BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah salah satu cabang dari Artificial Intelligence. JST merupakan suatu sistem pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik menyerupai jaringan syaraf biologi (Fausett, 1994). Demikian juga Haykin (2008) menyatakan bahwa JST adalah sebuah mesin yang dirancang untuk memodelkan cara otak manusia mengerjakan fungsi atau tugas-tugas tertentu. Mesin ini memiliki kemampuan menyimpan pengetahuan berdasarkan pengalaman dan menjadikan pengetahuan yang dimiliki menjadi bermanfaat. Menurut Sutojo et al (2010), Jaringan Syaraf Tiruan merupakan sistem pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik yang mirip dengan jaringan syaraf manusia. Jaringan syaraf tiruan ini juga dapat diterapkan untuk mengenali pola atau memetakan suatu masukan menjadi keluaran yang dilatih melalui suatu proses pelatihan dan dikembangkan menjadi pemodelan matematis dari syaraf manusia yang berdasar pada asumsi bahwa : a. Proses informasi terjadi pada beberapa elemen sederhana yaitu neuron. b. Sinyal terhubung diantara neuron menciptakan jaringan koneksi. c. Setiap jaringan koneksi penghubung memiliki bobot yang terhubung, yang dalam jaringan saraf tertentu mengalikan sinyal yang ditransmisikan. d. Setiap neuron mempunyai fungsi aktrivasi (biasanya tidak linier) pada jaringan masukannya (jumlah dari bobot sinyal keluaran) untuk menentukan sinyal keluarannya. Karakteristik dari jaringan saraf tiruan adalah : a. Pola terhubung diantara neuron (yang menjadi arsitekturnya). b. Metode penentuan bobot dalam koneksi (disebut sebagai proses latihan, pembelajaran, atau Algoritma). c. Fungsi aktivasi.
5 Kelebihan-kelebihan yang diberikan oleh JST antara lain : 1. Belajar Adaptive, yaitu kemampuan untuk mempelajari bagaimana melakukan pekerjaan berdasarkan data yang diberikan untuk pelatihan atau pengalaman awal. 2. Self-Organization, yaitu sebuah JST yang dapat membuat organisasi sendiri atau representasi dari informasi yang diterimanya selama waktu belajar. 3. Real Time Operation, yaitu perhitungan JST dapat dilakukan secara paralel sehingga perangkat keras yang dirancang dan diproduksi secara khusus dapat mengambil keuntungan dari kemampuan ini. JST juga mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain : 1. Tidak efektif jika digunakan untuk melakukan operasi-operasi numerik dengan presisi tinggi. 2. Tidak efisien jika digunakan untuk melakukan operasi algoritma aritmatik, operasi logika, dan simbolis. 3. Untuk beroperasi JST butuh pelatihan sehingga bila jumlah datanya besar, waktu yang digunakan untuk proses pelatihan sangat lama. 2.2. Learning Vector Quantization LVQ merupakan metode pelatihan pada lapisan kompetitif terawasi yang akan belajar secara otomatis untuk mengklasifikasikan vektor-vektor input ke dalam kelas-kelas tertentu. Kelas yang dihasilkan tergantung pada jarak antara vektor-vektor input. Jika ada 2 vektor input yang nilainya hampir sama maka lapisan kompetitif akan mengklasifikasikan kedua vektor input tersebut ke dalam kelas yang sama (Sutojo et al, 2010). Arsitektur LVQ juga terdiri dari 2 lapisan, input (X) dan output (Y), dimana antara lapisannya dihubungkan oleh bobot tertentu yang disebut sebagai vektor pewakil (W), sama halnya dengan metode Self Organizing Map (SOM) yang sebelumnya juga dikembangkan oleh Teuvo Kohonen. Pada saat pembelajaran, informasi yang diberikan ke jaringan bukan hanya vektor data saja melainkan informasi kelas/target dari data juga ikut dimasukkan (Ginting, 2015). Pada LVQ standar, umumnya cara menentukan vektor bobot awal tersebut biasanya menggunakan vektor yang diambil dari data yaitu data pertama dan data
