BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur.

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT

Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total

TINJAUAN PUSTAKA Keragaman Iklim

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

TINJAUAN PUSTAKA Wereng Batang Cokelat

ANALISIS PENGARUH FAKTOR IKLIM TERHADAP TINGKAT SERANGAN HAMA WERENG COKELAT (Studi kasus : Kabupaten Karawang) FEBRI KURNIA SARI

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. Padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas andalan Provinsi

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

commit to users I. PENDAHULUAN

Hama penghisap daun Aphis craccivora

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang


TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

hama wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal) dan pengendaliannya

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

III. BAHANDAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tanaman Pangan dan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

SKRIPSI KAJIAN PENGARUH UNSUR IKLIM TERHADAP FEKUNDITAS, FERTILITAS, DAN LUAS SERANGAN WERENG BATANG COKLAT (NILAPARVATA LUGENS STAL.

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DINAMIKA WERENG COKLAT TANAMAN PADI DI WILAYAH INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

EFFECT OF ZEOLITE ADDITION TO BROWN PLANTHOPPER PRESENCE ON SOME VARIETIES OF RICE

H. Sudarsono: Hama belalang kembara (Locusta migratoria manilensis) di Provinsi Lampung 53

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Biologi Kutu Perisai Aulacaspis tegalensis

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

Srie Juli Rachmawatie, Tri Rahayu Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Islam Batik Surakarta

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KESESUAIAN HAMA WERENG BATANG COKELAT

HASIL DAN PEMBAHASAN Keperidian WBC N. lugens Stål pada varietas tahan dan rentan

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. KEBERADAAN OPT PADI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Seperti yang dijelaskan Sudaryanto dan Swastika (2007), bahwa

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Padi

BAB I PENDAHULUAN. Hama dan Penyakit pada Tanaman Pangan Page 1 Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

(HEMIPTERA: MIRIDAE) TERHADAP HAMA WERENG BATANG COKELAT

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut:

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA v

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RESPONS BERBAGAI VARIETAS PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP SERANGAN HAMA WERENG BATANG COKELAT (Nilaparvata lugens Stall.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hama merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dunia pertanian termasuk Indonesia, dimana iklim tropis cocok untuk perkembangan hama. Hama dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman dan merugikan secara ekonomi. Kerugian akibat serangan hama dapat menurunkan hasil pertanian secara kuantitatif dan kualitatif. Padi merupakan salah satu bahan dasar makanan pokok di Indonesia, sehingga tanaman padi perlu ditingkatkan produksinya di Indonesia. Namun dalam pertumbuhannya, padi tidak luput dari serangan hama. Salah satu hama yang dapat menurunkan produksi padi di Indonesia adalah wereng batang coklat (Nilaparvata lugens Stal). Wereng batang coklat atau WBC (Nilaparvata lugens Stal) sampai saat ini masih dianggap sebagai hama utama pada pertanaman padi akibat kerusakan yang diakibatkan cukup luas dan hampir terjadi setiap musim tanam. Kerusakan tersebut dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan secara langsung diakibatkan kemampuan wereng batang coklat menghisap cairan sel tanaman sehingga tanaman menjadi kering dan akhirnya mati, sedangkan kerusakan secara tidak langsung adalah dengan menularkan penyakit virus kerdil hampa dan kerdil rumput yang dapat merusak tanaman padi (Ditjentan 1986). Wereng batang coklat (WBC) merupakan hama yang merusak tanaman padi di Indonesia sejak 1930 hingga saat ini. Luas serangan WBC pada dasawarsa 1960-1970 tercatat sebesar 52 000 ha dan meningkat tajam hingga 2 510 680 ha pada 1970-1980. Periode tersebut merupakan puncak serangan WBC di Indonesia. Luas serangan WBC mengalami penurunan pada dasawarsa 1980-1990, yaitu hanya sebesar 200 000 ha. Hal yang sama terjadi pada 1990-2000, dimana luas serangan WBC hampir sama dengan serangan WBC pada dasawarsa sebelumnya (BBPTP 2007). Lahan sawah yang terserang WBC terdapat di Provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Lampung, dan Aceh. Sebagian besar daerah endemis WBC tersebar di Pulau Jawa, yaitu Jawa Tengah (32 Kabupaten), Jawa Timur (27 Kabupaten), Jawa Barat (19 Kabupaten), Jawa Timur (19 Kabupaten), dan Banten (6 Kabupaten) Jawa Tengah merupakan daerah endemis WBC yang luas sebarannya paling luas di Indonesia. Serangan wereng batang coklat di daerah Jawa Tengah tersebar hampir diseluruh kabupaten antara lain Kebumen, Kendal, Banyumas, Purworejo, Banjarnegara, Sragen, Blora, Temanggung, Purworejo, Purbalingga, Pekalongan, Jepara, Cilacap, dan Tegal (BBPTP 2007). Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan serangga, oleh karena itu diharapkan iklim dapat menjadi indikator dalam pengendalian WBC. Untuk mengendalikan serangan WBC diperlukan model prediksi serangan WBC, dengan model prediksi ini persiapan untuk mengantisipasi ledakan (outbreaks) serangan WBC telah dipersiapkan dari waktu sebelumnya. Model prediksi ini dapat disusun dengan memanfaatkan analisis regresi antara faktor iklim dengan luas serangan WBC selama beberapa periode musim tanam. Dengan demikian, kerusakan tanaman padi dan kehilangan hasil panen akibat WBC dapat diminimalisasi. 1.2 Tujuan Penelitian Menganalisis hubungan berbagai faktor iklim dengan tingkat serangan WBC (Nilaparvata lugens Stal) sebagai landasan prediksi serangan WBC di beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wereng Batang Coklat Wereng batang coklat atau WBC adalah hama yang berbahaya untuk tanaman padi, karena inang utama wereng batang coklat adalah tanaman padi. Dengan demikian perkembangan populasi wereng batang coklat tergantung pada adanya tanaman padi. Hama WBC ini dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman padi, dimana tanaman padi akan menguning dan cepat sekali mengering (Ditjentan 1986). 2.1.1 Bioekologi Wereng Batang Coklat Wereng batang coklat, Nilaparvata lugens termasuk dalam family Delphacidae, yang merupakan family terbesar dari infra ordo Fulgoromorpha. Fulgoromorpha adalah satu dari dua infra ordo di dalam sub ordo Auchenorrhyncha dari ordo Homoptera yang terdapat di Asia Timur dan Benua Australia. Ciri WBC adalah seluruh tubuhnya berwarna coklat kekuningan sampai coklat tua, berbintik coklat gelap pada pertemuan sayap

