BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Keluarga 2.1.1. Defenisi Keluarga Banyak ahli yang mendefenisiskan tentang keluarga berdasarkan perkembangan sosial di masyarakat. Hal ini bergantung pada orientasi yang digunakan dan orang yang mendefenisiskan. Menurut Friedman (1998), keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterkaitan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masingmasing yang merupakan bagian dari keluarga. Pakar konseling keluarga dari Yogyakarta, Sayekti (1994) menulis bahwa keluarga adalah suatu ikatan/persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau anak adopsi, dan tingggal dalam sebuah rumah tangga. Menurut UU No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami- istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Ketiga pengertian tersebut mempunyai persamaan bahwa dalam keluarga terdapat ikatan perkawinan dan hubungan darah yang tinggal bersama dalam satu atap (serumah) dengan peran masing-masing serta keterikatan emosional (Suprajitno, 2004). 7
8 Istilah keluarga akan menghadirkan gambaran adanya individu dewasa dan anak yang hidup bersama secara harmonis dan memuaskan. Bagi lainnya, istilah ini memiliki arti yang berlawanan. Keluarga bukan sekedar gabungan dari beberapa individu (Astedt Kurki, et al.,2001). Keluarga memiliki keragaman seperti anggota individunya dan seorang pasien memiliki nilai-nilai tersendiri mengenai keluarganya (Potter & Perry, 2009). Kamus Inggris Oxford mendefinisikan keluarga sebagai sekelompok orang yang terdiri atas orang tua dan anak-anaknya baik yang tinggal bersama atau tidak, dalam arti yang lebih luas, kesatuan yang terbentuk oleh mereka yang mempunyai hubungan dekat melalui darah dan keturunan. Morton, dkk (2011) mendefenisikan keluarga sebagai setiap orang yang dekat dan melakukan rutinitas harian bersama dengan pasien perawatan kritis. Siapapun yang merupakan bagian penting dari gaya hidup normal pasien dianggap sebagai anggota keluarga. Istilah keluarga menggambarkan orang-orang yang homeostasis social dan kesejahteraannya dipengaruhi oleh masuknya pasien ke arena sakit kritis atau cedera (Morton, dkk, 2011). 2.1.2. Peran Keluarga Peran adalah sesuatu yang di harapkan secara normatif dari seorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi
9 dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat. Dalam UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 5 menyebutkan " Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, dan lingkungan". Dari pasal di atas jelas bahwa keluarga berkewajiban meningkatkan dan memelihara kesehatan dalam upaya meningkatkan tingkat derajat kesehatan yang optimal. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing, antara lain ayah, dimana ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung / penganyom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Kemudian ada ibu yang berperan sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Lalu ada anak yang berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual (Setiadi, 2008). 2.1.3. Fungsi Keluarga Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarga. Terdapat beberapa fungsi menurut Friedman (1998) dalam Setiawati & Dermawan (2005), yaitu:
10 a. Fungsi afektif Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan kepribadian dari anggota keluarga. Merupakan respon keluarga terhadap kondisi dan situasi yang dialami tiap anggota keluarga baik senang maupun sedih, dengan melihat bagaimana cara keluarga mengekspresikan kasih sayang. b. Fungsi sosialisasi Fungsi sosialisasi tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga. Bagaimana keluarga produktif terhadap social dan bagaimana keluarga memperkenalkan anak dengan dunia luar dengan belajar disiplin, mengenal budaya dan norma melalui hubungan interaksi dalam keluarga sehingga mampu berperan dalam masyarakat. c. Fungsi perawatan kesehatan Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental dan spiritual, dengan cara memelihara dan merawat anggota keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarga d. Fungsi ekonomi Fungsi ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dana keluarga.
