BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

MENDUKUNG OPERASIONAL JALUR KERETA API GANDA MUARA ENIM LAHAT

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Naskah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI POLA OPERASI JALUR KERETA API GANDA SEMBAWA-BETUNG 1

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL

Kajian Pola Operasi Jalur Ganda Kereta Api Muara Enim-Lahat

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Surabaya -Krian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTRAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi

BAB III LANDASAN TEORI A. Struktur Jalur Kereta Api

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

REKAYASA JALAN REL MODUL 6 WESEL DAN PERSILANGAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

LAPORAN AKHIR KNKT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan jalur tepi di sepanjang jalan tol CAWANG CIBUBUR dengan

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB III LANDASAN TEORI

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun

III. METODE PENELITIAN

TUGAS PERENCANAAN JALAN REL

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i ABSTRAK...ii DAFTAR ISI...iii. A. DAOP III Cirebon... II-1

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API SURABAYA - KRIAN

WESEL (SWITCH) Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

KAJIAN GEOMETRIK JALUR GANDA DARI KM SAMPAI DENGAN KM ANTARA CIGANEA SUKATANI LINTAS BANDUNG JAKARTA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan

BAB III LANDASAN TEORI. Tujuan utama dilakukannya analisis interaksi sistem ini oleh para

TUMBURAN KA S1 SRIWIJAYA DAN KA BBR4 BABARANJANG

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rencana Jaringan Kereta Api di Pulau Sumatera Tahun 2030 (sumber: RIPNAS, Kemenhub, 2011)

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS KELAYAKAN KONSTRUKSI BAGIAN ATAS JALAN REL DALAM KEGIATAN REVITALISASI JALUR KERETA API LUBUK ALUNG-KAYU TANAM (KM 39,699-KM 60,038)

PERANCANGAN TATA LETAK JALUR DI STASIUN CICALENGKA UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL JALUR KERETA API GANDA CICALENGKA-NAGREG- LEBAKJERO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API

maupun jauh adalah kualitas jasa pelayanannya. Menurut ( Schumer,1974 ),

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

BAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada

PEMBATASAN KECEPATAN MAKSIMUM DAN KAITANNYA TERHADAP KAPASITAS LINTAS JALUR KERETA API MUARA ENIM LAHAT SUMATERA SELATAN

LAPORAN AKHIR KNKT

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia ROADMAP PENINGKATAN KESELAMATAN PERKERETAAPIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL JALUR GANDA KERETA API ANTARA BOJONEGORO SURABAYA PASARTURI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. melalui tahapan tahapan kegiatan pelaksanaan pekerjaan berikut :

untuk melayani angkutan penumpang dan angkutan barang. Stasiun Sungai

3.3. TAHAP METODE PENGUMPULAN DATA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL ANTARA BANYUWANGI-SITUBONDO- PROBOLINGGO

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terdahulu, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PD 3 PERATURAN DINAS 3 (PD 3) SEMBOYAN. PT Kereta Api Indonesia (Persero) Disclaimer

REKAYASA JALAN REL. Modul 2 : GERAK DINAMIK JALAN REL PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat 1. Kondisi Eksisting Stasiun Lahat Stasiun Lahat merupakan stasiun yang berada di Jl. Mayor Ruslan, Kelurahan Pasar Baru, Kecamatan Lahat, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan dan berada pada lintas layanan Muara Enim Lahat. Stasiun Lahat terletak di antara Stasiun Sukacinta yang berada pada KM 423+632 dan Stasiun Bungamas yang berada pada KM 459+986. Jarak Stasiun Lahat ke Stasiun Sukacinta sejauh 10,536 km, sementara jarak ke Stasiun Bungamas sejauh 25,827 km. Secara umum kondisi pada lintas layanan Muara Enim Lahat berada pada elevasi yang cenderung naik ke arah Stasiun Lahat. Stasiun Lahat berada pada elevasi +112 m dari permukaan laut, seperti yang tergambar pada Gambar 5.1. Stasiun Lahat merupakan stasiun yang khusus melayani angkutan penumpang dan juga stasiun yang melayani operasi kereta api yang dapat melakukan persilangan atau penyusulan dengan panjang rangkaian kereta terbatas. 36