2 depannya. Panjang badan serangga jantan rata-rata 2-3 mm dan serangga betina 3-4 mm (Ditjentan 1986). 2.1.2 Penyebaran Wereng Batang Coklat Persebaran WBC tersebar di wilayah India, Asia Tenggara, dan China. Sejak tahun 1970, WBC dianggap penting dan perlu ditangani karena penyebarannya yang luas di Indonesia (Khalshoven 1981). Menurut Mochida (1978) Jawa dan Sumatera Utara merupakan lokasi pertama terserang WBC. Kemudian diikuti wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat, Aceh dan Lampung. 2.1.3 Gejala Serangan Serangan WBC dimulai dari persemaian sampai waktu panen. Nimfa dan imago mengisap cairan tanaman pada bagian pangkal batang padi. Gejala kerusakan yang terlihat pada tanaman berupa kelayuan dan mengeringnya daun mulai dari daun tua kemudian meluas dengan cepat ke seluruh bagian tanaman sehingga tanaman mati. Wereng coklat dapat menyebabkan daun berubah kuning oranye sebelum menjadi coklat dan mati. Dalam keadaan populasi wereng tinggi dan varietas yang ditanam rentan wereng coklat dapat mengakibatkan tanaman seperti terbakar atau hopperburn. Wereng coklat juga dapat menularkan penyakit virus kerdil hampa dan virus kerdil rumput, dua penyakit yang sangat merusak (Oka 1979) Kerdil rumput (Grassy Stunt) tanaman yang terinfeksi berat akan menjadi kerdil dengan anakan yang berlebihan, sehingga tampak seperti rumput. Daun tanaman padi menjadi sempit, pendek kaku, berwarna hijau pucat sampai hijau, dan kadang-kadang terdapat bercak karat. Tanaman yang terinfeksi biasanya dapat hidup sampai fase pemasakan tetapi tidak memproduksi. Kerdil hampa (Ragged Stunt) disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh WBC. Penyakit ini menghasilkan beberapa gejala malformasi pada daun seperti daun bergerigi (Ragged) dan melintir (Twisting). Daun tanaman yang terkena virus berwarna hijau tua. Tanaman masih dapat berproduksi, tetapi gabah yang dihasilkan hampa (Ditjentan 1986). Gambar 1 Padi hopperburn akibat serangan WBC (http://www.flickr.com). 2.1.4 Morfologi 2.1.4.1Telur Telur wereng batang coklat pada saat diletakkan berwarna putih bening dan lama kelamaan berubah warna sesuai dengan perkembangan embrio. Telurnya berbentuk oval, bagian ujung, pangkal dan tutup telurnya tumpul, serta mempunyai perekat pada pangkal telurnya yang menghubungkan telur satu dengan lainnya (Subroto et al. 1992). Telur biasanya diletakkan dalam jaringan pelepah daun dan helaian daun padi. Peletakkan telur secara berkelompok dan tersusun seperti buah pisang dengan jumlah telur tiap kelompok antara 2-37 butir. Selama hidupnya, seekor WBC betina menelurkan telur sekitar 390 butir. (Sogawa 1971). Gambar 2 Telur (http://www.flickr.com). WBC 2.1.4.2 Nimfa WBC yang baru menetas sebelum menjadi dewasa (imago) akan melewati lima tahapan pergantian kulit (instar) nimfa yang dibesakan menurut ukuran bentuk tubuh dan bakal sayapnya. Periode setiap instar nimfa berkisar antara 2-4 hari, sehingga WBC ratarata menghabiskan 12-15 hari pada seluruh fase nimfa (Sogawa 1971).

