LOGIKA SEBAGAI PERETAS KONSTRUKSI TUTURAN IMPERATIF LITERAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 KESIMPULAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta temuan kasus yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

KESANTUNAN IMPERATIF DALAM PIDATO M. ANIS MATTA: ANALISIS PRAGMATIK SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. dalam bukunya Speech Act: An Essay in The Philosophy of Language dijelaskan

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kegiatan, peradaban kebudayaan manusia. Bahasa adalah alat

Konteks Pragmatik dalam Proses Pembelajaran Bahasa di Kurikulum 2013

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

MENGIDENTIFIKASI CARA BERPIKIR DEDUKTIF DAN INDUKTIF DALAM TEKS BACAAN MELALUI PENGETAHUAN KOTEKS DAN REFERENSI PRAGMATIK

BAB I PENDAHULUAN. bahasa tulis salah satu fungsinya adalah untuk berkomunikasi. Bahasa tulis dapat

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA INTERAKSI PEMBELAJARAN GURU DAN SISWA KELAS 1 SD TAHUN AJARAN 2011/2012

BAB III METODE PENELITIAN

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN OLAHRAGA PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG

PERWUJUDAN TINDAK KESANTUNAN PRAGMATIK TUTURAN IMPERATIF GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS XI SMK NEGERI 8 SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan

III. METODE PENELITIAN. mengandung implikatur dalam kegiatan belajar mengajar Bahasa Indonesia di

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA PADA PERCAKAPAN SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 GEYER

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga pada pemilihan kata-kata dan kalimat-kalimat yang digunakan,

TINDAK TUTUR PUJIAN DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN DI PKBM AL-ISLAMIYAH DESA AWAR-AWAR KECAMATAN ASEMBAGUS KABUPATEN SITUBONDO SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

PENGUNGKAPAN MAKNA IMPERATIF DALAM KOMUNIKASI JUAL BELI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Wujud pragmatik imperatif dipilih sebagai topik kajian penelitian ini karena di dalam kajian dapat

TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

ANALISIS DAN KOREKSI KESALAHAN PENALARAN PADA PENGGUNAAN BAHASA PAPAN PERINGATAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kebencian. Benci (a) ialah sangat tidak suka dan kebencian (n) ialah sifat-sifat benci

TINDAK TUTUR ILOKUSI TOKOH KAKEK DALAM FILM TANAH SURGA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

menafsirkan makna homonim dan homofon, kesalahan dalam menafsirkan makna indiom, kesalahan dalam menafsirkan arti peribahasa, pengembalian stimulus,

BAB I PENDAHULUAN. Definisi mengenai kalimat memang telah banyak ditulis orang.

TINDAK TUTUR GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS XII SMK NEGERI 1 NARMADA. Munawir Guru SMK Negeri 1 Narmada

KESANTUNAN TUTURAN IMPERATIF DALAM KOMUNIKASI ANTARA PENJUAL HANDPHONE DENGAN PEMBELI DI MATAHARI SINGOSAREN

MAKSIM PELANGGARAN KUANTITAS DALAM BAHASA INDONESIA. Oleh: Tatang Suparman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri di dunia ini, manusia

WUJUD KESANTUNAN BERBAHASA MAHASISWA DALAM WACANA AKADEMIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38).

BAB I PENDAHULUAN. secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya. Analisis jenis kalimat, bentuk penanda dan fungsi tindak tutur

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

TINDAK TUTUR DALAM DIALOG DRAMA KISAH CINTA 40 MENIT KARYA DIDI ARSANDI

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasi untuk dapat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Peneliti mengadakan

BAB III METODE PENELITIAN

KESANTUNAN MENOLAK DALAM INTERAKSI DI KALANGAN MAHASISWA DI SURAKARTA

TINDAK PERINTAH DALAM WACANA KELAS:

I. PENDAHULUAN. satu potensi mereka yang berkembang ialah kemampuan berbahasanya. Anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik

