I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertujuan untuk mempertahankan gigi vital atau gigi nekrosis, agar gigi tetap

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. saluran akar dan menggantinya dengan bahan pengisi. Perawatan saluran akar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. tanaman alami sebagai bahan dasar pembuatan obat. (Adiguzel et al.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. iskemik jaringan pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kualitas dan kesejahteraan hidup, sehingga diperlukan metode perawatan kebersihan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akar selama atau sesudah perawatan endodontik. Infeksi sekunder biasanya

BAB 1 PENDAHULUAN. layer. 4 Smear layer menutupi seluruh permukaan saluran akar yang telah dipreparasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang sakit agar dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya sehingga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Staphylococcus aureus merupakan patogen utama pada manusia. Setiap

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan utama perawatan saluran akar ialah menghilangkan bakteri yang invasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nekrosis pulpa adalah kematian sel-sel di dalam saluran akar yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. etiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi mengenai pulpa gigi, akar gigi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. diisolasi dari saluran akar yang terinfeksi dengan pulpa terbuka adalah obligat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membentuk saluran akar gigi untuk mencegah infeksi berulang. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembuangan jaringan yang tidak sehat secara mekanik dan kimiawi merupakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. terus-menerus, yaitu mencabutkan atau mempertahankan gigi tersebut. Dewasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama yaitu preparasi biomekanis saluran akar atau pembersihan dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan etiologi, pencegahan, diagnosis dan terapi terhadap penyakit-penyakit

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. suatu infeksi ulang (Namrata dkk., 2011). Invasi mikroorganisme terjadi melalui

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar menjadi sumber berbagai macam iritan.iritan-iritan yang masuk

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN. putih akan membuat orang lebih percaya diri dengan penampilannya (Ibiyemi et

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai salah satu penyebab kegagalan perawatan sistem saluran akar.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. metabolismenya dari saluran akar (Stock dkk., 2004). Tujuan perawatan saluran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan perawatan saluran akar mencakup Triad Endodontik yang

Lampiran 1 Alur Pikir

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Rongga mulut manusia tidak terlepas dari berbagai macam bakteri, diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah dengan menggunakan obat kumur antiseptik. Tujuan berkumur

LAMPIRAN 1. Alur pikir

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kelompok mikroba di dalam rongga mulut dan dapat diklasifikasikan. bakteri aerob, anaerob, dan anaerob fakultatif.

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan hubungan oklusi yang baik (Dika et al., 2011). dua, yaitu ortodontik lepasan (removable) dan ortodontik cekat (fixed).

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. mulut dan bersama grup viridans lainnya umum terdapat di saluran pernapasan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mungkin di dalam mulut dengan cara pengambilan semua jaringan pulpa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. setelah instrumentasi pada saluran yang tidak diirigasi lebih banyak daripada saluran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berdasarkan ada atau tidaknya deposit organik, materia alba, plak gigi, pelikel,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. golongan usia (Tarigan, 1993). Di Indonesia penderita karies sangat tinggi (60-

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. RI tahun 2004, prevalensi karies gigi mencapai 90,05%. 1 Karies gigi merupakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting dalam proses reparasi gigi baik pada perawatan endodontik maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Perawatan saluran akar terdiri dari tiga tahap yaitu preparasi, sterilisasi dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

Lampiran 1. Skema Alur Pikir

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam perawatan saluran akar. Menghilangkan jaringan pulpa, mikroorganisme

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadi pada jaringan keras gigi yang bermula dari ke dentin berlanjut ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies adalah penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mulut merupakan bagian dari kesejahteraan umum manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut tidak lepas dari peran mikroorganisme, yang jika

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya sehingga gigi dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Streptococcus sanguis adalah jenis bakteri Streptococcs viridans yang

BAB 1 PENDAHULUAN. positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. infeksi dan menutup sistem saluran akar dengan rapat. Perawatan saluran akar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif golongan

BAB I PENDAHULUAN. mulut. Ketidakseimbangan indigenous bacteria ini dapat menyebabkan karies gigi

BAB I PENDAHULUAN. yang predominan. Bakteri dapat dibagi menjadi bakteri aerob, bakteri anaerob dan

BAB 1 PENDAHULUAN. di saluran akar gigi. Bakteri ini bersifat opportunistik yang nantinya bisa menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih cukup tinggi (Pintauli dan Taizo, 2008). Penyakit periodontal dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Rongga mulut manusia tidak pernah terlepas dari bakteri. Dalam rongga mulut

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. American Association of Orthodontists menyatakan bahwa Ortodonsia

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010).

