PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH LABU KUNING/WALUH (Cucurbita moschata) DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP BERAT TELUR, TEBAL KERABANG, DAN EGG MASS

dokumen-dokumen yang mirip
MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

PENAMBAHAN GRIT KERANG DAN PEMBATASAN PEMBERIAN PAKAN TERHADAP KUALITAS KERABANG TELUR AYAM ARAB (Silver brakel Kriel)

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707

KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada 20 Desember Januari 2015 di kandang

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

PERBEDAAN JUMLAH PEMBERIAN RANSUM HARIAN DAN LEVEL PROTEIN RANSUM TERHADAP PERFORMAN AYAM PETELUR UMUR MINGGU

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN TEPUNG IKAN RUCAH NILA (Oreochromis niloticus) DALAM PAKAN TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BURAS

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

PERBEDAAN JUMLAH PEMBERIAN RANSUM HARIAN DAN LEVEL PROTEIN RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR AYAM RAS PETELUR UMUR MINGGU

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

PENGARUH DOSIS EM-4 (EFFECTIVE MICROORGANISMS-4) DALAM AIR MINUM TERHADAP BERAT BADAN AYAM BURAS

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi

Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

PENGARUH PENGGUNAAN POLLARD DAN ASAM AMINO SINTETIS DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP KONSUMSI PAKAN, KONVERSI PAKAN, DAN PRODUKSI TELUR

PEMBERIAN PAKAN TERBATAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERFORMA AYAM PETELUR TIPE MEDIUM PADA FASE PRODUKSI KEDUA

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Performa Produksi Telur Turunan Pertama (F1) Persilangan Ayam Arab dan Ayam Kampung yang Diberi Ransum dengan Level Protein Berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari-Maret 2015 di Kandang

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

PENGARUH PEMBERIAN SPIRULINA DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS INTERIOR TELUR AYAM ARAB

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

MATERI DAN METODE. Materi

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH PENGALENGAN IKAN DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA BROILER. Arnold Baye*, F. N. Sompie**, Betty Bagau**, Mursye Regar**

BAB III METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Alat yang Digunakan dalam Penelitian.

EFEK PENAMBAHAN TEPUNG KULIT NANAS (Ananas comosus (L) Merr.) DALAM PAKAN TERHADAP JUMLAH TELUR DAN KUALITAS TELUR ITIK

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

Pengaruh Penambahan Lisin dalam Ransum terhadap Berat Hidup, Karkas dan Potongan Karkas Ayam Kampung

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

PENGARUH PEMBERIAN LEVEL PROTEIN-ENERGI RANSUM YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS TELUR AYAM BURAS

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

EFEK LAMA WAKTU PEMBATASAN PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PERFORMANS AYAM PEDAGING FINISHER

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

PEMANFAATAN MANURE HASIL DEGRADASI LARVA LALAT HITAM (Hermetia illucens L) SEBAGAI PENGGANTI TEPUNG IKAN TERHADAP PENAMPILAN AYAM BURAS FASE GROWER

Efektivitas Penambahan Zeolit dalam Ransum terhadap Performa Puyuh Petelur Umur 7-14 Minggu

Kususiyah, Urip Santoso, dan Rian Etrias

Ade Trisna*), Nuraini**)

PENGGUNAAN POLLARD DENGAN ASAM AMINO SINTESIS DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP UPAYA PENINGKATAN KUALITAS FISIK TELUR

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

MATERI DAN METODE. Materi

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari April 2014, di peternakan

MATERI DAN METODE. Materi

PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DI PELIHARA PADA FLOCK SIZE YANG BERBEDA

PERFORMA AYAM SKRIPSI

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

Pengaruh Penggunaan Tepung Limbah Udang dalam Ransum terhadap Kualitas Telur Itik

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Rataan Tebal Cangkang telur puyuh.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh pemberian kombinasi tepung keong mas (Pomacea

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian tepung keong mas (Pomacea

Umur dan Berat Telur Ayam Ras yang Beredar di Kota Bengkulu

MASSA PROTEIN DAN KALSIUM DAGING PADA AYAM KEDU AWAL BERTELUR YANG DIBERI RANSUM DENGAN LEVEL PROTEIN BERBEDA SKRIPSI ALIDYA NURRAHMA AKBRIANI

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27

III BAHAN DAN METODE. dan masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh betina fase produksi.

