IV. METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

KOMUNITAS BURUNG DI BAWAH TAJUK: PENGARUH MODIFIKASI BENTANG ALAM DAN STRUKTUR VEGETASI IMANUDDIN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Youth Camp Tahura WAR pada bulan Maret sampai

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing. Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

KOMUNITAS BURUNG DI BAWAH TAJUK PADA HUTAN PRIMER DAN HUTAN SEKUNDER DI TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

BAB III METODE PENELITIAN

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2014 di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2017 selama kurun waktu satu

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian dasar atau basic research yang

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Aseupan Banten BAB II METODE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

IV. METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah vegetasi mangrove

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

BAB III METODE PENELITIAN

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di perkebunan kopi Sumber Rejo Way Heni

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di blok pemanfaatan kawasan hutan pendidikan


BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

Profil Keanekaragaman Hayati dan Perubahan Tutupan Lahan Gunung Karang Banten BAB II METODE

BAB III. METODE PENELITIAN

STRUKTUR VEGETASI. Boy Andreas Marpaung / DKK-002

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. TODO CONSULT 1. Hendra Masrun, M.P. 2. Djarot Effendi, S.Hut.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif dengan metode

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

Transkripsi:

12 IV. METODE PENELITIAN 4.1.Lokasi dan Waktu Pengumpulan data di lakukan di dua resor kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yaitu Resor Belimbing untuk plot hutan primer dan Resor Tampang untuk plot hutan sekunder (Gambar 3). Waktu pengumpulan data antara tanggal 31 Maret 18 Juni 2009 yang bertepatan dengan akhir musim penghujan tahun 2009. a b c d e f Gambar 3 Lokasi plot-plot pengamatan (a,b,c = plot hutan primer; d,e,f = plot hutan sekunder). 4.2. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan adalah jaring kabut (panjang 12m, lebar 2,7m, 4 shelves, ø mesh 30,0mm) sebanyak 8 helai, perlengkapan pencincinan (tang, timbangan digital, dan kaliper) dan cincin bernomor unik yang dikeluarkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Burung yang tertangkap diidentifikasi menggunakan buku panduan lapang burung-burung di kawasan Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali (MacKinnon et al. 1997). Koordinat dan ketinggian setiap plot ditentukan dengan Global Positioning System (GPS) Oregon 300. Kegiatan penelitian didokumentasikan menggunakan kamera Canon

13 Powershoot A400. Canopy scope digunakan untuk mengukur kepadatan tajuk dan sweep net digunakan untuk mengumpulkan data jumlah serangga. 4.3.Metode Pengumpulan Data 4.3.1.Batasan Penelitian Dalam penelitian ini yang dimaksud sebagai spesies burung di bawah tajuk adalah seluruh burung yang beraktivitas pada ketinggian antara 0-300cm dari permukaan tanah. Beberapa kelompok burung tidak dimasukkan ke dalam analisis, yaitu kelompok burung nokturnal (misal: burung hantu, cabak dan paruh kodok), burung pemangsa (misal: elang dan alap-alap), burung yang tidak menghuni tajuk bawah (misal: walet dan layang-layang). Burung-burung yang tertangkap dimasukkan ke dalam guild merujuk pada Novarino et al. (2006), Lambert & Collar (2002), MacKinnon et al. (1997) dan Wong (1986) yang terdiri dari TFGI (Tree Foliage Gleaning Insectivore): pemakan serangga di bagian tajuk, BGI (Bark Gleaning Insectivore): pemakan serangga di bagian dahan dan ranting pohon, FCI (Fly-catching Insectivore): pemakan serangga sambil melayang, LGI (Litter Gleaning Insectivore): pemakan serangga di serasah atau lantai hutan, SFGI (Shrub Foliage Gleaning Insectivore): pemakan serangga di daerah semak, CI (Carnivore Insectivore): pemakan vertebrata lain dan serangga, IF (Insectivore Frugivore): pemakan serangga dan buah-buahan, IN (Insectivore Nectarivore): pemakan serangga dan nektar, TF (Terestrial Frugivore): pemakan buah kecil yang berserakan di lantai hutan, AF (Arboreal Frugivore): pemakan buah di bagian tajuk. Pengelompokan spesies ke dalam kategori guild dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antara spesies dan sumberdaya pakan yang mendukungnya. 4.3.2.Peletakan Plot Plot pengamatan diletakkan pada tipe hutan primer dan sekunder yang berbatasan dengan habitat non hutan (yaitu: hutan dan jalan). Pada setiap tipe hutan diletakkan sebanyak 3 plot yang berfungsi sebagai ulangan. Di dalam satu plot terdapat 3 anak plot yang masing-masing diletakkan berjarak 0m, 200m dan400 m dari daerah tepi (Gambar 4). Plot hutan sekunder dengan hutan primer terpisah kurang lebih 6km. Pemilihan lokasi plot dilakukan secara purposif

