GAMBARAN PENULARAN FILARIASIS DI PROVINSI SULAWESI BARAT DESCRIPTION OF TRANSMISSION OF FILARIASIS IN WEST SULAWESI

dokumen-dokumen yang mirip
PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP FILARIASIS DI KABUPATEN MAMUJU UTARA, SULAWESI BARAT. Ni Nyoman Veridiana*, Sitti Chadijah, Ningsi

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB I PENDAHULUAN. 1

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Proses Penularan Penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

Perilaku mikrofilaria Brugia malayi pada subjek Filariasis di Desa Polewali Kecamatan Bambalamotu Kabupaten Mamuju Utara Sulawesi Barat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

Identification of vector and filariasis potential vector in Tanta Subdistrict, Tabalong District

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

Kajian Epidemiologi Limfatikfilariasis Di Kabupaten Sumba Barat (Desa Gaura) dan Sumba Tengah (Desa Ole Ate) Tahun Hanani M.

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

Filariasis Limfatik di Kelurahan Pabean Kota Pekalongan

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

Yahya* *Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, Baturaja Jl. A.Yani KM. 7 Kemelak Baturaja Sumatera Selatan 32111

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

Epidemiology of filariasis in Nunukan. Epidemiologi filariasis di Kabupaten Nunukan. Penelitian. Vol. 4, No. 4, Desember 2013

Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan

CULEX QUINQUIFASCL4TUS SEBAGAI VEKTOR UTAMA FILARIASIS LIMFATIK YANG DISEBABKAN WUCHERERIA BANCROFTI DI KELURAHAN PABEAN KOTA PEKALONGAN

Aktivitas Menggigit Nyamuk Culex quinquefasciatus Di Daerah Endemis Filariasis Limfatik Kelurahan Pabean Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

STUDI ENDEMISITAS FILARIASIS DI WILAYAH KECAMATAN PEMAYUNG, KABUPATEN BATANGHARI PASCA PENGOBATAN MASSAL TAHAP III. Yahya * dan Santoso

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN FILARIASIS DI PUSKESMAS SE-KOTA PEKALONGAN TAHUN 2016

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 8 No. 2, 2014 : 61-66

KEPADATAN NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DESA PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS, DESA JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN DAN BATUKUWUNG KABUPATEN SERANG

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

SURVEI DARAH JARI FILARIASIS DI DESA BATUMARTA X KEC. MADANG SUKU III KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (OKU) TIMUR, SUMATERA SELATAN TAHUN 2012

Study of Society's Knowledge, Attitude andpractic (KAP) about Lymphatic Filariasis in Pabean Village, Pekalongan Utara Sub District, Pekalongan City

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA FILARIASIS DI DESA SANGGU KABUPATEN BARITO SELATAN KALIMANTAN TENGAH

KOMPOSISI SPESIES DAN DOMINASI NYAMUK CULEX DI DAERAH ENDEMIS FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN PABEAN KOTA PEKALONGAN Tri Ramadhani* Abctract

EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI DESA SUNGAI RENGIT KECAMATAN TALANG KELAPA KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2006

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk cenderung

Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah di Kelurahan Jati Sampurna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

SOP POMP FILARIASIS. Diposting pada Oktober 7th 2014 pukul oleh kesehatan

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

Diana Andriyani Pratamawati 1*, Siti Alfiah 1. Jl. Hasanudin No.123 Salatiga 50721

STUDl KOMUNITAS NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS DESA GONDANGLEGI KULON MALANG JAWA TIMUR. Oleh : Akhmad Hasan Huda

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

Prevalensi pre_treatment

Keberhasilan Pengobatan Massal Filariasis di Kecamatan Kusan Hulu Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan

Faktor Risiko Kejadian Penyakit Filariasis Pada Masyarakat di Indonesia. Santoso*, Aprioza Yenni*, Rika Mayasari*

Gambaran Angka Prevalensi Mikrofilaria di Kabupaten Banyuasin Pasca Pengobatan Massal Tahap III

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CAKUPAN PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2011 FILARIASIS MASS TREATMENT COVERAGE IN DISTRICT SOUTHWEST SUMBA 2011

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT KELURAHAN PABEAN, KECAMATAN PEKALONGAN UTARA, KOTA PEKALONGAN TENTANG FILARIASIS LIMFATIK * *