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL. PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) TERHADAP KUALITAS TELUR PUYUH

EFFECT OF ADDITION OF DURIAN SEED MEAL IN FEED TO THE FEED CON- SUMPTION, HEN DAY PRODUCTION AND FEED CONVERSION ON QUAIL (Coturnix-coturnix japonica)

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. minggu dengan bobot badan rata-rata gram dan koefisien variasi 9.05%

RESPON PENGGANTIAN PAKAN STARTER KE FINISHER TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAN PERSENTASE KARKAS PADA TIKTOK. Muharlien

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN CAMPURAN BUNGKIL INTI SAWIT DAN ONGGOK TERFERMENTASI OLEH

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum

PENGARUH MANIPULASI RANSUM FINISHER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PAKAN DALAM PRODUKSI BROILER

PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

MATERI DAN METODE. Materi

STUDI KUALITAS TELUR AYAM RAS DI PASAR TRADISIONAL KOTA MANADO. Hearty Salatnaya

Transkripsi:

PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH LABU KUNING/WALUH (Cucurbita moschata) DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP BERAT TELUR, TEBAL KERABANG, DAN EGG MASS Meilani Pangemanan, M.E.R. Montong*, E.S. Tangkere, F.S. Ratulangi Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado 95115 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung limbah labu kuning/waluh (cucurbita moschata) dalam pakan ayam petelur terhadap berat telur, tebal kerabang, dan egg mass. Penelitian ini menggunakan 100 ekor ayam ras petelur umur 42 minggu. Pengukuran ketebalan kerabang telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi. Variabel yang diamati terdiri dari berat telur, tebal kerabang dan egg mass (massa telur). Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang terdiri dari lima perlakuan dan 5 ulangan, Perlakuan yang diberikan yaitu penggantian tepung limbah labu kuning, dengan masing-masing perlakuan adalah R0 = Ransum dasar tanpa menggunakan tepung limbah labu kuning, R1 = Ransum dasar 98% + 2% tepung limbah labu kuning, R2 = Ransum dasar 96% + 4% tepung limbah labu kuning, R3 = Ransum dasar 94% + 6 % tepung limbah labu kuning, R4 = Ransum dasar 92% + 8 % tepung limbah labu kuning. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah labu kuning pada level 2%, 4%, 6%, dan 8% dalam ransum memberikan pengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap berat telur, tebal kerabang, dan egg mass. Kesimpulannya adalah penggunaan tepung limbah labu kuning sampai level 8% dalam pakan ayam petelur memberikan hasil yang sama terhadap berat telur, tebal kerabang dan egg mass. Kata kunci : limbah labu kuning (Cucurbita moschata), telur, ayam petelur. ABSTRACT EGG WEIGHT, EGGSHELL THICKNESS AND EGG MASS OF CAGED LAYING HENS GIVEN RATION THAT COMPOSED OF BY SITE PRODUCT OF PUMPKIN FLOUR (Cucurbita moschata) The aim of this research was to find out the effect of using by site product of pumpkin flour (cucurbita moschata) in feed of laying hens on egg weight, eggshell thickness and egg mass. One hundred of laying hens, 42 weeks old were used in this research, and this research was conducted. Randomized completely design was used, 5 treatments and 5 repetitions. The treatments were: R0 = 100% basal feed, without using by site product of pumpkin flour (BSPPF); R1 = 98% basal feed + 2% BSPPF; R2 = 96% + 4% BSPPF; R3 = 94% + 6% BSPPF; R4 = 92% + 8% BSPPF. The result of analysis shown that, there were no any significant differences on egg weight, eggshell thickness and egg mass within the group of laying hens that given feed composed of 2%, 4%, 6%, 8% of by site product of pumpkin flour and given 100% basal feed respectively. The conclusions of this research was pumpkin flour waste up to the level of 8% in the feed of laying hens give the same result on egg weight, egg shell thickness and egg mass. Keywords: by site product of pumpkin, egg, laying hens. *Korespondensi (corresponding author): Email : tinemontong@yahoo.co.id 280

