BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI PHARMACY SUPPORT SYSTEM DALAM IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS PADA PASIEN GERIATRIK RAWAT JALAN

BAB I PENDAHULUAN. keluaran klinik yang diharapkan. Kesalahan pemberian obat (drug administration)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Rumah Sakit di Australia, sekitar 1 % dari seluruh pasien mengalami adverse

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah medication error tidak dapat dipisahkan dengan Drug

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG, DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan oleh izin edar serta dosis, umur pasien dan rute pemberian yang

EVALUASI PHARMACY SUPPORT SYSTEM DALAM IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS PADA PASIEN PEDIATRIK RAWAT JALAN

BAB I PENDAHULUAN. dan air dalam bentuk urine (Stein, 2007). Gagal Ginjal Kronik (GGK)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DRUG RELATED PROBLEMS

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

KAJIAN DRUG RELATED PROBLEMs PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG TESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Menurut PP 51 pasal 1 ayat 4 tahun 2009 tentang Pelayanan Kefarmasian yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) berdasarkan American Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta orang atau 8,05 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Persentase keluhan

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang panjang. Efek

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal stadium akhir (gagal ginjal kronik tahap 5) dapat

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan. Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Juni 2015.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERAN UMPAN BALIK TERHADAP PERESEPAN DOKTER DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENERAPAN MEDICATION SAFETY PRACTICE ELIZA KONDA LANDOWERO

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan metode cross sectional. Pengambilan data dari

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan yang memadai di kalangan masyarakat. Kesehatan harus

BAB I PENDAHULUAN. banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada dirinya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, ataupun. terhadap pasiennya (UU No 44 Tahun 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Penyakit ini menjadi

BIODATA DOSEN PROGRAM PASCASARJANA ILMU FARMASI UGM

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan formal yaitu di puskesmas, rumah sakit, dan di apotek. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kumpulan gejala klinis

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Nasional (SJSN) ditetapkan dengan pertimbangan utama untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Community Acquired Pneumonia (CAP) adalah penyakit saluran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proporsi penduduk usia lanjut tumbuh lebih cepat daripada kelompok umur

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi energi yang dibutuhkan oleh otot dan jaringan. Orang yang menderita DM

I. PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

B AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Obat merupakan salah satu intervensi medis yang paling efektif, jika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan

BAB I PENDAHULUAN. 2010). Penyakit hipertensi dikenal dengan sebutan silent killer karena

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kardiovaskuler dan kanker. Di pusat-pusat pelayanan neurologi di

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Semua usaha yang dilakukan dalam upaya kesehatan tentunya akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi penyakit infeksi memiliki kecenderungan yang masih cukup

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran. Diajukan Oleh : KIRNIA TRI WULANDARI J

BAB I PENDAHULUAN. akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO

BAB I PENDAHULUAN. naiknya kadar glukosa darah karena ketidakmampuan tubuh untuk. memproduksi insulin (IDF, 2015). DM adalah suatu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Farmasi Klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika, dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi perhatian adalah medication error. Medication error menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. farmasi klinik agar memberikan kontribusi terhadap perkembangan sistem

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. dengan diagnosis utama Congestive Heart Failure (CHF) yang menjalani

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. (InfoDatin, 2014). Menurut International Diabetes Federation (IDF) tahun 2015,

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi terutama dalam proses penyembuhan penyakit atau kuratif (Isnaini,

Oleh: Sri Adi Sumiwi PENGGUNAAN OBAT RASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. usia, jenis kelamin, berat badan, dan karakteristik pasien. Obat off-label

RUS DIANA NOVIANTI J

JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN PERAN TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN DALAM MENURUNKAN ANGKA KEJADIAN MEDICATION ERROR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kurangnya aktivitas fisik (Wild et al., 2004).Di negara berkembang, diabetes

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Batuk dan demam merupakan faktor risiko untuk pengembangan pneumonia (Fatmi & White, 2002).

