BAB VIII PENUTUP 7.1 Kesimpulan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM DAN PROSEDUR PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM PERUBAHAN APBD DAN PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA PERUBAHAN APBD

PERUBAHAN APBD PERTEMUAN 6

SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN 2013

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 76 TAHUN 2014

WALIKOTA YOGYAKARTA,

[A.1] PENYUSUNAN KUA DAN PPAS. 1. Berdasarkan Peraturan Gubernur tentang RKPD dan Peraturan Menteri Dalam

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB I PENDAHULUAN... 2 BAB II RENCANA PERUBAHAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

PEMERINTAH KOTA BUKITTINGGI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ALUR PERENCANAAN PROGRAM & PENGANGGARAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG

SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG APBD KOTA BATAM TAHUN ANGGARAN 2017

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Proses Penyusunan APBD Di Eksekutif. eksekutif muncul temuan-temuan tentang alokasi anggaran dengan

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 77 TAHUN 2012 TENTANG ANALISIS STANDAR BELANJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,

HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL YANG BERSUMBER DARI APBD PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA DALAM KOORDINASI DINAS PENDIDIKAN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 30 TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. merumuskan dan menyalurkan kepentingan masyarakat.partai politik juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Struktur P-APBD TA. 2014

STRUKTUR, PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD

SISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

1.1 Latar Belakang PPAS APBD 2016 BAB I 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 5 TAHUN 2008

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2016

BUPATI KUNINGAN PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR : 34 TAHUN 2014 TENTANG

KERANGKA ACUAN KERJA (K A K) PELAKSANAAN KEGIATAN (2017)

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN 2017 BUPATI KUDUS,

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

SISTEM DAN PROSEDUR PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM APBD DAN PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA

PROSEDUR EBUDGETING. Prosedur ebudgeting

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 146 TAHUN 2016 TENTANG

Prinsip-Prinsip Penganggaran

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR 978 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2016

JADWAL TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG

- 1 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 17 TAHUN 2010

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

S A L I N A N PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016

PIMPINAN DEWAN TERSANGKA KORUPSI, GAJI PNS SULBAR MOLOR

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PEMBANGUNAN TERINTEGRASI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB VI SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Pada bagian akhir penelitian ini disajikan simpulan dari keseluruhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang

Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya. 4. Prinsip APBD 5. Struktur APBD

RENCANA KERJA SKPD JANGAN ASAL JADI

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU TAHUN 2014

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

WALIKOTA TASIKMALAYA,

MEMUTUSKAN : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH

SISTEM DAN PROSEDUR PENYIAPAN RANPERDA APBD

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) TAHUN 2017

SURAT EDARAN Nomor : 920/614 - BPKAD/2017

BAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah,

Siklus Pengelolaan Keuangan Negara Siklus Anggaran Siklus Akuntansi. tedi last 09/16

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2018

Pengelolaan Keuangan Daerah

BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH Nama SOP PENYUSUNAN APBD

Gubsu Sampaikan KUA-PPAS APBD TA 2018 Rp 13,010 Triliun, Defisit Rp 450Miliar

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 48 TAHUN 2017 TENTANG

METODE TEKNIK PENYUSUNAN. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 19 TAHUN 2007 SERI E.15 PERATURAN BUPATI CIREBON

Siklus Anggaran Siklus Pengelolaan Keuangan Negara Siklus Akuntansi. tedi last 09/17

WALIKOTA BANJARMASIN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH Nama SOP PENYUSUNAN P-APBD

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2013

Rencana Kerja Unit Kerja Biro Pemerintahan Setda Provinsi Banten tahun 2016 PENDAHULUAN. Pendahuluan 1.1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2018

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN GRESIK TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

WALI KOTA BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2018

BAB II GAMBARAN PELAYANAN SKPD

PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2009 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR: 3 TAHUN 2009

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 89 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENCAIRAN BELANJA HIBAH BERUPA UANG

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (suplementer) dan saling terkait antar dokumen kebijakan. (APBD) merupakan dokumen yang saling berkaitan.

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan elit. Dengan demikian maka pembangunan sebagai continuously

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN BANTUAN KEUANGAN UMUM DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN BANTUAN KEUANGAN KHUSUS DI KABUPATEN BADUNG

Transkripsi:

