7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

PENDAHULUAN. hidung sampai alveoli. ISPA terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia, dan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

DEA YANDOFA BP

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak yang diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF)

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi (AKB) masih cukup tinggi, yaitu 25 kematian per 1000

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang penelitian, masalah

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi akibat akses kebersihan yang buruk. Di dunia, diperkirakan sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitasnya yang masih tinggi. Diare adalah penyakit yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

BAB I PENDAHULUAN. rongga telingga tengah, dan pleura (Kepmenkes, 2002). ISPA merupakan

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DI PUSKESMAS DESA DAYEUH KOLOT KABUPATEN BANDUNG

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang sering menyerang anak-anak. Salah satu penyakit saluran

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat. Gangguan kesehatan yang dapat terjadi pada masa anak-anak dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA merupakan Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Survey mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2007 menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian dengan presentasi 22,30% dari seluruh kematian bayi, kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan terjadi pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA masih tinggi. (1) World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40/1000 kelahiran hidup adalah 15% - 20% per tahun pada golongan usia balita. Menurut WHO ± 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan (10juta) dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2) Prevalensi di Indonesia berdasarkanan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 adalah 25,5 % dengan 16 provinsi diantaranya memiliki prevalensi diatas angka nasional. Kasus ISPA pada umumnya terdeteksi berdasarkan gejala penyakit.di Sumatera Barat prevalensi kejadian ISPA berdasarkan diagnosis adalah 8,98 % dan berdasarkan diagnosis dan gejala adalah 26,38 %. Angka ISPA di Sumatera Barat ini termasuk dalam kategiri provinsi yang mempunyai prevalensi kejadian ISPA di atas

2 angka nasional. Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita. (3) Berdasarkan data dari di Dinas kesehatan Kota Padang prevalensi ISPA pada balita di puskesmas Lubuk Buaya selalu mengalami peningkatan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini. Realisasi penemuan penderita ISPA di wilayah kerja puskesmas Lubuk Buaya pada bulan April sampai bulan Oktober 2015 menunjukkan angka paling tinggi dibandingkan 22 puskesmas lainnya di kota Padang. Angka kejadian ISPA pada balita adalah sebesar 1215 kasus (50,88 %) dari jumlah balita. Angka ini melebihi persentase prevalensi kejadian ISPA secara nasional. (4-5) Ada banyak faktor yang menyebabkan timbulnya penyait ISPA. Menurut WHO 2007 terjadinya ISPA bervariasi berdasarkan beberapa faktor yaitu kondisi ligkungan (misal polutan udara, kepadatan anggota keluarga, kelembapan, kebersihan, musim, temperatur), ketersediaan dan evektivitas pelayanan kesehatan dan langkah pencegahan infeksi untuk pencegahan penyebaran (misalnya, vaksin akses terhadap pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi). Faktor penjamu, seperti usia, status kekebalan, kebiasaan merokok, status kekebalan infeksi sebelum atau infeksi serentak yang disebabkan oleh patogen lain kondisi kesehatan umum dan karakteristik patogen.sementara Rudan dan kawan kawan (2008) menyatakan faktor yang berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada balita antara lain cakupan pemberian ASI akslusif yang rendah, BBLR, Kurang Gizi, Cakupan Imunisasi, Campak rendah, kepadatan dan polusi dalam rumah. (2,6). Sedangkan Menurut Sutrisna (1993), faktor

3 risiko yang menyebabkan ISPA pada balita adalah sosial ekonomi (pendapatan, perumahan, pendidikan orang tua), stat us gizi, tingkat pengetahuan ibu dan faktor lingkungan (kualitas udara). Sedangkan Depkes (2002), menyebutkan bahwa faktor penyebab ISPA pada balita adalah Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR), status gizi buruk, imunisasi yang tidak lengkap, dan kepadatan tempat tinggal. (7) Machmud (2006) menyatakan faktor risiko kejadian ISPA balita terbagi atas faktor anak (umur, jenis kelamin, status gizi, status ASI eksklusif, status vitamin A dan status imunisasi campak), faktor ibu (pendidikan dan pengetahuan ibu), faktor upaya pencegahan dan pengobatan, faktor lingkungan (pencemaran udara di dalam rumah dan kepadatan orang di dalam rumah) dan faktor sosial ekonomi. Sementara itu faktor sosial ekonomi dikatakan sebagai kontributor yang besar terhadap penyakit saluran pernafasan, karena adanya hubungan terbalik antara status sosial ekonomi dengan morbiditas infeksi saluran pernafasan akut. (3) Hal ini juga didukung dengan penelitian yang beliau lakukan pada 27 Kabupaten yang meliputi tujuh provinsi di Indonesia, menyatakan bahwa kemiskinan merupakan pangkal penyebab risiko ISPA balita pada level rumah tangga yang lebih besar, karena kemiskinan terstruktur merupakan pangkal ketidakmampuan seseorang untuk berpendidikan lebih tinggi, mendapat lingkungan rumah lebih baik dan akses pengetahun lebih baik. Balita berisiko mendapatkan ISPA sebesar 1,7 kali dalam lingkungan rumah tangga yang dikategorikan miskin dibandingkan rumah tangga yang tidak miskin, dan risiko tersebut menjadi 3,2 kali ditambah adanya pencemaran udara di dalam rumah. (9) Pencemaran udara di dalam rumah salah satunya disebabkan oleh kebiasaan merokok anggota keluarga. Hasil penelitian Sartika, dkk (2012) menemukan hubungan antara keberadaan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah akan meningkatkan

