BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481]

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1989 TENTANG TELEKOMUNIKASI [LN 1989/11, TLN 3391]

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN [LN 2008/64, TLN 4846]

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

BAB XX KETENTUAN PIDANA

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGATUR LALU LINTAS UDARA DALAM HAL TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT UDARA

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661]

UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH [LN 2004/125, TLN 4437]

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

Bab XII : Pemalsuan Surat

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN [LN 2007/65, TLN 4722]

Unit kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, melakukan penilaian pelanggaran terhadap hasil pemeriksaan.

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 3 TAHUN 1989 (3/1989) Tanggal: 1 APRIL 1989 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1976 (4/1976) Tanggal: 27 APRIL 1976 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP [LN 2009/140, TLN 5059]

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN [LN 1992/33, TLN 3474]

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN [LN 2003/93, TLN 4311]

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

Bab XXV : Perbuatan Curang

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEAMANAN DAN KESELAMATAN PENERBANGAN Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 200 Tanggal 15 Februari 2001 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613]

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA [LN 1997/10, TLN 3671]

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN [LN 2004/118, TLN 4433]

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

UU 15/1992, PENERBANGAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:15 TAHUN 1992 (15/1992) Tanggal:25 MEI 1992 (JAKARTA) Tentang:PENERBANGAN

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI [LN 1999/154, TLN 3881]

BUPATI POLEWALI MANDAR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

BAB II PENYIDIKAN TERHADAP PENGAJUAN KLAIM ASURANSI TERKAIT DENGAN TINDAK PIDANA PENGGELAPAN ASURANSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG KEAMANAN DAN KESELAMATAN PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN [LN 2008/176, TLN 4924]

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN [LN 2009/154, TLN 5073]

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI [LN 2007/105, TLN 4755]

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN [LN 1995/64, TLN 3612]

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB II PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK LINGKUP TINDAK PIDANA DI BIDANG PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG RI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN C. Perbandingan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Penerbangan dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan serta kaitannya dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tidak memberikan pembatasan dalam penyelidikan, sehingga penyidik saat itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang menentukan bahwa penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan, demikian juga dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menentukan tugas pokok dari Kepolisian, dimana salah satu tugas pokok Kepolisian adalah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya, maka Kepolisian melaksanakan suatu penyelidikan terhadap peristiwa tersebut. Dimana unsur-unsur rumusan yang terdapat dalam Pasal 479g KUHP yang menentukan bahwa barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan pesawat udara celaka, hancur, tidak dapat dipakai atau rusak, dipidana: a. dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain;

b. dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika karena perbuatan itu mengakibatkan matinya orang. dengan unsur-unsurnya berupa : 1) barangsiapa; 2) karena kealpaan; 3) menyebabkan rusak, hancur, celaka dan tidak dapat dipakai lagi suatu pesawat udara; 4) dan menimbulkan bahaya atau matinya orang lain. Adagium lex specialis derogate legi generalis, dinilai oleh sebagian besar kalangan merupakan hal penting yang untuk diperhatikan dalam pengenaan aturan hukum terkait peristiwa kecelakaan pesawat terbang. Hal tersebut, didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP yang menentukan bahwa jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka yang khusus itulah yang diterapkan. Apabila dikaitkan dengan pandangan Hart, terkait dengan sistem hukum yang ada, asas lex specialis derogate legi generalis termasuk dalam kategori rules of recognition, dimana asas ini mengatur aturan hukum mana yang diakui keabsahannya sebagai suatu aturan yang berlaku 16. Dengan demikian, asas ini merupakan salah satu secondary rules yang sifatnya bukan mengatur perilaku sebagaimana primary rules, tetapi mengatur terkait dengan pembatasan penggunaan kewenangan dari aparatur negara dalam mengadakan suatu penekanan terhadap pelangggaran atas aturan tentang suatu perilaku. 16 http://raspati.blogspot.com/2008/03/tinjauan-yuridis-penerapan-asas-lex.html., revised at 25 Februari 2009. last

