4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan limbah padat tapioka dicuci dengan akuades, untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Kemudian kaolin dan limbah padat diaktivasi terlebih dahulu sebelum dicampur secara homogen. Aktivasi kaolin menggunakan H 2 SO 4 3% karena H 2 SO 4 merupakan asam dengan ekuivalen H + lebih banyak jika dibandingkan dengan HCl maupun HNO 3 (Suarya 28). Aktivasi adsorben dengan pengasaman bertujuan melarutkan komponen-komponen seperti Fe 2 O 3, Al 2 O 3, CaO, dan MgO yang mengisi ruang antarlapisan kaolin sehingga menambah luas permukaan adsorben (Ketaren 1986). Ion-ion Ca 2+ dan Mg 2+ yang berada di permukaan kristal adsorben secara berangsurangsur digantikan oleh ion H + dari H 2 SO 4. Aktivasi kaolin menggunakan asam kuat diilustrasikan pada Gambar 1. Gambar 1 Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 24). Penggunaan akuades hangat setelah proses aktivasi kaolin bertujuan mengeluarkan sisa 2- asam, sedangkan ion SO 4 dideteksi dengan BaCl 2. Apabila kaolin hasil aktivasi masih mengandung asam, maka filtrat hasil pencucian dengan akuades hangat akan membentuk endapan BaSO 4 berwarna putih. Pencucian dilakukan hingga tidak terbentuk endapan BaSO 4. Aktivasi limbah padat tapioka dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa selain polisakarida, seperti mineral, protein maupun lemak yang larut dalam asam. Dengan demikian, senyawa tersebut tidak menutupi pori-pori adsorben dan tidak ikut berperan dalam mekanisme adsorpsi cibacron red. Menurut Victoria (29), campuran kaolin-limbah padat tapioka dengan nisbah (7:2), total bobot adsorben. g, serta waktu kontak optimum selama 3 menit memberikan hasil yang terbaik untuk menjerap biru metilena, dengan kapasitas penjerapan sebesar 9.8 mg/g. Pada saat penggunaan bobot adsorben. g, hampir seluruh permukaan adsorben telah terikat oleh adsorbat (biru metilena), sedangkan pada bobot yang lebih tinggi masih banyak tapak aktif yang belum berikatan dengan adsorben. Kaolin merupakan mineral yang tersusun atas material lempung atau liat dengan kandungan besi yang rendah dan umumnya berwarna putih (Bakri et al. 28), sedangkan limbah padat tapioka berwarna kecokelatan. Ketika keduanya dicampur dengan nisbah (7:2), warna campuran menjadi putih kecokelatan dan menandakan keduanya telah tercampur dengan baik. Permukaan kristal kaolinit mempunyai muatan negatif yang tetap dan tidak bergantung pada ph. Muatan negatif tersebut berasal dari substitusi atom pada struktur kristal tersebut, misalnya dengan adanya atom Al yang bermuatan +3 menggantikan atom Si yang bermuatan +4, kerangka kaolinit kekurangan muatan positif atau kelebihan muatan negatif (Faruqi et al. 1967). Modifikasi Adsorben dengan Surfaktan Penentuan konsentrasi misel kritis (KMK) pada penelitian ini dilakukan dengan mengukur tegangan permukaan surfaktan (Tween 8 dan HDTMA-Br) menggunakan metode pipa kapiler. Prinsip metode ini adalah gaya yang diperlukan oleh larutan surfaktan untuk dapat melewati pipa kapiler sebanding dengan tegangan permukaannya. Sebelum digunakan, pipa kapiler dan tabungnya dicuci terlebih dahulu menggunakan kromat-sulfat untuk menaikkan zat-zat organik yang terdapat di dalamnya, lalu dikeringkan menggunakan aseton. Densitas air dan jari-jari kapiler ditentukan terlebih dahulu sebelum menentukan tegangan permukaan surfaktan. Diperoleh densitas air dan jari-jari kapiler secara berurutan sebesar.9813 g/ml dan.31 cm (Lampiran 2 dan 3). KMK merupakan salah satu sifat penting surfaktan yang menunjukkan batas konsentrasi kritis surfaktan dalam larutan.
