BAB I PENDAHULUAN. Seperti halnya Pemerintah Republik Indonesia berupaya. mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merupakan cita-cita bangsa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. pulihnya perekonomian Amerika Serikat. Disaat perekonomian global mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. diberi kewenangan untuk menjalankan pemerintahan, 1 pembangunan. nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari wajib pajak yang berdasarkan peraturan perundangan mempunyai. kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. infrastruktur negara yang lebih baik, membuat kelestarian lingkungan hidup dan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. Masalah perpajakan di Indonesia bukan menjadi persoalan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perlu terus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 39 SERI B

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan telah memberi

BAB I PENDAHULUAN. dan UUD 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang, oleh karena

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Dengan adanya pajak sebagai sumber PAD, daerah dapat membiayai. pembangunan secara optimal. Dalam Undang-undang RI Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang selalu berkembang di masyarakat. Pajak memiliki fungsi sebagai sumber penerimaan Negara (Budgeter) yang

BAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

PERATURAN BUPATI BREBES NOMOR 001 TAHUN 2018 TENTANG TENTANG TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN BREBES

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

tatanan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia terdiri dari daerah-daerah yang tersebar di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. baru telah membuka jalan bagi munculnya reformasi diseluruh aspek kehidupan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG TARGET KINERJA PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN CILACAP TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA PEKANBARU. Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekanbaru. Berdasarkan Surat Edaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dibentuknya suatu pemerintahan pada hakikatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sebesar km². Dari total luas keseluruhan tersebut, sebesar

I. PENDAHULUAN. Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

ANALISIS PERANAN PAJAK DAERAH DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PAJAK RESTORAN DI KOTA PADANG. Oleh: FIKRI ZUHRI PADANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara memiliki cara untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Seperti halnya Pemerintah Republik Indonesia berupaya mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merupakan cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945. Salah satu usaha pemerintah dalam mewujudkan cita-cita tersebut adalah dalam bidang perekonomian. Untuk membiayai segala keperluan untuk penyelenggaraan negara dari sudut perekonomian, negara memerlukan dana yang sangat besar dan untuk mengatasinya negara mendapatkan sumber dana beberapa sektor antara lain: (1) Penerimaan negara yang bersumber dari dalam negeri yang diperoleh dari minyak dan gas bumi, nonmigas, pajak dan bukan pajak ; (2) Penerimaan negara yang bersumber dari luar negeri yang diperoleh dari bantuan program dan bantuan proyek. Seiring perjalanan waktu dan dinamika perkembangan masyarakat terutama dari tingkat perekonomiannya, maka pemerintah mulai memfokuskan sumber penerimaan negara dari sektor pajak karena pajak dianggap sebagai sumber penerimaan negara yang sangat penting dalam membiayai penyelenggaraan negara guna menuju pada kemandirian dalam pembangunan agar tidak terus menerus bergantung pada pinjaman luar negeri/negara lain. Hal ini jelas terlihat dari target penerimaan negara yang bersumber dari sektor pajak dalam Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN) dari tahun ke tahun yang terus mengalami peningkatan seperti yang disajikan pada Tabel 1.1 berikut ini: Tabel 1.1 Pendapatan Negara Tahun 2005 2009 ( Dalam Miliar Rupiah) No. Tahun Penerimaan Perpajakan Penerimaan Negara Bukan Pajak Jumlah Penerimaan 01. 2005 347.031,1 146.888,5 493.919,6 02 2006 409.203,0 226.950,2 636.153,2 03. 2007 490.988,6 215.119,7 706.108,3 04. 2008 658.700,7 320.604,6 979.305,4 05. 2009 725.843,0 258.943,6 984.786,5 Sumber : Data Pokok APBN tahun 2005 2009 Departemen Keuangan Republik Indonesia Sejalan dengan harapan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara di bidang pajak tersebut, maka Pemerintah Pusat membutuhkan dukungan seluruh Pemerintah Daerah untuk menggali potensi pajak yang ada di wilayah kerja masingmasing. Untuk mewujudkan harapan tersebut Pemerintah Pusat mengeluarkan Undang-Undang yang berkaitan dengan pelaksanaan pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah seperti Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Jenis pajak daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 terdiri dari Pajak Propinsi dan Pajak Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan retribusi daerah

terdiri dari Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan Tertentu. Peneliti melakukan penelitian di Pemerintah Tk. II Kota Binjai, maka jenis pajak yang dipungut di Kota Binjai adalah jenis Pajak Kabupaten/Kota dan Retribusi Daerah. Adapun jenis pajak daerah terdiri dari: 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Mineral bukan logam dan batuan 7. Pajak Parkir 8. Pajak Air Tanah 9. Pajak Sarang Burung Walet 10. PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) 11. BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan) Dalam penelitian ini, fokus peneliti berkaitan dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh staf/petugas pelayanan dalam pengurusan Pajak BPHTB terhadap kepuasan wajib pajak. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disebut BPHTB menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Subjek BPHTB adalah orang

pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek pajak yang dikenakan membayar pajak disebut wajib pajak. Dasar hukum pemungutan BPHTB yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Binjai adalah berdasarkan PERDA No. 2 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang ditetapkan pada tanggal 20 Januari 2011 dan mulai berlaku bulan Januari 2011 di Kota Binjai. Pemerintah Pusat melalui Kantor Pelayanan Pajak Pratama mempunyai tugas berat dalam hal pelayanan kepada publik yang berkaitan dengan pemungutan pajak. Saat ini telah dilakukan perubahan di berbagai bidang termasuk dicanangkannya visi, misi dan tujuan organisasi. Salah satu cita-cita utama yang terkandung dalam visinya adalah menjadi model pelayanan masyarakat yang merefleksikan cita-cita untuk menjadi pelayanan masyarakat bagi unit-unit instansi pemerintah lain. Disamping itu berkeinginan agar eksistensi dan kinerjanya memang benar-benar berkualitas tinggi dan akurat, serta mampu memenuhi harapan masyarakat serta memiliki citra yang baik dan bersih. Hal ini sejalan dengan visi yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Binjai melalui Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Binjai yaitu terwujudnya pengelolaan keuangan daerah yang profesional untuk menunjang penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Kota Binjai. Untuk mewujudkan visi tersebut perlu dituangkan dalam suatu misi. Salah satu misi yang ingin diwujudkan oleh Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah adalah meningkatkan penerimaan daerah dan meningkatkan kualitas SDM pengelola keuangan daerah. Misi inilah yang menjadi landasan bagi Dinas Pengelolaan

Keuangan dan Aset Daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (wajib pajak) guna meningkatkan penerimaan pajak daerah. Salah satu bidang pada Dinas Pengelolaaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Binjai yang menangani masalah pajak (khusus dalam pembahasan penelitian ini adalah Pajak BPHTB) adalah Bidang Pendapatan. Melalui Bidang Pendapatan diharapkan agar kebutuhan masyarakat yang membutuhkan pelayanan pajak dapat dilayani secara optimal dan berkualitas. Di dalam penelitian ini diuraikan lima dimensi kualitas pelayanan yang terdiri dari: kehandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance), empati (empathy) dan wujud fisik (tangibility). Kelima dimensi tersebut merupakan variabel bebas. Adapun kelima dimensi kualitas pelayanan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Kehandalan (reliability) berkaitan dengan kemampuan memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan, dapat diandalkan, akurat dan dapat dipercaya; (2) Ketanggapan (responsiveness) berkenaan dengan kesiapan petugas membantu wajib pajak; (3) Jaminan (assurance) menyangkut pengetahuan, kemampuan petugas pelayanan dalam melaksanakan tugas yang menjamin kinerja yang baik dan jaminan keamanan sehingga menimbulkan kepercayaan dan keyakinan masyarakat; (4) Empati (empathy) berarti perusahaan memahami kebutuhan wajib pajak dengan memberikan perhatian yang ikhlas; (5) Wujud fisik (tangibility) berkenaan dengan ketersediaan sarana dan prasarana (fasilitas fisik) serta penampilan petugas.

Sedangkan kepuasan pelanggan/wajib pajak adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapannya (Tjiptono, 2007 : 195). Kepuasan wajib pajak dalam penelitian ini adalah variabel terikat. Kepuasan berkaitan erat dengan kualitas yang diterima oleh pelanggan/konsumen dan memberikan dorongan khusus bagi para pelanggan untuk menjalin relasi saling menguntungkan dalam jangka panjang dengan pihak perusahaan/instansi/organsisasi. Ikatan emosional seperti ini memungkinkan perusahaan/instansi/organisasi untuk memahami dengan seksama harapan dan kebutuhan spesifik pelanggan dan pada gilirannya akan meningkatkan kepuasan pelanggan, dimana perusahaan/instansi/organisasi memaksimumkan pengalaman pelanggan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Peningkatan pelayanan pajak dimaksudkan agar tercipta pelayanan yang berkualitas di bidang perpajakan. Saat ini upaya tersebut terus dipupuk dengan cara meningkatkan profesionalisme, memperbaiki dan menyempurnakan sistem administrasi dan memperbaiki perilaku petugas. Dengan demikian sangat dibutuhkan petugas yang benar-benar menguasai bidangnya, memiliki ketrampilan yang memadai, sikap pragmatis sebagai petugas pelayanan dan profesional dalam tugas/pekerjaaan sehingga menimbulkan kepercayaan dari wajib pajak dan rasa puas terhadap pelayanan yang diberikan. Hal inilah yang tengah diupayakan secara berkesinambungan oleh Pemerintah Kota Binjai melalui instansi terkait agar kualitas pelayanan (khusus dalam

