BAB II KAJIAN PUSTAKA. bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bahasa juga mempengaruhi pikiran manusia itu sendiri. Ilmu Sosiolinguistik

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dalam penggunaannya di tengah adanya bahasa baru dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Dalam bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka, konsep, dan landasan teori

BAB II KAJIAN TEORI. penelitian dari laporan penelitian yang relevan. Menurut Triandis (melalui Suhardi, 1996: 22) sikap didefinisikan sebagai

Abstraksi. Kata kunci: dialektologi, sikap, bahasa, minang, rantau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai macam suku. Salah satu suku di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penutur lebih dari satu juta jiwa (Bawa, 1981: 7). Bagi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tradisi dan budaya yang sangat tinggi. Bahasa merupakan Sistem lambang bunyi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. campuran, yaitu campuran antara bahasa Indonesia dan salah satu atau kedua

STUDI KASUS SIKAP BERBAHASA INDONESIA ANAK USIA SEKOLAH DASAR

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. (Keraf, 1971:1) bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena

BANJAR-BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. harkat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Multietnik tersebut sekaligus menandai banyaknya bahasa daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan,

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE SERTA PENGGUNAANNYA DALAM RANAH SOSIOLINGUISTIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. tetap monolingual. Sedangkan masyarakat tutur terbuka adalah masyarakat yang

BAB 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, (baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Badan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi. masalah pendidikan, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, UNESCO,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa pengantar dalam komunikasi sehari-hari. nasional dan bahasa negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Ari Kartini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. beragam suku dan budaya. Suku-suku yang terdapat di provinsi Gorontalo antara lain suku

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat. pada setiap bahasa, khususnya bahasa ibu atau bahasa asal.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. ada beberapa studi sebagai acuan kajian pustaka untuk kepentingan penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Desa Lintidu adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Paleleh

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. lain. Penggunaan suatu kode tergantung pada partisipan, situasi, topik, dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dengan beberapa bangsa asing yang membawa bahasa dan kebudayaannya masing-masing.

Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Keluarga Muda Etnis Bali

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, atau perasaan kepada orang lain.

BAB 1 PENDAHULUAN. haruslah digunakan ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi. Tetapi

BAB I PENDAHULUAN. dominan di antara sesama manusia. Realitas ini menunjukkan betapa bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. maupun teori pendukung lainnya. Keseluruhan teori tersebut akan menjadi dasar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Amanda Putri Selvia, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Bugis, Gorontalo, Jawa, Kaili (Pateda

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dengan dua budaya, atau disebut juga dwibahasawan tentulah tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melepaskan Timor Timur dari bagian NKRI (Kuntari, 2008). Pergolakan

PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA DAN PELESTARIAN BAHASA DAERAH MELALUI PENSTABILAN DIGLOSIA. Ngusman Abdul Manaf 1 Univesitas Negeri Padang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dipakai dalam interaksi antara dua orang atau lebih dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengguna bahasa itu sendiri. saling memahami apa yang mereka bicarakan. Fenomena ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. terbentuknya pembagian bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UPAYA PEMERTAHANAN BAHASA

SIKAP BAHASA MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA (UTM) TERHADAP BAHASA MADURA

BAB I PENDAHULUAN. Sudah sewajarnya bahasa dimiliki oleh setiap manusia di dunia ini yang secara rutin

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lainnya. Berkomunikasi merupakan cara manusia saling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. ide, gagasan, isi pikiran, maksud, realitas dan sebagainya. mengingat jumlah bahasa atau variabel bahasa yang digunakan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewi Khusnul Khotimah, 2013

KEPUNAHAN BAHASA BETAWI PADA SUKU BETAWI DI CENGKARENG BARAT, JAKARTA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB I PENDAHULUAN. manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian bahasa Indonesia mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gio M. Johan, 2013

KEBANGGAAN TERHADAP BAHASA INDONESIA (LANGUAGE PRIDE) DI PURWAKARTA. Siti Chadijah ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi

PEMILIHAN DAN SIKAP BAHASA WARGA BUBUHAN BANJAR DI PONTIANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Anak sekolah di taman kanak-kanak hingga mahasiswa di

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA BALI PADA MASYARAKAT ISLAM DI BANJAR CANDIKUNING II KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN

SISI PEMBELAJARAN BAHASA DALAM USAHA PEMELIHARAAN BAHASA. Oleh Hotma Simanjuntak (PBS, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak)

PEMERTAHANAN BAHASA JAWA PADA MASYARAKAT KAMPUNG CIDADAP KABUPATEN CIREBON. Oleh. Hesti Muliawati, Rendi Suhendra, dan M.