11 Mencari sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga. e. Fungsi biologi Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskan keturunan tetapi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi berikutnya. f. Fungsi psikologis Fungsi psikologis terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih saying dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga. g. Fungsi pendidikan Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan pengetahuan, ketrampilan, membentuk prilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya (Achjar, 2010). 2.1.4. Dukungan Keluarga Dukungan keluarga merupakan suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya (Friedman, 1998). Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Cohen & Syme, 1996 dalam
12 Setiadi, 2008). Anggota keluarga sangat membutuhkan dukungan dari keluarganya karena hal ini akan membuat individu tersebut merasa dihargai dan anggota keluarga siap memberikan dukungan untuk menyediakan bantuan dan tujuan hidup yang ingin dicapai individu (Friedman, 1988). Menurut Cohen dan Mc Kay, (1984) dalam Niven, (2000) bahwa komponen-komponen dukungan keluarga adalah sebagai berikut : 1. Dukungan Emosional Dukungan emosional memberikan pasien perasaan nyaman, merasa dicintai meskipun saat mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat kepada pasien yang dirawat di rumah atau rumah sakit jiwa. Jenis dukungan bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi atau ekspresi. Yang termasuk dukungan emosional ini adalah ekspresi dari empati, kepedulian, dan perhatian kepada individu. Memberikan individu perasaan yang nyaman, jaminan rasa memiliki, dan merasa dicintai saat mengalami masalah, bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal, cinta, dan emosi. Jika stres mengurangi perasaan seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai maka dukungan dapat menggantikannya sehingga akan dapat menguatkan kembali perasaan dicintai tersebut. Apabila dibiarkan terus menerus dan tidak terkontrol maka akan berakibat hilangnya harga diri.
13 2. Dukungan Informasi. Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah yang dihadapi pasien di rumah atau rumah sakit jiwa, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tempat, dokter, dan terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor. Pada dukungan informasi keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi. 3. Dukungan Nyata Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dengan menyediakan dana untuk biaya pengobatan, dan material berupa bantuan nyata (Instrumental Support/ Material Support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah kritis, termasuk didalamnya bantuan langsung seperti saat seseorang membantu pekerjaan sehari-hari, menyediakan informasi dan fasilitas, menjaga dan merawat saat sakit serta dapat membantu menyelesaikan masalah. Pada dukungan nyata, keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis. Meskipun sebenarnya, setiap orang dengan sumber-sumber yang tercukupi dapat memberi dukungan dalam bentuk uang atau perhatian yang bertujuan untuk proses pengobatan. Akan tetapi, dukungan nyata akan lebih efektif bila dihargai oleh penerima dengan tepat.
14 Pemberian dukungan nyata yang berakibat pada perasaan ketidakadekuatan dan perasaan berhutang, malah akan menambah stress individu. 4. Dukungan Pengharapan Dukungan pengharapan merupakan dukungan berupa dorongan dan motivasi yang diberikan keluarga kepada pasien. Dukungan ini merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Pasien mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi penghargaan positif keluarga kepada pasien, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan pasien. Dukungan keluarga ini dapat membantu meningkatkan strategi koping pasien dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek positif. Dalam dukungan pengharapan, kelompok dukungan dapat mempengaruhi persepsi pasien akan ancaman. Dukungan keluarga dapat membantu pasien mengatasi masalah dan mendefinisikan kembali situasi tersebut sebagai ancaman kecil dan keluarga bertindak sebagai pembimbing dengan memberikan umpan balik dan mampu membangun harga diri pasien. 2.1.5. Dukungan Keluarga Pada Pasien yang Dirawat Di Unit Perawatan Intensive (Intensive Care Unit) Keluarga pasien yang sakit kritis adalah pengaruh utama di Lingkungan Unit Perawatan Intensive. Kebutuhan pasien dan keluarga tetap stabil selama beberapa dekade sejak ditemukannya Unit Perawatan Intensive (Intensive Care Unit), dengan kedekatan keluarga terhadap pasien sangatlah dihargai. Kebijakan kunjungan yang konsisten yang memperbolehkan perawatan