Makin tinggi konsentrasi surfaktan, tegangan permukaan makin rendah hingga pada suatu konsentrasi, tegangan permukaannya konstan. Batas awal konsentrasi ketika tegangan permukaan mulai konstan disebut KMK (Gambar 2 dan 3). Nilai KMK lebih lanjut juga dapat diperoleh sebagai titik minimum dari kurva hubungan antara konsentrasi dan dlog γ/dlog [surfaktan] (Gambar 4 dan ). Berdasarkan Gambar 2 dan 3, didapatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi surfaktan, akan semakin kecil tegangan permukaannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa larutan surfaktan yang diukur dapat menurunkan tegangan permukaan (Shaw 1993). 8 7 6 4 3 2 1 8 7 6 4 3 2 1 2 4 6 8 1 Konsentrasi larutan Tween 8 () Gambar 2 Tegangan permukaan larutan Tween 8. 1 2 3 4 d log γ/d log [HDTMA-Br). -. -.1 -.1 -.2 -.2 -.3 -.3 -.4 -.4 1 2 3 4 Konsentrasi larutan HDTMA-Br () Gambar Kurva hubungan konsentrasi HDTMA-Br dan dlog γ/dlog konsentrasi HDTMA-Br. Nilai KMK untuk larutan Tween 8 dan HDTMA-Br yang diperoleh masing-masing sebesar 1 dan 473.8. Hasil perolehan nilai KMK pada penelitian ini sesuai dengan literatur yang diperoleh dari Sigma-Aldrich (1996) untuk nilai KMK Tween 8 dan MSDS (29) untuk nilai KMK HDTMA-Br. Semakin panjang rantai hidrokarbon maka semakin kecil nilai KMK, karena jumlah molekul yang diperlukan untuk mencapai kejenuhan pada permukaan dengan luas permukaan yang sama semakin sedikit (Ferrer et al. 22). Struktur kimia HDTMA- Br dan Tween 8 dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7. Gambar 6 Struktur kimia HDTMA-Br. B Konsentrasi larutan HDTMA-Br () Gambar 3 Tegangan permukaan larutan HDTMA-Br. dlog γ/d log [Tween 8]. -.1 -.2 -.3 -.4 -. -.6 -.7 -.8 -.9-1. Gambar 4 2 4 6 8 1 Konsentrasi Tween 8 () Kurva hubungan konsentrasi Tween 8 dan dlog γ/dlog konsentrasi Tween 8. a + b + c + d = 2 Gambar 7 Struktur kimia Tween 8. Penurunan tegangan permukaan yang cukup signifikan terjadi pada 3 konsentrasi pertama dari larutan Tween 8 (7.; 9; 12 ) dan juga HDTMA-Br (236.9; 284.28; 379.48 ). Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 4 dan. Ketika KMK terbentuk, peningkatan konsentrasi surfaktan hanya menyebabkan sedikit penurunan tegangan permukaan. Hal ini terjadi karena
6 pada konsentrasi di atas KMK, hampir seluruh molekul telah membentuk misel dan hanya sedikit yang teradsorpsi pada permukaan pipa kapiler. Hal ini mengakibatkan surfaktan tidak lagi efektif dalam menurunkan tegangan permukaan (Holmberg et al. 23). Gambar 8 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan Tween 8 awal, setelah perendaman tanpa pencucian dan dengan pencucian, semakin rendah tegangan permukaan yang dihasilkan. Tegangan permukaan paling tinggi terjadi pada filtrat hasil perendaman Tween 8 dengan pencucian (Lampiran 6). Adanya proses pencucian menyebabkan konsentrasi filtrat setelah perendaman Tween 8 dan nilai persentase bobot yang terjerap pada adsorben mengalami penurunan. Hal ini dapat terjadi karena ada sebagian Tween 8 yang terbawa pada saat proses pencucian. Nilai persentase bobot Tween 8 yang terjerap pada adsorben dengan pencucian pada Tween 8 3% KMK sebesar 4.7%. Sedangkan nilai persentase bobot Tween 8 yang terjerap pada adsorben tanpa pencucian pada Tween 8 3% KMK yaitu % (Lampiran 9). 