I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber perolehan devisa, penyedia lapangan kerja dan sebagai sumber pendapatan bagi petani pekebun kopi maupun pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam budidaya, pengolahan maupun dalam mata rantai pemasaran. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha biji kering pertahun, tingkat produktivitas tanaman kopi Indonesia ini cukup rendah bila di bandingkan dengan negara produsen kopi di dunia lainnya seperti Vietnam (1 540 kg/ha/th), Colombia (1 220 kg/ha/th) dan Brazil (1 000 kg/ha/th) (Kominfo, 2010). Namun dalam dunia perkopian internasional, posisi Indonesia dinilai cukup strategis dimana Indonesia merupakan negara pengekspor kopi terbesar keempat setelah Brazil, Colombia dan Vietnam seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Posisi Ekspor Kopi Negara-negara Produsen Kopi Utama (Ton) No Negara 2005 2006 2007 2008 1 2 3 4 5 6 7 8 Brazil Colombia Vietnam Indonesia India Mexico Guatemala Cote d lvoire 2 173 000 1 087 000 1 343 000 624 000 197 000 198 000 347 000 182 000 2 273 000 1 094 000 1 385 000 468 000 458 000 257 000 331 000 240 000 2 332 000 1 130 000 1 860 000 446 000 466 000 291 000 373 000 258 000 2 345 000 1 182 000 1 728 000 534 000 401 000 276 000 387 000 233 000 Sumber : Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), 2010. Produksi kopi petani rakyat Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, tahun 2004 total produksi sebesar 640 365 ton dengan produktivitas
2 sebesar 683.13 kg/ha dan tahun 2008 total produksi mencapai 698 016 ton dengan produktivitas sebesar 729 kg/ha seperti yang terlihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa tingkat produksi sejalan dengan luas areal tanam kopi dimana akan terjadi penurunan produksi diakibatkan oleh penurunan luas areal tanam kopi. Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Komoditas Kopi Perkebunan Rakyat Seluruh Indonesia Tahun 2004-2007 No Propinsi Luas Areal (Ha) 2004 2005 2006 2007 Luas Luas Luas Produksi Areal Produksi Areal Produksi Areal (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) Produksi (Ton) 1 NAD 95 127 37 100 100 263 35 012 107 544 41 894 112 113 48 080 2 Sumatera Utara 73 462 46 560 51 353 41 493 79 613 50 032 79 646 50 158 3 Sumatera Barat 49 351 23 886 51 600 24 075 48 714 29 615 47 512 29 229 4 Riau 10 326 2 791 10 380 2 889 10 816 3 804 10 192 4 068 5 Jambi 24 372 5 555 24 638 9 208 24 458 12 398 24 217 10 190 6 Sum. Selatan 277 542 140 812 273 451 140 463 276 864 150 167 276 864 148 281 7 Bengkulu 12 383 64 043 122 844 61 187 121 579 63 757 103 640 56 128 8 Lampung 166 058 142 599 168 006 142 761 164 006 141 305 163 092 140 095 9 Bangka belitung 109 45 47 16 43 14 47 21 10 Kepulauan Riau 278 53 281 19 156 14 143 29 11 Jawa Barat 1 614 7 781 18 346 8 516 21 723 7 719 25 322 7 476 12 Jawa Tengah 41 196 14 306 41 993 14 216 39 289 14 268 38 549 14 991 13 DIY 1 754 315 1 880 309 1 832 396 1 584 388 14 Jawa Timur 93 206 44 237 92 488 43 099 91 801 50 132 93 945 47 000 15 Banten 8 439 2 505 8 459 2 509 8 474 2 509 9 527 2 778 16 Bali 36 298 19 083 31 470 16 987 31 385 14 309 31 775 15 653 17 NTB 12 656 4 332 13 069 4 354 12 876 4 979 13 436 3 698 18 NTT 73 648 18 875 61 437 16 467 69 211 18 972 70 710 17 965 19 Kal. Barat 14 673 4 092 14 483 4 424 13 937 4 303 13 095 4 166 20 Kal. Tengah 8 793 3 614 8 978 3 659 8 133 2 818 7 958 2 794 21 Kal. Selatan 7 699 1 975 7 533 2 696 7 701 2 810 7 611 2 870 22 Kal. Timur 16 104 5 626 17 787 5 098 17 469 4 614 15 074 4 413 23 Sulawesi Utara 9 772 3 487 9 603 5 903 9 579 5 951 9 703 6 016 24 Sulawesi Tengah 16 061 5 039 11 756 4 915 10 714 2 987 11 428 5 018 25 Sulawesi Selatan 67 788 29 806 68 577 29 992 71 622 30 257 72 755 32 736 26 Sulawesi Tenggara 1 054 3 587 10 602 4 217 10 703 3 682 11 306 4 350 27 Gorontalo 1 629 839 1 643 850 1 642 869 1 642 868 28 Sulawesi Barat 31 218 10 759 16 469 10 541 26 730 12 857 23 019 12 592 29 Maluku 3 925 555 3 982 734 7 964 1 469 7 964 1 501 30 Papua 9 106 2 501 8 267 2 583 708 218 8 207 2 451 31 Maluku Utara 2 873 414 2 881 415 3 129 457 3 128 254 32 Papua Barat 708 214 708 218 8 318 2 583 708 220 Produktivitas (kg/ha) 683 13 695 00 673 00 729 00 Indonesia 1 255 272 640 365 1 308 732 682 158 1 295 111 676 475 1 295 112 698 016 Sumber : Departemen Pertanian, 2009.