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

BAB 1 PENDAHULUAN. Kerusakan pada gigi merupakan salah satu penyakit kronik yang umum

BAB 1 PENDAHULUAN. Denture stomatitis merupakan suatu proses inflamasi pada mukosa mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. ke dentin kemudian ke pulpa (Tarigan, 2013). Penyakit karies dapat

BAB I PENDAHULUAN. Propolis adalah campuran dari sejumlah lilin lebah dan resin yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terinfeksi dengan mikroorganisme patogen yang berlainan. Infeksi silang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2013 menunjukkan urutan pertama pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut perawatan penyakit atau cedera pada jaringan pulpa dan jaringan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan saluran akar merupakan perawatan atau tindakan yang bertujuan untuk mempertahankan gigi vital atau gigi nekrosis, agar gigi tetap berfungsi di lengkung gigi (Harty, 1992). Perawatan saluran akar dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu preparasi biomekanis saluran akar (pembersihan dan pembentukan), sterilisasi dan obturasi saluran akar. Preparasi biomekanis merupakan langkah untuk membuka jalan masuk ke kamar pulpa yang menghasilkan penetrasi garis lurus ke orifis saluran akar. Langkah selanjutnya adalah eksplorasi saluran akar, ekstirpasi jaringan pulpa yang tertinggal dan debridemen jaringan nekrotik, langkah ini diikuti dengan instrumentasi, irigasi serta disinfeksi saluran akar dan diakhiri dengan obturasi (Grossman dkk., 1995). Obturasi merupakan langkah perawatan saluran akar yang bertujuan untuk menciptakan kerapatan yang sempurna sepanjang sistem saluran akar, dari koronal sampai ke apeks (Walton dan Torabinejad, 2008). Gigi yang akan dirawat saluran akar biasanya pulpanya telah mengalami infeksi dan atau nekrosis yang terkadang disertai abses pada periapikal yang dapat disebabkan karena bakteri yang masuk ke dalam saluran akar dan meluas ke jaringan periapikal. Nekrosis pulpa adalah pulpa yang mengalami kematian jaringan, dapat sebagian atau seluruhnya. Nekrosis pulpa dapat disebabkan oleh injuri yang membahayakan pulpa seperti bakteri, trauma, dan iritasi kimiawi. Saluran akar gigi yang telah mengalami nekrosis terdapat banyak bakteri yang 1

2 berpotensi untuk menyebar ke jaringan lainnya. Fragmen jaringan pulpa dan debris dentin juga ditemukan pada saluran akar gigi yang mengalami nekrosis. Salah satu tujuan dilakukannya perawatan saluran akar adalah menghilangkan mikroorganisme yang ada pada saluran akar (Grossman dkk., 1995). Dinding saluran akar yang kurang bersih pada waktu preparasi biomekanis dapat menjadi tempat persembunyian bakteri, meningkatkan celah apikal, dan mengurangi pelekatan bahan pengisi saluran akar (Yanti, 2000). Debris yang tertinggal dalam saluran akar dapat pula mengurangi adaptasi bahan pengisi dengan dinding saluran akar. Adaptasi bahan pengisi yang kurang baik dapat menyebabkan kurangnya kerapatan obturasi sehingga dapat memperbesar kemungkinan kegagalan perawatan (Grossman dkk., 1995). Bakteri yang paling banyak terdapat dalam saluran akar gigi yang nekrosis adalah bakteri anaerob, selain itu juga terdapat bakteri mikroaerofili, fakultatif anaerob, dan bakteri obligat anaerob (Baumgartner dkk., 2002). Hasil dari isolasi bakteri yang diambil dari gigi nekrosis dengan periapical pathosis menunjukkan adanya bakteri anaerob yaitu bakteri gram positif kokus (Peptococcus dan Peptostreptococcus), bakteri gram positif basil (Lactobacilli, Bifidobacterium, Propionobacterium dan Eubacterium), bakteri gram negatif kokus (Veillonella parvula), dan bakteri gram negatif basil (Bacteroids dan Fusobacterium). Bakteri aerob seperti Diphtheroids, Staphylococci, Streptococci, E.coli, Pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) juga ditemukan pada saluran akar gigi yang mengalami nekrosis (Rani dan Ashok, 2012).

