BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan dan manfaat tanaman mahkota dewa. Sistematika tanaman mahkota dewa adalah sebagai berikut:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara empiris dapat mengobati berbagai macam penyakit. Tumbuh subur pada

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Uraian tumbuhan meliputi habitat, morfologi, sistematika tumbuhan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dari tumbuhan Keladi Tikus adalah sebagai berikut : Spesies : Typhonium flagelliforme (Anonim, 2009)

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dari tumbuhan daun bangun-bangun adalah : Jenis : Coleus amboinicus Lour. (Depkes RI, 2000)

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

IMUNOLOGI DASAR. Sistem pertahanan tubuh terbagi atas : Sistem imun nonspesifik ( natural / innate ) Sistem imun spesifik ( adaptive / acquired

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Temu giring banyak ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan kecil atau

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

Imunisasi: Apa dan Mengapa?

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

HASIL DAN PEMBAHASAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

Gambar: Struktur Antibodi

SISTEM IMUNITAS MANUSIA SMA REGINA PACIS JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penggunaan obat-obat kemoterapi seperti doxorubicin memiliki efek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt.

Sistem Imun BIO 3 A. PENDAHULUAN SISTEM IMUN. materi78.co.nr

DASAR-DASAR IMUNOBIOLOGI

Respon imun adaptif : Respon humoral

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

Imunologi Agung Dwi Wahyu Widodo

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MAKALAH SEROLOGI DAN IMUNOLOGI

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

Secretory iga sebagai bagian reaksi sistem imunitas mukosa oral akibat aplikasi material kurang tepat

Selama berabad-abad orang mengetahui bahwa penyakit-penyakit tertentu tidak pernah menyerang orang yang sama dua kali. Orang yang sembuh dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan bangun-bangun (Plectranthus amboinicus,(lour). Spreng),

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

Fransiska Ayuningtyas W., M.Sc., Apt

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak diinginkan dan perlu disingkirkan. Lingkungan disekitar manusia mengandung

BAB II PEMBAHASAN A. MEKANISME SISTEM IMUN

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing berupa antigen dan bibit penyakit.

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental meliputi

Manifestasi penyakit infeksi akibat langsung DARI pathogen mikrobial, DAN interaksinya dengan system imun pejamu. Macam respons imun dan penyebab

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

RESPON IMUN HUMORAL. Definisi Sistem limfoid (imun)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut

PATOLOGI SERANGGA (BI5225)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyaknya faktor-faktor yang dapat menurunkan kekebalan tubuh

MATURASI SEL LIMFOSIT

BAB I PENDAHULUAN. supaya tidak terserang oleh penyakit (Baratawidjaja, 2000). keganasan terutama yang melibatkan sistem limfatik (Widianto, 1987).

PROSTAGLANDIN DAN ZAT- ZAT SEJENISNYA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA

HOST. Pejamu, adalah populasi atau organisme yang diteliti dalam suatu studi. Penting dalam terjadinya penyakit karena :

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Mahkota Dewa Berikut adalah sistematika tanaman, daerah, deskripsi tanaman, bagian yang digunakan dan manfaat tanaman mahkota dewa. 2.1.1 Sistematika Tanaman Sistematika tanaman mahkota dewa adalah sebagai berikut: Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Malvales : Malvaceae : Phaleria : Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl. 2.1.2 Nama Daerah Sumatera : simalakama (Melayu), Jawa : makutadewa (Jawa) (Depkes, 1999). 2.1.3 Deskripsi Tanaman Tanamanmahkota dewa berbentuk perdu yang berumur tahunan. Tinggi tanaman umumnya 1-3 m, tetapi ada yang bisa mencapai 5 m. Kulit batang mahkota dewa berwarna coklat kehijauan, sementara kayunya berwarna putih. Batangnya bulat dan bergetah dengan diameter batang tanaman dewasa mencapai 15 cm. Tanaman ini akan mengeluarkan bunga dan diikuti dengan munculnya