14 dengan pertimbangan struktur hutan, aksesibilitas, keamanan dan kemudahan pengaturan logistik. hutan hutan hutan kebun (a) (b) Gambar 4 Peletakan plot pada bagian (a) hutan primer dan (b) hutan sekunder. = plot = anak plot/jalur jaring kabut = jalan tanah = batas kebun dan hutan Pada hutan primer plot dipilih pada lokasi hutan yang dipisahkan oleh jalan tanah yang memiliki lebar 2-3m. Meskipun terpotong oleh jalan, seluruh tajuk pohon masih terhubung satu sama lain. Jalan tersebut dibuka pada pertengahan tahun 2008 dan tidak pernah digunakan untuk lalu lalang kendaraan bermotor. Kehadiran jalan mengakibatkan terbentuknya daerah tepi yang bertipe drastis (abrupt). Plot hutan primer terletak kurang lebih 12km dari permukiman dan perkebunan penduduk. Plot di hutan sekunder diletakkan pada hutan yang berbatasan langsung dengan kebun campuran yaitu kebun kopi, lada dan coklat yang membentuk daerah tepi dengan tipe halus (soft). Umur tanaman berkisar antara 5-7 tahun dan dipelihara secara tradisional dengan input pestisida yang minim. Jarak dari permukiman penduduk kurang lebih 2km. Hutan sekunder yang dipilih sebagai lokasi penelitian merupakan hutan bekas perambahan yang dipulihkan kembali sejak tahun 1982 setelah penetapan status taman nasional. 4.3.3.Keanekaragaman Burung Data keanekaragaman burung dikumpulkan menggunakan jaring kabut (Bibby et al. 1998) dengan metode catch per unit effort (Gibbons & Gregory 2006; Gregory et al. 2004). Pemasangan jaring kabut dilakukan pada setiap anak

15 plot pengamatan yang telah ditentukan. Panjang setiap jalur jaring kabut ialah 96m yang terdiri dari 8 jaring kabut dengan panjang 12m yang dipasang bersambungan. Setiap jalur jaring kabut dioperasikan selama 2-3 hari pada setiap anak plot untuk memperoleh total waktu pengoperasian sebanyak 24 jam. Pengoperasian jaring kabut dilakukan antara pukul 06.00-18.00 WIB, sehingga total pengamatan per jalur adalah 24 jam x 96m = 2304 meter jam jaring kabut. Setelah pukul 18.00 WIB jaring kabut digulung dan dibuka kembali pada pukul 06.00 WIB untuk mencegah tertangkapnya kelelawar yang dapat merusak jaring. Apabila pada saat pengoperasian jaring kabut, terjadi cuaca buruk (hujan) maka jaring ditutup dan dioperasikan lagi setelah cuaca normal hingga mencapai waktu pengoperasian 24 jam untuk setiap anak plot. Waktu awal pengoperasian jaring kabut berbeda-beda antara satu titik dengan titik yang lain tergantung dengan kondisi cuaca. Setelah dioperasikan selama 24 jam pada satu anak plot, maka jaring kabut dipindahkan ke anak plot lainnya. Jaring kabut diperiksa setiap 2 jam pada daerah dengan vegetasi rapat dan setiap 1 jam pada dengan vegetasi jarang untuk mengurangi resiko terjadinya kematian pada burung yang tertangkap. Setiap individu yang tertangkap, dilepas dari jaring dan dimasukkan ke dalam kantung kain untuk diidentifikasi spesies, jenis kelamin, kondisi perkembangbiakan, dan kondisi bulu di stasiun pencincinan. Burung diidentifikasi dengan menggunakan buku panduan lapang burungburung di wilayah Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali (MacKinnon et al. 1997), sedangkan tata nama famili dan spesies serta nomor urut burung merujuk pada Sukmantoro et al. (2007). Burung yang teridentifikasi dipasangi cincin dari alumunium alloy bernomor unik pada bagian tarsus. Pemasangan cincin bertujuan untuk menghindari terjadinya penghitungan ganda terhadap burung-burung yang tertangkap. Burung yang tertangkap segera dilepaskan setelah proses identifikasi, dan pencincinan selesai, kecuali burung yang tertangkap menjelang malam hari. Burung tersebut diinapkan di dalam kantung kain di stasiun pencincinan dan