Penggunaan pasal dalam KUHP bukanlah sebagai bentuk dari pengesampingan atas peraturan perundang-undangan yang khusus (lex specialis), akan tetapi hal tersebut dilakukan karena peraturan perundang-undangan tentang penerbangan yang berlaku sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992, tidak memberikan aturan khusus yang dapat mengakomodir peristiwa kecelakaan pesawat dalam aspek ketentuan pidananya. Apabila dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 sebagai regulasi penerbangan yang berlaku pada saat ini, penggunaan ketentuan dalam Bab XXIX A KUHP tersebut tetap dapat dilakukan karena ketentuan pidana yang terdapat dalam undang-undang tersebut secara garis besar menekankan pada perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan unsur kesengajaan, namun terhadap perbuatan-perbuatan yang mengandung unsur kelalaian sama sekali tidak diatur dengan tegas. Aturan tentang kejahatan dalam penerbangan yang diatur dalam BAB XXII A KUHP, dengan tegas memberikan aturan yang terkait dengan perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana penerbangan dan memberikan rumusan terkait dengan tindak pidana penerbangan yang mengandung unsur kelalaian dalam perbuatan yang dilakukan tersebut. Lebih lanjut, dalam ketentuan peralihan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tidak ditentukan bahwa pasal-pasal yang mengatur tentang kejahatan penerbangan dalam bab XXIX A KUHP hapus dan tidak berlaku lagi setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992, sehingga merupakan langkah yang tepat dengan digunakannya aturan pidana dalam KUHP terkait peritiwa kecelakaan yang terjadi. Terkait dengan penegakan hukum formal, dalam

Pasal 52 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 juga menegaskan bahwa dalam pelaksanaan penyidikan dilakukan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu KUHAP. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan sebagai regulasi penerbangan yang berlaku saat ini, dalam ketentuan-ketentuan pidana yang diatur dalam Bab XXII tidak memberikan aturan terkait pertanggungjawaban pidana atas peristiwa kecelakaan. Seperti halnya regulasi yang sebelumnya, undang-undang ini hanya terbatas sebagai aturan perundang-undangan pidana pelengkap dari KUHP, sehingga bila terjadi suatu peristiwa kecelakaan yang sama, maka aturan yang diberlakukan merupakan aturan pidana dalam KUHP sepanjang rumusan unsur-unsur dalam pasal-pasal yang dikenakan terpenuhi oleh peristiwa dan pelakunya. b. Perbuatan yang termasuk tindak pidana dan ketentuan pidananya dalam Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Di dalam Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan diatur tentang bentuk-bentuk tindak pidana dan ketentuan pidananya yaitu sebagai berikut : 1. Dalam pasal 401 dinyatakan bahwa setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki kawasan udara terlarang dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

2. Di dalam pasal 402 disebutkan bahwa setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki kawasan udara terbatas dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 3. Selanjutnya dalam pasal 403 dinyatakan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan produksi dan/atau perakitan pesawat udara, mesin pesawat udara, dan/atau baling-baling pesawat terbang yang tidak memiliki sertifikat produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 4. Di dalam pasal 404 disebutkan bahwa setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak mempunyai tanda pendaftaran dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 5. Dan di pasal 405 diuraikan bahwa setiap orang yang memberikan tandatanda atau mengubah identitas pendaftaran sedemikian rupa sehingga mengaburkan tanda pendaftaran, kebangsaan, dan bendera pada pesawat udara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). 6. Di dalam pasal 406 disebutkan bahwa :

(1) Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak memenuhi standar kelaikudaraan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). (2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). (3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian seseorang dan kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). 7. Kemudian dalam pasal 407 dinyatakan bahwa setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak memiliki sertifikat operator pesawat udara dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). 8. Dan dalam pasal 408 dinyatakan bahwa setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak memiliki sertifikat pengoperasian pesawat udara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