buah setelah 9-12 bulan kemudian. Buahnya berwarna hijau saat muda dan menjadi merah marun setelah berumur 2 bulan. Buahnya berbentuk bulat dengan ukuran bervariasi mulai dari sebesar bola pingpong sampai sebesar buah apel. Daun mahkota dewa merupakan daun tunggal bentuknya lonjong, memanjang dan berujung lancip dengan letak daun berhadapan, bertangkai pendek, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan licin, warnanya hijau tua, panjang 7-10 cm, dan lebar 2-5 cm (Harmanto, 2001). 2.1.4 Bagian yang digunakan Daun dan kulit buah mahkota dewa dapat digunakan dalam keadaan segar atau setelah dikeringkan (Hariana, 2009). Daun mahkota dewa yang berwarna hijau dengan permukaan licin juga digunakan sebagai pengobatan alergi dengan cara direbus (Dyah, 2007). 2.1.5 Manfaat daun mahkota dewa Tanaman mahkota dewa berkhasiat antara lain sebagai antitumor, analgesik, antiradang (antiinflamasi), antivirus, antibakteri dan antidiare (Salsabila, 2013). 2.2 Sistem Imun Sistem imun adalah sistem pertahanan tubuh yang terdiri dari sel atau gabungan sel, molekul-molekul, dan atau jaringan yang berperan dalam penolakan mikroorganisme penyebab infeksi. Sistem imun berguna sebagai perlindungan terhadap infeksi molekul lain seperti virus, bakteri, protozoa dan parasit (Salmon, 1989). Semua makhluk hidup vertebrata mampu memberikan tanggapan dan menolak benda-benda atau konfigurasi yang dianggap asing oleh tubuhnya.

Kemampuan ini disebabkan oleh sel-sel khusus yang mampu mengenali dan membedakan konfigurasi asing (non-self) dari konfigurasi yang berasal dari tubuhnya sendiri (self). Sel khusus tersebut adalah limfosit yang merupakan sel imunokompeten dalam sistem imun. Konfigurasi asing tersebut dinamakan antigen atau imunogen, sedangkan proses serta fenomena yang menyertainya dinamakan respon imun (Subowo, 1993) Bila sistem imun bekerja pada zat yang diangap asing, maka ada dua jenis respon imun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun nonspesifik dan respon imun spesifik (Kresno, 2010). 2.2.1 Komponen Sistem Imun Adapun komponen dari sistem imun terdiri dari komponen humoral dan komponen seluler. 2.2.1.1 Komponen Selular Komponen seluler ini terdiri dari: 1. Sel limfoid Sel limfoid bertugas untuk mengenali antigen. Terdapat beberapa sel limfoid yang terkait dalam mengenali antigen, yaitu limfosit T, limfosit B, dan sel natural killer (NK). Kecuali sel NK, limfosit dilengkapi dengan molekul reseptor untuk mengenali antigen (Subowo, 2009). Limfosit T atau sel T memegang peranan penting dalam mengontrol respon imun secara keseluruhan (Kresno, 2001). Limfosit B adalah sel yang dapat membentuk imunoglobulin (Ig) (Kresno, 2001).