PENDAHULUAN Di Indonesia khususnya Sulawesi Utara ayam petelur tidak asing lagi, dimana ayam tipe ini merupakan ayam yang sangat efisien menghasilkan telur. Telur memiliki nilai gizi yang sangat potensial dan ekonomis, karena telur sebagai salah satu sumber protein hewani memiliki komposisi gizi yang cukup lengkap dan berimbang serta harganya terjangkau. Situasi dan kondisi industri ayam petelur di Indonesia memiliki banyak kendala, diantaranya harga pakan yang kian hari kian meningkat, sehingga berimbas juga pada produktivitas dan kualitas telur. Masalah kualitas telur, terutama kerabang telur yang mudah retak dapat disebabkan jumlah makanan dan asupan gizi yang dibutuhkan ayam petelur belum memadai, terutama kalsium dan fosfor. Penyebab lainnya, walaupun pakan komersial banyak dijual di poultry shop ataupun toko sarana produksi ternak, namun harga pakan meningkat terus sehingga peternak harus membatasi jumlah pembelian pakan yang pada akhirnya berdampak pada pembatasan pemberian pakan pada ternak mereka. Hal ini mengakibatkan peternak mengalami kesulitan dalam mempertahankan usaha peternakan ayam petelur. Salah satu langkah yang diambil peternak atau pelaku bisnis peternakan ayam petelur adalah meramu pakan (ransum) untuk ternak mereka. Ini berarti, para pelaku bisnis peternakan ayam petelur harus mencari bahan-bahan yang memadai untuk dijadikan bahan baku penyusunan ransum ternak mereka. Sehubungan dengan itu, kami mencoba memanfaatkan limbah labu kuning yang cukup banyak ditemui di daerah Sulawesi Utara. Ketersediaan limbah labu kuning terus meningkat sejalan dengan meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap hasil olahan berbagai jenis makanan dari buah labu kuning. Meski data statistik untuk produksi limbah labu kuning di Indonesia belum ada, tapi tingkat produksi buah labu kuning di Indonesia relatif tinggi, dan produksinya dari tahun ke tahun terus meningkat yaitu pada tahun 1999 produksinya 73.744 ton, pada tahun 2000 naik menjadi 83.333 ton, pada tahun 2001 menjadi 96.667 ton. Pada tahun 2003 dari 103.451 ton meningkat menjadi 212.697 ton dan pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 menjadi 369.846 ton (Anonimous, 2010a). Komposisi kandungan zat gizi limbah labu kuning per 100 gram antara lain; Protein 23,14%, lemak 14,59%, serat kasar 17,48%, kalsium 0,76%, fosfor 0,75% (Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB 281

tahun 2015). Dengan melihat potensi produksi labu kuning dan komposisi gizi limbah labu kuning tersebut, maka dirasa cukup tepat untuk menjadikan limbah labu kuning sebagai salah satu bahan pakan alternatif penyusunan ransum ternak ayam petelur. Dengan menjadikan limbah labu kuning sebagai bahan pakan, berarti juga telah membantu mengatasi limbah organik tersebut dan sekaligus memberi solusi dalam mengatasi masalah mahalnya harga pakan komersial. Dari pembahasan di atas, maka telah dilakukan penelitian tentang penggunaan tepung limbah labu kuning (Cucurbita moschata) dalam pakan ayam petelur terhadap berat telur, tebal kerabang, dan egg mass. Dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan produksi telur dan kualitas telur yang baik. MATERI DAN METODE PENELITIAN Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam ras petelur fase layer umur 42 minggu dari jenis MB 402 sebanyak 100 ekor. Kandang yang digunakan adalah kandang baterai dengan ukuran 37x40x30 cm yang terdiri dari 25 unit dan setiap unit kandang ditempati 4 ekor ayam. Peralatan yang digunakan yaitu timbangan digital, calliper dan micrometer scrup. Penelitian ini di laksanakan sejak tanggal 26 Agustus s/d 29 Oktober 2015 yang terdiri dari 7 hari masa pendahuluan dan 56 hari masa pengambilan data. Prosedur penelitian yaitu: kandang yang akan digunakan terlebih dahulu disucihamakan yaitu dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan detergen, air, dan kemudian didesinfektan menggunakan air kapur. Setiap pagi dan sore hari wadah air minum dibersihkan dan diisi dengan air minum yang baru. Ransum perlakuan yang diberikan pada penelitian ini susun setiap hari berdasarkan kebutuhan ayam petelur sebanyak 125 g/ekor/hari dan diberikan sebanyak 2 kali yaitu pada pagi hari pukul 06.30 sebanyak 50% dan sisanya pada siang hari pukul 14.00 dengan protein 17% dan energi 2700 Kkal dengan penambahan tepung limbah labu kuning sebanyak 2%, 4%, 6% dan 8%. Pada setiap perlakuan diberikan ransum dan air minum secara ad libitum, mengontrol serta penambahan pakan dan air minum dilakukan pada pagi, siang dan sore hari. Komposisi bahan pakan ransum kontrol dan ransum percobaan dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3, sedangkan untuk komposisi zat-zat makanan ransum percobaan dapat dilihat pada Tabel 4 dan komposisi zatzat dan bahan makanan ransum percobaan dilihat pada Tabel 1. 282