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

PEMERIKSAAN MIKROFILARIA DI DUSUN CIJAMBAN KECAMATAN PANUMBANGAN KABUPATEN CIAMIS. Mei Widiati*, Ary Nurmalasari, Septi Nurizki ABSTRACT

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Gondanglegi Kulon kecamatan

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6

The occurrence Factor of Filariasis Transmission In Lasung Health Centers Kusan Hulu Subdistrict, Tanah Bumbu Kalimantan Selatan

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay

KEPATUHAN MASYARAKAT TERHADAP PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR TAHUN 2008

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN

GAMBARAN AKTIVITAS NYAMUK ANOPHELES PADA MANUSIA DAN HEWAN DI KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA

Studi Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku Masyarakat Sebagai Faktor Risiko Kejadian Filariasis di Kecamatan Buaran dan Tirto Kabupaten Pekalongan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis di Indonesia. No ISBN :

Transkripsi:

Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 2, No. 2, Juni 21: 11-17 GAMBARAN PENULARAN FILARIASIS DI PROVINSI SULAWESI BARAT Sitti Chadijah, Ni Nyoman Veridiana, Risti, Jastal Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Donggala, Sulawesi Tengah 9352, Indonesia email : sitti_chadijah@litbang.depkes.go.id DESCRIPTION OF TRANSMISSION OF FILARIASIS IN WEST SULAWESI Abstract Filariasis is a zoonotic disease transmitted by mosquito that can cause disability. This study was aimed to identify filariasis transmission area in West Sulawesi. This cross sectional study was carried out from March to Novemer 211. Sample was selected people in the endemic area (where chronic case was found) in Mamuju, North Mamuju, and Mamasa District, West Sulawesi. Data were collected through night blood survey (started at 8 pm) and entomology survey. Microfilariae was found in Polewali (microfilaria rate 2,81%) and Wulai Village (microfilaria rate 2,6%) in Bambalamotu sub-district (microfilaria rate 1,5%), North Mamuju District. Brugia malayi was found in the survey area and Anopheles barbirostris as vector. North Mamuju is a filariasis endemic area. Keywords: filariasis, Brugia malayi, Anopheles barbirostris. Abstrak Filariasis adalah penyakit zoonosis yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang dapat menyebabkan kecatatan. Tujuaan penelitian ini adalah mengidentifikasi daerah penularan filariasis di provinsi Sulawesi Barat. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Nopember 211 dengan disain penelitian observasional menggunakan rancangan potong lintang. Sampel adalah masyarakat di desa endemis filariasis (terdapat kasus kronis) yang terpilih di Kabupaten Mamuju, Kabupaten Mamuju Utara, dan Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Kegiatan yang dilakukan yaitu Survei Darah Jari pada malam hari mulai pukul 2., dan survei entomologi filariasis. Hasil menunjukkan bahwa sediaan darah positif mengandung mikrofilaria ditemukan di Desa Polewali (mikrofilaria rate 2,81%) dan Dusun Wulai (mikrofilaria rate 2,6%) di Kecamatan Bambalamotu (mikrofilaria rate 1,5%), Kabupaten Mamuju Utara. Cacing filaria yang ditemukan adalah Brugia malayi dengan vektornya adalah Anopheles barbirostris. Disimpulkan bahwa Kabupaten Mamuju Utara adalah daerah endemis filariasis. Kata kunci: filariasis, Brugia malayi, Anopheles barbirostris. Submit : 29-7 - 213 Revised : 15-8 - 213 Accepted : 11-11 - 213 11