MUHAMMAD BAKRI ABSTRAK

Konsep Dasar Sosiolinguistik

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. sikap terhadap apa yang dituturkannya. kegiatan di dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tingkah laku sosial (social behavior) yang dipakai dalam komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat yang utama dalam komunikasi. Dengan bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang erat sehingga keberadaan bahasa tidak dapat dilepaskan dari

PENGANTAR. 1. Pengertian Sosiolinguistik 2. Masalah Yang Dikaji Sosiolinguistik

Pemertahanan Bahasa Jawa Dialek Banten pada Guyub Tutur di Kelurahan Sumur Pecung Serang

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori Ibrahim (1993:125 126), berpendapat bahwa semua kelompok manusia mempunyai bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk mengacu berbagai objek dan konsep. Pada saat yang sama, interaksi verbal merupakan suatu proses sosial di mana ujaran dipilih sesuai dengan norma-norma dan harapan-harapan yang disadari secara sosial. Selanjutnya, fenomena kebahasaan bisa dianalisis baik dalam konteks bahasa itu sendiri maupun di dalam konteks perilaku sosial yang lebih luas. Dalam analisis bahasa secara formal objek perhatiannya adalah seperangkat data kebahasaan yang diabstraksikan dari sudut pandang fungsi-fungsi referensialnya. Akan tetapi, dalam menganalisis fenomena kebahasaan di dalam semesta yang bisa ditentukan secara sosial, studi tentang penggunaan bahasa (language usage) bisa merefleksikan norma-norma perilaku yang lebih umum. Dari pendapat di atas, dapat diterima bahwa faktor multietnik menyebabkan timbulnya multilingual dan diglosia yang akan menuntut masyarakat penutur bahasa untuk menentukan sikap bahasa karena adanya pilihan bahasa. Pilihan bahasa itu dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dari masyarakat penutur bahasa itu. Adapun faktor internal, yaitu adanya prestise sosial tingkah laku kebahasaan yang menunjukkan ciri tersendiri dan identitas diri bahasa dipakai sebagai ciri etnik. Sedangkan faktor eksternal, yakni sikap bahasa itu disebabkan adanya motivasi

instrumental dan motivasi integrasi. Motivasi instrumental adalah suatu motivasi belajar yang timbul dengan sikap pandang bahwa bahasa yang dipelajari dianggap sebagai instrumen atau alat untuk mencapai sesuatu, sedangkan motivasi integarasi (integrated motivation) adalah suatu motivasi yang timbul dengan sikap pandang bahwa bahasa yang dipelajari akan menentukan hidupnya di masa yang akan datang. Bisa saja diartikan, bahasa yang dipelajari itu dianggap untuk mengintegrasikan diri ke dalam masyarakat baru yang akan dimasuki, (Sumarsono dan Paina, 2002). Konsep diglosia dalam hal ini menganut konsep diglosia yang telah direvisi dan dikembangkan oleh Fishman atas konsep diglosia oleh Ferguson. Konsep yang dimodifikasi oleh Fishman, yakni pertama, Fishman tidak menekankan pentingnya situasi hanya terbatas dua variasi bahasa. Dia memberikan peluang adanya beberapa kode yang berlainan, meskipun pemisahan dikatakan paling sering terjadi di sepanjang garis bahasa H (Tinggi) dan kurang sering terjadi dalam bahasa L (Rendah). Kedua, apabila Ferguson membatasi istilah diglosia hanya untuk kasuskasus dalam keterkaitan linguistik yang terjadi dalam rentang tengah-tengah, Fishman mengendorkan batasan itu. Dia mengemukankan pandangan bahwa diglosia tidak saja ada dalam masyarakat multiligual yang secara resmi menyadari beberapa bahasa dan tidak hanya dalam masyarakat yang menggunakan dialek dan variasi klasik, tetapi juga dalam masyarakat yang menerapkan dialek, register yang berbeda, atau variasi bahasa yang berbeda secara fungsional. Dengan demikian, penggunaan istilah diglosia oleh Fishman bisa mengacu pada berbagai tingkatan perbedaan linguistik

