan membentuk sistem mortar yang kompak dan kuat. 5. Kelelehan / Flow Kelelehan (flow) merupakan ukuran kemampuan campuran aspal untuk berubah bentuk secara plastis akibat beban sampai mencapai batas runtuh dan dinyatakan dalam millimeter (mm). Gambar 4.6 Kurva Kadar Aspal dengan Kelelehan Tampak dari gambar-gambar yang ada menunjukkan tidak adanya perbedaan, dimana nilai kelelehan akan semakin naik dan pada nilai

42 tertentu akan semakin turun dengan bertambahnya kadar aspal. Apabila diperbandingkan tampak pada ATK 0% memiliki nilai kelelehan yang tinggi dibawahnya ATK 33,3% dan ATK 66,7%, kemudian yang paling rendah ATK 100%. Hal ini disebabkan adanya rongga yang dihasilkan oleh ATK (dapat dilihat pada hasil VIM) sehingga mengakibatkan nilai Flow menjadi semakin rendah seiring dengan bertambahnya persen penggantian kadar ATK yang digunakan, dan mungkin juga adanya pengaruh langsung terhadap viskositas dengan adanya penambahan ATK. 6. Hasil Bagi Marshall / Marshall Quotient (MQ) Marshall Quotient (MQ) merupakan perbandingan antara stabilitas dengan kelelehan dan dinyatakan dalam kilogram per millimeter (kg/mm). Gambar 4.7 Kurva Kadar Aspal dengan MQ

43 Tampak dari gambar-gambar yang ada menunjukkan tidak adanya perbedaan, dimana nilai Marshall Quotient akan semakin naik dengan bertambahnya kadar aspal. Apabila diperbandingkan tampak pada ATK 0% memiliki nilai Marshall Quotient yang tinggi dibawahnya ATK 66,7% dan ATK 33,3%, kemudian nilai yang paling rendah ATK 0%. C. Kadar Aspal Optimum Untuk mendapatkan nilai kadar aspal optimum untuk campuran aspal, maka dalam penelitian ini kadar aspal divariasikan antara 4,5% sampai dengan 6,5% dengan kenaikan tiap 0,5%. Kemudian kadar aspal optimum ditentukan berdasarkan standar Bina Marga untuk beton aspal dimana terdapat empat kriteria yang harus dipenuhi, yaitu stabilitas, kelelehan (flow), rongga dalam campuran (VIM), dan Marshall Quotient (MQ). Selain itu juga digunakan kriteria rongga terisi aspal (VFA) dan rongga di dalam agregat (VMA) yang digunakan Asphalt Institute. Nilai kadar aspal optimum diperoleh dari selang yang terlingkupi oleh nilai-nilai yang masuk kriteria diatas dapat dilihat pada Gambar 4.8. Pada penentuan nilai kadar aspal optimum menunjukan bahwa nilai kadar aspal optimum didapat pada filler ATK 0%, yaitu 5,1%. Sedangkan nilai kadar aspal optimum dari setiap penggantian filler ATK lainnya tidak memenuhi spesifikasi standar Bina Marga. Nilai kadar aspal optimum yang dihasilkan dari setiap penggantian filler ATK dapat dilihat pada Tabel 4.3.

44 Gambar 4.8 Grafik Penentuan Kadar Aspal Optimum Tabel 4.3 Nilai Kadar Aspal Optimum (KAO) Komposisi Filler ATK Abu Batu KAO (%) 0% 100% 5,1 33,3% 66,7% Tidak terdefinisi *) 66,7% 33,3% Tidak terdefinisi *) 100% 0% Tidak terdefinisi *) *) KAO tidak terdefinisi karena nilai rongga udara dalam campuran (VIM) tidak terpenuhi. D. Indeks Kekuatan Sisa (Immersion) Indeks kekuatan sisa merupakan ukuran akan daya tahan (durability) suatu campuran beraspal terhadap kerusakan akibat pengaruh suhu dan air. Pada penelitian ini pengujian terhadap indeks kekuatan sisa (IKS) dilakukan pada kadar aspal optimum (KAO).

45 Berdasarkan Subbab C, dengan adanya penggantian material filler abu batu oleh arang tempurung kelapa (ATK) campuran beton aspal yang diperoleh dapat menahan deformasi atau dengan kata lain menaikkan nilai stabilitas. Tetapi disisi lain, nilai rongga udara dalam campuran (VIM) yang dihasilkan semakin tinggi melewati batas spesifikasi yang ada. Lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh ATK terhadap durabilitas campuran aspal, maka pada tahap uji IKS dilakukan modifikasi terhadap aspal. Dimana aspal yang divariasikan menjadi 3 (tiga) perilaku berdasarkan penambahan kadar ATK, yaitu 0% ATK, 5% ATK, dan 10% ATK. Hasil pengujian stabilitas seperti terlihat pada Gambar 4.9 menunjukkan bahwa nilai stabilitas semakin meningkat seiring dengan bertambahnya kadar ATK, tetapi pada suatu titik tertentu dengan penambahan kdar ATK akan menurunkan nilai stabilitas. Sehingga pada penambahan kadar ATK perlu dibatasi agar didapatkan pengaruh yang positif atau meningkat. Gambar 4.9 Kurva Kadar ATK dengan Stabilitas

46 % ATK 0 5 10 Tabel 4.4 Nilai Indeks Kekuatan Sisa (IKS) Stabilitas IKS = 30 Menit 24 Jam 24Jam/30Mnt*100 1471,82 1228,12 83,44 1399,93 1242,90 88,78 1633,76 1261,91 77,24 1761,70 1990,74 1981,76 1853,64 1707,85 1740,60 1468,43 1705,67 1534,87 1200,76 1209,37 1456,56 83,35 85,68 77,45 64,78 70,81 83,68 Rata-Rata (%) 82,85 82,12 72,93 Nilai indeks kekuatan sisa (IKS) semakin rendah seiring dengan bertambahnya persen ATK. Hal ini dikarenakan didalam ATK mengandung karbon dan abu akibat proses pengarangan. Untuk kadar karbon yang diperoleh mempunyai fungsi daya lekat dengan aspal, sedangkan kadar abu (non-carbon) yang diperoleh mempunyai sifat yang mudah larut dalam air. Sifat dari kadar abu pada ATK inilah yang dapat menurunkan nilai indeks kekuatan sisa (IKS) seiring dengan bertambahnya persen penggantian kadar ATK yang digunakan.