4 risiko ISPA pada balita, peluang terkena pneumonia 10,9 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang dalam rumahnya tidak ada yang merokok. (10) ISPA juga disebabkan oleh imunitas balita yang rendah, sementara itu imunitas sendiri dapat ditingkatkan melalui pemberian ASI secara eksklusif, pemberian imunisasi dan vitamin A. Penelitian Sugihartono dan Nurjazuli (2012) membuktikan balita yang mengkonsumsi ASI tanpa cairan lainnya kurang enam bulan berisiko 8,9 kali menderita ISPA dibandingkan dengan balita yang mengkonsumsi ASI tanpa cairan lainnya lebih atau sama enam bulan. Hasil penelitian Fanada (2012), menyatakan bahwa balita yang status imunisasi tidak lengkap mempunyai risiko 7,6 kali untuk terkena penyakit ISPA dibandingkan balita yang status imunisasinya lengkap. Sementara itu penelitian Suripto (2003) membuktikan balita yang tidak mendapatkan vitamin A memiliki kemungkinan 4,9 kali untuk menderita ISPA daripada balita yang mendapatkan vitamin A Tingginya angka kematian dan kesakitan bayi di Indonesia terkait dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi terhadap bayinya. Studi studi yang mendukung bahwa imunisasi merupakan faktor protektif terhadap kejadian ISPA telah banyak dilakukan penelitian seperti penelitian Inrayana (2004) yang menyatakan Bayi dan anak yang mendapat imunisasi dasar lengkap akan terlindung dari beberapa penyakit berbahaya dan akan mencegah penularan ke adik, kakak dan teman-teman disekitarnya. Imunisasi akan meningkatkan kekebalan tubuh bayi dan anak sehingga mampu melawan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tersebut. (8) Terkait dengan uraian diatas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berkaitan dengan penyakit ISPA pada balita di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor resiko, status imunisasi,

5 status Asi Ekslusif, status merokok anggota keluarga dan status ekonomi anggota keluarga terhadap kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Lubuk Buaya tahun 2015. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian data di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Apakah ada faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA balita di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya tahun 2015?. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA balita di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya tahun 2015. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya distribusi frekuensi status ASI eksklusif, imunisasi, vitamin A pada balita, status merokok orang yang serumah dengan balita dan status ekonomi orang tua balita di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya tahun 2015. 2. Diketahuinya hubungan status ASI eksklusif balita dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya tahun 2015. 3. Diketahuinya hubungan status imunisasi balita dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya tahun 2015. 4. Diketahuinya hubungan status vitamin A balita dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya tahun 2015.

6 5. Diketahuiya hubungan status merokok orang yang serumah bersama balita dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya tahun 2015. 6. Diketahuiya hubungan status ekonomi orang tua balita dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya tahun 2015. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat untuk pengayaan literatur tentang penyakit ISPA. 2. Untuk menambah pengetahuan peneliti dalam menemukan hubungan satatus Imunisasi dengan dengan kejadian ISPA balita di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya tahun 2015. 3. Untuk memberikan kemampuan lebih kepada peneliti dalam mempersiapkan, mengolah, menganalisis dan menginformasikan data yang diperoleh. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya tahun 2015. Variabel independen dalam penelitian ini adalah status ASI eksklusif, imunisasi dan vitamin A balita, status merokok serta status ekonomi, sedangkan variabel dependennya adalah kejadian ISPA balita. Populasi penelitian adalah seluruh balita yang didiagnosa menderita penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya terhitung mulai April sampai Oktober tahun 2015. Jenis penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif dengan menggunakan desain case control. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi suatu variabel, analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antar variabel dan. Penelitian ini menggunakan data primer melalui wawancara secara langsung kepada responden

7 dengan menggunakan kuesioner dan data sekunder yang didapat dari Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Padang.