BAB V PENUTUP. kota Melbourne bertujuan untuk menelaah jenis, bentuk, fungsi,dan faktor-faktor

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Elis Nur Vita Sari, 2013

REALISASI BENTUK TINDAK TUTUR DIREKTIF MENYURUH DAN MENASIHATI GURU-MURID DI KALANGAN ANDIK TK DI KECAMATAN SRAGEN WETAN. Naskah Publikasi Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Manusia sebagai

ANALISIS KESANTUNAN IMPERATIF DALAM TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AT TAUBAH: KAJIAN PRAGMATIK NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

III. METODE PENELITIAN. dalam proses pembelajaran olahraga pada siswa kelas XI SMA Negeri 2

KETIDAKSANTUNAN BAHASA LARANGAN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekitar, sosial budaya, dan juga pemakaian bahasa. Levinson

BAB I PENDAHULUAN. Pragmatik memiliki lima bidang kajian salah satunya deiksis. berarti penunjukan atau hal petunjuk dalam sebuah wacana atau tuturan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

OLEH: DENIS WAHYUNI NPM:

Penggunaan bahasa. Tujuan pembelajaran:

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kepentingan untuk menjalin hubungan interaksi sosial.

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS TINDAK TUTUR DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR INDUK MODERN PUSPA AGRO SIDOARJO SKRIPSI

REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. dengan usia pada tiap-tiap tingkatnya. Siswa usia TK diajarkan mengenal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari

BAB I PENDAHULUAN. yaitu bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa lisan dan bahasa tulis salah satu

WUJUD KALIMAT IMPERATIF TUTURAN GURU TAMAN KANAK-KANAK KARYA PKK PACONGKANG KABUPATEN SOPPENG

TINDAK TUTUR IMPERATIF DALAM BAHASA SIDANG

BAB V PENUTUP. pembahasan dalam tesis ini. Adapun, saran akan berisi masukan-masukan dari. penulis untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

proses penyambungan. Setelah proses penyambungan berhasil maka internet siap digunakan.

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

BAB I PENDAHULUAN. sekitar, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai moral atau agama. Tidak dapat. kebutuhan manusia satu dengan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Media massa tidak hanya memberikan informasi kepada pembaca, gagasan, baik pada redaksi maupun masyarakat umum. Penyampaian gagasan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan mendeskipsikan tindak tutur dalam berkomunikasi

ANALISIS TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA TUTURAN ANAK USIA EMPAT- -ENAM TAHUN DESA GENTING PULUR KECAMATAN JEMAJA TIMUR KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial diharuskan saling berkomunikasi dan

PRAANGGAPAN DAN IMPLIKATUR DALAM PEMBELAJARAN BAHASA UNTUK MEMBENTUK PEMIKIRAN KRITIS IDEOLOGIS PEMUDA INDONESIA: SEBUAH PENDEKATAN PRAGMATIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat

PEMANFAATAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA DALAM KEGIATAN DISKUSI KELAS PADA SISWA KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN. Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis

KESANTUNAN BERTUTUR DI KALANGAN AWAK KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA BOYOLALI: TINJAUAN PRAGMATIK

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan,

BAB I PENDAHULUAN. dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain, membahas segala aspek makna

Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) TINDAK TUTUR ASERTIF PENJUAL DAN PEMBELI DI PASAR TEMPEL RAJABASA DAN IMPLIKASINYA.