6 kedua dengan kelas yang berbeda apabila hanya terdapat dua kelas dalam sekumpulan data kasus. Namun apabila dua vektor bobot tersebut memiliki nilai yang hampir sama, maka akan mengalami proses pembelajaran yang lama untuk mengenali data pada setiap kelas. Untuk contoh arsitektur JST LVQ dapat dilihat pada Gambar 2.1. X 1 X 2 x - w 1 F 1 X 3 X 4 X 5 x w 2 F 2 X 6 Gambar 2.1 Arsitektur JST LVQ (Kusumadewi, 2003) Secara umum, algoritma LVQ adalah sebagai berikut (Safwandi, 2016) : 1. Langkah pertama adalah menentukan bobot dari data setiap kelas, menetapkan learning rate (α) dan penurunan learning rate. 2. Bandingkan masing-masing input dengan masing-masing bobot yang telah ditetapkan dengan melakukan pengukuran jarak antara masing-masing bobot w 0 dan input xp, persamaannya sebagai berikut : x w (2.1) 3. Nilai minimum dari hasil perbandingan itu akan menentukan kelas dari vektor input dan perubahan bobot dari kelas tersebut. Perubahan untuk bobot baru (w 0 ) dapat dihitung dengan persamaan berikut : Untuk input dan bobot yang memiliki kelas yang sama : w w (x w ) (2.2) Untuk input dan bobot yang memiliki kelas yang berbeda : w w (x w ) (2.3) Pada dasarnya perhitungan diatas akan dilakukan terus-menerus sampai nilai bobot tidak berubah jika ada input baru. Hal ini tentu saja membutuhkan keperluan
7 memori yang sangat besar untuk perhitungan. Untuk itu, dalam melakukan perhitungan LVQ bisa ditentukan maksimal perulangan (epoch). Setelah dilakukan pelatihan, akan diperoleh bobot akhir (W). Bobot ini nantinya akan digunakan untuk melakukan simulasi atau pengujian terhadap data yang lain. 2.3. Metode Entropy Metode Entropy merupakan metode yang dapat digunakan untuk menentukan suatu bobot. Entropy mampu menyelidiki keserasian dalam diskriminasi diantara sekumpulan data. Sekumpulan data nilai alternatif pada kriteria tertentu digambarkan dalam Decision Matrix (DM). Menggunakan metode Entropy, kriteria dengan variasi nilai tertinggi akan mendapatkan bobot tertinggi. Dengan demikian, metode Entropy dapat menghitung kemungkinan maksimum (maximum Entropy) untuk setiap data tunggal dalam suatu kumpulan (entitas) yang memiliki kemungkinan berbeda-beda. Secara spesifik, Entropy juga mampu beradaptasi dengan sekumpulan data beratribut jamak yang meiliki variasi berbeda-beda antar satu kriteria dengan kriteria lainnya. Adapun langkah-langkah pembobotan dengan menggunakan metode Entropy adalah sebagai berikut (Tiyaswiyoso, 2012) 1. Normalisasi Data Kriteria Rumus normalisasi adalah sebagai berikut : (2.4) i = 1, 2,..., n (2.5) Dimana : = nilai data yang telah dinormalisasi x x = nilai data yang belum dinormalisasi = nilai datang yang belum dinormalisasi yang mempunyai nilai paling tinggi = jumlah nilai data yang telah dinromalisasi = jumlah alternatif 2. Perhitungan Entropy Langkah selanjutnya adalah pengukuran Entropy untuk setiap kriteria ke-i.
8 Rumusnya adalah : (2.6) (2.7) ( ) ( ) (2.8) Dimana : = Entropy maksimum K = konstanta Entropy ( ) = Entropy untuk setiap atribut/ kriteria ke-i Setelah mendapatkan ( ) untuk masing-masing kriteria, maka dapat ditentukan total Entropy untuk masing-masing kriteria, rumusnya adalah : ( ) n adalah jumlah kriteria (2.9) 3. Perhitungan Bobot Entropy Langkah berikutnya adalah menghitung bobot dengan menggunakan rumus sebagai berikut : [ ( )] (2.10) (2.11) Dimana : n E = bobot Entropy sementara = jumlah atribut/kriteria = total Entropy untuk masing-masing kriteria 2.4. Penelitian-Penelitian Terkait 2.4.1. Penelitian Terdahulu Peneletian-penelitian tentang metode LVQ telah banyak diteliti santara lain yang telah dilakukan oleh Maharani dan Irawan (2012) dengan membandingkan metode JST Backpropagation dengan LVQ pada pengenalan wajah. Backpropagation dan LVQ merupakan metode JST yang terawasi karena metode tersebut sama-sama menggunakan target. keluaran. Pada Backpropagation arsitekturnya terdiri dari lapisan