3 Gambar 3 Nimfa WBC (http://www. osmania.ac.in). 2.1.4.3 Imago Serangga dewasa WBC mempunyai dua bentuk, yaitu bersayap sempurna (makroptera) dan bersayap tidak sempurna atau tidak dapat terbang (brakhiptera). WBC makroptera dapat bermigrasi dari satu sawah ke sawah lain setelah persemaian. Generasi WBC yang umumnya ditemukan terdiri dari betina brakhiptera dan jantan makroptera (Subroto et al. 1992). Menurut Natawigena (1990) pada kepadatan populasi tinggi atau keadaan kekurangan makanan maka akan terbentuk lebih banyak serangga makroptera pada generasi berikutnya. Sebaliknya, jika keadaan makanan cukup, maka akan terbentuk lebih banyak serangga dewasa brakhiptera. Gambar 4 Makroptera dan brakhiptera (http://www.flickr.com). 2.1.5. Siklus Hidup Satu generasi hama WBC antara 28-32 hari pada suhu 25 0 C dan 23-25 hari pada suhu 28 0 C. Ada 3 fase dalam satu siklus hidupnya yaitu: fase telur 8-10 hari, fase nympha 12-14 hari, dan fase imago praoviposisi adalah 4-8 hari (Subroto et al. 1992). Siklus hidup satu generasi WBC di daerah tropis rata rata berkisar antara 21 28 hari, Seekor imago jantan rata-rata hidupnya 21 hari dan imago betina 25 hari. Bentuk imago brakipetra lebih dahulu bertelur daripada bentuk makropetra. Berdasarkan umur padi dan umur imago WBC dalam setiap generasi, maka selama satu musim tanam dapat timbul 2-8 imago WBC (Hidayat 2000). Gambar 5 Siklus Hidup WBC (Ditjentan 1986). 2.1.6 Faktor Pemicu Serangan WBC Kerusakan tanaman padi akibat tingginya populasi WBC dipicu oleh beberapa faktor yang mendukung perkembangan WBC. Menurut Baehaki (1985) faktor yang mendukung perkembangan WBC mencapai populasi yang tinggi adalah penggunaan pupuk nitrogen yang berlebihan, iklim yang sesuai bagi perkembangan WBC, dan teknik penanaman yang rapat. Dirjen Pertanian Tanaman Pangan (1986) menambahkan perkembangan WBC juga dipengaruhi oleh pola dan waktu tanam yang kurang teratur dan serempak dalam satu hamparan, penanaman varietas padi yang tidak tahan terhadap WBC, penggunaan insektisida yang tidak tepat dan berlebihan (jenis, dosis, waktu, dan cara), perubahan biotipe WBC, peranan musuh alami dari WBC yang kurang. 2.1.7 Teknik Pengendalian WBC Serangan WBC sulit untuk diatasi, karena kemampuan WBC yang mudah beradaptasi dengan lingkungannya. WBC merupakan hama r-strategic dengan ciri: (1) serangga kecil yang cepat menemukan habitatnya, (2) berkembangbiak dengan cepat dan mampu menggunakan sumber makanan dengan baik sebelum serangga lain ikut berkompetisi, (3) mempunyai sifat menyebar dengan cepat ke habitat baru sebelum habitat lama tidak berguna lagi, (4) mudah beradaptasi dengan habitat baru (Baehaki dan Dede 2008). Sehingga pengendalian harus ditempuh dengan berbagai cara. Pengendalian WBC bisa dilakukan dengan berbagai cara diantaranya: penggunaan varietas tahan, pengaturan pola tanam dan teknik penanaman, pengendalian dengan insektisida,