REALISASI KESANTUNAN PRAGMATIK IMPERATIF KUNJANA RAHARDI DALAM RUBRIK SURAT PEMBACA PADA MAJALAHCAHAYAQU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi mereka membentuk sebuah komunikasi yang bertujuan untuk

KESANTUNAN IMPERATIF BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KELAS VII

TINDAK TUTUR DIREKTIF PADA IKLAN SEPEDA MOTOR DI BOYOLALI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

STRATEGI BERTUTUR SANTUN DAN SIKAP MEMANDANG RENDAH DALAM FILM 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA (SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK)

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pertelevisian ditandai dengan banyaknya jenis acara yang

Transkripsi:

LOGIKA SEBAGAI PERETAS KONSTRUKSI TUTURAN IMPERATIF LITERAL 1) Izhar; 2) Sholikhin; 3) Sofian Hadi STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung izharhamka@gmail.com Abstrak Logika sebagai piranti yang bersifat menyelidiki, menilai dan mengembangkan bahasa komunikasi. Meski terdapat konteks yang memfasilitasi, diperlukan juga penalaran yang menghubungkan antara tuturan dan hal yang dimaksudkan. Bentuk tuturan tersebut terkonstruk dalam tuturan imperatif literal dan imperatif tidak literal, yakni deklaratif, interogatif. Penelitian ini bertujuan mengungkap kemampuan logika sebagai peretas konstruksi tuturan imperatif literal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstruksi tuturan imperatif literal pun dapat menjadi konstruksi tuturan imperatif tidak literal layaknya tuturan deklaratif dan interogatif. Kondisi tersebut dapat diamati pada verba lihat yang memaksudkan mitra tutur mengambil suatu tindakan atas fenomena komunikasi yang diamati dengan saksama. PENDAHULUAN Istilah pragmatik mengacu pada fungsi bahasa yang memandang konteks sebagai konsentrat makna. Konteks memiliki peranan yang kuat dalam menafsirkan hal yang dimaksudkan penutur. Tanpa konteks, bertutur mengalami ketaksaan. Pengetahuan akan pragmatik menekankan komunikasi melalui bahasa yang dimiliki, bukan sekadar berkomunikasi dengan bentuk-bentuk kebahasaan. Komunikasi yang dimaksud ialah komunikasi bahasa bukan komunikasi tentang bahasa. Wujud dari bahasa komunikasi ialah tuturan, baik tuturan literal (tuturan langsung) maupun tuturan tidak literal (tuturan tidak langsung). Tuturan literal merupakan pengungkapan maksud penutur melalui konstruksi yang menandakan bahwa makna dan bentuk kalimatnya selaras. Sedangkan. tuturan tidak literal ialah tuturan yang menjelaskan bahwa makna dan bentuk kalimat yang digunakan berlainan. Jelasnya, tuturan literal diungkapkan dalam bentuk konstruksi imperatif (kalimat suruh, perintah, larangan, dsb.) dan tuturan tidak literal diungkapkan dalam konstruksi deklaratif dan interogatif (kalimat berita dan kalimat tanya). Praktiknya, dalam bertutur seseorang menata bentuk tuturannya sehingga diperoleh tuturan yang maknanya berterima di hati mitra tuturnya dan melaksanakan hal yang dimaksudkan penutur. Penutur dapat menggunakan tuturan berkonstruksi langsung atau berkonstruksi tidak langsung seperti tuturan di bawah ini: (1)Udaranya dingin. (2)Pintunya bisa ditutup, tidak? (3)Bagaimana jika pintunya ditutup saja? (4)tolong tutup pintunya! Berdasarkan struktur, kalimat tipe (1), (2), dan (3) merupakan bentuk tuturan tidak langsung atau imperatif tidak literal, oleh karena permintaan atau suruhan ditata dalam bentuk kalimat berita atau kalimat tanya. Sedangkan, kalimat (4) merupakan bentuk tuturan langsung tanpa pemarkah, yakni berupa verba dasar tutup yang ada pada kalimat tersebut. 138