3 Salah satu daerah penghasil utama kopi Indonesia adalah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah provinsi Lampung, Sumatera Selatan dan Bengkulu. Pada Tahun 2007 produksi kopi propinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebesar 48 080 ton. Di provinsi ini tanaman kopi diusahakan dengan pola perkebunan rakyat dan perkebunan swasta. Pola perkebunan rakyat merupakan pola pengusahaan kopi yang terbesar, sedangkan perkebunan swasta hanya sebagian kecil. Pusat penghasil tanaman kopi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diusahakan di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah yang memiliki luas areal tanam maupun produksi kopi yang paling besar sekitar 66 persen dari luas kopi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Karim, 1993). Perkembangan produksi kopi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum sejalan dengan perkembangan luas areal lahan tanaman kopi yang terjadi. Tanaman kopi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam umumnya dikelola dengan pola perkebunan rakyat. Pola perkebunan yang seperti ini pengelolaannya masih bersifat tradisional dan belum menggunakan teknologi budidaya kopi secara baik dan benar, hal ini menggambarkan masih rendahnya pengetahuan petani kopi tentang teknologi budidaya kopi. Aradi (2008), menyatakan bahwa masalah yang dihadapi petani kopi di Aceh Tengah adalah konservasi tanah, rekomendasi pemupukan, naungan pohon pelindung yang tidak terawat dengan baik, pemangkasan yang jarang dilakukan, jarak tanam yang terlalu rapat, serangan hama dan penyakit. Sehingga produksi kopi yang menurun selain disebabkan karena penurunan luas areal tanam disebabkan pula oleh adanya sistem tanaman kopi pola perkebunan rakyat yang
4 belum menggunakan teknologi menurut petunjuk teknis budidaya kopi yang dianjurkan. Selain hal tersebut rendahnya modal usaha petani kopi mengakibatkan sistem pengelolaan kebun menjadi tidak baik juga menjadi penyebab menurunnya produksi kopi petani, kemudian juga luas lahan yang diusahakan petani relatif masih sempit dan dikelola secara tradisional, dimana bibit yang digunakan berasal dari tanaman yang tersedia secara lokal tanpa seleksi. Kabupaten Aceh Tengah merupakan salah satu penghasil kopi Arabika organik terbesar di Indonesia. Kopi Arabika organik mulai dikembangkan sejak tahun 1990, tanaman kopi di wilayah Kabupaten Aceh Tengah seluas 46 391 ha, terdiri dari tanaman menghasilkan 31 749 ha, tanaman belum menghasilkan 3 742 ha, tanaman rusak 10 091 ha dengan total produksi 22 757 ton dan rata-rata produksi 720.71 kg/ha (Dinas Perkebunan Aceh Tengah, 2008). Rata-rata produksi kopi arabika ditingkat petani di Kabupaten Aceh Tengah baru mencapai 723 kg/ha (Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Tengah, 2008), padahal tahun 1999 saja produksi kopi di demplot kopi di Kabupaten Aceh Tengah telah dapat mencapai 1 259 1 399 kg/ha (Karim, 1999 dalam Aradi, 2008). Adanya ketimpangan produksi di demplot dan di tingkat petani disebabkan, masih ditemukan kopi arabika ditanam pada lahan yang mempunyai daya dukung lahan rendah dan tidak dikelola secara maksimal seperti kesuburan tanah tidak terlestarikan, teknik budidaya belum memadai dan adaptasi teknologi belum dilakukan menyeluruh, dan karakteristik petani yang berbeda antara satu dengan lainnya (Aradi, 2008). Tujuan utama pengelolaan usahatani kopi adalah untuk meningkatkan produksi agar pendapatan petani kopi juga meningkat, oleh karena itu petani
5 sebagai pengelola usahanya harus mengerti cara mengalokasikan sumberdaya atau faktor produksi yang dimilikinya sehingga tujuan tersebut dapat tercapai. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan pembinaan melalui penumbuhan minat dan perbaikan sistem pola tanam petani kopi dalam rangka peningkatan produksi dan pengembangan usahatani kopi rakyat di propinsi ini. Usaha meningkatkan kehidupan yang layak bagi petani harus didukung oleh pemerintah setempat terutama dalam hal pembenahan kegiatan tataniaga komoditi kopi, karena besarnya pendapatan petani sangat ditentukan oleh pembentukan harga jual. Perbaikan mutu kopi juga harus dilakukan, karena mutu kopi sangat mempengaruhi stabilitas harga. Apabila mutu kopi bagus maka harganya akan tinggi demikian sebaliknya. Harga jual kopi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan petani kopi yang umumnya masih relatif rendah. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas terdapat berbagai permasalahan yang harus dipecahkan dalam upaya pengembangan usahatani kopi rakyat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Permasalahan yang mendasar dalam pengelolaan usahatani kopi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah rendahnya produktivitas. Menurut Aradi (2008), beberapa hal yang diduga mempengaruhi rendahnya produktivitas usahatani kopi daerah ini adalah rata-rata tanaman kopi sudah berumur tua dan pemeliharaan secara intensif belum dilaksanakan secara sempurna karena rendahnya pengetahuan dan ketrampilan petani. Permasalahan lain yang dijumpai pada usahatani kopi rakyat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini adalah tingkat pendapatan yang dicapai belum maksimal. Timbulnya masalah ini disebabkan karena tidak efisiennya petani
6 dalam mengalokasikan faktor produksi dan belum optimalnya penggunaan faktor produksi yang ada. Masalah ini mengakibatkan membesarnya biaya produksi yang digunakan sehingga keuntungan yang diperoleh menjadi rendah. Banyak faktor yang menyebabkan tidak mengertinya petani mengalokasikan faktor produksi secara efisien antara lain rendahnya tingkat pendidikan dan terbatasnya modal petani. Menurut Kastijadi dalam Suciaty (2004), salah satu penyebab rendahnya produktivitas suatu tanaman adalah para petani belum sepenuhnya menerapkan teknologi produksi. Selanjutnya menurut Supena Friyatno dan Sumaryanto (1993), faktor produksi tenaga kerja bersama-sama dengan faktor produksi yang lain, bila dimanfaatkan secara optimal akan meningkatkan produksi secara maksimal. Setiap penggunaan tenaga kerja produktif hampir selalu dapat meningkatkan produksi. Upaya peningkatan produksi dapat dilakukan dengan perluasan areal, peningkatan produktivitas dan penggunaan teknologi, serta insentif bagi petani dengan penetapan harga input dan output yang layak. Upaya peningkatan produksi tersebut tidak akan tercapai apabila tidak mendapat dukungan sepenuhnya dari petani, oleh karena itu perlu diciptakan keadaan yang dapat merangsang petani untuk meningkatkan produksi. Keputusan petani dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya seperti lahan, tenaga kerja maupun modal untuk kegiatan usahatani sangat ditentukan oleh respon petani terhadap perubahan faktor-faktor ekonomis seperti harga komoditas itu sendiri, harga faktor produksi, dan juga faktor-faktor non ekonomis seperti iklim, teknologi, sarana transfortasi maupun kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan komoditi tersebut.
7 Permasalahan yang menjadi kendala dalam aspek pemasaran adalah rendahnya mutu, rendahnya mutu kopi bersumber dari kesalahan penanganan sebelum panen maupun penanganan setelah lepas panen. Mutu bibit yang rendah dengan pemeliharaan dan sistem panen yang tidak tepat akan menyebabkan kualitas kopi menjadi rendah. Kualitas kopi yang rendah akan menurunkan harga jual kopi yang akhirnya menurunkan pendapatan petani. Melihat permasalahan dan kendala tersebut maka produksi yang diperoleh belum optimal. Peningkatan produksi dapat diperoleh dengan mengalokasikan input produksi secara tepat dan berimbang. Hal ini berarti petani secara rasional melakukan usahatani dengan tujuan meningkatkan produksi untuk memaksimumkan keuntungan. Berdasarkan uraian diatas maka secara spesifik masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi kopi pada usahatani kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah 2. Bagaimana kondisi skala usaha kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah 3. Bagaimana efisiensi ekonomi pada usahatani kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dan kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kopi pada usahatani kopi di Kabupaten Aceh Tengah 2. Menganalisis kondisi skala ekonomi kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah
8 3. Menganalisis efisiensi ekonomi pada usahatani kopi rakyat di Kabupaten Aceh Tengah. Sehubungan dengan tujuan penelitian tersebut maka diharapkan hasil penelitian ini berguna sebagai bahan masukan bagi petani kopi dalam mengalokasikan faktor produksi secara efisien sehingga didapatkan pendapatan yang maksimal. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi lembaga penentu kebijakan dan pengembangan usahatani kopi rakyat di Nanggroe Aceh Darussalam dalam meningkatkan kesejahteraan petani kopi. 1.4 Batasan Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka penelitian ini terbatas pada menganalisis fungsi produksi usahatani kopi di Kabupaten Aceh Tengah. Analisis ini mencakup faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani kopi rakyat, tidak melihat alokasi penggunaan faktor produksi jika petani mengusahakan tanaman selain kopi.