II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan itu dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya yaitu melalui peranan seseorang atau

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini

I. PENDAHULUAN. perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

Presiden, DPR, dan BPK.

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

MENJAWAB GUGATAN TERHADAP KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) 1

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila

I. PENDAHULUAN. jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi

NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

URGENSI PENERAPAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM UPAYA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

I. PENDAHULUAN. dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

KEPUTUSAN BERSAMA KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : KEP Nomor : KEP- IAIJ.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 010/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 13 Juni 2006

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. aman, damai dan tertib demi untuk pemantapan kepastian hukum dalam masyarakat 1.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

tertolong setelah di rawat RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo, kota Mojokerto. 1

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Korupsi Pengadaan alat Simulasi Mengemudi Pasca Intervensi Presiden Oleh : Kombes Iktut Sudiharsa.S.H.,mSi.

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan terbatas maupun lingkungan yang lebih luas. kebutuhan manusia yang satu dengan yang lain. Berbagai kebutuhan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peranan Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan dimana kedudukan itu sendiri merupakan wadah yang berisi hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tadi adalah merupakan peranan atau role. Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. Menurut Soerjono Soekanto peranan dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut: 1. Peranan yang ideal (ideal role) 2. Peranan yang seharusnya (expected role) 3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role) 4. Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role). 1 Soerjono Soekanto juga menerangkan unsur-unsur peranan tersebut diatas, yaitu: Peranan yang ideal dan yang seharusnya datang dari pihak (atau pihak - pihak) lain, sedangkan peranan yang dianggap oleh diri sendiri serta peranan yang sebenarnya dilakukan berasal dari diri pribadi Peranan penegak hukum tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : 1 Soerjono Soekanto, Loc. Cit.

1. Peranan yang ideal, adalah peranan yang seharusnya datang dari pihak (atau pihak -pihak lain) yang merupakan awal terhadap terlaksananya suatu aktivitas atau kegiatan sehingga yang lain tinggal mengikuti apa yang telah dilakukan oleh pihak pertama. 2. Peranan yang seharusnya, adalah peranan yang dianggap oleh diri sendiri yang sebenarnya dilakukan atau berasal dari diri pribadi yaitu seseorang yang semestinya melakukan sesuatu aktivitas atau kegiatan dia akan melakukannya sebelum orang lain melakukan terlebih dahulu. 3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri yaitu peranan-peranan yang mulai berfungsi apabila berhubungan dengan pihak lain atau peranan tersebut akan mulai dilaksanakan apabila sudah ada pihak-pihak tertentu yang melakukan aktivitas atau kegiatan. 4. Peranan yang sebenarnya dilakukan yaitu berhubungan erat dengan kewajiban seseorang dalam melakukan suatu aktivitas atau kegiatan tanpa ada perintah dia akan melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Pelaksanaan peranan KPK dan instansi yang berwenang memberantas tindak pidana korupsi dalam penelitian ini bila diliahat dari teori diatas, maka dapat dibedakan peranan yang sesuai dengan hukum positif dan peranan yang terjadi di lapangan. B. Tinjauan Umum Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) 1. Pengertian Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) Berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) adalah sebuah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dimana dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menjadi dasar pendiriannya, maka sejak saat itulah Komisi pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) mulai menjadi suatu lembaga negara yang berwenang memberantas tindak pidana korupsi, dimana ia diberikan tanggungjawab, tugas dan wewenang yang diatur dalam undang-undang tersebut. Pemberantasan tindak pidana korupsi selama ini dibebankan kepada lembaga konvensional dalam menyelesaikannya, atau dapat dikatakan lembaga-lembaga yang kewenangannya diberikan langsung oleh hukum positif yaitu KUHAP, namun langkah ini memang tidak memuaskan dalam melakukan langkah-langkah pemberantasannya, karena banyak mengalami hambatan. Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa extra ordinary melalui pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasan maupun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang pelaksanaannya dilakukan secara optimal intensif, professional dan berkesinambungan. 2. Tugas, wewenang dan Kewajiban Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur mengenai tugas, wewenang dan kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu sebagai berikut:

Tugas dan kewenangan Komisi Pemberantasan korupsi diatur dalam ketentuan Pasal 6 Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan: a. koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; b. supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; c. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; d. melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan e. melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Terkait hal diatas, Komisi Pemberantasan Korupsi akan mengambil alih fungsi dan tugas kejaksaan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara-perkara korupsi. Mengingat adanya asas hukum yang menerangkan lex specialie derogat legi generalie dimana asas tersebut dapat diartikan ketentuan peraturan yang khusus lebih di dahulukan daripada ketentuan peraturan yang bersifat umum atau general. Hal yang sama juga dipaparkan oleh hukum positif indonesia dimana KUHP pun memperbolehkan adanya pengaturan hukum pidana diluar KUHP, yaitu dalam Pasal 103 KUHP, yang menyatakan: ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VIII buku ini (KUHP) juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain.