Hal di atas menunjukkan bahwa dalam mengungkapkan maksud tidak hanya diungkapkan dalam bentuk konstruksi imperatif melainkan juga dapat dalam bentuk konstruksi deklaratif dan interogatif. Pemilihan tersebut didasarkan pada pertimbangan konteks komunikasi. Meski demikian, bukan berarti dalam memahami tuturan partisipan terfokus pada pengetahuan konteks komunikasi semata, diperlukan juga pengetahuan lain sebagai piranti yang menghubungkan antara konteks dengan tuturan sehingga diperoleh maksud penutur. Piranti tersebut dinamakan kemampuan berpikir logis (logika). Logika berperan membantu manusia berpikir secara logis, efisien, dan teratur. Kemampuan memberikan makna pada bahasa seseorang mestilah didampingi oleh kemampuan bernalar. Sebab, Fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi selain bersifat informatif, heuristik, dan direktif, haruslah juga logis. Logika membantu mengembangkan penalaran. memperoleh kebenaran, dan mengindari kekeliruan dalam berbahasa. Lebih-lebih dalam menginterpretasi makna. Hal itu pulalah kiranya yang mendorong bahwa keilmuan pragmatik senantiasa berkembang dari waktu ke waktu dan animo ilmuan bahasa terhadap kajian pragmatik kian bertambah. Kajian perihal pragmatik yang dilakukan bukan hanya terpatri pada wujud formal atau wujud pragmatik saja tetapi juga merambah dan komprehensif pada interaksi berupa Kesantunan imperatif bahasa Indonesia seperti yang dikaji Rahardi pada tahun 2005. Pandangan mengenai logika sebagai peretas konstruksi tuturan imperatif literal ialah penulis dasarkan pada pendapat para ahli yang menyebutkan bahwa untuk menyatakan tuturan imperatif secara tidak literal penutur dapat menggunakan strategi bertutur dalam konstruksi deklaratif dan konstruksi interogatif. Konstruksi imperatif dianggap sebagai bentuk tuturan literal. Namun, kegelisahan pada diri penulis menyatakan bahwa bentuk tuturan imperatif literal pun dapat dianggap sebagai bentuk imperatif tuturan tidak literal seperti pada tuturan deklaratif dan interogatif. Hal ini didasarkan pada kemampuan bernalar (logika) yang memberikan pandangan mengenai maksud penutur. Perspektif inilah yang akan coba penulis paparkan sebagai bahan kajian meneroka kemungkinan adanya konstruksi imperatif literal lain. LANDASAN TEORI DAN METODE PENELITIAN Pragmatik Levinson (1983: 9) da lam Mey (2001: 5) mendefinisikan pragmatik sebagai berikut. Pragmatic is the study of those relations between language and context that are gramaticalized, or encoded in the structures of a language. Levinson, mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian mengenai hubungan antara bahasa dan konteks yang digramatisasikan, atau yang dituangkan ke dalam struktur bahasa dari suatu bahasa. Definisi pragmatik yang disampaikan oleh Levinson lebih mengacu pada bahasa yang dibentuk dalam tata bahasa kemudian diselaraskan dengan konteks penggunaannya. Peranan konteks sebagai lingkup penjelas suatu maksud dimunculkan setelah bahasa tertatabasakan dengan baik. Kiranya pandangan mengenai pragmatik yang diungkapkan oleh Levinson masih berbatas pada penggunaan bahasa yang bersifat internal. Seyogianya, suatu bahasa tidak terlepas dari kondisi di mana bahasa itu lahir dan digunakan oleh masyarakat pengguna 139