4 pengendalian berdasarkan musuh alami (BBPTP 2007). Melakukan pemantauan secara rutin dengan cara mengamati areal tanaman padi dalam interval waktu tertentu (rnisalnya seminggu sekali), sejak awal persemaian, penanaman sampai panen. Pemantauan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepadatan populasi WBC di tiap lokasl sehingga dapat dijadikan pedoman apakah perlu dilakukan tindakan pengendalian atau tidak (Diratmaja dan Permadi 2005). 2.2 Unsur Iklim yang Berpengaruh pada WBC Iklim dan cuaca memiliki peranan penting baik langsung maupun tidak langsung pada penyebaran, pemencaran, kelimpahan, dan perilaku serangga (Koesmaryono 1987). Metabolisme dasar serangga bergantung pada suhu udara lingkungan sekitar. Pada analisis hubungan serangga dengan iklim, faktor iklim seperti suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, dan angin, sangat erat kaitannnya dalam mempengaruhi iklim mikro bagi perkembangan serangga (Speight et al. 2008). 2.2.1 Suhu Udara Suhu udara merupakan faktor yang paling menentukan dalam perkembangan dan kelangsungan hidup serangga. Suhu udara merupakan faktor pembatas penyebaran hewan, pengaruhnya dapat terhadap stadia dari daur hidup, kelangsungan hidup, serta pertumbuhan dan perkembangannya (Koesmaryono 1999). Kemampuan penyesuaian terhadap suhu lingkungannya tergantung pada tiap spesies serangga, sehingga ada beberapa spesies serangga yang mampu beradaptasi pada kisaran suhu yang lebar (uery-thermal) dan pada kisaran suhu yang sempit (steno-thermal). Keadaan suhu selama fase nimfa dan dewasa dapat mempengaruhi umur serangga. Sangat sulit menentukan pada keadaan suhu berapa yang paling sesuai bagi perkembangan populasi wereng batang coklat. Kisaran suhu normal untuk WBC makroptera jantan adalah 9-30 0 C dan untuk WBC makroptera betina adalah 10-32 0 C (Suenega 1963 dalam Subroto et al. 1992). Kondisi suhu optimal untuk WBC, terutama untuk perkembahngan telur dan nimfa adalah 25-30 0 C, perkembangan embrio WBC akan terhenti jika suhu kurang dari 10 0 C (Hirano, 1942 dalam Subroto et al. 1992). Menurut Abraham dan Nair (1975) dalam IRRI (1979), bahwa ledakan hama wereng batang cokelat terjadi pada selang suhu 20-30 0 C. Subroto et al. (1992) menyimpulkan suhu harian antara 28-30 0 C dan suhu malam hari yang rendah adalah suhu yang paling sesuai untuk pemunculan sejumlah serangga dewasa. 2.2.2 Kelembaban Udara Kelembaban udara berpengaruh terhadap proses biologi serangga, dimana kisaran kelembaban udara optimum pada umumnya sekitar 73-100%. Kelembaban udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menghambat aktivitas dan kehidupan serangga, kecuali pada beberapa jenis serangga yang biasa hidup di tempat basah. Kelembaban optimum serangga berbeda menurut jenis dan stadium (tingkatan kehidupan) pada masing-masing perkembangan (Sunjaya 1970). Kelembaban udara merupakan faktor iklim yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan WBC. Hino et al. (1970) dalam Alissa (1990) menyebutkan WBC sangat menyukai lingkungan yang memiliki kelembaban tinggi dengan RH optimal berkisar antara 70-85%. Dalam sebuah penelitian, perkembangan WBC akan terhambat apabila dipelihara dalam kelembaban nisbi yang konstan di atas 80% pada suhu 29 0 C, namun perkembangannya lebih baik pada kelembaban nisbi yang konstan di bawah 80% pada suhu yang sama (IRRI 1976 dalam Baco 1984). Serangan WBC berhubungan dengan kepadatan tanaman, radiasi matahari yang rendah, kelembaban yang tinggi, dan perbedaan suhu yang kecil antara siang dan malam hari. 2.2.3 Curah Hujan Hujan mempengaruhi ekologi serangga, terutama pada pertumbuhan dan aktivitas serangga. Periodisitas timbulnya suatu hama erat hubungannya dengan periodisitas curah hujan tahunan dan perubahannya. Tetesan air hujan secara fisik langsung dapat menghanyutkan seranggaserangga yang berukuran kecil, sedangkan secara tidak langsung curah hujan dapat mempengaruhi kelembaban udara (Sunjaya 1970). WBC memiliki sifat biological clock, dimana WBC mampu berkembang dengan baik di musim hujan dan musim kemarau yang terdapat hujan (Baehaki 2005 dalam Susanti et al. 2007). Sebagian peneliti mengatakan bahwa ledakan populasi WBC lebih banyak terjadi pada musim hujan, tetapi