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah lanjut usia atau geriatrik di dunia. Berdasar data sensus penduduk dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2010 jumlah lanjut usia di Indonesia 18,1 juta jiwa (7,6% dari total penduduk Indonesia). Pada tahun 2014, jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi 18,781 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya akan mencapai 36 juta jiwa hingga tahun 2050 diperkirakan mencapai 21,4% dari total populasi di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut: usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) adalah di atas 90 tahun (Maryam, 2008). Populasi geriatri yang semakin meningkat jumlahnya, salah satunya oleh karena kemajuan dalam terapi obat yang berhasil meningkatkan usia harapan hidup. Populasi geriatri memiliki kekhususan karena penurunan fungsi organ akibat penuaan yang berdampak pada farmakokinetika dan farmakodinamika obat. Bahkan bagi obat-obat tertentu akan berdampak pada penyesuaian dosis (Widyati, 2014). Pasien geriatrik memiliki prevalensi lebih tinggi mengalami penyakit

kronik dan kecacatan dibandingkan dengan usia muda, dimana penggunaan obat secara polifarmasi untuk mengobati penyakit penyerta dapat meningkatkan resiko DRPs seperti efek samping obat, interaksi obat-obat dan interaksi obat-penyakit (Koh dkk., 2005). DRPs (Drug Related Problems) dapat memberikan dampak negatif terhadap keselamatan pasien, terutama pasien geriatri. Jika ditinjau dari segi ekonomi, hal ini dapat memperburuk sistem pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Istilah DRPs mengacu kepada suatu kejadian yang tidak diharapkan dari pengalaman pasien atau diduga akibat terapi obat sehingga potensial mengganggu keberhasilan penyembuhan yang dikehendaki (Cipolle et al., 1998). DRPs potensial sering terjadi pada pasien geriatrik sehingga farmasis ikut berperan penting dalam identifikasi, assesment dan pencegahan. Intervensi farmasis dalam kolaborasi dengan dokter penulis resep dan pasien dapat dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya DRPs (Vinks dkk., 2006). Suatu studi Prospective-Cohort menunjukkan bahwa pasien geriatrik rawat jalan kemungkinan besar mengalami ADR (Adverse Drug Reaction) akibat peningkatan usia dimana terjadi peningkatan resiko polifarmasi, sensitivitas terhadap efek obat, adanya kondisi pencetus yang dapat meningkatkan frekuensi dan keparahan ADR. (Ahmed dkk., 2014; Kaur dkk., 2009; Ramanath dan Nedumballi, 2012). Polifarmasi, jenis kelamin, peningkatan usia dinyatakan sebagai faktor resiko dari penyebab kejadian DRPs pada pasien geriatrik (Guaraldo dkk., 2011; Koh dkk., 2005). Kejadian DRPs pada pasien geriatri dengan penggunaan obat secara polifarmasi (91,72%) lebih besar dibandingkan 2

tanpa polifarmasi (<4 obat) sebesar 8,28%. Jenis DRPs yang paling banyak terdeteksi akibat peningkatan penggunaan obat yaitu interaksi obat sebesar 55,51% (Vijayalakshmi, 2015). Ketidaktepatan penggunaan obat pada pasien geriatrik dapat meningkatkan luaran klinik yang tidak diharapkan sehingga perlunya perhatian khusus (Raebel, 2007). Pencegahan dan identifikasi DRPs pada pasien geriatri dan populasi khusus lainnnya merupakan salah satu hal prinsip dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan keamanan pengobatan pada dekade kini. Laporan IOM (Institute of Medicine) baru-baru ini lebih fokus kepada penemuan solusi dari permasalahan polifarmasi, pengobatan yang tidak aman dan DRPs pada pasien geriatri (Kohn dkk., 1999). Penemuan ini menunjukkan butuh strategi yang akan memungkinkan untuk kajian lebih dalam dari terapi obat pada pasien geriatri untuk mendeteksi potensial DRPs yang dapat memicu masalah kesehatan. Teknologi informasi kesehatan dapat berkontribusi dalam mengurangi DRPs seperti yang ditunjukkan oleh CPOE (Computerized Physician Order Entry) dengan CDSS (Clinical Decision Support System) (Coiera dkk., 2012; IOM (Institute of Medicine), 2012). CPOE/CDSS dasar secara efektif dapat mencegah kesalahan administrasi resep, kesalahan dosis dan memiliki sensitivitas yang tinggi dalam mendeteksi interaksi obat-obat (Kaushal dkk., 2003; Rommers dkk., 2011; van Doormaal dkk., 2010). Faktor organisasi seperti alur kerja, prosedur pemesanan, dispensing dan pemberian obat terkait dengan terjadinya DRPs (IOM (Institute of Medicine), 2012; Krähenbühl-Melcher dkk., 2007). Penilaian efektifitas dari sebuah CDSS yaitu dengan melihat kecepatan kinerja dari sistem 3