a. Limfosit T Sel T adalah sel yang bertanggung jawab dalam respon imun selular. Sel T dapat dibedakan sebagai berikut: Sel Thelper (Sel Th) Sel Th adalah sel yang membantu meningkatkan perkembangan sel B aktif menjadi sel plasma, memperkuat aktivitas sel T sitotoksik dan sel T supresor yang sesuai, dan mengaktifkan makrofag. Sel Th dapat dibedakan menjadi sel Th1 dan Th2. Sel Th1 berperan sebagai limfosit yang akan melepaskan sitokin yang bersifat proinflamasi, sedangkan sel Th2 berperan dalam memproduksi antibodi dengan menstimulasi sel B menjadi sel plasma (Sherwood, 2001). Sel Tsuppresor (Sel Ts) Sel Ts adalah sel yang berperan dalam membatasi reaksi imun melalui mekanisme check and balance dengan limfosit yang lain. Sel Ts menekan aktivitas sel T lainnya dan sel B. Sel Th dan sel Ts akan berinteraksi dengan adanya metode umpan balik. Sel Th membantu sel Ts beraksi dan sel Ts akan menekan sel T lainnya. Dengan demikian sel Ts dapat menghambat respon imun yang berlebihan dan bersifat antiinflamasi (Sherwood, 2001). Sel Tcytotoxic (Sel Tc) Sel Tc adalah sel yang mampu menghancurkan sel cangkokan dan sel yang terinfeksi virus dengan mengeluarkan zat-zat kimiawi sebelum replikasi virus terjadi (Sherwood, 2001). b. Limfosit B Sel B adalah sel yang dapat membentuk imunoglobulin (Ig) dan merupakan 5-15% dari limfosit dalam sirkulasi darah. Sel B dapat mengenal antigen yang

berkadar sangat rendah. Hal ini disebabkan sel B mempunyai sig (Surface immunoglobulin) yang berfungsi sebagai reseptor untuk antigen (Kresno, 1991). c. Sel Natural Killer (NK) Sel Natural Killer (NK) memegang peranan penting dalam pertahanan alamiah terhadap pertumbuhan sel kanker dan berbagai penyakit infeksi, tanpa sensitisasi sebelumnya (Kresno, 2001). Sel NK diperkirakan dapat mengenal struktur-struktur glikoprotein yang muncul pada permukaan sel terinfeksi virus sehingga dapat dibedakan dari sel-sel normal. Pengenalan ini mungkin terjadi melalui reseptor serupa lektin pada permukaan sel NK yang menghantar sel pembunuh dan sasaran saling berhadapan pada jarak yang dekat (Roitt, 2002). 2. Sel fagosit Sel fagosit terbagi atas fagosit mononuklear dan fagosit polimorfonuklear yang berperan sebagai sel efektor dalam respon imun non spesifik (Subowo, 2009). 2.2.1.2 Komponen Humoral Komponen humoral ini terdiri dari: a. Komplemen Komplemen merupakan mediator terpenting dalam reaksi antigenantibodi, dan terdiri atas sekitar 20 jenis protein yang berbeda satu dengan yang lain baik dalam sifat kimia maupun dalam fungsi imunologik. Jika komplemen diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi. Komplemen juga berperan sebagai opsonin yang dapat meningkatkan fagositosis (Kresno, 2001).

b. Sitokin Sitokin adalah suatu molekul protein yang dikeluarkan oleh sel T ketika diaktifkan oleh antigen. Sitokin tersebut akan menarik makrofag masuk ke tempat terjadinya induksi. Sitokin terlibat dalam komunikasi sel-sel, bertindak sebagai mediator untuk meningkatkan respon imun melalui interaksi dengan reseptor permukaan sel tertentu pada leukosit (Fulzele, et al., 2003). c. C-Reactive Protein (CRP) CRP merupakan zat yang dibentuk oleh tubuh pada saat infeksi. Perannya adalah sebagai opsonin (zat yang dapat meningkatkan proses fagositosis) dan dapat mengaktifkan komplemen (Roitt, 2002). d. Antibodi Antibodi adalah imunoglobulin (Ig) yang merupakan golongan yang dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari poliferasi sel B akibat adanya kontak dengan antigen. Menurut perbedaan struktur dan aktivitas biologis, antibodi dibedakan menjadi 5 subkelas: Imunoglobulin G Paling banyak ditemukan dalam cairan tubuh terutama ekstravaskular untuk memerangi mikroorganisme dan toksiknya. IgG merupakan komponen utama imunoglobulin serum, kadarnya dalam serum merupakan 75% dari semua imunoglobulin. IgG dapat menembus plasenta masuk ke janin dan berperan pada imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan. IgG dan komplemen bekerja saling membantu sebagai opsonin pada pemusnahan antigen.