penelitian ini adalah Pajak BPHTB) sesuai dengan harapan masyarakat. Namun dalam perjalanannya sering mendapat keluhan dari wajib pajak. Keluhan wajib pajak tentang kurang cepatnya pelayanan dan panjangnya prosedur pengurusan administrasi yang harus dilalui tampaknya masih menjadi kendala yang belum dapat diatasi. Hal-hal tersebut di atas menyebabkan wajib pajak merasa kurang puas atas pelayanan yang diberikan. Penanganan keluhan atas masalah tersebut di atas saat ini sedang terus diupayakan oleh dinas terkait dalam penanganan Pajak BPHTB. Tujuannya adalah memberi peluang untuk mengubah seorang wajib pajak yang merasa tidak puas menjadi wajib pajak yang merasa puas. Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari Bahasa Latin satis (artinya cukup baik, memadai) dan facio (artinya melakukan atau membuat). Kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai. Oxford Advanced Learner s Dictionary (2000) mendeskripsikan kepuasan sebagai the good feeling that you have when you achieved something or when something that you wanted to happen does happen ; the act of fulfilling a need or desire yang artinya perasaan senang yang dirasakan ketika anda mendapatkan sesuatu atau ketika sesuatu yang anda inginkan terjadi/terwujud. Dalam upaya menghasilkan penerimaan daerah melalui sektor pajak guna mendukung program Pemerintah dalam pembangunan, maka Pemerintah Daerah melalui instansi terkait terus berupaya dan bekerja keras guna meningkatkan kualitas

pelayanan kepada masyarakat agar sesuai dengan harapan semua pihak seiring dengan dinamika yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya pelayanan perpajakan yang berkualitas yang dilakukan oleh instansi pemerintah diharapkan bukan hanya dapat meningkatkan kualitas pelayanan bagi instansi tersebut tetapi juga kepuasan yang dirasakan oleh wajib pajak atas pelayanan yang diberikan sehingga menimbulkan kepatuhan bagi wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban membayar pajak. Diharapkan sinergi ini akan dapat meningkatkan penerimaan Pemerintah Daerah dari sektor pajak (khusus dalam bahasan ini adalah Pajak BPHTB) yang pada gilirannya penerimaan pajak tersebut akan dapat berguna untuk membiayai pembangunan serta tetap terselenggaranya roda pemerintahan. Fokus peneliti dalam penelitian ini adalah kepuasan wajib pajak atas pelayanan yang diberikan oleh staf/petugas pelayanan. Alasan pemilihan judul ini dilatarbelakangi oleh jenis Pajak BPHTB adalah jenis pajak daerah yang masih tergolong baru sebab sebelumnya ditangani oleh Pemerintah Pusat dan saat ini telah dialihkan kepada daerah. Oleh karena jangka waktu pelaksanaannya di daerah masih baru yaitu mulai berlaku sejak bulan Januari 2011, sehingga masih banyak penyesuaian di lapangan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah terutama dibidang pelayanan, maka peneliti tertarik untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh kualitas pelayanan yang dirasakan oleh wajib pajak yang diberikan oleh Pemerintah Daerah melalui instansi terkait (Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) serta kaitannya dengan kepuasan pelanggan/wajib pajak.

Fenomena yang terjadi di lapangan adalah bahwa wajib pajak mengeluhkan kualitas pelayanan yang diberikan petugas pelayanan pada saat wajib pajak mengurus Pajak BPHTB seperti: kurang cepatnya pelayanan dan panjangnya prosedur pengurusan administrasi sehingga menimbulkan ketidakpuasan. Menurut Standard Operating Procedure (SOP) bahwa jangka waktu yang dibutuhkan dalam pengurusan Pajak BPHTB adalah 1 (satu) hari, namun dalam pelaksanaannya rata-rata membutuhkan waktu 2 (dua) hari. Sedangkan panjangnya prosedur pengurusan administrasi disebabkan dalam pengurusan administasi Pajak BPHTB harus melalui beberapa meja petugas sebelum dilakukan penelitian berkas dan validasi. Oleh sebab itu peneliti melakukan penelitian dengan teknik pengumpulan data seperti: observasi, kuesioner dan dokumentasi instansi dengan maksud untuk menggali secara mendalam penelitian dimaksud. Oleh sebab itu peneliti memberi judul: "Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Wajib Pajak pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Binjai." 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana pengaruh kualitas pelayanan yang terdiri dari : kehandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance), empati (empathy), dan wujud fisik (tangibility) terhadap kepuasan wajib pajak pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Binjai?

1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kualitas pelayanan yang terdiri kehandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance), empati (empathy) dan wujud fisik (tangibility) terhadap kepuasan wajib pajak pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Binjai. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Binjai Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kota Binjai melalui Dinas Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah tentang pentingnya memberikan pelayanan terbaik kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya. 2. Bagi Program Studi Magister Ilmu ManajemenSekolah Pascasarjana USU Untuk menambah khasanah penelitian di bidang pajak khususnya Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dapat dipergunakan dan dikembangkan di masa mendatang. 3. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan pemahaman peneliti mengenai Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta kualitas pelayanan yang diberikan.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya Memberikan sumbangan pemikiran berupa bahan referensi bacaan bagi pihak peneliti selanjutnya.