Gambaran Penularan Filariasis Di Provinsi Sulawesi Barat (Sitti et al.) PENDAHULUAN Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah penyakit zoonosis yang banyak ditemukan di wilayah tropika seluruh dunia. Penyebabnya adalah sekelompok cacing nematoda parasit darah yang tergabung dalam superfamilia Filarioidea. Penyakit ini adalah penyakit kronis yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang dapat menyebabkan kecatatan dan stigma. Umumnya penyakit ini diketahui setelah timbul gejala kronis dan kecacatan 1. Penyakit filaria disebabkan oleh infeksi cacing Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori yang hidup di saluran dan kelenjar getah bening. Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini yaitu demam berulang dan peradangan saluran getah bening yang retrograd serta peradangan kelenjarnya. Pada tingkat lanjut, penyakit ini menyebabkan penyumbatan pada aliran getah bening tersebut atau pecahnya saluran ini akibat bendungan tadi dengan memberikan gejala antara lain: elephantiasis, hydrocele, dan cyluria. 1 Penyakit kaki gajah meru pakan penyebab utama kecacatan, stigma sosial, ham batan psikososial yang menetap dan menurunkan produktifitas kerja individu, keluarga dan masyarakat sehingga menim bulkan kerugian ekonomi yang besar. 1,2, Filariasis ditemukan di daerah tropis Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, dengan 12 juta manusia terjangkit 3. Filariasis dilaporkan di Indonesia sejak ditemukan scrotal elephantiasis pada tahun 1889, dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, teru tama di daerah pedesaan 2. Filariasis tersebar luas hampir di semua provinsi, berdasarkan laporan dan hasil survei pada tahun 2 tercatat sebanyak 65 kasus kronis di 1.553 desa pada 231 kabupaten atau 26 provinsi. Pada tahun 25 kasus kronis dilaporkan sebanyak 1.237 orang yang tersebar di 373 kabupaten/kota di 33 provinsi. Sebanyak 316 kabupaten/kota dari 71 kabupaten/kota telah terpetakan secara epidemiologis endemis filariasis sampai dengan tahun 28. Berdasarkan hasil pemetaan didapat prevalensi mikrofilaria 19% ( juta) dari seluruh populasi 22 juta 3. Pada tahun 22 Menteri Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan eliminasi penyakit kaki gajah dan telah menetapkan eliminasi kaki gajah sebagai salah satu program prioritas di Indonesia. Data Riskesdas tahun 27 menunjukkan bahwa filariasis tersebar di seluruh Indonesia dengan prevalensi klinis sebesar 1,1 dengan rentang,3 6, 5. Di Sulawesi Barat prevalensi klinis tahun 27 sebesar,3. Jumlah penderita filariasis kronis pada tahun 27 di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 12 penderita yang penderitanya hanya ditemukan di Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Mamuju Utara masing-masing sebesar 11 dan 1 penderita 6. Tingginya kasus filariasis di dua kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat serta belum diketahuinya aspek penentu penularan filariasis dalam hubungannya dengan parasit, vektor dan manusia di wilayah tersebut menarik untuk dilakukan studi secara komprehensif untuk dapat memberikan gambaran epidemiologi mengenai filariasis di wilayah Provinsi Sulawesi Barat. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi daerah penularan filariasis di Provinsi Sulawesi Barat. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Mamuju, Kabupaten Mamuju Utara, dan Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat pada bulan Maret sampai November 211. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian observasional dengan menggunakan rancangan potong lintang. Populasi adalah seluruh masyarakat di semua desa endemis filariasis (terdapat kasus kronis) di Kabupaten Mamuju, Kabupaten Mamuju Utara, dan Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Sampel adalah masyarakat di desa endemis filariasis (terdapat kasus kronis) yang terpilih di Kabupaten Mamuju, Kabupaten Mamuju Utara, dan Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Survei Darah Jari (SDJ) dilakukan pada malam hari mulai pukul 2. WITA. Pengambilan sediaan darah dilakukan terhadap semua penduduk usia 2 tahun keatas yang datang ke lokasi survei. Sediaan darah diambil pada ujung jari yang telah dibersihkan dengan menggunakan alkohol. Darah yang keluar dihisap dengan menggunakan tabung kapiler tanpa heparin sebanyak 2 mm 3, kemudian dibuat sediaan darah tebal. Sediaan darah tersebut didiamkan 1 malam, kemudian dihemolisis, difiksasi dan diwarnai dengan Giemsa. 1 Pemeriksaan sediaan dilakukan di lokasi dan di Laboratorium Balai Litbang P2B2 Donggala. 12

Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 2, No. 2, Juni 21: 11-17 Survei entomologi filariasis dilakukan dengan menggunakan cara landing collection, dilakukan di dalam rumah, di luar rumah, dan di dinding rumah dari jam 18. 6.. Semua nyamuk yang ditangkap diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi nyamuk Stojanovich & Scott, O Connor & Arwati, dan Ditjen PPM & PLP. 7,8,9 Nyamuk yang telah diidentifikasi, dibedah untuk menemukan cacing stadium 3 dalam probosis dan thorax nyamuk menggunakan metode menurut Leemingsawat, et. al. 2 HASIL Survei Darah Jari Survei darah jari dilakukan di tiga kabupaten yaitu, Kabupaten Mamuju, Mamuju Utara, dan Mamasa. Di Kabupaten Mamuju dilakukan di tiga wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Karossa, Kecamatan Papalang, dan Kecamatan Topoyo yang dilakukan di enam desa. Adapun hasil survei darah jari dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Penduduk yang Diperiksa dan Penderita Positif Mikrofilaria pada Survei Darah Jari di Provinsi Sulawesi Barat, Tahun 211 Kabupaten/Kecamatan Desa Jumlah yang diperiksa Jumlah penderita positif Mf* Mf rate (%) Mamuju Salobiro 7 Karossa Lara 129 Papalang Bonda 128 Topoyo Topoyo 93 Tumbu 3 Pangalloang 91 Jumlah 558 Mamuju Utara Bambalamotu Pangiang 119 Polewali 28 8 2,81 Wulai 97 2 2,6 Kalola 38 Bambalamotu 17 Jumlah 685 1,5 Bambaira Tamparue 31 Bambaira 171 Kalukunangka 16 Jumlah 65 Mamasa Tawalian Kariango 1 Tanduk kalua Malabo 112 Jumlah 212 * Mf = Mikrofilaria Hasil pemeriksaan sediaan darah menunjukkan bahwa dari 558 penduduk Kabupaten Mamuju yang diperiksa darahnya semua negatif mikrofilaria, sehingga ketiga kecamatan tersebut tidak ditemukan penderita filariasis (mf rate = ). Di Kabupaten Mamuju Utara, SDJ dilakukan di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Bambalamotu dan Kecamatan Bambaira. Di Kecamatan Bambalamotu dilakukan di empat desa dan satu kelurahan dengan jumlah penduduk yang diambil darahnya sebanyak 685 orang (Tabel 1). Hasil mikroskopis ditemukan 8 (delapan) orang positif terinfeksi mikrofilaria di Desa Polewali dan 2 (dua) orang di Desa Wulai, Kecamatan Bambalamotu, sehingga mf-rate di Kecamatan tersebut sebesar 1,5%. Jenis cacing filaria yang teridentifikasi adalah Brugia malayi. Di Kecamatan Bambaira, jumlah penduduk yang diambil darahnya di tiga 13