Imunoglobulin A IgA kadarnya terbanyak ditemukan dalam cairan sekresi saluran nafas, cerna dan kemih, air mata, keringat, ludah, dan air susu ibu yang lebih berupa IgA sekretori (siga) yang merupakan bagian terbanyak. IgA dapat bekerja sebagai opsonin, yaitu dapat meningkatkan efek bakteriolitik komplemen dan menetralisasi toksin serta dapat mengaglutinasikan kuman, mengganggu motilitasnya sehingga memudahkan fagositosis. Imunoglobulin M IgM merupakan imunoglobulin paling efisien dalam aktivitas komplemen. IgM dibentuk paling dahulu pada respon imun primer terhadap kebanyakan antigen dibanding dengan IgG. IgM dapat mencegah gerakan mikroorganisme patogen, memudahkan fagositosis dan merupakan aglutinator poten antigen. Imunoglobulin D IgD ditemukan dalam serum dengan kadar yang sangat rendah. IgD merupakan komponen permukaan utama sel B dan pertanda dari diferensiasi sel B yang lebih matang. IgD merupakan 1% dari total imunoglobulin dan banyak ditemukan pada membran sel B bersama IgM yang dapat berfungsi sebagai reseptor antigen pada aktivitas sel B. Imunoglobulin E IgE mudah diikat sel mast, basfil dan eosinofil yang memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE. IgE dibentuk setempat oleh sel plasma dalam selaput lendir saluran nafas dan cerna.

2.3 Respon Imun Respon imun adalah tanggapan sistem imun terhadap zat asing, setelah terjadi proses pengenalan oleh sel-sel pengenal (limfosit). Secara umum dinyatakan bahwa respon imun seseorang terhadap patogen terdiri atas respon imun alami atau respon imun non spesifik dan respon imun adaptif atau respon imun spesifik (Subowo, 2009). 2.3.1 Respon Imun Nonspesifik Respon imun nonspesifik pada umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity), artinya bahwa respon terhadap zat asing yang masuk ke dalam tubuh dapat terjadi walaupun tubuh belum pernah terpapar pada zat tersebut (Kresno, 2010). Respon imun nonspesifik dapat mendeteksi adanya zat asing dan melindungi tubuh dari kerusakan yang diakibatkannya, tetapi tidak mampu mengenali dan mengingat zat asing tersebut. Komponen-komponen utama respon imun nonspesifik adalah pertahanan fisik, kimiawi, humoral dan selular. Pertahanan ini meliputi epitel dan zat-zat antimikroba yang dihasilkan dipermukaannya, berbagai jenis protein dalam darah termasuk komplemenkomplemen sistem komplemen, mediator inflamasi lainnya dan berbagai sitokin, sel-sel fagosit yaitu sel-sel polimorfonuklear, makrofag dan sel natural killer (NK) (Kresno, 2010). 2.3.2 Respon Imun Spesifik Berbeda dengan respon imun non spesifik yang sel-selnya dalam menghadapi antigen asing tidak memerlukan reseptor khusus, maka dalam respon imun spesifik ini diperlukan sel khusus (spesifik) dalam menghadapi antigen asing. Di dalam respon imun ini paling sedikit melibatkan 3 jenis sel, yaitu