BAB VIII PENUTUP 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, interpretasi dan analisis data yang diidentifikasi dilapangan maka dapat disimpulkan. 1. Perilaku oportunisme perumus kebijakan anggaran Provinsi Jawa Timur, dalam penyusunan kebijakan APBD tahun 2013 terjadi pada penetapan target pendapatan, belanja daerah maupun pembiayaan daerah. 2. Perilaku oportunisme perumus kebijakan anggaran Provinsi Jawa Timur dalam penyusunan kebijakan APBD tahun 2013 terjadi pada penetapan target pendapatan, belanja daerah maupun pembiayaan daerah. Oportunisme terjadi dalam penetapan target pendapatan, belanja pegawai dan belanja barang dan jasa. 3. Oportunisme perumus kebijakan juga terjadi dalam belanja hibah, dimana perumus kebijakan memanfaatkan besarnya anggaran belanja hibah sebagai sarana kampanye untuk mendapatkan dukungan pada pelaksanaan Pilgub dan Pemilu legislatif. Selain itu perumus kebijakan juga mengambil keuntungan ekonomi dalam pelaksanaan belanja hibah dengan melakukan pemotongan anggaran, jual beli kouta anggaran serta duplikasi anggaran. 4. Dalam proses penyusunan kebijakan APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2013 terjadi bargaining antara eksekutif dengan legislatif. Dalam proses bargaining ini, terjadi negosiasi dengan model soft negotiation, melalui tiga fase berurutan; pembahasan KUA-PPAS, penyampaian nota keuangan dan RAPBD, serta dalam persetujuan bersama terhadap RAPBD. Sedangkan relasi antara perumus kebijakan anggaran dengan aktor dan institusi non pemerintah, baik partai politik maupun organisasi kemasyarakatan pemuda menunjukkan adanya praktek black market dalam penyusunan kebijakan APBD dengan model kontrak. 165

5. Pelaksanaan kebijakan anggaran Provinsi Jawa Timur menunjukkan adanya praktek spoil system, dimana perumus kebijakan anggaran menggunakan kekuasaannya untuk mengalokasikan anggaran kepada para pendukung politiknya. 6. Oportunisme perumus kebijakan anggaran dalam penyusunan kebijakan APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2013 tidak dapat dilepaskan dari adanya kepentingan dan keterlibatan aktor kebijakan anggaran selain pemerintah. Kepentingan dan keterlibatan aktor kebijakan anggaran selain pemerintah ditunjunkkan dengan adanya praktek spoil system dalam penyusunan kebijakan APBD, serta dalam proses pelaksanaannya. Dimana aktor kebijakan anggaran selain pemerintah berkepentingan mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari anggaran belanja daerah APBD Provinsi Jawa Timur. Karena itu untuk memperjuangkan kepentingan tersebut aktor kebijakan anggaran selain pemerintah akan terlibat dalam keseluruhan proses penyusunan kebijakan APBD dengan melakukan intervensi, bargaining maupun negosiasi kepentingan dengan perumus kebijakan anggaran. 7. Relasi antara perumus kebijakan anggaran dengan aktor kebijakan anggaran selain pemerintah yang membentuk praktek black market dan spoil system dalam penyusunan dan pelaksanaan APBD tidak dapat dilepaskan dengan proses suksesi kepemimpinan politik, baik Pemilu Legislatif, maupun Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dimana pada proses tersebut perumus kebijakan anggaran mutlak membutuhkan dukungan aktor kebijakan anggaran selain pemerintah untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan. 8. Berdasarkan pilihan rasional para perumus kebijakan anggaran dapat dipetakan kepentingan perumus kebijakan anggaran, adalah mendapatkan dukungan politik yang luas dari aktor kebijakan anggaran selain pemerintah untuk tujuan mencari dan mempertahankan kekuasaaan. Sedangkan kepentingan aktor kebijakan anggaran selain pemerintah adalah mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari anggaran belanja 166

APBD untuk tujuan individu dan organisasi. Baik perumus kebijakan anggaran maupun aktor kebijakan anggaran selain pemerintah memiliki keyakinan yang sama, bahwa tindakannya tersebut dapat memnuhi kepentingan dan tujuanya dengan menjadikan APBD sebagai satu-satunya sumber daya. 7.2 Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut untuk mengantisipasi perilaku oportunisme perumus kebijakan anggaran dalam penyusunan kebijakan APBD, serta keterlibatan aktor kebijakan anggaran selain pemerintah maka penelitian ini mengajukan beberapa saran, diantaranya: a) Beberapa saran terkait aturan perundangan keuangan daerah: 1) Terkait pemberian tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil (PNS), Permendagri Nomor 59 tahun 2007, pasal 39 ayat 2 yang berbunyi...dan/atau pertimbangan objektif lainnya telah membuka ruang munculnya ketidakpastian, memunculkan pertimbanganpertimbangan yang tidak rasional, bahkan hanya bagian dari kompromi antara perumus kebijakan anggaran. Karena pada ketentuan sebelumnya, ayat 1a, tambahan penghasilan bagi PNS harus mendapatkan persetujuan DPRD dalam pembahasan KUA. Oleh karena itu, ketentuan ini hendaknya dapat direvisi untuk dapat memberikan kepastian bagi perumus kebijakan anggaran. 2) Terkait belanja hibah yang diatur dalam Permendagri Nomor 59 tahun 2007, pasal 42, ayat 4a, pengalokasian belanja hibah hanya berdasarkan keputusan kepala daerah, kemudian dalam Permendagri nomor 32 tahun 2011, pasal 4 ayat (2) belanja hibah dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib, dimana kata memprioritaskan pada ketentuan tersebut masih memberikan peluang pembelanjaan belanja hibah sebelum belanja urusan wajib ditunaikan. Selain itu dalam pelaksanaannya penggunaan pemberian kouta penyaluran yang dilakukan secara tidak tertulis serta pemberian 167