8 7 6 4 3 2 1 1 3 6 Konsentrasi larutan Tween 8 (% KMK) awal tanpa pencucian dengan pencucian Gambar 8 Tegangan permukaan larutan Tween 8 awal dan filtrat setelah perendaman adsorben (tanpa dan dengan Fenomena yang serupa juga terjadi pada larutan HDTMA-Br (Gambar 9). Berdasarkan Gambar tersebut, Tegangan permukaan paling tinggi terjadi pada filtrat hasil perendaman Tween 8 dengan pencucian. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 7. Nilai persentase bobot HDTMA-Br yang terjerap pada adsorben dengan pencucian pada HDTMA-Br 3 dan 6% KMK secara berurutan sebesar 66.42% dan 8.71%. Sedangkan nilai persentase bobot HDTMA-Br yang terjerap pada adsorben tanpa pencucian pada HDTMA-Br 3 dan 6 % KMK yaitu 7.1% dan 87.17% (Lampiran 9). Gambar 9 Tegangan permukaan larutan HDTMA-Br awal dan filtrat setelah perendaman adsorben (tanpa dan dengan Penelitian ini juga menggabungkan dua surfaktan yaitu larutan Tween 8 menggunakan konsentrasi tetap yaitu 3% KMK dan larutan HDTMA-Br dengan variasi konsentrasi 1, 3, 6, dan 1% KMK yang direndam dengan adsorben kaolinlimbah padat tapioka. Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa kenaikan tegangan permukaan larutan gabungan surfaktan Tween 8 dan HDTMA-Br secara berurutan yaitu larutan gabungan surfaktan awal, larutan gabungan surfaktan setelah perendaman (tanpa pencucian), dan larutan gabungan surfaktan setelah perendaman (dengan Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. 6 4 3 2 1 8 7 6 4 3 2 1 Gambar 1 1 3 6 1 Konsentrasi larutan HDTMA-Br (% KMK) awal tanpa pencucian dengan pencucian 1 3 6 1 Konsentrasi gabungan surfaktan (% KMK) awal tanpa pencucian dengan pencucian Tegangan permukaan larutan campuran surfaktan awal dan filtrat setelah perendaman adsorben (tanpa dan dengan Aplikasi Adsorben Termodifikasi Surfaktan terhadap Cibacron Red Kurva standar larutan cibacron red yang diukur pada panjang gelombang 18 nm memiliki linearitas yang tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R 2 = 1 (Lampiran 1). Persamaan garisnya y =.131x +.31.
7 Adsorben yang dibuat dalam penelitian ini ada 2 macam. Pertama, adsorben campuran kaolin-limbah padat tapioka (7:2) dengan perendaman larutan Tween 8 dan HDTMA- Br (tanpa dan dengan pencucian) untuk menjerap larutan cibacron red dengan variasi konsentrasi 2 dan 3. Kedua, adsorben campuran kaolin-limbah padat tapioka (7:2) dengan perendaman campuran larutan Tween 8 dan HDTMA-Br (tanpa dan dengan pencucian) untuk menjerap larutan cibacron red dengan variasi konsentrasi 2, 3, dan. Tabel 2 merupakan data hasil perolehan efisiensi dan kapasitas adsorben kaolin-limbah padat tapioka termodifikasi surfaktan dengan perlakuan tanpa dan dengan pencucian ulang terhadap zat warna cibacron red dengan variasi konsentrasi 2, 3, dan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kapasitas dan efisiensi adsorpsi cibacron red 2 dan 3 paling besar terdapat pada perlakuan tanpa perendaman Tween 8 (kontrol). Ketika adsorben direndam dengan larutan Tween 8 pada konsentrasi, 1, 3, dan 6% KMK nilai dari efisiensi dan kapasitas adsorpsi terhadap cibacron red 2 dan 3 tidak berbeda jauh (Lampiran 11). Adanya Tween 8 yang bermuatan netral tidak merubah muatan permukaan adsorben dan membuat luas permukaan adsorben semakin kecil sehingga menurunkan efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red. Hal ini juga sesuai dengan uji ANOVA (Lampiran 17) yang dilakukan bahwa konsentrasi Tween 8 pada perlakuan tanpa pencucian tidak mempengaruhi efisiensi dan kapasitas adsorpsi dibandingkan perlakuan tanpa perendaman Tween 8 (kontrol). Pengaruh perendaman dengan larutan Tween 8 (tanpa pencucian) pada adsorben terhadap efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 2 dan 3 dapat dilihat pada Gambar 11. 