Berdasarkan Pasal 103 KUHP ini dimungkinkan dibentuk undang-undang pidana di luar KUHP. Dengan ketentuan cara berlakunya mengacu pada pasal 103 KUHP, yaitu: pada dasarnya ketentuan-ketentuan tentang pidana dalam Undang-Undang Pidana di luar KUHP tunduk pada yang dicantumkan dalam Buku I (Ketentuan Umum) KUHP, kecualiuu Pidana di luar KUHP itu menentukan atau mengatur sendiri ketentuan-ketentuan mengenai pidananya. 2 Selanjutnya kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah: a. memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi; b. memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan untuk memperoleh data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya; c. menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan; d. menegakkan sumpah jabatan; e. menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya berdasarkan asas-asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. C. Koordinasi dan Supervisi dalam Tugas dan Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi 1. Koordinasi Koordinasi adalah perihal mengatur suatu organisasi dan cabang-cabangnya sehingga peraturanperaturan dan tindakan-tindakan yang dilaksanakan tidak saling bertentangan. 2 Tri Andrisman. Tindak Pidana Khusus Di Luar KUHP. Universitas Lampung. Bandar Lampung: 2008. Hlm.5

Berdasarkan pengertian yang dipaparkan tersebut Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga yang diberikan kewenangan untuk mengatur atau bekerja sama dengan suatu organisasi atau instansi (lembaga) yang berwenang menangani tindak pidana korupsi agar perat uranperaturan mengenai penanganan perkara korupsi dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur mengenai apa saja kewenangan yang diberikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal melaksanakan tugas koordinasi pada Pasal 7, yaitu sebagai berikut: 2. Supervisi Dalam melaksanakan tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang : a. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; b. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; c. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait; d. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan e. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi. Supervisi adalah pengawas utama, pengontrol utama atau penyelia. Berdasarkan pengertian yang dipaparkan tersebut bahwa dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi adalah sebagai pengawas utama atau pengontrol yang diutamakan terhadap lembaga atau instansi yang berwenang menangani perkara tindak pidana korupsi. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur mengenai apa saja kewenangan yang diberikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam hal melaksanakan tugas supervisi pada Pasal 8, yaitu sebagai berikut:

a. Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik. b. Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. c. Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan atau penuntutan, kepolisian atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi. d. Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Menurut Soerjono Soekanto, yang menyatakan dalam bukunya bahwa: Gangguan terhadap penegakan hokum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara nilai, kaidah dan pola perilaku. Gangguan tersebut terjadi apabila terjadi ketidak serasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang

bersimpang-siur, dan pola perilaku tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup. 3 Atas dasar yang telah di jelaskan oleh Soerjono Soekanto diatas maka berikut ini adalah faktorfaktor yang mempengaruhi penegakan hokum, yaitu sebagai berikut: 1. Faktor Undang-Undang Undang-undang dalam arti material adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh Penguasa Pusat maupun Daerah yang sah. Mengenai berlakunya Undang-undang tersebut, terdapat beberapa asas yang tujuannya adalah agar Undang-undang tersebut mempunyai dampak yang positif. Asas-asas tersebut antara lain : a. Undang-undang tidak berlaku surut. b. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula. c. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan Undang-undang yang bersifat umum, apabila pembuatannya sama. d. Undang-undang yang berlaku belakangan, membatalkan Undang-undang yang berlaku terdahulu. e. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat. 2. Faktor Penegak Hukum Negara hukum yang hanya dikonstruksikan sebagai bangunan hukum perlu dijadikan lebih lengkap dan utuh, dalam hal perlu dijadikannya memiliki struktur politik pula. Hukum hanya merupakan sebuah teks mati jika tidak ada lembaga yang menegakkannya. Oleh karena itu, dibentuklah penegak hukum yang bertugaskan untuk menerapkan hukum. Dalam 3 Soerjono Soekanto, Op. Cit. hlm 6

pelaksanaannya, hukum dapat dipaksakan daya berlakunya oleh aparatur negara untuk menciptakan masyarakat yang damai, tertib dan adil. Terhadap perilaku manusia, hukum menuntut manusia supaya melakukan perbuatan yang lahir, sehingga manusia terikat pada norma-norma hukum yang berlaku dalam masyarakat negara. 3. Faktor Sarana dan Fasilitas Dalam Penegakkan Hukum Tindak pidana pencurian kendaraan bermotor tidak lagi dilakukan perseorangan, melainkan melibatkan orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional. Ada bebrapa kendala dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kendaraan bermotor, salah satunya adalah keterbatasan dan operasional dalam melaksanakan penyidikan. 4. Faktor Masyarakat Upaya pembangunan tatanan hukum paling tidak didasarkan atas tiga alasan, pertama sebagai pelayan bagi masyarakat, karena hukum itu tidak berada pada kevakuman, maka hukum harus senantiasa disesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang dilayaninya juga senantiasa berkembang. Kedua, sebagai alat pendorong kemajuan masyarakat. Ketiga, karena secara realistis di Indonesia saat ini fungsi hukum tidak bekerja efektif, sering dimanipulasi, bahkan jadi alat bagi penimbunan kekuasaan. Masyarakat merupakan poin penting dari penanggulangan pencurian kendaraan bermotor. Hukum mengikat bukan karena negara menghendakinya, melainkan karena merupakan perumusan dari kesadaran hukum masyarakat. Selanjutnya beliau berpendapat bahwa kesadaran hukum yang dimaksud berpangkal pada perasaan hukum setiap individu yaitu perasaan bagaimana seharusnya hukum itu, hal ini sesuai dengan pendapat

Stammler yang menyatakan bahwa law clearly is volition sehingga penerapan hukum terindikasi dari kemauan masyarakat untuk melaksanakannya. Dapat dikatakan budaya hukum akan mempengaruhi penolakan dan penerimaan masyarakat terhadap suatu peraturan hukum. Hal ini penting diperhatikan karena suatu peraturan hukum tanpa dukungan dari masyarakat, dapat berakibat tidak berwibawanya peraturan hukum tersebut. 4 5. Faktor Kebudayaan Kebudayaan/sistem hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik sehingga dianut dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari. Pasangan nilai yang berperan dalam hukum adalah : a. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman. b. Nilai jasmani/kebendaan dari nilai rohani/keakhlakan. c. Nilai kelanggengan/konservatisme dan nilai kebauran/inovatisme. 4 Ibid, hlm.4