16 dilepaskan keesokan hari di sekitar lokasi tertangkap. Hal ini untuk mencegah terjadinya kekacauan orientasi apabila burung dilepaskan ketika malam hari. 4.3.4.Komponen Habitat 4.3.4.1.Komposisi Vegetasi Data vegetasi dikumpulkan dengan menggunakan metode point-quarter (Krebs 1999). Panjang transek pengamatan vegetasi adalah 100m yang disesuaikan dengan panjang jaring kabut. Rumus yang digunakan untuk mengukur kepadatan pohon ialah: N = N = nilai dugaan kepadatan pohon n = jumlah plot contoh x i = jarak terdekat pohon dari titik pusat plot π = 3,14159 Tingkat pertumbuhan vegetasi di kelompokkan menjadi 4 yaitu : 1. Tumbuhan tingkat semai (seedling) dan tumbuhan bawah, yaitu tumbuhan mulai berkecambah hingga tinggi 1,5m. 2. Tumbuhan tingkat pancang (sapling), yaitu tumbuhan dengan tinggi melebihi 1,5 m atau memiliki diameter kurang dari 10cm. 3. Tumbuhan tingkat tiang (pole), yaitu tumbuhan yang memiliki diameter 10-20cm. 4. Tumbuhan tingkat pohon yaitu tumbuhan berkayu dengan diameter batang lebih besar dari 20cm. Data vegetasi yang dikumpulkan meliputi jumlah individu vegetasi pada setiap fase pertumbuhan, diameter setinggi dada, tinggi bebas cabang dan tinggi total. 4.3.4.2.Bukaan Tajuk Bukaan tajuk (canopy openness) merupakan proporsi kubah langit yang tertutup atau terhalangi oleh vegetasi ketika dilihat dari sebuah titik (Jennings et al. 1999). Data bukaan tajuk dikumpulkan menggunakan canopy scope (Brown et