2 2 1 1 1 2 3 4 6 Konsentrasi Tween 8 (% KMK) E (2 ) Q (2 ) E (3 ) Q (3 ) Gambar 11 Kapasitas dan efisiensi adsorpsi Tween 8 (tanpa pencucian) terhadap cibacron red 2 dan 3. Fenomena yang sama terjadi pula pada pengaruh perendaman Tween 8 (dengan Efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 2 dan 3 paling besar adalah adsorben tanpa perendaman Tween 8 (kontrol). Perendaman larutan Tween 8 4 3 2 1 Tabel 2 Efisiensi dan kapasitas adsorpsi adsorben termodifikasi surfaktan tanpa dan dengan pencucian ulang terhadap cibacron red Jenis surfaktan Tween 8 HDTMA- Br Campuran HDTMA- Br dan Tween 8 Efisiensi Adsorpsi (%) Tanpa Dengan Tanpa Dengan 2 3 2 3 2 3 2 3 19.87 11.4 19.87 11.4 4.46 3.36 4.46 3.36.17 2.19 11.27.92 1.16.64 2.3.27 1 3.28 2.19 11.41 1.83.74.64 2.6.3 3.1 2. 8.72.17 1.24.8 1.96 1. 6.3 1.1 8.9 2.9 1.24.32 2..8 [Surfaktan] (% KMK) 6.16 12.29 6.16 12.29 1.48 3.72 1.48 3.72 31.8 28.68 21.22 23.34 7.6 8.69.11 7.7 1 96.17 79.43 92.17 64.74 23.14 24.7 22.18 19.61 3 97.16 97.81 98.11 93.44 23.38 29.64 23.61 28.3 6 99.91 99.86 98.26 96. 24.3 3.26 23.6 29.24 1 : 3 4.8 38.94 11.42 1.6 3.6 9.4 11.31 12.2.47 1.67 9.84 4.33 3 : 3 98.77 99.67 73.6 99.6 94. 8.99 2.6 32.4 3.23 2.82 3.41 28.24 6 : 3 9.42 99.63 86.24 99.36 98.61 72.88 19.9 32. 41.29 2.77 31.71 34.9 1 : 3 96.8 99.63 87.2 98.8 99.37 83.34 2.8 32.4 41.7 2.67 31.9 39.91
8 pada konsentrasi, 1, 3, dan 6% KMK memberikan hasil efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 2 dan 3 yang tidak jauh berbeda (Lampiran 12). Tetapi hasil dari perendaman Tween 8 dengan pencucian lebih besar dibandingkan tanpa pencucian. Berdasarkan uji ANOVA (Lampiran 17) didapatkan bahwa pada variasi konsentrasi Tween 8 dengan pencucian dapat menaikkan kapasitas adsorpsi dari adsorben yang dibuat dibandingkan pada variasi konsentrasi Tween 8 tanpa pencucian. Hal ini diduga terjadi karena pada saat proses pencucian ada sebagian Tween 8 yang larut dalam filtrat hasil penyaringan, sehingga jumlah yang bercampur dengan adsorben menjadi lebih sedikit dan luas permukaannya semakin besar dalam menjerap cibacron red. Efisiensi dan kapasitas adsorpsi kondisi optimum terdapat pada cibacron red 2. Pengaruh perendaman dengan larutan Tween 8 (dengan pencucian) pada adsorben terhadap efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 2 dan 3 dapat dilihat pada Gambar 12. 2 2 1 1 1 2 3 4 6 Konsentrasi Tween 8 (% KMK) E (2 ) Q (2 ) E (3 ) Q (3 ). 4. 3. 2. 1.. Gambar 12 Kapasitas dan efisiensi adsorpsi Tween 8 (dengan pencucian) terhadap cibacron red 2 dan 3. Selain menggunakan Tween 8, penelitian ini juga menggunakan HDTMA-Br sebagai bahan perendam adsorben. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 2 dan 3 paling besar ditunjukkan oleh adsorben dengan perendaman HDTMA-Br 6% KMK (tanpa Ketika adsorben direndam dengan variasi konsentrasi larutan HDTMA- Br, hasil yang didapatkan dari efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 2 dan 3 berbeda nyata pada setiap variasi konsentrasi (Lampiran 13). Hal ini dikarenakan campuran kaolin-limbah padat tapioka yang bermuatan negatif ketika dicampurkan dengan HDTMA-Br yang memiliki muatan positif akan membentuk bilayer pada permukaan adsorben sehingga dapat menjerap dengan baik cibacron red yang bermuatan negatif. Hal ini juga sesuai dengan uji ANOVA (Lampiran 17) yang dilakukan bahwa variasi konsentrasi HDTMA-Br pada perlakuan tanpa pencucian memiliki pengaruh yang nyata terhadap proses penjerapan cibacron red. Pengaruh perendaman dengan larutan HDTMA-Br (tanpa pencucian) pada adsorben terhadap efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 2 dan 3 dapat dilihat pada Gambar 13. 