Gambaran Penularan Filariasis Di Provinsi Sulawesi Barat (Sitti et al.) desa di sebanyak 65 orang. Hasil SDJ di Kecamatan Bambaira, Kabupaten Mamuju Utara tidak ditemukan penderita positif mikrofilaria (mf rate = ). Survei darah jari di Kabupaten Mamasa, dilakukan di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Tawalian dan Kecamatan Tanduk Kalua. Jumlah penduduk yang disurvei di Kecamatan Tawalian berjumlah 1 orang, sedangkan di Kecamatan Tanduk Kalua sebanyak 112 orang, sehingga total masyarakat yang diperiksa sebanyak 212 orang. Hasil pemeriksaan sediaan darah menunjukkan tidak ada masyarakat yang terinfeksi dengan cacing filaria (Tabel 1), sehingga mf rate di dua kecamatan tersebut adalah nol. Jumlah penderita yang positif mikrofilaria di Kecamatan Bambalamotu, Kabupaten Mamuju Utara paling banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan. Menurut kelompok umur, penderita positif mikrofilaria terbanyak ditemukan pada kelompok umur 9 tahun dan penderita termuda ditemukan pada kelompok umur 13-19 tahun (Tabel 2). Survei entomologi Survei entomologi hanya dilakukan di Dusun Kalibamba, Desa Polewali, Kecamatan Bambalamotu, karena penderita positif cacing filaria terbanyak ditemukan di dusun tersebut. Survei dila kukan dua kali yaitu di bulan Juni dan Juli tahun 211. Metode penangkapan yang dilakukan yaitu umpan orang dalam, umpan orang luar, dan nyamuk hinggap di dinding rumah. Tidak dilakukan penangkapan di sekitar kandang ternak karena tidak ada ternak yang dipelihara ataupun yang berkeliaran di sekitar pemukiman di Dusun Kalibamba. Hasil survei entomologi pada bulan Juni berhasil ditangkap 132 nyamuk yang terdiri dari empat genera, yaitu Anopheles, Culex, Aedes, dan Mansonia (Tabel 3), sedangkan pada bulan Juli ditemukan juga empat genera yang sama pada penangkapan sebelumnya dengan jumlah nyamuk yang tertangkap sebanyak 17 ekor (Tabel ). Tabel 2. Distribusi jumlah penderita positif mikrofilaria berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin hasil survei darah jari di Kecamatan Bambalamotu, Kabupaten Mamuju utara, tahun 211 Kelompok umur (tahun) 2-12 13-19 2-29 3-39 -9 5-59 6-69 +7 Jumlah sediaan darah yg diperiksa 126 3 3 9 2 23 1 11 Laki-laki Perempuan Total Jumlah positif Jumlah sediaan Jumlah Jumlah sediaan mikrofilaria darah yg positif darah yg Jumlah positif mikrofilaria diperiksa diperiksa 98 22 2 1 72 1 55 89 72 121 7 1 89 5 23 6 15 29 15 329 8 356 2 685 1 Tabel 3. Jumlah nyamuk dari beberapa genera yang tertangkap melalui umpan orang dan penangkapan di dinding di Dusun Kalibamba pada bulan Juni 211 No. Genera Metode UOD % UOL % DD % 1. Anopheles 8 6,1 1 3,2 7 5,6 2. Culex 117 88,6 1 9,5 115 92, 3. Aedes 2 1,5 1,2 1,8. Mansonia 5 3,8 9 2,1 2 1,6 Jumlah 132 1 38 1 125 1 1

Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 2, No. 2, Juni 21: 11-17 Tabel. Jumlah nyamuk dari beberapa genera yang tertangkap melalui umpan orang dan penangkapan di dinding di Dusun Kalibamba pada bulan Juli 211 No. Spesies Nyamuk Metode UOD % UOL % DD % 1. Anopheles 7 6,5 62 19,3 7 8,1 2. Culex 1 93,5 257 79,8 77 89,6 3. Aedes,,,, 2 2,3. Mansonia,, 3,9,, Total 17 1 322 1 86 1 Pada pembedahan thorax dan probosis nyamuk yang tertangkap di lapangan tidak ditemukan adanya stadium infektif larva (L3) cacing filaria, sehingga dilakukan cara yang lain untuk bisa menemukan larva cacing filaria yaitu dengan menangkap An. barbirostris yang hinggap di dinding kemudian dimasukkan dalam kandang nyamuk untuk dipelihara di insektarium Balai Litbang P2B2 Donggala. Pada minggu pertama dan kedua dilakukan pembedahan untuk mengidentifikasi larva L3 cacing filaria 1. Pembedahan nyamuk berhasil menemukan larva L3 cacing filaria pada empat ekor nyamuk An. barbirostris dari 5 ekor yang dibedah, sehingga infection rate sebesar 8%. PEMBAHASAN Survei darah jari yang telah dilakukan di tiga wilayah kabupaten yaitu, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Mamuju Utara, dan Kabupaten Mamasa menunjukkan bahwa penderita positif mikro filaria hanya ditemukan di Kabupaten Mamuju Utara. Penderita ini ditemukan di dua lokasi yaitu Desa Polewali (mf rate 2,81%) dan Desa Wulai (mf rate 2,6%) di Kecamtan Bambalamotu, sehingga mf rate untuk kecamatan ini adalah 1,5%. Menurut standar Kementerian Kesehatan, bila mf rate 1% di salah satu atau lebih lokasi survei maka kabupaten/kota tersebut ditetapkan sebagai daerah endemis filariasis dan harus melaksanakan pengobatan massal 11. Penularan filariasis yang terjadi pada penduduk di wilayah ini tampaknya telah ada sejak lama. Penularan filariasis dapat berlangsung lama, satu tahun bahkan bertahun-tahun, tergantung dari endemisitas wilayahnya. Hal ini diketahui dari penderita positif mikrofilaria yang ditemukan berumur antara 18 9 tahun. Hasil wawancara diketahui mereka telah berdomisili di lokasi tersebut dari 25 tahun yang lalu. Jumlah orang yang ditemukan mikrofilaria dalam darahnya di Dusun Kalibamba lebih banyak ditemukan pada laki-laki (8%) dibandingkan perempuan. Hal yang sama ditemukan pula oleh Sunaryo di Kelurahan Pabean, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan Jawa Tengah bahwa penderita positif mikrofilaria pada lakilaki lebih tinggi dibandingkan perempuan 12. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh pekerjaan dimana sebagian besar responden yang diwawancarai bekerja sebagai petani (29,%). Anorital dan Rita melaporkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan di Tabalong, Kalimantan Selatan ditemukan lebih dari 7% responden bekerja sebagai petani dan meteka tidak mengetahui penyebab kaki gajah 13. Menurut Nasrin, penduduk dengan pekerjaan sebagai petani akan berpeluang terkena filariasis sebesar, kali dibandingkan yang bukan sebagai petani 1. Spesies cacing yang ditemukan di daerah ini yaitu B.malayi. Spesies ini mempunyai penyebaran paling luas di Indonesia 11 dan merupakan salah satu cacing filaria yang ada di daerah pedesaan di Sulawesi 1. Brugia malayi diketahui bersifat zoonosis karena dapat ditularkan dari hewan (mamalia dan primata) ke manusia, atau dari manusia ke manusia melalui vektor nyamuk. Pada filariasis brugia, vektor potensialnya adalah Anopheles spp. dan Mansonia spp 11. Di Dusun Kali bamba, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat, vektor filariasis yang ditemukan adalah An. barbirostris. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Garjito, et al di Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah yang menemukan vektor filariasis di daerah tersebut adalah An. barbirostris 2. Banyaknya penemuan genangan-genangan di tepi saluran air maupun 15