rekomendasi anggota DPRD kepada penerima hibah harus segera dihentikan. 3) Terkait kesesuaian RKA-SKPD dengan dokumen perencanaan dan anggaran lainnya. Pada pasal 100 Permendagri nomor 59 tahun 2007, evaluasi kesesuaian hanya dilakukan oleh TAPD. Kondisi tersebut dapat membuka ruang terjadi kompromi antara TAPD dan SKPD. Karena itu untuk mengantisipasinya, pasal ini hendaknya mengatur pelibatan auditor eksternal yang independen untuk menjamin kesesuaian RKA-SKPD dengan dokumen perencanaan dan anggaran lainnya, seperti pada gambar berikut. Gambar 8.1 Revisi Proses Penyusunan APBD SKPD PPKD TAPD Kepala Daerah RKA-SKPD RKA-SKPD RKA-SKPD RKA-SKPD RKA-SKPD Auditor Eksternal RAPBD Sumber: Hasil Analisis RKA- SKPD/PPKD telah ditelaah & Nota Keuangan kebijakan umum APBD prioritas dan plafon anggaran sementara prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya dokumen perencanaan lainnya capaian kinerja indikator kinerja analisis standar belanja standar satuan harga standar pelayanan minimal 168

4) Dalam pembahasan RAPBD antara eksekutif dengan legislatif pada pasal 105, baik pada Permendagri nomor 13 tahun 2006 maupun Permendagri nomor 59 tahun 2007, dokumen RKA-SKPD dapat diberikan atau disertakan oleh eksekutif dalam dokumen RAPBD hanya apabila dibutuhkan atau diminta oleh DPRD. Ketentuan ini memjadi problem tersendiri bagi DPRD karena dalam pembahasan RAPBD tidak sedikit SKPD, yang tidak berkenan menyertakan RKA- SKPD-nya atau menyertakan RKA-SKPD asal-asalan. Sehingga pembahaan RAPBD dan koreksi terhadap rencana kegiatan dan anggaran SKPD oleh DPRD menjadi tidak maksimal. Oleh karena itu aturan ini hendaknya dapat direvisi dengan aturan yang dapat mengikat eksekutif untuk dapat menyertakan RKA-SKPD dalam pembahasan RAPBD bersama DPRD. 5) Terkait partisipasi dan transparansi penyusunan kebijakan APBD. Dalam Permendagri Nomor 13 tahun 2006 terdapat pasal yang mengarah pada akses dokumen anggaran kepada masyarakat namun hal itu masih belum memadai. Pasal 103 yang menegaskan bahwa sebelum diserahkan kepada DPRD, pemerintah daerah melalui sekretaris daerah sebagai ketua TAPD harus terlebih dahulu mensosialisasikan RAPBD kepada masyarakat. Namun dalam ayat 3 terjemahan Sosialisasi RAPBD sebagaimana dimaksud pada ayat 2 bersifat memberikan informasi sebagai hak dan kewajiban pemerintah serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan. Oleh karena itu untuk menjamin adanya partisipasi yang substansial serta tidak tereduksinya aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui forum Musrembang maupun forum-forum reses, maka ketentuan ayat 3 pasal 103 tersebut hendaknya tidak membatasi sosialisasi RAPBD hanya sebagai pemberian informasi kepada masyarakat, namun harus diperluas menjadi forum koreksi masyarakat terhadap dokumen RAPBD. 169

6) Terkait Perubahan APBD. Dalam Permendagri 13/2006 pasal 154 jelas menyebutkan; Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi; i) perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA; ii) keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; iii) keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan; iv) keadaan darurat; dan v) keadaan luar biasa. Namun, dalam realitas pelaksanaan APBD, Perubahan APBD seolah menjadi rutinitas yang selalu dilakukan pemerintah daerah pada awal semester kedua tahun anggaran berjalan. Padahal dalam banyak kasus penyalahgunaaan anggaran seperti praktek spoil system, black market dan penyalahgunaan lainnya terjadi pada Perubahan APBD. Karena itu harus ada revisi peraturan pengelolaan keuangan daerah untuk memperketat aturan dan persyaratan melakukan Perubahan APBD. b) Beberapa saran terkait aturan perundangan Pemilu legislatif dan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah; 1) Pemerintah hendaknya melakukan koreksi dan revisi peraturan Pemilu terutama terkait dana kampanye, mengatur dan memberikan batasan besaran, sumber dan pembelanjaan dana kampanye yang disertai adanya sanksi yang berat atas pelanggaran terhadap peraturanperaturan tersebut, seperti pendiskualifikasian seorang atau pasangan calon. 2) Hendaknya pemerintah mempertimbangkan untuk membiayai Pemilu dari APBN dan APBD, kemudian memfasilitasi kampanye semua calon dalam masa kampanye, melarang seorang dan pasangan calon ataupun tim pemenangannya melakukan kampanye mandiri untuk menghindari pelaksanaan Pemilu berbiaya tinggi. 170