Tabel 1. Komposisi Zat-zat dan Bahan Makanan Ransum Percobaan Bahan makanan Protein Lemak Serat kasar Ca P ME(Kkal) (%) (%) (%) (%) (%) /kg Jagung Kuning** 8.8 3.9 2 0,02 0,28 3350 Dedak Halus** 12 13 12 0,12 0,5 1630 Tepung Ikan** 60 9 1 5,5 0,3 2830 CaCO 3 *** 0 0 0 29,4 0 0 Konsentrat Cal 9.36*** 29 10 7 3 2 2600 T. Limb. Labu Kuning* 23,14 14,59 17,48 0,76 0,75 3882,4 * Hasil Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB 2015. ** Hasil Perhitungan Tabel Komposisi Nutrisi Bahan Pakan NRC (1994). *** Sumber PT. Japfa Tabel 2. Komposisi Bahan Pakan Ransum Kontrol Tepung Jagung Dedak Bahan Makanan Ikan CaCO 3 Konsentrat (%) Jumlah (100) 50 12 7 5 26 Tabel 3. Komposisi Bahan Pakan Ransum Percobaan Bahan Makanan Jumlah (%) R 0 R 1 R 2 R 3 R 4 Ransum Basal 100 98 96 94 92 T. Limb Labu Kuning 0 2 4 6 8 Total 100 100 100 100 100 Tabel 4. Komposisi Zat-zat Makanan Ransum Percobaan Komposisi Zat-zat Makanan Persentase (%) R 0 R 1 R 2 R 3 R 4 Protein 17,58 17,69 17,80 17,91 18,02 Lemak 4,33 4,54 4,74 4,95 5,15 Serat kasar 6,74 6,95 7,17 7,38 7,60 Ca 2,66 2,62 2,58 2,55 2,51 P 0,74 0,74 0,74 0,74 0,74 ME (Kkal) 2745,00 2767,75 2790,50 2813,24 2835,99 283

Proses pengolahan tepung limbah labu kuning yaitu : Limbah labu kuning segar Limbah labu kuning dibersihkan/dicuci Limbah labu kuning di iris/dipotong ukuran kecil Pengeringan melalui sinar matahari selama ± 3-4 hari Limbah labu Kuning digiling Tepung limbah labu kuning Gambar 1. Skema Pembuatan Tepung Labu Kuning Pengambilan telur dilakukan pada pagi hari pukul 10.00 dan sore hari pukul 16.00, sedangkan pengambilan telur untuk analisis ketebalan kerabang dilakukan seminggu sekali selama periode penelitian. Setiap perlakuan diambil 1 butir telur sebagai sampel untuk dianalisis ketebalan kerabang di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan menurut Steel and Torrie (1991). Masing-masing perlakuan yaitu : R0 = Ransum dasar tanpa menggunakan tepung limbah labu kuning, R1 = Ransum dasar 98% + 2% tepung limbah labu kuning, R2 = Ransum dasar 96% + 4% tepung limbah labu kuning, R3 = Ransum dasar 94% + 6 % tepung limbah labu kuning, R4 = Ransum dasar 92% + 8 % tepung limbah labu kuning. Variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi : 1. Berat telur merupakan perbandingan antara jumlah berat telur yang dihasilkan (g) dengan jumlah telur yang dihasilkan (butir) (North dan Bell, 1990) 2. Tebal kerabang (mm) dilakukan pengukuran ketebalan kerabang dengan menggunakan micrometer skrup, sehingga didapatkan ketebalan kerabang telur. 284