12 1 8 6 4 2 1 2 3 4 6 Konsentrasi HDTMA-Br (% KMK) E (2 ) Q (2 ) E (3 ) Q (3 ) Gambar 13 Kapasitas dan efisiensi adsorpsi HDTMA-Br terhadap cibacron red 2 dan 3 (tanpa Perlakuan HDTMA-Br (dengan pencucian) juga dilakukan pada penelitian ini. Berdasarkan Gambar 14 memperlihatkan bahwa efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 2 dan 3 paling besar ditunjukkan oleh HDTMA-Br 6% KMK (dengan Perendaman larutan HDTMA-Br dengan konsentrasi, 1, 3, dan 6% KMK, didapatkan bahwa efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 2 dan 3 berbeda nyata (Lampiran 14). Hal ini dikarenakan campuran kaolinlimbah padat tapioka yang bermuatan negatif ketika dicampurkan dengan HDTMA-Br yang memiliki muatan positif akan membentuk bilayer pada permukaan adsorben sehingga dapat menjerap dengan baik cibacron red yang bermuatan negatif. Hal ini juga sesuai dengan uji ANOVA (Lampiran 17) yang dilakukan bahwa variasi konsentrasi HDTMA-Br pada perlakuan dengan pencucian memiliki pengaruh yang nyata terhadap proses penjerapan cibacron red. Tetapi hasil dari perendaman HDTMA-Br dengan pencucian lebih kecil dibandingkan tanpa pencucian. Berdasarkan uji ANOVA 3 3 2 2 1 1
9 didapatkan bahwa pada variasi konsentrasi HDTMA-Br tanpa pencucian dapat menaikkan kapasitas adsorpsi dari adsorben yang dibuat dibandingkan pada variasi konsentrasi HDTMA-Br dengan pencucian. Hal ini dapat terjadi karena pada saat proses pencucian ada sebagian HDTMA-Br yang larut dalam filtrat hasil penyaringan, sehingga jumlah yang bercampur dengan adsorben menjadi lebih sedikit. Efisiensi dan kapasitas adsorpsi kondisi optimum terdapat pada cibacron red 3. 12 1 8 6 4 2 1 2 3 4 6 Konsentrasi HDTMA-Br (% KMK) E (2 ) E (3 ) Q (2 ) Q (3 ) Gambar 14 Kapasitas dan efisiensi adsorpsi HDTMA-Br terhadap cibacron red 2 dan 3 (dengan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi pada adsorben dengan perendaman HDTMA-Br tanpa maupun dengan pencucian mengalami kenaikan yang signifikan jika dibandingkan dengan adsorben kontrol (% KMK), akan tetapi kapasitas adsorpsinya mengalami kenaikan yang tidak signifikan setelah konsentrasi penggunaan HDTMA-Br untuk perendamannya melebihi 1% KMK. Hal ini terjadi karena pada 1% KMK merupakan konsentrasi saat misel mulai terbentuk sehingga setelah konsentrasi HDTMA-Br melebihi 1% KMK, adsorben dengan perendaman HDTMA-Br telah 3 3 2 2 1 1 mencapai titik jenuh dan hanya dapat meningkatkan sedikit kapasitas penjerapan. Selain itu pada penggunaan HDTMA-Br melebihi 1% KMK diduga masih banyak tapak aktif yang belum berikatan dengan adsorbat, sedangkan pada konsentrasi penggunaan HDTMA-Br dibawah 1% KMK hampir seluruh permukaan adsorben telah terikat dengan adsorbat. Gambar 1 merupakan mekanisme terjerapnya HDTMA-Br pada permukaan adsorben yang bermuatan negatif. Adsorben (campuran kaolin-limbah padat tapioka) yang bermuatan negatif akan menjerap surfaktan kationik (HDTMA-Br) yang bermuatan positif, sehingga permukaan adsorben yang semula bermuatan negatif akan berubah menjadi positif. Semakin banyak HDTMA-Br yang terjerap maka muatan