bahasa. Banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang struktur bahasa tetapi ia dapat berkomunikasi baik secara verbal maupun nonverbal. Sehingga, komunikasi secara nonverbal tidaklah perlu ditatabahasakan. Maka, Mey (2001: 6) memberikan pendapat mengenai pragmatik. Ia mengatakan: Pragmatics studies the use of language in human communication as determined by the condition of society. Lengkapnya, Mey mengatakan bahwa pragmatik ialah studi yang mempelajari penggunaan bahasa di dalam komunikasi masyarakat yang ditentukan oleh kondisikondisi sosial. Pengertian pragmatik yang disampaikan oleh Mey lebih menegaskan bagaimana bahasa tersebut digunakan oleh suatu masyarakat dalam berkomunikasi, atau lebih kepada pemahaman dan penggunaan bahasa secara eksternal. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah studi yang membahas penggunaan bahasa di masyarakat, baik secara internal bahasa maupun secara eksternal bahasa. Internal bahasa maksudnya ialah pemakai bahasa mengaitkan bahasa atau kalimat-kalimat yang digunakan dengan konteks bahasa itu sendiri, sedangkan eksternal bahasa bagaimana bahasa dikaji menurut konteks dari penggunaannya. Tindak Tutur (Speech Act) Wujud dari pragmatik ialah tuturan. Tuturan merupakan bentuk pengungkapan maksud oleh penutur kepada mitra tutur. Maksud tersebut bermuatan hal yang menindakkan mitra tutur untuk melakukan sesuatu. Tidaklah mengherankan bila dalam satu waktu terdapat banyak bentuk tuturan untuk membuat mitra tutur melakukan satu tindakan. Tindakan yang diwujudkan oleh tuturan inilah yang disebut dengan tindak tutur. Lebih lengkapnya, Searle dalam Aslinda & Syafyahya (2007: 33-34) mengatakan bahwa tindak tutur ( speech act) adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari interaksi lingual. Strategi dalam bertutur dapat dinyatakan secara langsung atau secara tidak langsung. Konstruksi tuturan secara langsung disebut dengan konstruksi tuturan imperatif literal. Sedangkan, konstruksi tuturan secara tidak langsung disebut dengan konstruksi tuturan imperatif tidak literal. Dalam strukturnya, bentuk tuturan secara imperatif literal bisa dalam kalimat perintah, suruh, larangan, dan sebagainya yang menyatakan kalimat imperatif. Sedangkan, bentuk tuturan imperatif tidak literal berupa kalimat berita dan kalimat tanya yang diistilahkan kalimat deklaratif dan kalimat interogatif. Ketiga bentuk kalimat di atas oleh Purwo (1992: 116) dijelaskan bahwa kalimat deklaratif digunakan untuk membuat pernyataan. Kalimat interogatif digunakan untuk menyampaikan pertanyaan. Kalimat imperatif digunakan untuk menyatakan perintah. Jika diperhatikan dalam struktur kalimat berikut: (5)Dilarang merokok! (6)Merokok sebabkan kanker, paru-paru, dan bronkhitis kronis. (7)Tidakkah merokok itu membahayakan kesehatanmu? Secara konstruksi, kalimat (5) merupakan kalimat imperatif (imperatif literal) dan kalimat (6) dan (7) merupakan kalimat deklaratif dan interogatif (imperatif tidak literal). Berdasarkan konteks, kasarnya, berbagai tipe kalimat di atas bermaksud menggugah kesadaran untuk berhenti merokok. 140