9. Dalam pasal 409 dinyatakan bahwa setiap orang selain yang ditentukan dalam Pasal 47 ayat (1) yang melakukan perawatan pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-baling pesawat terbang dan komponennya dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). 10. Dalam pasal 410 disebutkan bahwa setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara sipil Indonesia atau asing yang tiba di atau berangkat dari Indonesia dan melakukan pendaratan dan/atau tinggal landas dari bandar udara yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 52 dipidana dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau denda Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 11. Di pasal 411 diuraikan bahwa setiap orang dengan sengaja menerbangkan atau mengoperasikan pesawat udara yang membahayakan keselamatan pesawat udara, penumpang dan barang, dan/atau penduduk atau merugikan harta benda milik orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 12. Kemudian dalam pasal 412 diuraikan bahwa : (1) Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan melakukan perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan melakukan perbuatan yang melanggar tata tertib dalam penerbangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (3) Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan mengambil atau merusak peralatan pesawat udara yang membahayakan keselamatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (4) Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan mengganggu ketenteraman dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (5) Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan mengoperasikan peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (6) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) atau ayat (5) mengakibatkan kerusakan atau kecelakaan pesawat dan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

(7) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), atau ayat (5) mengakibatkan cacat tetap atau matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. 13. Di dalam pasal 413 disebutka bahwa : (1) Setiap personel pesawat udara yang melakukan tugasnya tanpa memiliki sertifikat kompetensi atau lisensi dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 14. Di dalam pasal 414 dinyatakan bahwa setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tanpa izin Menteri dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). 15. Selanjutnya dalam pasal 415 dinyatakan bahwa setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara sipil asing yang dioperasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak memenuhi persyaratan kelaikudaraan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). 16. Dalam pasal 416 dinyatakan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga dalam negeri tanpa izin usaha angkutan udara niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 17. Dalam pasal 417 dinyatakan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri tanpa izin usaha angkutan udara niaga berjadwal dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 18. Kemudian dalam pasal 418 disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal luar negeri tanpa persetujuan terbang dari Menteri 93 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). 19. Dalam pasal 419 disebutkan bahwa : (1) Setiap orang yang melakukan pengangkutan barang khusus dan berbahaya yang tidak memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan 136 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 15 (lima belas) tahun. 20. Di pasal 420 dinyatakan bahwa pemilik, agen ekspedisi muatan pesawat udara, pengirim, badan usaha bandar udara, unit penyelenggara bandar udara, badan usaha pergundangan, atau badan usaha angkutan udara niaga yang melanggar ketentuan pengangkutan barang khusus dan/atau berbahaya dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). 21. Dalam pasal 421 dinyatakan bahwa : (1) Setiap orang berada di daerah tertentu di bandar udara, tanpa memperoleh izin dari otoritas bandar udara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2) Setiap orang membuat halangan (obstacle), dan/atau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yang membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 22. Lalu dalam pasal 422 disebutkan bahwa : (1) Setiap orang dengan sengaja mengoperasikan bandar udara tanpa memenuhi ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan ayat

(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan kerugian harta benda seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). (3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 23. Dalam pasal 423 disebutkan bahwa : (1) Personel bandar udara yang mengoperasikan dan/atau memelihara fasilitas bandar udara tanpa memiliki lisensi atau sertifikat kompetensi dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 24. Di pasal 424 dinyatakan bahwa : (1) Setiap orang yang tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa bandar udara dan/atau pihak ketiga

berupa kematian atau luka fisik orang yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara 240 ayat (2) huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). (2) Setiap orang yang tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa bandar udara dan/atau pihak ketiga berupa: a. musnah, hilang, atau rusak peralatan yang dioperasikan; dan/atau b. dampak lingkungan di sekitar bandar udara, yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 25. Dalam pasal 425 disebutkan bahwa setiap orang yang melaksanakan kegiatan di bandar udara yang tidak bertanggung jawab untuk mengganti kerugian atas setiap kerusakan pada bangunan dan/atau fasilitas bandar udara yang diakibatkan oleh kegiatannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 26. Kemudian pasal 426 dinyatakan bahwa setiap orang yang membangun bandar udara khusus tanpa izin dari Menteri 247 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