permukaan adsorben pun semakin bermuatan positif sehingga kapasitas penjerapan untuk zat warna yang bermuatan negatif (cibacron red) akan semakin meningkat. Menurut Li & Hong (28), penambahan surfaktan kationik diatas KMK, akan membuat permukaan adsorben menjerap surfaktan kationik dan akan terbentuk lapisan bilayer yang bermuatan positif (Gambar 16), sehingga adsorptivitas untuk menjerap adsorbat yang bermuatan positif menurun dan dapat mengubah muatan adsorben yang semula bermuatan negatif menjadi bermuatan positif dan dapat menjerap adsorbat lain yang bermuatan negatif. Molekul HDTMA-Br memiliki dua bagian dengan karakter yang berbeda, dimana bagian ekornya merupakan rantai alkil (orde C-16) yang bersifat nonpolar dan bagian kepalanya bersifat polar dengan muatan +1. Bagian polar dari HDTMA + yang bermuatan +1, merupakan bagian yang berinteraksi dengan bagian permukaan adsorben yang bermuatan - 1 (Sullivan et al. 1999). Permukaan Permukaan Gambar 1 Ilustrasi penjerapan HDTMA-Br pada permukaan adsorben.
1 CR CR CR CR Jenis adsorbat lain yang mungkin dijerap bila permukaan adsorben berubah menjadi positif Surfaktan kationik (HDTMA-Br) Campuran kaolin-limbah padat tapioka Gambar 16 Permukaan adsorben yang membentuk bilayer saat konsentrasi melebihi KMK. Adsorben campuran kaolin-limbah padat tapioka (7:2) dengan perendaman gabungan larutan Tween 8 dan HDTMA-Br (tanpa dan dengan pencucian) dilakukan pada penelitian ini. Komposisi gabungan adsorben ini adalah larutan Tween 8 menggunakan konsentrasi tetap yaitu 3% KMK dan larutan HDTMA- Br dengan variasi konsentrasi 1, 3, 6, dan 1% KMK yang direndam dengan adsorben kaolin-limbah padat tapioka untuk menjerap larutan cibacron red dengan variasi konsentrasi yaitu 2, 3, dan. Hasil dari Gambar 17 menunjukkan bahwa efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 2, 3, dan terbesar terdapat pada adsorben campuran kaolin-limbah padat tapioka menggunakan perendaman campuran HDTMA-Br (1% KMK) dan Tween 8 (3% KMK) (tanpa Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil penelitian pada adsorben campuran kaolin limbah padat tapioka menggunakan variasi konsentrasi campuran HDTMA-Br dan Tween 8 dengan perlakuan tanpa pencucian memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kapasitas adsorpsi, sesuai dengan uji ANOVA yang telah dilakukan (Lampiran 17). Hal ini terjadi karena adanya persaingan muatan antara HDTMA-Br bermuatan positif dan Tween 8 bermuatan netral ketika dicampurkan dengan campuran kaolin-limbah padat tapioka. Pada penggunaan campuran HDTMA-Br dan Tween 8 sebagai pemodifikasi adsorben, konsentrasi HDTMA- Br yang digunakan untuk memodifikasi lebih besar dibandingkan Tween 8, sehingga memberikan pengaruh terhadap adsorben yaitu muatan permukaan adsorben yang semula bermuatan negatif berubah menjadi muatan positif. Menurut Li & Hong (28), penambahan surfaktan kationik diatas KMK, akan membuat permukaan adsorben menjerap surfaktan kationik dan akan terbentuk lapisan bilayer yang bermuatan positif, sehingga adsorptivitas untuk menjerap adsorbat yang bermuatan negatif yaitu cibacron red meningkat. Ketika HDTMA-Br melebihi 1% KMK, campuran HDTMA-Br dan Tween 8 telah mencapai titik jenuh dan hanya dapat meningkatkan sedikit kapasitas adsorpsi. Selain itu pada penggunaan campuran HDTMA-Br dan Tween 8 melebihi 1% KMK diduga masih banyak tapak aktif yang belum berikatan dengan adsorbat, sedangkan pada konsentrasi penggunaan campuran HDTMA-Br dan Tween 8 dibawah 1% KMK hampir seluruh permukaan adsorben telah terikat dengan adsorbat. 12 1 8 6 4 2 3 6 9 Konsentrasi gabungan surfaktan (% KMK) E (2 ) E (3 ) E ( ) Q (2 ) Q (3 ) Q ( ) Gambar 17 Kapasitas dan efisiensi adsorpsi HDTMA-Br dan Tween 8 terhadap cibacron red 2,3, dan (tanpa 4 3 2 1