limfosit T, limfosit B, dan sel makrofag yang bertindak sebagai sel pelengkap (Subowo, 2009). Respon imun spesifik merupakan imunitas yang didapat (adaptive immunity) dimulai dari pengenalan zat asing hingga penghancuran zat asing tersebut dengan berbagai mekanisme (Subowo, 1993). Dalam respon imun spesifik, limfosit merupakan sel yang memainkan peranan penting karena sel ini mampu mengenali setiap antigen yang masuk ke dalam tubuh, baik yang terdapat intraseluler maupun ekstraseluler. Secara umum, limfosit dibedakan menjadi dua jenis yaitu limfosit T dan limfosit B (Kresno, 2010). Limfosit T atau sel T yang berpoliferasi atas rangsangan antigen larut dan berfungsi memicu sel B untuk memproduksi antibodi, dan subset yang lain yaitu sel Ts (T suppresor-inducer) yang berpoliferasi atas rangsangan antibodi serta berfungsi untuk menghambat atau menekan produksi antibodi oleh sel B (Kresno, 1991). 2.4 Imunomodulator Imunomodulator adalah senyawa tertentu yang dapat meregulasi sistem imun dengan tujuan menormalkan atau membantu mengoptimalkan sistem imun. Mekanisme pertahanan spesifik maupun non spesifik umumnya saling berpengaruh. Imunomodulator dapat dibagi menjadi 2, yaitu imunostimulator dan imunosupresor. 2.4.1 Imunostimulator Imunostimulator adalah senyawa yang dapat meningkatkan respon imun. Imunostimulator dapat mereaktivasi sistem imun dengan berbagai cara seperti

meningkatkan jumlah dan aktivitas sel T, NK-cells dan makrofag serta melepaskan interferon dan interleukin (Tan dan Rahardja, 2007). Bahan yang dapat merangsang sistem imun, seperti: levamisole, isoprenosin, hidroksiklorokin, dan arginin (Bratawidjaja, 2012). 2.4.1.1 Levamisole Levamisol adalah derivat tetramizol, obat cacing yang dapat meningkatkan poliferasi sitotoksisitas sel T serta mengembalikan energi pada beberapa penderita dengan kanker (imunostimulasi nonspesifik). Levamisol dapat meningkatkan efek antigen, mitogen, limfokin, dan faktor kemotaktik untuk merangsang limfosit, granulosit dan makrofag (Bratawidjaja, 2012). Levamisol adalah salah satu imunopotensiator nonspesifik yang telah diketahui mampu meningkatkan respon imunitas tubuh, baik selular maupun humoral. Levamisol lebih berperan dalam imunitas selular yaitu merangsang poliferasi limfosit T (Widjaja, 1999). 2.4.2 Imunosupresor Imunosupresor adalah senyawa yang dapat menurunkan respon imun. Imunosupresor mampu menghambat traskripsi dari sitokin dan memusnahkan sel T (Tan dan Rahardja, 2007). Kegunaannya di klinik terutama pada transplatasi untuk mencegah reaksi penolakan dan pada berbagai penyakit inflamasi yang menimbulkan kerusakan atau gejala sistemik, seperti autoimun atau autoinflamasi. Obat-obat imunosupresi digunakan pada penderita yang akan menjalani transplatasi dan penyakit autoimun oleh karena kemampuannya yang dapat menekan respon imun seperti azatioprin, dan siklofosfamid (Bratawidjaja, 2012).

2.5 Metode Pengujian Efek Imuomodulator Ada beberapa metode yang digunakan dalam pengujian efek imunomodulator. Beberapa di antaranya adalah uji respon hipersensitivitas, pengukuran antibodi (titer antibodi), uji transformasi limfosit T, uji komplemen, indeks migrasi makrofag, uji granulosit, bioluminisensi radikal,respon fagositik, respon proliferasi limfosit. 2.5.1 Uji Respon Hipersensitivitas Uji respon hipersensitivitas merupakan pengujian efek imunomodulator terkait dengan respon imun spesifik. Respon hipersensitivitas tipe lambat merupakan respon imun seluler yang melibatkan aktivasi sel Th yang akan melepaskan sitokin yang bersifat proinflamasi dan meningkatkan aktivitas makrofag yang ditandai dengan pembengkakan kaki hewan (Roit, 1989). 2.5.2 Titer Antibodi Respon imun spesifik dapat berupa respon imun seluler dan respon imun humoral. Penilaian titer antibodi merupakan pengujian terhadap respon imun humoral yang melibatkan pembentukan antibodi. Peningkatan nilai titer antibodi terjadi karena peningkatan aktivasi sel Th yang menstimulasi sel B untuk pembentukan antibodi dan peningkatan aktivasi sel B dalam pembentukan antibodi (Roit, 1989).