tersebut. CDSS akan tidak bermanfaat bila membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk menunjukkan hasilnya meskipun CDSS tersebut sangat bagus (Bates dkk., 2003). Dalam studi Randomized Trial menunjukkan efektifitas dari sistem peringatan pada komputerisasi farmasi dengan kolaborasi antara tenaga kesehatan profesional dalam menurunkan dispensing obat yang tidak tepat secara potensial pada pasien geriatrik dan dapat meningkatkan keamanan peresepan obat pada pasien 65 tahun keatas (Raebel, 2007). Suatu penelitian dengan menggunakan sistem komputer farmasi yang dinamakan CPOE atau CDSS memiliki sensitivitas yang baik dan bermanfaat dalam mendeteksi DRPs sehingga farmasis klinik berkontribusi dalam menurunkan DRPs sehingga selanjutnya dapat memperbaiki proses pengobatan (Bedouch dkk., 2009). Raimbault-Chupin dkk (2013) dalam identifikasi DRPs dan intervensi farmasis pada penggunaan peresepan elektronik di unit geriatrik menunjukkan bahwa 49% pasien geriatrik setidaknya memiliki 1 jenis DRPs. DRPs yang paling banyak terjadi yaitu indikasi tidak diterapi (24,1%), dosis terlalu tinggi (19,1%), pemberian obat tidak tepat (12,9%) dan interaksi obat (9,5%). Di rumah sakit, banyak waktu farmasis dihabiskan dengan aktivitas sentralisasi seperti logistik obat-obatan atau verifikasi pengobatan parenteral yang disiapkan oleh tenaga teknis farmasi. Farmasis harus menganalisa kesesuaian pengobatan untuk melihat adanya DRPs dengan mengacu pada data medis pasien bila tersedia, sehingga kebutuhan untuk mempunyai sistem komputerisasi dalam membantu pengkajian DRPs sangat diperlukan. 4

Belum adanya penggunaan sistem elektronik pendukung keputusan klinik farmasi dalam mendeteksi DRPs potensial di Indonesia. Sekarang ini, Pusat Kajian dan Konsultasi Industri, Manajemen dan Pelayanan Kefarmasian Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta sedang mengembangkan sistem elektronik pendukung keputusan klinik farmasi yang dapat membantu identifikasi DRPs dan penyebab-penyebabnya untuk pasien rawat jalan yang dinamakan Pharmacy Support System atau disingkat dengan PSS. Pengembangan PSS saat ini masih dalam implementasi tahap awal dan evaluasi. PSS memiliki potensi besar untuk digunakan secara massal sebagai sistem pendukung farmasis dalam analisa DRPs. Untuk mencapai hal tersebut, PSS harus memiliki kehandalan dengan menunjukkan nilai diagnostik (sensitivitas, spesifisitas, nilai duga negatif dan nilai duga positif) yang tinggi. Pembuktian ini harus dilakukan dengan pengujian terhadap PSS. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk melakukan uji coba PSS pada pasien geriatrik rawat jalan untuk melihat kehandalannya sebagai pendukung pengambil keputusan klinik farmasi. B. Rumusan Masalah Adapun perumusan masalah yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini adalah: 1. Berapakah nilai diagnostik dari PSS dalam mengidentifikasi tiap kategori DRPs pada pasien geriatri rawat jalan? 2. Apakah terdapat perbedaan waktu analisa DRPs dan jenis DRPs yang teridentifikasi secara manual dan PSS? 5

3. Apa saja keterbatasan PSS dalam mengidentifikasi DRPs pada pasien geriatri? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui nilai diagnostik dari PSS dalam mengidentifikasi tiap kategori DRPs pada pasien geriatri rawat jalan. 2. Mengetahui perbedaan waktu analisa DRPs dan jenis DRPs yang teridentifikasi secara manual dengan PSS. 3. Mengetahui keterbatasan PSS dalam mengidentifikasi DRPs pada pasien geriatri. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit dan tenaga kesehatan, penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran jumlah dan jenis DRPs pada peresepan pasien rawat jalan khususnya pasien geriatri. 2. Bagi tenaga kefarmasian / apoteker, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pertimbangan penggunaan PSS untuk mempermudah identifikasi DRPs pada pasien rawat jalan. 3. Bagi peneliti, penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk masukan terhadap pengembangan PSS yang lebih optimal. E. Keaslian Penelitian Penelitian yang terkait dengan penelitian DRPs pada pasien geriatri menggunakan sistem komputer farmasi dijelaskan pada tabel 1. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, dapat dilihat dari kesimpulan beberapa 6