5 mereka mengakui adanya keterkaitan antara curah hujan dengan peningkatan populasi WBC (Hidayat 2000). 2.2.4 Cahaya dan Radiasi Pengaruh cahaya terhadap perilaku serangga berbeda-beda antara serangga yang aktif pada siang hari (diurnal) dengan yang aktif pada malam hari (nocturnal). Pada serangga yang aktif pada siang hari, keaktifannya akan dirangsang oleh keadaan intensitas maupun panjang gelombang cahaya di sekitarnya. Sebaliknya pada serangga malam hari keadaan cahaya tertentu mungkin dapat menghambat keaktifannya (Uvarov 1931 dalam Koesmaryono 1987). Serangga yang mempunyai kebiasaan hidup dengan cahaya minimum dan lemah, apabila intensitas cahaya ditingkatkan akan mengakibatkan aktivitasnya akan tertekan, begitu pula sebaliknya. Meningkatnya intensitas cahaya dapat mempercepat kedewasaan serangga dan mempersingkat umur imagonya (Sunjaya 1970). Faktor cahaya dan radiasi juga mempengaruhi kehidupan wereng batang coklat. Apabila WBC dewasa dipelihara di tempat gelap maka pematangan indung telur terhambat dan jumlah telur yang di letakkan juga kecil. WBC lebih banyak ditemukan pada musim yang sering mendapat radiasi langsung dibandingkan musim yang kurang mendapat sinar matahari langsung (Suenaga 1963 dalam Baco 1984). 2.2.5 Angin Pertumbuhan dan perkembangan serangga secara tidak langsung dipengaruhi oleh angin. Angin mempengaruhi penguapan dan kelembaban udara yang secara tidak langsung memberi efek pada suhu tubuh serangga maupun kadar air dalam tubuh serangga. Pemencaran dan aktivitas serangga dipengaruhi oleh gerak udara. Misalnya pada serangga yang bertubuh ringan walaupun berdaya terbang lemah dan tidak bersayap akan mampu pindah ke daerah yang lebih jauh, hal ini terjadi akibat adanya gerak udara vertikal maupun gerak udara horizontal (Sunjaya 1970). BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan September 2010 di Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi. Dengan kajian di Kabupaten Cilacap, Kabupaten Pekalongan, dan Kabupaten Tegal (Provinsi Jawa Tengah). 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini: 1. Data iklim harian selama 8 tahun (periode tahun 2002 sampai 2009) yaitu data curah hujan (CH), data suhu maksimum (T max), data suhu minimum (T min), data suhu rata-rata (T rata), data kelembaban udara (RH) (Sumber : BMG) 2. Data luas serangan WBC 2 mingguan di wilayah kajian selama 7 tahun (2003-2009) (Sumber : BPTPH Provinsi Jawa Tengah) 3. Seperangkat komputer 4. Microsoft Excel 5. Minitab 14 3.3 Metode Penelitian 3.3.1. Persiapan Data Data iklim harian wilayah kajian diubah menjadi data iklim 2 mingguan atau setengah bulanan sesuai dengan data luas serangan WBC. Data luas seragan WBC memiliki 4 kriteria yaitu Ringan (R), Sedang (S), Berat (B), Puso (P). Berikut ini kriteria serangan WBC: Tabel 1 Kriteria Luas Serangan WBC Kriteria Luas Serangan Presentase Serangan Ringan 0-25% Sedang 25-50% Berat 50-85% Puso 85-100% Sumber : Ditjentan 1986 3.3.2. Pengolahan Data Luas serangan bernilai nol atau tidak terjadi serangan tidak dimasukkan dalam analisis data dengan tujuan untuk mengurangi error dalam regresi sehingga diperoleh pola regresi yang lebih jelas. Hal ini karena tidak adanya serangan disebabkan pengaruh faktor lain di luar faktor iklim yang terlalu besar atau pengambilan data luas serangan WBC yang tidak akurat. Analisis data faktor iklim dibedakan berdasarkan uji kesesuaian model regresi, yaitu analisis metode regresi linier sederhana untuk curah hujan, regresi kuadratik sederhana untuk faktor iklim lainnya, dan