11 Fenomena yang serupa terjadi pada Gambar 18 yang menunjukkan bahwa efisiensi dan kapasitas adsorpsi cibacron red 2, 3, dan terbesar terdapat pada adsorben campuran kaolin-limbah padat tapioka menggunakan perendaman HDTMA-Br (1% KMK) dan Tween 8 (3% KMK) dengan perlakuan pencucian ulang (Lampiran 16). Perolehan hasil penelitian pada adsorben campuran kaolin limbah padat tapioka menggunakan variasi konsentrasi campuran HDTMA-Br dan Tween 8 dengan perlakuan dengan pencucian memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kapasitas adsorpsi,sesuai dengan uji ANOVA yang sudah dilakukan (Lampiran 17). Berdasarkan uji ANOVA didapatkan bahwa jenis perlakuan (tanpa dan dengan pencucian) pada campuran HDTMA-Br dan Tween 8 memiliki nilai beda nyata terhadap kenaikan kapasitas penjerapan dari adsorben yang dibuat. Hal ini diduga terjadi karena pada saat proses pencucian ada sebagian HDTMA-Br dan Tween 8 yang larut dalam filtrat hasil penyaringan, sehingga jumlah yang bercampur dengan adsorben menjadi lebih sedikit. Kondisi optimum dari proses adsorpsi cibacron red yaitu pada konsentrasi. 12. 1. 8. 6. 4. 2.. 3 6 9 Konsentrasi gabungan surfaktan (% KMK) Isoterm Adsorpsi Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk mempelajari mekanisme penjerapan. Adsorpsi fase cair-padat pada umumnya mengacu pada jenis isoterm Langmuir dan Freundlich (Atkins 1999). Penentuan isoterm cibacron red menggunakan adsorben campuran kaolin-limbah padat tapioka dengan 4 3 2 1 E (2 ) E (3 ) E ( ) Q (2 ) Q (3 ) Q ( ) Gambar 18 Kapasitas dan efisiensi adsorpsi HDTMA-Br dan Tween 8 terhadap cibacron red 2, 3, dan (dengan perendaman 6% KMK dari larutan HDTMA-Br (tanpa pencucian) (Lampiran 18). Isoterm adsorpsi Langmuir dilakukan dengan membuat kurva hubungan c/(x/m) terhadap c, sedangkan isoterm adsorpsi Freundlich dilakukan dengan membuat kurva hubungan log x/m terhadap log c. Isoterm adsorpsi cibacron red dapat dilihat pada Gambar 19 dan 2. Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat bahwa linearitas jenis isoterm Langmuir sebesar 98.61% dan jenis isoterm Freundlich sebesar 93.88%. Sehingga jenis isoterm adsorpsi cibacron red mengikuti jenis isoterm Langmuir karena nilai linearitasnya lebih besar daripada nilai linearitas isoterm Freundlich. Sapitri (21) menggunakan campuran kaolin-ampas tebu dan bentonit-ampas tebu sebagai bahan dasar pembuatan adsorben dalam menjerap zat warna cibacron red, hasil yang didapatkan mengikuti jenis isoterm Freundlich dan Langmuir. Jika dibandingkan dengan penelitian Sapitri (21), jenis isoterm yang dihasilkan berbeda. Hal ini dikarenakan nilai linearitas dari kedua persamaan tersebut yang tidak berbeda nyata. Adanya penambahan surfaktan dapat merubah permukaan adsorben sehingga pola penjerapannya menjadi homogen dan hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya. c(x/m) (g/l).16.14.12.1.8.6.4.2 log (x/m) (g/l) 3.1 3. 3 2.9 2.9 2.8 2.8 2.7 2.7 2.6 y =.9x +.8 R² =.9861 1 1 2 c () Gambar 19 Isoterm Langmuir adsorpsi cibacron red. y =.1782x + 2.8178 R² =.9388-1 -.. 1 1. log c () Gambar 2 Isoterm Freudlich adsorpsi cibacron red.