3 Bakteri P. aeruginosa merupakan bakteri gram negatif anggota dari kelas Gamma Proteobacteria, bersifat motil, aerob, berbentuk batang berukuran 1,5-3,0 µm, dapat tumbuh pada temperatur 37 O C dan dapat bertahan pada suhu 42 O C (Phee dkk., 2012). Bakteri P. aeruginosa resisten terhadap larutan garam, antiseptik lemah, dan beberapa antibiotik. Bakteri ini dapat menghasilkan dua macam pigmen yaitu fluorescent pigment pyoverdin dan blue pigmen pyocianin. Bakteri ini dapat menghasilkan polisakarida yang berperan sebagai pembatas antara dinding sel dengan lingkungan dan sebagai perantara interaksi hostpathogen, serta dapat membentuk komponen struktur biofilm (Phee dkk., 2012). Bakteri P. aeruginosa merupakan komponen mikrobia saluran akar yang bersifat oportunistik yang dapat ditemukan pada infeksi endodontik primer, pada gigi nekrosis, abses, luka ekstraksi, infeksi endodontik, cairan sinus, dan trauma injuri (Phee dkk., 2012, Mergenhagen, 1991, Willet dkk., 1991). Bakteri P. aeruginosa bersifat aerob, tetapi bakteri tersebut dapat bertahan hidup pada lingkungan anaerob dengan memanfaatkan nitrat (NO) sebagai media alternatif akseptor elektron (Lee dkk., 2012). Pada saluran akar yang terinfeksi, NO adalah faktor virulen hasil metabolisme polimikroba yang menginfeksi saluran akar tersebut (Kayaoglu dan Orstavik, 2004). Adanya bakteri P. aeruginosa pada pulpa nekrosis dengan abses periapikal dapat menyebabkan pus pada abses dengan warna hijau kebiruan (Brooks dkk., 2007). Gigi nekrosis yang disertai dengan abses pada periapikal disebabkan oleh infeksi polimikroba yang terjadi pada saluran akar seperti bakteri Staphylococcus aureus, streptococcus sanguinis, P. aeruginosa, dan Bacteroides

4 fragilis diperlukan cara perawatan khusus dan yang terpenting adalah debridemen iritan dari saluran akar, oleh karena itu dibutuhkan pembersihan dan pembentukan saluran akar yang sempurna disertai dengan irigasi yang mencukupi dan hati-hati (Gulabivala, 2004, Walton dan Torabinejad, 2008). Pembersihan mekanis dan irigasi dapat mengurangi jumlah bakteri dalam sistem saluran akar, tetapi tidak menghilangkan bakteri tersebut (Harty, 1992). Prinsip utama dan pembersihan saluran akar yaitu alat harus mencapai seluruh dinding saluran akar dan melepaskan debris yang kemudian dikeluarkan dari saluran akar oleh larutan irigasi. Larutan irigasi berfungsi sebagai disinfektan, pelarut jaringan pulpa, pemutih, sebagai pelumas yang akan mengurangi kemungkinan patahnya alat endodontik. Bahan irigasi saluran akar sebaiknya memiliki sifat antibakteri agar dapat merusak, dapat menghambat reproduksi atau metabolisme mikroba dan dapat menjadikan saluran akar steril (Grossman dkk., 1995). Larutan irigasi yang sering digunakan dalam perawatan saluran akar adalah sodium hipokhlorit (NaOCI), Ethylene diamine tetraacetic Acid (EDTA), Chlorhexidin (CHX) digluconat (Grossman dkk., 1995). Larutan irigasi NaOCI memiliki sifat nontoksik selama penggunaan di dalam saluran akar. Penggunaan NaOCI 5,25% dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan periapikal. Efek yang dapat ditimbulkan oleh NaOCI yang masuk ke dalam jaringan periapikal dapat berupa rasa nyeri, perdarahan periapikal, dan pembengkakan (Garg dan Garg, 2008).

