BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan. Fungsi utama trotoar adalah untuk memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaraan, keamanan, dan kenyamanan pejalan kaki tersebut. Trotoar juga berfungsi memperlancar lalu lintas jalan raya karena tidak terganggu atau terpengaruh oleh lalu lintas pejalan kaki. Pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika bercampur dengan kendaraan, sehingga akan memperlambat arus lalu lintas. Salah satu tujuan manajemen lalu lintas adalah berusaha untuk memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor tanpa menimbulkan gangguan-gangguan yang besar terhadap aksesibilitas dengan pembangunan trotoar. Ruang lingkup trotoar dapat digunakan sebagai penempatan utilitas dan perlengkapan jalan lainnya. Ruas jalan dianggap perlu dilengkapi dengan trotoar apabila disepanjang jalan tersebut terdapat penggunaan lahan yang mempunyai potensi menimbulkan pejalan kaki. Penggunaan lahan tersebut seperti: 1. Daerah perkotaan secara umum yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi. 2. Jalan yang memiliki rute angkutan umum yang tetap. 3. Daerah yang memiliki aktivitas yang tinggi, seperti di jalan pasar, pusat perbelanjaan, daerah industri, dan pusat kota. 4. Lokasi yang memiliki permintaan tinggi seperti: stasiun-stasiun bis dan kereta api, sekolah, rumah sakit, lapangan olahraga, masjid dan lain-lain. Pejalan kaki adalah istilah dalam transportasi yang digunakan untuk menjelaskan orang yang berjalan di lintasan pejalan kaki baik di pinggir jalan, trotoar, lintasan khusus bagi pejalan kaki maupun penyeberangan jalan. Pejalan kaki wajib berjalan pada bagian jalan dan menyeberang pada tempat penyeberangan yang telah 1
disediakan bagi pejalan kaki seperti zebra cross untuk melindungi pejalan kaki dalam berlalu lintas. Pejalan kaki dapat menyeberang ditempat yang dipilihnya jika tidak terdapat tempat penyebarangan dengan tetap memperhatikan keselamatan dan kelancaran lalu lintas. Rombongan pejalan kaki dibawah pimpinan seseorang harus mempergunakan lajur paling kiri menurut arah lalu lintas. Pejalan kaki yang merupakan penyandang cacat tuna netra wajib mempergunakan tanda-tanda khusus yang mudah dikenali oleh pemakai jalan lain untuk itu semua dibutuhkan fasilitasfasilitas bagi kenyamanan pejalan kaki (Departemen Pekerjaan Umum, 1995) seperti: 1. Trotoar (jalur bagi pejalan kaki). 2. Pelican crossing (sistem APILL). 3. Lapak tunggu (tempat menunggu kesempatan menyeberang). 4. Zebra cross (jalur penyeberangan). 5. Jembatan penyeberangan. 6. Rambu. 7. Lampu lalu lintas. 8. Bangunan pelengkap, dan lain sebagainya. Kota Yogyakarta sebagai Kota Pariwisata, Pelajar, dan Budaya sesungguhnya mengandung paradok karena tidak ada tempat bagi para wisatawan, pelajar, dan warga untuk berjalan dengan santai menikmati suasana kota. Pejalan kaki tidak nyaman dengan ruas jalan yang ada, dibandingkan dengan Kota Jakarta yang memiliki fasilitas pejalan kaki sepanjang Sudirman, Thamrin hingga Medan Merdeka Barat dan Merdeka Selatan. Selain lebar, trotoar di Kota Jakarta dilindungi oleh pepohonan yang rindang. Berbeda dengan Kota Yogyakarta sulit mendapatkan fasilitas pejalan kaki yang aman, nyaman, dan selamat setidaknya bisa berjalan kaki tanpa khawatir akan menabrak barang dagangan atau kendaraan. Jl. Ahmad Yani terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas Kota Yogyakarta dan warung-warung lesehan dimalam hari. Selain itu, Jl. Ahmad Yani terkenal sebagai tempat berkumpulnya para seniman yang sering 2
mengekspresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, pantomim dan lain-lain disepanjang jalan ini. Ruas Jl. Ahmad Yani saat siang hari dipadati oleh kendaraan para pelancong maupun warga Kota Yogyakarta yang beraktivitas di sekitar trotoar. Jalan disebelah kanan dan kiri adalah toko-toko berbagai macam kebutuhan pokok. Sepanjang trotoar dipenuhi pedagang kaki lima yang menjual souvenir atau cinderamata khas Kota Yogyakarta, kemudian diujung selatannya ada Pasar Beringharjo. Menariknya, disepanjang Jl. Ahmad Yani kita juga masih dapat menjumpai alat transportasi tradisional yaitu becak dan delman, serta sejumlah pusat perbelanjaan dan hotel yang mengguratkan kehidupan perekonomian warga Kota Yogyakarta. Trotoar dari Tugu hingga depan Gedung Agung atau dari Jl. Mangkubumi hingga Jl. Ahmad Yani itu dulunya oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dimaksudkan sebagai area pejalan kaki. Kawasan Jl. Ahmad Yani dibangun (1983) berdasarkan hasil sayembara pembuatan desain Kota Yogyakarta yang akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan FFI (Festival Film Indonesia, 1984). Artis Ibu Kota datang ke Kota Yogyakarta dan kagum dengan kondisi fasilitas pedestrian di Jl. Ahmad Yani. Kekaguman mereka itu sekaligus promosi gratis bagi industri wisata Kota Yogyakarta. Mereka yang memiliki insting bisnis, ruang yang nyaman itu dipandang sebagai peluang untuk membuka usaha. Satu persatu pedagang kaki lima membuka lapak di sepanjang Jl. Ahmad Yani. Pedagang kaki lima tidak mendapat penindakan lanjut, maka diikuti oleh pedagang kaki lima lainnya dan akhirnya kondisi seperti saat ini penuh dengan pedagang kaki lima dan ruang yang sempit untuk pejalan kaki. Pembeli pada umumnya membawa kendaraan sendiri terutama sepeda motor, padahal tidak tersedia lahan parkir khusus. Toko di kawasan Jl. Ahmad Yani tidak menyediakan lahan parkir khusus, akhirnya parkir kendaraan bermotor di trotoar, dan menyebabkan penyalahgunaan trotoar di sepanjang Jl. Mangkubumi hingga Jl. Ahmad Yani, yaitu untuk pedagang kaki lima dan parkir kendaraan bermotor. Trotoar di Jl. Mangkubumi banyak dipakai untuk parkir mobil pribadi, sedangkan sepanjang 3
trotoar sisi barat Jl. Ahmad Yani penuh pedagang kaki lima, dan trotoar sisi timur penuh dengan pedagang kaki lima dan parkir sepeda motor. Trotoar yang bertanda khusus untuk mereka yang menggunakan tongkat (orang buta) dan yang memakai kursi roda diambil alih untuk parkir kendaraan bermotor, sehingga mereka tidak dapat menggunakan haknya berjalan di trotoar yang sudah disediakan. 1.2. Perumusan Masalah Padatnya arus lalu lintas yang ada pada ruas jalan menimbulkan efek yang negatif terhadap perkembangan sosial budaya. Contohnya adalah tidak tertibnya para pemakai jalan terhadap rambu-rambu yang ada baik pejalan kaki maupun kendaraan bermotor. Mengetahui trotoar yang ada tidak digunakan oleh pejalan kaki, maka diperlukan suatu studi penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah fasilitas yang disediakan masih dapat melayani kebutuhan pejalan kaki atau tidak, dan mencari solusi yang tepat untuk mengatasi gangguan yang ada agar ruas-ruas jalan menjadi lebih tertib dan tidak berlarut-larut. 1.3. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Lokasi penelitian adalah Jl. Ahmad Yani Yogyakarta. 2. Waktu penelitian 5 jam perhari (14.00-18.00) selama 2 minggu. 3. Pengamatan penelitian dibatasi pada fisik trotoar dan perilaku pejalan kaki yang berhubungan dengan kenyamanan pejalan kaki di Jl. Ahmad Yani. 4. Metodologi yang digunakan dalam penelitian adalah metode kuesioner untuk mengetahui kenyamanan pejalan kaki di Jl. Ahmad Yani. 4
1.4. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui karakteristik pejalan kaki yang menggunakan trotoar Jl. Ahmad Yani. 2. Mengetahui kualitas pelayanan dan tingkat kepentingan trotoar Jl. Ahmad Yani. 1.5. Manfaat Manfaat yang diharapkan adalah untuk mengetahui permasalahan trotoar di Jl. Ahmad Yani untuk pejalan kaki. Mengetahui kebutuhan pejalan kaki (pedestrian) dalam kenyamanan saat menggunakan trotoar, sekaligus dapat memberi masukan perencanaan pembangunan lalu lintas pejalan kaki di masa depan. 5