3. Massa telur (g/ekor/hari) merupakan hasil kali antara berat telur dengan HDP (Amrullah, 2004). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Berat Telur Hasil pengamatan dan perhitungan dari masing-masing perlakuan yang diberikan selama penelitian dapat di lihat pada Tabel 5. Menurut Sarwono (1994) berat telur ayam digolongkan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut : 1) Jumbo, dengan berat 65 gram per butir; 2) Ekstra besar, dengan berat 60-65 gram per butir; 3) Besar, dengan berat 55-60 gram per butir; 4) Sedang, dengan berat 50-55 gram per butir; 5) Kecil, dengan berat 45-50 gram per butir, dan 6) Kecil sekali, dengan berat di bawah 45 gram per butir. Walaupun berat telur dan ukuran telur berbeda-beda, akan tetapi antara berat dan ukuran telur saling berhubungan. Rataan berat telur pada perlakuan berkisar antara 58-59 gram. Oleh karena itu, rataan berat telur ayam ras pada penelitian ini masih termasuk pada kategori besar/large yang dikemukakan oleh Sarwono (1994), yaitu dengan berat 55-60 gram per butir. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah labu kuning pada level 2-8% memberikan pengaruh yang sama (P>0.05) terhadap berat telur. Pengaruh perlakuan yang tidak nyata terhadap berat telur pada penelitian ini menunjukan bahwa penggunaan sampai 8% tidak mengalami peningkatan atau penurunan konsumsi ransum dalam arti kandungan nutrisi zat-zat makanan seperti protein, lemak, asam-asam amino yang diberikan pada setiap perlakuan masih pada standar mutu pakan ayam petelur. Sehingga hal ini tidak mempengaruhi berat telur yang dihasilkan dan pertumbuhan serta produksi telur yang optimum masih dapat tercapai. Meningkatnya kandungan protein dengan kandungan energi yang sama dapat meningkatkan produksi telur, tetapi tidak berpengaruh terhadap berat telur. Berat telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu genetik, umur induk, pakan, sistem pemeliharaan, dan lingkungan. Oleh karena itu, berat telur semakin meningkat apabila umur ayam meningkat dan kelembaban yang semakin rendah menyebabkan berat telur semakin menurun. Mempertahankan ukuran dan berat telur sesuai dengan standar memang membutuhkan tindakan manajemen pemeliharaan yang tepat. Novak et al. (2006) menyatakan bahwa meningkatnya jumlah konsumsi protein yang seimbang akan meningkatkan ukuran telur dan pemberian tingkat protein tinggi akan 285

Tabel 5. Nilai Rataan Variabel Yang Diamati Variabel Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 Berat telur (g) ns 58,78 59,03 59,14 59,55 58,69 Tebal kerabang (mm) ns 0,35 0,36 0,36 0,36 0,36 Egg mass (g) ns 43,81 52,87 53,28 52,49 53,35 Keterangan : ns: non signifikan meningkatkan ukuran telur lebih cepat. Selain itu, berat telur juga dipengaruhi oleh kandungan energi dalam pakan karena pakan yang kandungan energinya tinggi akan menghasilkan telur yang besar. Pengaruh Perlakuan Terhadap Tebal Kerabang Rataan tebal kerabang pada masingmasing perlakuan berkisar antara 0.35-0.36 mm. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan pendapat (Idris dan Thohari, 1998) yang menyatakan bahwa tebal kerabang telur ayam yang ideal yaitu berkisar antara 0,33-0,36 mm. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah labu kuning sampai level 8% memberikan pengaruh yang sama (P>0.05) terhadap ketebalan kerabang. Pengaruh perlakuan yang tidak nyata terhadap tebal kerabang pada penelitian ini menunjukan bahwa kandungan kalsium (Ca) pada tepung limbah labu kuning yang digunakan pada level 2-8% dalam pakan ayam ras petelur relatif hampir sama sehingga tidak dapat meningkatkan kalsium dalam pakan dan tidak mempengaruhi tebal kerabang telur. Oleh karena itu, kandungan kalsium (Ca) dan fosfor (P) dalam pakan masih pada standar mutu pakan ayam petelur yang baik dan telah cukup terpenuhi. Kandungan kalsium (Ca) dan fosfor (P) dalam pakan berperan terhadap kualitas kerabang telur karena dalam pembentukan kerabang telur diperlukan adanya ion-ion karbonat dan ion-ion Ca yang cukup untuk membentuk CaCO3 kerabang telur. semakin tinggi konsumsi kalsium maka kualitas kerabang telur semakin baik (Clunies et al., 1992). Korelasi antara kekuatan kerabang telur tidakbegitu baik dengan ketebalan kerabang telur (Meyer et al., 2003). Tebal kerabang dipengaruhi oleh kadar Ca pada ransum, sedangkan penyerapannya dipengaruhi oleh kadar fosfor, dan 286