penelitian pada tabel 1 bahwa belum adanya penelitian tentang analisa kejadian DRPs pada pasien geriatrik rawat jalan dengan menggunakan sistem komputerisasi farmasi dalam mengidentifikasi DRPs. Penelitian yang bertujuan untuk pengembangan sistem komputerisasi PSS ini agar dapat dapat diimplementasikan pada praktek klinik dalam membantu farmasis mengkaji DRPs. 7

Tabel 1. Beberapa penelitian tentang Sistem Komputer Farmasi dan DRPs Peneliti (Tahun) Chan dkk (2011) Bedouch dkk (2009) Zaaal dkk (2013) Observasionalprospektif Raimbault- Chupin dkk (2013) Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metodologi Penelitian Drug-Related Problems Mengetahui prevalensi kejadian DRPs Institutional Identified from Geriatric pada pasien geriatri rawat jalan dengan Review, Mediation Review Clinics peresepan obat multiple Telephone Drug Related Problems in Medical Wards with a Computerized Physician Order Entry System Identification of Drug- Related Problems by a Clinical Pharmacist in Addition to Computerized Alerts Drug Related Problems and Pharmacist Intervention in a Geriatric Unit Employing Electronic Prescribing Menggambarkan dan memperkirakan kejadian DRPs di bangsal perawatan yang dilengkapi dengan sistem CPOE(Clinical Physician Order Entry) Menentukan DRPs yang dapat diidentifikasi oleh farmasi klinis dengan menggunakan Sistem CPOE/CDSS Membuat sebuah inventaris identifikasi DRPs dan intervensi residen farmasis bangsal yang diidentifikasi pada unit layanan Geriatri akut menggunakan sistem CPOE dan Evaluasi persetujuan dokter dari intervensi farmasis review Prospective Study Observational- Prospectif Hasil Penelitian Pengobatan kronis pada tiap pasien geriatri sebesar 9 dengan 2 Jenis DRPs yang teridentifikasi. DRPs yang paling sering yaitu ketidaksesuain terhadap guideline atau kontraindikasi (29%), penggunaan tidak tepat (19%). DRPs tetap terjadi meski setelah implementasi CPOE, sehingga perlu partisipasi farmasi klinis di bangsal untuk meningkatkan keamanan pasien. Hasil deteksi DRPs oleh CPOE sebesar 8% dari DRPs yang terdeteksi oleh farmasi klinik. 49% pasien geriatri setidaknya memiliki 1 DRPs. DRPs terbanyak yaitu indikasi tidak diterapi (58,2%), dosis terlalu tinggi19%, penggunaan obat tidak tepat (31%), interaksi obat (23%) 8

Lanjutan Tabel 1. Beberapa penelitian tentang Sistem Komputer Farmasi dan DRPs Peneliti (Tahun) Vinks dkk (2006) Mayasari (2015) Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metodologi Penelitian Identification of potensial Identifikasi DRPs potensial dari Retrospektifobservasional Drug-Related Problems in catatan peresepan pada geriatri dan the Elderly: The Role of the peran farmasis pada proses identifikasi Community Pharmacist DRPs Identifikasi dan analisa faktor risiko kejadian DRPs pada pasien geriatrik di unit rawat jalan RS di Yogyakarta Mengetahui jenis dan frekuensi DRPs dan yang terjadi pada pasien geriatrik rawat jalan serta mengetahui faktor risiko terjadinya DRPs Observasionalcross sectional Hasil Penelitian Jumlah peresepan obat per pasien geriatri yaitu 8,7 dengan total potensial DRPs sebesar 3,9 tiap pasien. Farmasi komunitas berperan penting dalam identifikasi DRPs dan kolaborasi dengan dokter dan pasien. Frekuensi DRPs tertinggi berupa interaksi obat (25,29%) dengan digoxin dan furosemid (11 kejadian). Jumlah obat menjadi faktor resiko yang memiliki hubungan dengan kejadian DRPs 9

1