5 Larutan irigasi dengan sodium hipoklorit 5,25% tidak dapat menghilangkan bakteri P. aeruginosa dari saluran akar dan penggunaan sealer pada saluran akar tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut (Phee, 2012). Larutan CHX merupakan antibakteri kuat bentuk larutan yang digunakan sebagai bahan irigasi saluran akar dengan konsentrasi 0,12% dan untuk sterilisasi saluran akar 2% disebut dengan Chlorhexidin digluconat. Larutan Chlorhexidin digluconat bukan merupakan bahan irigasi utama karena tidak dapat melarutkan sisa jaringan nekrotik dan kurang efektif terhadap bakteri gram negatif (Gutmann, 2006). Larutan Chlorhexidin digluconat harus dikombinasikan dengan bahan antibakteri yang lain misalnya kalsium hidroksida agar dapat meningkatkan sifat antibakterinya (Delgado dkk., 2010). Larutan Chlorhexidin digluconat memiliki sifat sitotoksik meskipun dapat ditoleransi dan dapat memberikan reaksi alergi pada beberapa orang tertentu (Mohammadi dan Abbot, 2008). Penelitian tentang bahan irigasi dari bahan alam diperlukan untuk mengetahui kandungan bahan alam pada suatu tumbuhan yang mampu dijadikan sebagai bahan irigasi yang lebih minimal efek sampingnya bagi aplikasi klinis. Bahan alam tersebut diharapkan mampu menjadi bahan substitusi bahan kimia yang digunakan saat ini yang memiliki beberapa efek samping yang kurang baik seperti telah disebutkan di atas. Siwak (Salvadora persica) merupakan tumbuhan berfamili Salvadoraceae yang umumnya digunakan sebagai bahan pembersih gigi dan efektif untuk mengurangi plak pada gigi tanpa menyebabkan luka pada gigi (Zaenab dkk., 2004, Salehi dkk., 2006). Selain itu, siwak juga digunakan sebagai bahan

6 pembuatan pasta gigi dan obat kumur untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen rongga mulut. Ekstrak alkohol siwak memberikan efek antibakteri dan efektif menghambat pembentukan akumulasi plak pada percobaan klinik sebagai obat kumur (Al-Bayaty dkk., 2010). Salman dkk. (2005), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ekstrak siwak efektif sebagai bahan antibakteri aerob maupun bakteri anaerob pada saluran akar. Siwak tidak hanya membersihkan gigi, tetapi juga memiliki daya antibakteri terhadap beberapa bakteri penyebab penyakit gigi (Zaenab dkk., 2004). Siwak mengandung bahan antibakteri dan komponen profilaktik lainnya termasuk fluoride, alkaloid, komponen sulfur, glukosinolat, dan minyak volatile seperti isothiosianat (Al-Bayaty dkk., 2010). Siwak dapat bersifat antibakteri dan dapat membersihkan smear layer pada saluran akar karena memiliki berbagai macam kandungan bahan kimiawi yang serupa dengan sodium klorida yaitu salvadourea, salvadorine, saponin, tannin, vitamin C, silika, dan resin (Darout dkk., 2000). Prasad dkk. (2011), dalam penelitiannya tentang efek antibakteri siwak terhadap mikroba patogen menyebutkan bahwa pada siwak yang telah diekstrak mengandung karbohidrat, glikosid, sterol, terpenes flavonoid, tannin, dan alkaloid. Telah dilaporkan juga bahwa ekstrak siwak memiliki sifat antibakteri, antifungal, dan antiplasmodial. Hasil uji in vitro efek antibakteri ekstrak alkohol siwak (1%, 5%, 10%, 15%) terhadap bakteri aerob dan anaerob menunjukkan bahwa ekstrak siwak dengan konsentrasi 15% memiliki sifat antibakteri yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak siwak konsentrasi yang lainnya (Almas dkk., 2005). Ekstrak