keasaman darah (Muharlien, 2010). Menurut Oguntunji dan Alabi (2010), ketebalan kerabang juga dipengaruhi oleh faktor yang berhubungan dengan sifat genetik, kalsium dalam pakan, dan manajemen seperti temperatur lingkungan, stress, penyakit, dan pakan. Ditambahkan pula oleh Koelkebeck (2003), bahwa Ketebalan kerabang ditentukan oleh kecepatan Ca dideposit selama pembentukan kerabang dalam uterus. Jika telur hanya sebentar dalam uterus maka ketebalan kerabang rendah dan sebaliknya. Sarwono (1994) menyatakan unggas yang diberi pakan dengan kandungan kalsium tinggi, biasanya menghasilkan kerabang telur yang tebal sedangkan ketebalan kerabang telur akan berpengaruh terhadap berat kerabang. Jadi, kualitas kerabang telur ditentukan oleh ketebalan dan struktur kerabang. Pengaruh Perlakuan Terhadap Massa Telur (Egg mass) Rataan massa telur untuk masingmasing perlakuan berkisar antara 52.49-53.35 g/hari. Hasil penelitian ini masih berada pada kisaran yang dikemukakan oleh Anonimous (2010b), bahwa rata-rata massa telur pada strain Hy-Line Brown yaitu 50,4-55,3 g/hari. Berdasarkan hasil analisa statistik sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah labu kuning sampai level 8% memberikan perbedaan pengaruh yang sama (P>0.05) terhadap massa telur. Pengaruh perlakuan yang tidak nyata terhadap massa telur pada penelitian ini menunjukan bahwa asupan protein ransum semasa pertumbuhan masih stabil. Oleh karena itu, protein serta asam amino pada masa pertumbuhan masih cukup terpenuhi. Semakin tinggi berat telur maka semakin tinggi pula nilai egg mass nya, hal ini sesuai dengan pendapat Kartasudjana (2006) yang menyatakan bahwa nilai egg mass tergantung dari produksi telur harian dan berat telur dimana produksi telur dan berat telur akan mempengaruhi massa telur. Apabila egg mass meningkat maka produksi telur meningkat pula sebaliknya egg mass turun produksi telur menurun. Lebih lanjut ditambahkan oleh Amrullah (2004), bahwa penggunaan massa telur (egg mass) dibandingkan jumlah telur merupakan cara menyatakan perbandingan kemampuan produksi antar kelompok atau galur unggas oleh akibat pemberian makanan dan program pengelolaan yang lebih baik. KESIMPULAN Penggunaan tepung limbah labu kuning sampai 8% dalam pakan ayam petelur dapat digunakan karena memberikan hasil 287

yang sama terhadap berat telur, tebal kerabang dan egg mass. DAFTAR PUSTAKA Amrullah, I. K., 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Satu Gunung budi. Bogor. Anonimous, 2010a. Data Statistik Produksi Labu Kuning. BPS Indonesia Anonimous, 2010b. Hy-Line International Online Management Guid. Clunies. M., D. Parks and S. Lesson, 1992. Calcium and phosphorus metabolism and egg Shell formation of hens fed different amounts of calcium. Poultry Science 71:482-489. Idris, S dan I. Thohari. 1998. Telur dan Cara Pengawetannya. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang. Koelkebeck, K.W. 2003. What is Shell Quality and How to Preseve it. Linin Poultry Net University of Lilliois. Kartasudjana, R. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta Meyer, R., R.C. Baker and M.L. Scott. 2003. Effects of hen egg shell and other calcium sources upon egg shell strength and ultrastructure. J. Poultry Sci. 62 : 2227-29. Muharlien, 2010. Improving the egg quality trough addition of green tea in diet on laying hen. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak UNIB 5(1): 32-37. North, M. O. and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. The 4 th Ed. Avi Publishing Company Inc. Westport, Connecticut. Novak, C., H.M. Yakout and S.E. Scheideler. 2006. The effect of dietary protein level and total sulfur amino acid: Lysine ratio on egg production parameters and egg yield in hy-line W-98 hens. J. Poultry. Sci. 85: 2195-2206 Oguntunji, A.O. and O.M. Alabi. 2010. Influence of high environmental temperature on egg production and shell quality: a review. World s Poultry Science Journal. 66: 739-750. Sarwono, B. 1994. Pengawetan Telur Dan Manfaatnya. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie, 1991. Prinsip Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 288