9 masukan, lapisan tersembunyi, dan lapisan keluar, sedangkan pada LVQ hanya memiliki dua lapisan saja yaitu lapisan masukan dan keluar. Pada kedua algoritma sama menggunakan bobot awal pada setiap awal proses algortimanya, pada Backpropagation bobot awal diperoleh dari bilangan acak sedangkan LVQ diambil dari data. Dari hasil penelitian didapat bahwa dari segi akusari dan waktu, LVQ lebih baik dibandingkan dengan dengan Backpropagation. Pada penelitain lainnya (Mahrina, 2015) yaitu dengan mengkombinasikan algoritma LVQ dan Self-Organizing Kohonen untuk mempercepat pengenalan pola tanda tangan. Dasar dari penelitian tersebut dikarenakan proses yang terjadi pada motede JST memerlukan waktu yang relatif lama, hal ini dipengaruhi banyaknya sampel data yang digunakan sebagai alat update bobot yang dilatih. Peneliti menggabungkan beberapa karakterisitik dari Self-Organizing Kohonen ke dalam proses algoritma LVQ yang disebut algoritma New JST. Untuk mengetahui seberapa cepat algoritma yang dihasilkan dari New JST, peneliti membandingkan New JST dengan LVQ standar dan Self-Organizing Kohonen. Kemudian dalam menentukan bobot awal ditentukan dengan nilai kecil yaitu pembentukan bobot awal dengan nilai yang kecil dari 1 dan lebih besar dari 0 untuk mengurangi waktu proses. Hasil dari percobaan tersebut bahwa algoritma New JST memiliki waktu paling sedikikt dibandingkan dengan LVQ dan Self-Organizing Kohonen dalam segi training dan recognition. Pada penelitian oleh Eliasta Ketaren (2016), yang mengembangkan JST LVQ pada pengenalan wajah dengan cara memasukkan karakteristik Backpropagation yaitu hidden layer dan bobot acak yang dinamakan Modified LVQ (MLVQ). Hasil dari penelitian tersebut adalah perbandingan antara algoritma Backpropagation, LVQ, dan MLVQ pada pengenalan wajah. Dari hasil pengenalan diperoleh algoritma LVQ lebih cepat dalam melakukan pelatihan dibandingkan dengan Backpropation dan MLVQ, namun MLVQ memiliki tingkat akurasi lebih baik dibandingkan dengan algoritma Backpropation dan LVQ. Penelitian tentang pengembangan LVQ juga telah dilakukan oleh Luh Arida Ayu (2016), yaitu dengan mengkombinasikan LVQ dengan Self-Organizing Maps pada klasifikasi genre musik. Kombinasi tersebut terletak pada penentuan vektor bobot awal pada jaringan LVQ yang ditentukan berdasarkan hasil clustering data pelatihan menggunakan SOM dikarenakan kelemahan LVQ yang sangat bergantung
10 atau sensitif terhadap pemilihan vektor bobot awal yang digunakan sebagai bobot awal. Pada umumnya penentuan vektor bobot awal dengan cara memilih langsung sejumlah vektor input sebagai perwakilan dari masing-masing kelas, namun dengan cara ini sangat sensitif terhadap tingkat akuasi karena ketidakpastian dalam pemilihannya dapat menghasilkan akurasi yang buruk. Oleh karena itu, peneliti memilih metode SOM untuk menentukan vektor bobot awal pada jaringan LVQ. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa klasifikasi genre musik menggunakan kombinasi LVQ dan SOM memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan LVQ saja. Ringkasan dari penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti No. Metode yang digunakan Hasil (tahun) 1 Maharani & Irawan (2012) 2 Mahrina (2015) 3 Eliasta Ketaren (2016) 4 Luh Arida Ayu (2016) Perbandingan JST Backpropagation LVQ lebih baik dari dan LVQ pada pengenalan wajah Backpropation dalam segi waktu dan akurasi Kombinasi LVQ dan Self New JST memiliki Organizing Kohonen dalam waktu training dan mempercepat pola pengenalan recognition paling tanda tangan. Kombinasi LVQ dan sedikit dibandingkan SOK dinamakan New JST dengan LVQ dan SOK Modifikasi JST LVQ pada LVQ memiliki pelatihan pengenalan wajah. Mengembangkan JST dengan cara memasukkan karakteristik Backpropagation yaitu hidden layer dan bobot awal secara acak yang dinamakan Modified LVQ Kombinasi LVQ dan Self Organizing Maps pada klasifikasi genre musik. Kombinasi terletak pada penentuan vektor bobot acuan/awal. lebih cepat dibandingkan Backpropagation dan MLVQ, namun MLVQ memiliki akurasi yang lebih dari yang lainnya. Kombinasi LVQ dan SOM lebih baik dalam klasifikasi genre musik jika dibandingkan dengan LVQ standar
11 2.4.2. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Perbedaan penelitian dengan yang telah dilakukan terdahulu adalah penentuan vektor bobot awal (perwakilan) dilakukan dengan menggunakan metode Entropy. 2.4.3. Kontribusi Penelitian Diharapkan dari penelitian ini, akan didapatkan suatu pendekatan dalam penentuan vektor bobot awal agar mempercepat proses pembelajaran dalam LVQ dan mendapatkan tingkat akurasi yang lebih baik.