17 al. 2000). Menurut Newton (2007) canopy scope merupakan alat yang cukup baik dalam mengukur bukaan tajuk pada hutan dengan vegetasi yang rapat, selain itu canopy scope juga mudah dan murah dalam pengoperasiannya. Jumlah titik pengamatan bukaan tajuk di setiap jalur jaring kabut adalah 8 untuk setiap luas area 0,25 ha (Brown et al. 2000). Selanjutnya nilai yang diperoleh dari pengamatan titik tersebut dirata-rata untuk memperoleh persentase bukaan tajuk di setiap jalur. 4.3.4.3.Tutupan Tajuk Tutupan tajuk (canopy cover) merupakan proporsi lantai hutan yang tertutup oleh proyeksi tegak lurus tajuk pohon (Jennings et al. 1999). Tutupan tajuk dihitung dengan metode line intercept (Newton 2007; Jennings et al. 1999). Nilai tutupan tajuk adalah persentase panjang tajuk yang menyentuh garis transek terhadap panjang transek. Pengukuran tutupan tajuk dilakukan terhadap vegetasi dari setiap fase pertumbuhan kecuali tingkat semai di setiap jalur jaring kabut, sehingga nilai penutupan tajuk pada sebuah jalur jaring kabut akan bernilai lebih dari 100%. 4.3.5.Jumlah Individu Artropoda Data individu artropoda dikumpulkan dengan sweep net menggunakan metode catch per unit effort. Agar memudahkan standardisasi perhitungan maka pengambilan data serangga dilakukan sebanyak 2 kali ayunan setiap 1 meter dengan panjang transek 100m (Ozanne 2005) sepanjang jalur jaring kabut. Pengambilan contoh dilakukan setelah embun hilang dari permukaan daun pada pukul 08.00-10.00 WIB. Selanjutnya seluruh individu serangga yang tertangkap dihitung jumlahnya dan diidentifikasi secara sekilas hingga tingkat ordo. 4.4.Analisis Data 4.4.1.Keanekaragaman dan Kekayaan Spesies Data keanekaragaman dan kemerataan spesies burung dihitung menggunakan indeks Shannon, kekayaan spesies dihitung dengan indeks Menhinick (Krebs 1999) yang rumusnya adalah sebagai berikut:

18 Indeks Shannon Kemerataan H = pi. ln pi J = ni ni =. ln N N ' H ' ln( N = = 1) HH ln( S) ln( N ) max Indeks Menhinick D Mn = S/ N 0 H = indeks Shannon Pi = proporsi individu suatu spesies terhadap keseluruhan individu yang dijumpai N = jumlah individu total J = Kemerataan S = jumlah seluruh jenis. 4.4.2.Kelimpahan Berdasarkan jumlah individu, spesies burung yang tertangkap dikelompokkan ke dalam empat kelas kelimpahan (Fowler & Cohen 1986) yaitu: Sering tertangkap : lebih dari 100 individu Umum : 21-99 individu Tidak umum : 5-20 individu Jarang : 1-4 individu 4.4.3.Kesamaan Komunitas Burung Indeks kesamaan spesies dihitung dengan menggunakan indeks Jaccard (Krebs 1999). Hal ini untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan komposisi spesies burung berdasarkan tipe hutan. Analisis juga dilakukan berdasarkan guild makanan. IS J = a : jumlah spesies yang dijumpai pada kedua lokasi b : jumlah spesies yang hanya dijumpai pada lokasi 1 c : jumlah spesies yang hanya dijumpai pada lokasi 2

19 4.4.4.Lebar Relung Analisis lebar relung dilakukan untuk mengelompokkan anggota komunitas burung ke dalam kategori generalis dan spesialis berdasarkan habitat. Rumus yang digunakan adalah indeks Levin (Krebs 1978). Indeks Levin 1 B = p 2 j B : Indeks lebar relung Levin P i : Proporsi individu yang memanfaatkan suatu sumberdaya n : Jumlah sumberdaya yang mungkin tersedia 4.4.5.Keanekaragaman Spesies dan Jarak dari Tepi Analisis regresi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara keanekaragaman spesies dan jumlah individu yang tertangkap di setiap jalur jaring kabut terhadap jarak dari daerah tepi. Uji Khi kuadrat dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan antara jumlah individu burung yang tertangkap berdasarkan guild dan spesies di setiap jalur jaring kabut terhadap jarak dari daerah tepi. 4.4.6.Keanekaragaman Spesies dan Vegetasi Uji korelasi Pearson (Fowler & Cohen 1986) dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antara persentase bukaan tajuk, tutupan tajuk dan kepadatan vegetasi terhadap keanekaragaman spesies dan tingkat tangkapan. 4.4.7.Keanekaragaman Spesies dan Jumlah Artropoda Uji korelasi Pearson (Fowler & Cohen 1986) dilakukan untuk mengetahui tingkat keterkaitan jumlah artropoda terhadap keanekaragaman spesies dan guild.