27. Lalu dalam pasal 427 dinyatakan bahwa setiap orang yang mengoperasikan bandar udara khusus dengan melayani penerbangan langsung dari dan/atau ke luar negeri tanpa izin dari Menteri, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 28. Dalam pasal 428 disebutkan bahwa : (1) Setiap orang yang mengoperasikan bandar udara khusus yang digunakan untuk kepentingan umum tanpa izin dari Menteri dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). 29. Di pasal 429 dinyatakan bahwa setiap orang yang menyelenggarakan pelayanan navigasi penerbangan tidak memiliki sertifikat pelayanan navigasi penerbangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 30. Lalu dalam pasal 430 dinyatakan bahwa : (1) Personel navigasi penerbangan yang tidak memiliki lisensi atau sertifikat kompetensi dipidana dengan pidana penjara paling lama 1

(satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 31. Dalam pasal 431 disebuykan bahwa : (1) Setiap orang yang menggunakan frekuensi radio penerbangan selain untuk kegiatan penerbangan atau menggunakan frekuensi radio penerbangan yang secara langsung atau tidak langsung mengganggu keselamatan penerbangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 15 (lima belas) Tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 32. Kemudian dalam pasal 432 disebutkan bahwa setiap orang yang akan memasuki daerah keamanan terbatas tanpa memiliki izin masuk daerah terbatas atau tiket pesawat udara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

33. Lalu dalam pasal 433 menyebutkan bahwa setiap orang yang menempatkan petugas keamanan dalam penerbangan pada pesawat udara niaga berjadwal asing dari dan ke wilayah Republik Indonesia tanpa adanya perjanjian bilateral, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 34. Di pasal 434 disebutkan bahwa setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara kategori transpor tidak memenuhi persyaratan keamanan penerbangan sehingga mengakibatkan kecelakaan pesawat udara dan kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 35. Di dalam pasal 435 inyatakan bahwa setiap orang yang masuk ke dalam pesawat udara, daerah keamanan terbatas bandar udara, atau wilayah fasilitas aeronautika secara tidak sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 36. Di pasal 436 disebutkan bahwa : (1) Setiap orang yang membawa senjata, barang dan peralatan berbahaya, atau bom ke dalam pesawat udara atau bandar udara tanpa izin huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun. (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.

(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 15 (lima belas) tahun. (4) Selanjutnya dalam pasal 437 disebutkan bahwa setiap orang menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. (5) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun. (6) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 15 (lima belas) tahun. 37. Dalam pasal 438 dinyatakan bahwa : (1) Kapten penerbang yang sedang bertugas yang mengalami keadaan bahaya atau mengetahui adanya pesawat udara lain yang diindikasikan sedang menghadapi bahaya dalam penerbangan, tidak memberitahukan kepada unit pelayanan lalu lintas penerbangan sehingga berakibat terjadinya kecelakaan pesawat udara dan kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 10 (sepuluh) tahun. 38. Di pasal 439 disebutkan bahwa : (1) Setiap personel pelayanan lalu lintas penerbangan yang pada saat bertugas menerima pemberitahuan atau mengetahui adanya pesawat udara yang berada dalam keadaan bahaya atau hilang dalam penerbangan tidak segera memberitahukan kepada instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pencarian dan pertolongan sehingga mengakibatkan kecelakaan pesawat udara dan kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun. (2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 10 (sepuluh) tahun. 39. Di pasal 440 dinyatakan bahwa setiap orang yang merusak atau menghilangkan bukti-bukti, mengubah letak pesawat udara, mengambil bagian pesawat udara atau barang lainnya yang tersisa akibat dari kecelakaan atau kejadian serius pesawat udara dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 40. Dalam pasal 441 disebutkan bahwa tindak pidana di bidang penerbangan dianggap dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana

tersebut dilakukan oleh orang yang bertindak untuk dan/atau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama. 41. Lalu dalam pasal 442 disampaikan bahwa dalam hal panggilan terhadap korporasi, maka pemanggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan disampaikan kepada pengurus di tempat pengurus berkantor, di tempat korporasi itu beroperasi, atau di tempat tinggal pengurus. 42. Dan pada pasal 443 diuraikan bahwa dalam hal tindak pidana di bidang penerbangan dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda yang ditentukan dalam Bab ini.