dari perbedaan stylistik yang paling lembut di dalam satu bahasa sampai pada penggunaan dua bahasa yang sama sekali berbeda (Fishman, 1968). Adanya dua bahasa di dalam suatu masyarakat tidak harus menyebabkan persaingan. Artinya, kedua-dua bahasa itu dapat dipakai dengan bebas. Pemilihan bahasa yang satu alih-alih bahasa yang lain untuk suatu peristiwa tutur bersifat manasuka. Akan tetapi, situasi itu (yang dalam kepustakaan sosiolinguistik atau sosiologi bahasa disebut bilingualisme tanpa diglosia) tidak dapat dipertahankan selama-lamanya. Lambat atau cepat, bahasa yang satu menjadi lebih disukai untuk peristiwa-peristiwa tutur yang diasosiasikan dengan ragam tinggi (misalnya, dalam ranah agama dan pendidikan) dan bahasa yang lain lebih banyak digunakan dalam peristiwa-peristiwa tutur yang diasosiasikan dengan ragam rendah (misalnya, dalam ranah rumah tangga dan persahabatan). Jika pembagian ini berlangsung terus, pada akhirnya terciptalah apa yang disebut Ferguson (1959), yaitu diglosia. Situasi yang demikian itu disebut bilingulisme dengan diglosia, ada dua bahasa di dalam sutu masyarakat dan kedua bahasa itu berfungsi sebagai yang satu ragam tinggi dan yang satunya lagi sebagai ragam rendah, dan sebenarnya hal itu menunjukkan bahwa bahasa yang satu telah kalah bersaing dengan bahasa yang lebih dominan dan terdesak keranah rumah. Terdesaknya satu bahasa ke ranah rumah tidak berarti bahasa itu punah. Situasi diglosia ini dapat bertahan lama, yakni selama pembagian tugas antara bahasa dengan fungsi rendah dan bahasa dengan fungsi tinggi dilakukan taat azas.

Warga kota Pematangsiantar merupakan masyarakat yang dwibahasa, baik aktif maupun pasif. Dalam situasi demikian, masyarakat tutur mempunyai pilihan bahasa untuk berinteraksi secara verbal dengan orang lain, lebih-lebih dengan gayub lain yang berbeda bahasa. Dengan demikian, secara umum situasi diglosia berlangsung pada masyarakat itu. Sejalan dengan itu, menurut Fishman (1968), jika diglosia bocor, bahasa yang satu merambah atau merembes ke ranah penggunaan bahasa yang lain, akibatnya, bahasa yang disebut terakhir ini kemudian terdesak penggunaannya. Akibatnya, bisa terjadi pergeseran bahasa (language shift), karena dalam banyak hal, satu bahasa selalu dipakai penutur dan bahasa lain yang semula dikuasai tidak lagi diturunkan kepada anak-anaknya. Anak-anaknya pun kelak lebih tidak mampu menurunkan bahasa itu kepada generasi berikutnya. Jika hal itu terjadi secara terus-menerus dalam beberapa generasi, terjadilah kepunahan bahasa (language death). Namun, manakala diglosia tidak bocor dan tiap bahasa tetap bertahan pada posisi ranah masing-masing, tidak ada satu bahasa pun yang bergeser atau punah; masing-masing bahasa akan mempertahankan diri. Diglosia bahasa (language mainternance) itu pun bergantung pada banyak faktor, seperti, ekonomi, agama, dan politik Sejalan dengan keheterogenan etnik di kota Pematangsiantar yang berdampak ketersediaan pilihan bahasa untuk berinteraksi secara verbal dengan orang lain menuntut sikap penutur untuk memilih bahasanya. Sikap berbahasa merupakan tata keyakinan yang berhubungan dengan bahasa yang berlangsung relatif lama, tentang suatu objek bahasa yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk

bertindak dengan cara tertentu yang disukainya (Anderson, 1974). Sikap terhadap suatu bahasa dapat pula dilihat dari bagaimana keyakinan penutur terhadap suatu bahasa; bagaimana perasaan pernutur terhadap bahasa itu; bagaimana kecenderungan bertindak tutur (speech act) terhadap suatu bahasa. Sikap bahasa bisa positif (kalau dinilai baik atau disukai) dan juga bisa negatif (kalau dinilai jelek dan tidak disukai). Adapun ciri-ciri sikap positif terhadap bahasa yang dirumuskan oleh Garvin dan Mathiot dalam Fishman (1968), sebagai berikut. 1) Kesetiaan bahasa (language loyalty), yang mendorong suatu masyarakat mempertahankan bahasanya; bila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain. 2) Kebanggaan bahasa (language pride), yang mendorong orang mengembangkan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas dan kesatuan manyarakat. 3) Kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the norm) yang mendorong orang untuk menggunakan bahasanya dengan cermat dan santun; merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan, yaitu kegiatan menggunakan bahasa (language use). Kontak antarbahasa dan pemakaiannya dengan segala latar belakang sosialnya memberikan pandangan tentang adanya keragaman pilihan. Pilihan bahasa dapat seragam dan dapat pula tidak seragam. Ketepatan pemilihan bahasa di kalangan masyarakat pemakainya dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan domain yang diperkenalkan oleh Fishman (1968). Domain merupakan konteks institusional tertentu