Gambaran Penularan Filariasis Di Provinsi Sulawesi Barat (Sitti et al.) rawa-rawa yang berada di sekitar rumah penduduk menunjukkan bahwa tempat-tempat tersebut merupakan tempat perkembangbiakan An. barbirostris. Nasrin mengemukakan bahwa ada hubungan bermakna antara keberadaan rawa dengan kejadian filariasis 1. Di Kabupaten Mamuju, kegiatan SDJ dilakukan di lokasi-lokasi yang menurut laporan pengelola program filariasis Dinas Kesehatan Mamuju masih ditemukan kasus kronis filariasis. Tetapi setelah dilakukan SDJ di enam desa ternyata tidak ditemukan kasus penderita positif mikrofilaria. Hal ini mungkin disebabkan karena rendahnya partisipasi masyarakat untuk mengikuti SDJ, sehingga mungkin saja ada penderita fila riasis tetapi tidak terjaring pada saat SDJ dilakukan. Selain itu ada beberapa lokasi, dimana masyarakatnya mau mengikuti SDJ bila diberikan imbalan berupa uang. Pemberian imbalan ini pernah dilakukan oleh salah satu proyek filariasis di Kabupaten Mamuju. Di Kabupaten Mamasa, tempat pelaksanaan SDJ hanya di dua desa. Beberapa desa tergolong endemis filariasis berdasarkan pelaksanaan SDJ yang dilakukan oleh P2PML Kementerian Kesehatan, sehingga pada tahun 212 berdasarkan informasi dari Kabid. PMK (Pengendalian Masalah Kesehatan) Dinkes. Kabupaten Mamasa dilokasi-lokasi endemis filariasis akan dilakukan pengobatan massal. Lokasi ini tidak dipilih karena akan terjadi pemubaziran data. Dalam penelitian ini, lokasi yang dipilih yaitu daerah yang belum pernah di survei dan ada kasus kronis filariasis. Hasil SDJ tidak ditemukan penderita postif mikrofilaria di dua desa lokasi SDJ di Kabupaten Mamasa. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap masyarakat yang dinyatakan sebagai penderita filaria kronis ternyata bukan penderita filariasis, melainkan penderita kanker tulang yang letaknya diantara paha dan betis yang juga mengakibatkan terjadinya pembengkakan di kaki. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Mamuju Utara, Provinsi Sulawesi Barat merupakan daerah endemis baru filariasis. Desa Polewali (mf rate 2,81%) dan Desa Wulai (mf rate 2,6%), Kecamatan Bambalamotu, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat sangat potensial untuk terjadinya penularan setempat. Adapun spesies cacing filariasis yang ditemukan di Dusun Polewali adalah Brugia malayi dengan vektornya adalah Anopheles barbirostris. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada kepala Balai Litbang P2B2 Donggala atas dukungannya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat, Pemda Kabupaten Mamuju, Pemda Kabupaten Mamuju Utara dan Pemda Kabu paten Mamasa, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sulawesi Barat, Dinkes Kabupaten Mamuju, Dinkes Kabupaten Mamuju Utara, dan Dinkes Kabupaten mamasa, Puskesmas Topoyo, Puskesmas Topore, Puskesmas Lara, Pus kesmas Randomayang, Puskesmas Tawalian, dan Puskesmas Malabo atas izin penelitian dan dukungan yang telah diberikan kepada kami. Penelitian ini juga tidak akan dapat terselenggara apabila tidak mendapat dukungan penuh dari bapak/ibu staf Dinkes Provinsi Sulawesi Barat, staf Dinkes Kabupaten Mamuju, Mamuju Utara, dan Mamasa beserta teman-teman Balai Litbang P2B2 Donggala. Terima kasih yang tak terhingga juga kami ucapkan kepada masyarakat di daerah penelitian yang secara koperatif telah mendukung kegiatan penelitian ini. DAFTAR RUJUKAN 1. Dirjen PPM & PL. Pedoman Penentuan Daerah Endemis Penyakit Kaki Gajah (Filarisis), buku 3. Jakarta: Direktorat Jendral PPM & PL Depkes RI. 22. 2. Garjito, T. A. Studi filariasis pada masyarakat pedesaan di Kabupaten Banggai dan Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Laporan akhir penelitian. Loka Litbang P2B2 Donggala. Unpublished. 26. 3. Kejadian paska pengobatan massal. http:// www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/23-kejadian-pasca-pengobatan-massalfilariasis-telah-ditangani-serius.html diakses tanggal 1 September 21.. Pesan Menkes dalam program eliminasi filariasis, http://www.indonesia.go.id/id/index. php?option=com_content&task=view&id=11 23&Itemid=698. Diakses tanggal 23 Agustus 21. 16

Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 2, No. 2, Juni 21: 11-17 5. Badan Litbangkes RI. Laporan Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Badan Litbangkes RI. 28. 6. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat. Profil Kesehatan Sulawesi Barat Tahun 27. Mamuju: Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat. 28. 7. Stojanovich, C.J., Scott, H.G. Illustrated Key to Mosquitoes of Vietnam. Atlanta, Georgia US: Dept. Of Health Education and welfare, Publich Heatlh Service. 1966. 8. O Connor, C.T., Soepanto, A. Kunci Bergambar Nyamuk Anopheles Dewasa di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Departemen Kesehatan, R.I. 1999. 9. Ditjen P2M & PLP. Kunci Identifikasi Culex Jentik dan Dewasa di Jawa. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Departemen Kesehatan RI. 1989. 1. Fan, P.C. Fan, Y.C. Wang, J.C. Liu, Y.P. Hsu and Hsu, J. Filariasis in Kinmen (Quemoy) Islands, Republic of China III. Vector investigation. Med. Sci. 1975; 1(2): 131-15. 11. Ditjen P2PL, Kementerian Kesehatan. Rencana nasional program akselerasi eliminasi filariasi di Indonesia. Jakarta: Subdit Filariasis dan Schistosomiasis, Direktorat P2B2. 21. 12. Sunaryo dan Tri Ramadhani. Distribusi filariasis limfatik di kelurahan Pabean, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Barat. Balaba: 28; 7(2) :2-6. 28. 13. Anorital dan Rita MD. Pengetahuan, sikap, dan perilaku penderita filariasis Malayi selama pengobatan di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Med. Penel. Pengem. Kes.: 2; 1(): 2-5. 1. Nasrin. Faktor-faktor lingkungan dan perilaku yang berhubungan dengan kejadian filariasis di kabupaten Bangka Barat. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Univesitas Diponegoro. 28. 17