7 alkohol siwak dengan konsentrasi 10 mg/ml memiliki daya antibakteri yang cukup baik terhadap bakteri pembentuk plak gigi (Al-Bayaty, 2010). Ekstrak siwak dengan kadar 25% paling efektif dibandingkan dengan larutan ekstrak siwak 5% dan 10% dalam menghambat pembentukan plak gigi (Adriyati dan Oedijani, 2011). Kadar Hambat Minimum (KHM) ekstrak siwak terhadap bakteri Streptococcus mutans didapatkan pada konsentrasi 50% dan Kadar Bunuh Minimum didapat pada konsentrasi 53,3% (Santosaningsih dkk., 2011). Balto dkk. (2012), mengatakan bahwa ekstrak siwak sebanyak 5 mg/ml memiliki daya antibakteri yang sama dengan larutan EDTA 17% dalam menghilangkan lapisan smear layer pada saluran akar. Almas (2002), meneliti perbandingan pengaruh antara ekstrak siwak dengan Chlorhexidin digluconat yang sering digunakan sebagai cairan kumur dan zat anti plak pada dentin manusia. Penelitian tersebut memberikan hasil data yang menunjukkan bahwa ekstrak siwak 50% lebih banyak menghilangkan lapisan smear layer pada dentin dibandingkan dengan CHX 0,2%. Salah satu ciri bahan irigasi yang ideal tidak dapat menimbulkan diskolorasi (perubahan warna) pada gigi (Gulabivala, 2004). Salehi dkk. (2006), mengatakan bahwa ekstrak siwak yang digunakan sebagai obat kumur lebih sedikit menimbulkan diskolorasi pada gigi dibandingkan dengan Chlorhexidin digluconat. Pada kelompok subjek pengguna obat kumur siwak ditemukan adanya diskolorasi gigi sebesar 13%, sedangkan pada kelompok pengguna obat kumur Chlorhexidin digluconat terjadi diskolorasi sebesar 86%.

8 Berdasarkan beberapa penelitian yang telah disebutkan di atas maka perlu dilakukan pengujian daya antibakteri ekstrak siwak terhadap bakteri yang ada pada saluran akar sehingga diharapkan ekstrak siwak dapat dijadikan sebagai salah satu bahan alternatif irigasi saluran akar. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka timbul perumusan masalah apakah ekstrak kayu siwak dengan konsentrasi 10%, 15%, 20%, 30%, 40%, dan 50% memiliki daya antibakteri terhadap bakteri P. aeruginosa. C. Keaslian Penelitian Almas dkk. (2005), melakukan penelitian secara in vitro tentang efek antibakteri ekstrak alkohol siwak dengan konsentrasi 1%, 5%, 10%, dan 15% terhadap bakteri aerobik dan anaerobik. Dalam penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ekstrak siwak konsentrasi 15% memiliki sifat antibakteri yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak siwak konsentrasi yang lainnya. Balto dkk. (2011) dalam penelitiannya tentang keefektifan ekstrak siwak dalam mengeliminasi lapisan smear layer menyebutkan bahwa ekstrak alkohol siwak sebanyak 5 mg/ml efektif menghilangkan lapisan smear layer pada dinding saluran akar. Santosaningsih (2011), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ekstrak kayu siwak memiliki aktivitas antimikroba, semakin tinggi konsentrasi ekstrak kayu siwak maka pertumbuhan koloni bakteri cenderung menurun. Kadar Hambat Minimum (KHM) didapat pada konsentrasi 50% dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) sebesar 53,3% pada bakteri Streptococcus mutans. Berdasarkan hasil dari

9 beberapa penelitian yang telah disebutkan di atas sesuai dengan sepegetahuan penulis, belum pernah ada penelitian yang menguji daya antibakteri ekstrak kayu siwak dengan konsentrasi 10%, 15%, 20%, 30%, 40%, dan 50% sebagai bahan irigasi saluran akar terhadap bakteri P. aeruginosa. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya antibakteri ekstrak kayu siwak dengan konsentrasi 10%, 15%, 20%, 30%, 40%, dan 50% sebagai bahan irigasi saluran akar terhadap bakteri P. aeruginosa. E. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat : a. Memberikan informasi ilmiah di bidang kedokteran gigi mengenai daya antibakteri ekstrak kayu siwak sebagai bahan irigasi saluran akar terhadap bakteri P. aeruginosa. b. Menjadi dasar acuan untuk penelitian selanjutnya.