Tentunya, stategi pengungkapan tipe-tipe kalimat di atas dalam berinteraksi haruslah didasarkan kepada konteks situasi, yakni: (1) partisipan tuturan, (2) tempat dan waktu, (3) topik, (4) saluran yang digunakan, (5) kode yang digunakan, (6) bentuk pesan dan isi, dan (7) peristiwa dengan sifat-sifatnya yang khusus, (8) nada pembicaraan (Hymes,1964 dalam Kartomihardjo, 1993: 26-28). Penalaran Hakikatnya, manusia diberikan kemampuan untuk bernalar, yakni kemampuan dalam menarik suatu kesimpulan dan boleh jadi menerapkannya dalam suatu tindakan. Urutannya, ketika bentuk informasi tersebut terdengar, diperhatikan dengan saksama, dan terjadi persepsi dibenak pengguna bahasa, secara otomatis akan terespon dalam tindakannya. Menyoal bentuk-bentuk informasi yang diwujudkan dalam struktur kalimat berita, kalimat tanya, bahkan kalimat perintah pastilah efek dari kalimat tersebut terlebih dahulu akan menjadi bahan berpikir sebelum berbuah tindakan. Meski diungkapkan secara eksplisit, namun manusia memiliki kemampuan bernalar untuk manangkap maksud dan melaksanakannya. Pada kenyataannya, memang sebuah peristiwa yang merujuk pada kebiasaan yang banyak kita saksikan. Akan tetapi, banyak aktivitas yang terjadi dilaksanakan berdasarkan hasil penalaran. Mengapa ketika cuaca mendung, penjemur akan mengangkat jemurannya, atau ketika terdengar suara tangis bayi sang ibu akan memberi asinya. Bahkan, mengapa seorang pemuda beranjak pergi dari rumah kos yang dikunjunginya ketika ibu kos mengatakan sudah jam 9 malam, nak. Kemampuan bernalar inilah yang membuat manusia tahu apa yang akan terjadi dan harus dilakukannya. Dan, bahkan, Suriasumantri (2009: 39) menuliskan bahwa kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Pun boleh jadi, hasil menalar atas informasi yang diterima melalui tuturan akan mengembangkan asumsi buah pengetahuan, tidak terkecuali konstruksi tuturan imperatif literal yang dalam ketakliteralannya berbentuk tuturan deklaratif dan interogatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif kualitatif. Studi kepustakaan digunakan sebagai postulat kajian tuturan imperatif. Pengumpulan data dilakukan melalui metode pengamatan (observasi) dan teknik perekaman. Mahsun, (2007: 92) mengatakan bahwa metode pengamatan (observasi ) dilakukan dengan mengamati pemakaian bahasa dengan teknik perekaman. Praktiknya, pengamatan diwujudkan melalui teknik rekam dan catat. PEMBAHASAN Perihal konstruksi ketidakliteralan tuturan imperatif diwujudkan dalam bentuk tuturan deklaratif dan interogatif. Sedangkan, perihal keliteralan tuturan imperatif diwujudkan dalam tuturan imperatif. Penalaran atau logika menghubungkan antara informasi dengan tindakan yang ditempuh setelah mitra tutur memperoleh informasi dari bentuk ketiga tuturan tersebut. Asumsi mengenai konstruksi tuturan imperatif tidak literal selain konstruksi deklaratif dan interogatif ialah konstruksi tuturan imperatif sendiri. Tuturan imperatif yang dimaksudkan masih dibatasi pada kondisi yang menyertai dan tidak berlaku umum. Kondisi tersebut berbatas pada hal yang disaksikan atau diamati sehingga 141