yang menyebabkan varietas yang satu lebih tepat digunakan daripada varietas yang lainnya. Ketepatan itu merupakan hubungan faktor lokasi, topik, dan partisipan. Sejalan dengan itu, variasi sosiolinguistik mengimplikasikan bahwa para penutur memiliki pilihan di antara varietas-varietas bahasa. Pilihan ini bisa antara satu bahasa dengan bahasa yang lain, tergantung pada situasi (alih kode) atau menggunakan elemen-elemen dari satu bahasa, sementara itu, juga menggunakan bahasa yang lain (campur kode) atau antara berbagai varian di dalam satu sistem bahasa. 2.2 Hasil Penelitian yang Relevan Sejalan dengan penelitian ini, Keller dalam Astar dkk. (2003), misalnya, telah meneliti pemakaian bahasa di daerah Pays Doc, Prancis Selatan. Menurutnya, jumlah penutur bahasa daerah Occitan, Gascon, Langedocian, dan Provoncel di Pays Doc tersebut mengalami penurunan. Bahasa-bahasa tersebut kebanyakan hanya dikuasai dengan baik oleh masyarakat yang sudah berumur lima puluh tahun ke atas sedangkan masyarakat kelompok usia muda lebih menguasai bahasa Prancis. Hal itu menyebabkan fungsi dan peran bahasa daerah itu tergeser oleh perkembangan bahasa Prancis yang begitu pesat. Hal lain yang juga dapat mempercepat pergeseran bahasa tersebut adalah karena di daerah-daerah tersebut terdapat industri yang didatangi oleh para imigran dari Italia dan Spanyol. Selain itu, Sumarsono (1993) telah pula meneliti diglosia bahasa Melayu Loloan di Bali. Menurutnya, masyarakat gayup Loloan adalah masyarakat yang

dwibahasawan karena hampir setiap anggota gayup tersebut mampu menguasai bahasa gayup yang lain. Dengan demikian, di dalam gayub Loloan, bahasa Melayu Loloan dan bahasa Indonesia membentuk situasi diglosia. Bahasa Melayu Loloan hanya berperan dalam ranah rumah tangga, ketetanggaan, dan agama. Akhirnya Suamarsono menyimpulkan bahwa dalam kenyataannya diglosia itu cenderung bocor. Maksudnya, pemakai bahasa Indonesia sudah mulai merembes ke ranah rumah tangga, ketetanggaan, dan kekariban. Berkaitan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti di atas, penelitian itu telah menginspirasi peneliti untuk melakukan penelitian tentang fenomena diglosia dan sikap kebahasaan, khususnya penutur bahasa Simalungun di kota Pematangsiantar. 2.3 Kerangka Berpikir Dengan pembatasan bahwa faktor internal dan eksternal mempengaruhi pilihan bahasa maka kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut. Faktor Internal Faktor Eksternal Prestise Sosial Identitas Diri Motivasi Instrumental Motivasi Integrasi Ranah Pilihan Bahasa Sikap Bahasa Masyarakat Tutur Gambar 1 : Kerangka Berpikir

2.4 Klarifikasi Istilah Klarifikasi istilah pada tulisan ini dimaksudkan agar terciptanya persamaan persepsi tentang istilah yang digunakan sebab istilah-istilah yang muncul pada tulisan ini adakalanya mempunyai makna yang berbeda pada bidang ilmu di luar linguistik. Oleh karena itu, makna istilah-istilah tersebut ditinjau berdasarkan konsep sosiolinguistik. Adapun istilah-istilah itu, yakni: 1) sikap bahasa adalah kepercayaan, penilaian, dan pandangan terhadap bahasa, penutur bahasa atau masyarakatnya serta kecenderungan untuk berperilaku terhadap bahasa, penutur bahasa atau masyarakatnya di dalam cara tertentu, 2) ranah adalah lingkungan yang memungkinkan terjadinya percakapan, merupakan kombinasi antara partisipan, topik, dan tempat (misalnya, keluarga, pendidikan, tempat kerja, keagamaan, dsb.). Sementara itu, ranah penggunaan bahasa adalah susunan situasai atau cakrawala interaksi yang pada umumnya di dalamnya digunakan satu bahasa. Dibandingkan dengan situasi sosial, ranah adalah abstraksi dari persilangan antara status hubungan-peran, lingkungan, dan pokok bahasan tertentu. Ranah yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini adalah ranah kekeluargaan, pergaulan, pekerjaan, pendidikan, pemerintahan, transaksi, terminal, keagamaan, adat, dan tetangga, 3) diglosia adalah tingkatan perbedaan linguistik dari perbedaan stylistik yang paling lembut di dalam satu bahasa sampai pada penggunaan dua bahasa yang sama sekali berbeda.

4) fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat deterangkan serta dinilai secara ilmiah (seperti fenomena alam), dan 5) frekuensi adalah jumlah (kekerapan) pemakaian unsur bahasa.