15 mengatur kunjungan berdasarkan kebutuhan pasien dan keluarga memberikan kesempatan yang lebih baik bagi kepuasan pasien, keluarga dan perawat. Kehadiran keluarga mengurangi kerapuhan pasien dan meningkatkan rasa aman dan kenyamanan. Menurut Kirchhoff, memperluas fleksibilitas kunjungan keluarga ini sampai akhir hayat adalah penting karena hal ini mungkin merupakan kunjungan terakhir (Morton dkk, 2011). Keberhasilan pelayanan keperawatan bagi pasien tidak dapat dilepaskan dari peran keluarga. Pengaruh keluarga dalam keikutsertaannya menentukan kebijakan dan keputusan dalam penggunaan layanan keperawatan membuat hubungan dengan keluarga menjadi penting. Namun dalam pelaksanaannya hubungan ini sering mengalami hambatan, antara lain kesempatan kontak relatif terbatas (Mundakir, 2006). Memberikan kehangatan, rasa cinta, perhatian dan komunikasi adalah hal yang bermakna dan penting dalam memenuhi kebutuhan psikososial pasien. Bahkan pada pasien tuli, tidak mampu berbicara, atau tidak mampu memahami bahasa, atau tidak mungkin berkomunikasi verbal karena intubasi atau sakit fisik lainnya juga memerlukan dukungan keluarga untuk memberikan kehangatan, rasa cinta, perhatian dan komunikasi yang mungkin dilakukan dengan menggunakan sentuhan (Hudak & Gallo, 1997). 2.2. Konsep Unit Perawatan Intensive (Intensive Care Unit) 2.2.1. Defenisi Unit Perawatan Intensive Unit Perawatan Intensive adalah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati
16 pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian. Tiap pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh karena memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring serta dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab,2007). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah sakit, ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang di tujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit,cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia. 2.2.2. Pembagian Unit Perawatan Intensif berdasarkan kelengkapan Berdasarkan kelengkapan, maka Unit Perawatan Intensif dibagi atas 3 tingkatan, yaitu: a. Unit Perawatan Intensif tingkat I yakni Unit Perawatan Intensif yang terdapat di rumah sakit kecil yang dilengkapi dengan perawat, ruangan observasi, monitor, resusitasi dan ventilator jangka pendek yang tidak
17 lebih dari 24 jam. Unit Perawatan Intensif ini sangat bergantung kepada Unit Perawatan Intensif yang lebih besar b. Unit Perawatan Intensif tingkat II yang terdapat pada rumah sakit umum yang lebih besar dimana dapat dilakukan ventilator yang lebih lama yang dilengkapi dengan dokter tetap, alat diagnose yang lebih lengkap, laboratorium patologi dan fisioterapi. c. Unit Perawatan Intensif tingkat III yang merupakan Unit Perawatan Intensif yang terdapat di rumah sakit rujukan dimana terdapat alat yang lebih lengkap antara lain hemofiltrasi, monitor invansif termasuk kateterisasi dan monitor intracranial. Unit Perawatan Intensif ini dilengkapi oleh dokter spesialis dan perawat yang lebih terlatih dan konsultan dengan berbagai latar belakang keahlian. 2.2.3. Ruang Lingkup Pelayanan Unit Perawatan Intensif Berdasarkan keputusan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah sakit, ruang lingkup yang diberikan dalam Unit Perawatan Intensif adalah: 1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari. 2. Memberikan bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan pelaksanaan spesifik problema dasar
18 3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan pelaksanaan terhadap komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenic 4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat tergantung pada alat/mesin dan orang lain. 2.2.4. Perawat Unit Perawatan Intensif Seorang perawat yang bertugas di Unit Perawatan Intensif melaksanakan 3 tugas utama yakni life support, memonitor keadaan pasien dan perubahan keadaan akibat pengobatan dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Oleh karena itu diperlukan perawat yang professional, terlatih dalam tim kerja. diperlukan satu perawat untuk setiap pasien dengan pipa endotrakeal baik dengan menggunakan ventilator maupun yang tidak. Perbandingan antara pasien dan perawat ini dinyatakan dalam ekuivalen jumlah perawat yang bertugas penuh (Number of full time equivalent). Di Australia diklasifikasikan 4 kriteria: 1. Perawat Unit Perawatan Intensif yang telah mendapatkan latihan lebih dari 12 bulan 2. Perawat yang telahmendapatkan latihan sampai 12 bulan 3. Perawat dengan mendapat sertifikat pengobatan kritis (critical care certificate) 4. Perawat sebagai pelatih (trainer) (Rab, 2007)