pengguna bahasa bernalar dan merasa harus bertindak meski perintah atau suruhan tidak spesifik meminta mitra tutur untuk memenuhi hal yang sebenarnya diharapkan oleh penutur. Hal tersebut dapat diamati dalam tuturan di bawah ini. (8)Wan, coba lihat keluar! (9)Dik, coba kamu lihat kaca itu! (10)Bang, lihat ke atas! Tuturan (8), (9), dan (10) merupakan konstruksi dari tuturan imperatif literal, yakni meminta mitra tutur untuk melakukan hal yang disebutkan. Hal yang dimaksudkan dalam tuturan (8 ) dan ( 10) menyebutkan kondisi tempat secara umum dan hal dalam tuturan (9) merujuk pada benda. Fenomena yang terjadi bukanlah mitra tutur melakukan yang disebutkan penutur, yakni hanya melihat keluar, melihat kaca, dan melihat ke atas. Tetapi, lebih dari itu, pada tuturan (1) mitra tutur mengambil sapu dan membersihkan lantai yang penuh serakan daun. Pada tuturan (2) mitra tutur mengambil lap dan air kemudian membersihkan kaca yang penuh debu. Sedangkan, pada tuturan (3) mitra tutur langsung menjulurkan sapu di tangannya untuk membersihkan sawang yang ada di langit-langit rumah. Bila kita kembali kepada teori dan contoh keliteralan dan ketidakliteralan tuturan imperatif, maka akan membentuk kalimat: (8a) Wan, di luar kotor; (8b) Wan, di luar kotor, ya? (8c) Wan, tolong di luar disapu! Atau pada (9a) Dik, kacanya berdebu; (9b) Dik, kacanya berdebu, ya? (9c) Dik, tolong bersihkan kaca itu! Begitu juga (10a) Bang, di langit-langit banyak sawang; (10b) Bang, di langit-langit ada sawang, tidak? Atau (10c) Bang, tolong bersihkan langit-langit rumah, banyak sawangnya! Meski, pada contoh di atas keimperatifan literal tidak dimaksudkan secara spesifik, namun ketiga contoh tersebut memiliki verba seragam pada kata lihat. Verba dasar imperatif lihat bukan hanya memaksudkan mitra tutur untuk menyaksikan fenomena yang ditunjuk tetapi juga menginisiatifkan untuk melakukan sesuatu sesuai harapan penutur. Peran logika atau penalaran dalam membantu menginterpretasi maksud sangat kuat. Logika menyelidiki, menyaring, dan menilai bahasa tuturan. Begitu informasi verba dasar lihat masuk di telinga mitra tutur, maka ia harus mengamati dengan saksama fenomena yang dituju. Meski terlihat sederhana, namun mindanya berpikir keras dan cepat untuk memperoleh jawaban dan kesimpulan mengapa penutur meminta menyaksikan fenomena yang ada di luar, di kaca, dan di atas. Berkat kemampuan bernalar terhadap fenomena-fenomena itulah, meski masih berupa asumsi, dapat ditakrifkan kuat bahwa selain tuturan deklaratif dan interogatif sebagai ketidakliteralan tuturan imperatif, tuturan imperatif literal pun dapat menjadi konstruksi tuturan imperatif tidak literal dengan kondisi bahwa verba yang dimaksud berbatas pada kata untuk melakukan pengamatan saksama terhadap suatu peristiwa tindak tutur. SIMPULAN DAN SARAN Logika atau penalaran menjadikan pengguna bahasa senantiasa berkembang baik dari segi tuturan maupun tindakan. Disadari atau tidak, pemahaman konteks komunikasi membantu menerjemahkan informasi yang diterima baik dalam bentuk konstruksi kalimat langsung maupun tidak langsung. Dan logika sebagai sarana berpikir menjembatani tuturan dengan konteks komunikasi. 142

Kajian mengenai peran logika sebagai peretas konstruksi tuturan imperatif literal belumlah tuntas dan menggembirakan. Masih banyak kelemahan-kelemahan yang perlu diperbaharui dalam tulisan singkat ini. Penulis mengaktifkan logika sebatas memandang kata penalaran dan belumlah didasarkan pada dasar teori yang kuat, yakni sebagai kegiatan berpikir ilmiah atas pola tertentu terhadap tindakan komunikasi. Oleh karena, komunikasi bersifat dinamis bukan berdasarkan pola. Namun, walau selayang pandang, pembicaraan di atas dapat dijadikan diskusi ilmiah sehingga diperoleh konsep dan teori yang mendukung bahwa konstruksi tuturan imperatif literal pun dapat menjadi konstruksi tuturan imperatif tidak literal. Semua penulis serahkan sepenuhnya kepada kebijakan pembaca budiman selaku pemerhati bahasa, khususnya pragmatik. DAFTAR PUSTAKA Aslinda & Leni Syafyahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika Aditama Jujun S. Suriasumantri. 2010. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Kunjana Rahardi. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga Mahsun. 2010. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada Mey, Jacob L. 2001. Pragmatics: An Introduction (2 nd edition). Carlton: Blackwell Publishing PELLBA. 1993. Analisis Wacana Pengajaran Bahasa. Jakarta: Kanisius 143