37 Gambar 5.1 Data stasiun lintas layanan Muara Enim Lahat (Sumber : Grafik Perjalanan Kereta Api Divre III Tahun 2015) Berdasarkan data Gambar 5.1 di atas dapat diketahui bahwa Stasiun Lahat merupakan stasiun dengan elevasi tertinggi pada lintas layanan Muara Enim Lahat yaitu berada pada elevasi +112 meter dari permukaan air laut dan terletak pada KM 434+159. Pada lintas layanan Muara Enim Lahat tidak ada pembatasan kecepatan namun kecepatan yang umum digunakan adalah 70 km/jam.

38 Stasiun Lahat merupakan stasiun kelas besar dan berdasarkan kondisi di lapangan, Stasiun Lahat memiliki satu jalur raya (jalur II dengan panjang jalur efektif 402 m), dua jalur KA (jalur I dengan panjang jalur efektif 270 m dan jalur III dengan panjang jalur efektif 402 m), dan dua jalur simpan (simpan I dengan panjang jalur efektif 150 m dan simpan II dengan panjang jalur efektif 97 m). Stasiun ini memiliki emplasemen terpanjang hanya 462 m (jalur II) sehingga hanya mampu melayani angkutan penumpang yang bersilang atau menyusul. Pada Stasiun Lahat, kereta api barang tidak dapat bersilang karena panjang jalur tidak memadai. Stasiun ini juga masih menggunakan persinyalan sistem mekanik. Adapun gambaran kondisi jalur eksisting Stasiun Lahat dapat dilihat pada Gambar 5.2 dan Gambar 5.3 berikut. Gambar 5.2 Layout jalur eksisting Stasiun Lahat (Sumber : PT. Kereta Api Indonesia Divre III)

39 Gambar 5.3 Jalur eksisting Stasiun Lahat (Sumber : Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Tahun 2015) Berdasarkan hasil analisis, Stasiun Lahat hanya akan digunakan untuk rangkaian KA penumpang karena tidak dapat dilakukan perpanjangan jalur efektif, mengingat terdapat 2 jalan perlintasan (JPL) di dekat stasiun yaitu JPL 148 yang berada pada KM 433+717 dan JPL 149 KM 434+481 seperti yang terlihat pada Gambar 5.4 dan Gambar 5.5 di bawah. Untuk fungsi lokasi penyusulan maupun pemberhentian KA barang akan dapat dilakukan di 3 stasiun lainnya yaitu Muara Enim, Banjarsari dan Sukacinta.

40 Gambar 5.4 Jalan perlintasan kereta api (JPL 148) pada KM 433+717 (Sumber : Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Tahun 2015) Gambar 5.5 Jalan perlintasan kereta api (JPL 149) pada KM 434+481 (Sumber : google.com/maps) Pada lintas layanan Muara Enim Lahat jumlah perjalanan kereta api yang dilayani oleh PT. Kereta Api Indonesia Divre III, Sumatera Selatan dan Lampung tahun 2015 dapat dilihat dalam Tabel 5.1 berikut.

41 Tabel 5.1 Jadwal perjalanan kereta api yang melintasi Stasiun Lahat No Jam Nomor Jurusan Datang Berangkat KA Dari Ke Keterangan 1 00.30 01.00 S3 KPT LLG Sindang Marga 2 LS 00.50 L3122 LLG KPT KA Batubara 3 LS 03.02 L3126 LLG KPT KA Batubara 4 LS 05.18 L2128 LLG KPT KA Batubara 5 LS 06.58 L3130 LLG KPT KA Batubara 6 LS 07.30 3151 KPT LLG KA Barang 7 LS 09.06 L3132 LLG KPT KA Batubara 8 11.53 12.02 S6 LLG KPT Bukit Salero 9 13.34 13.44 S5 KPT LLG Bukit Salero 10 LS 13.48 L3134 LLG KPT KA Batubara 11 LS 14.41 3152 LLG KPT KA Barang 12 LS 16.16 L3136 LLG KPT KA Batubara 13 LS 18.18 L3138 LLG KPT KA Batubara 14 LS 22.16 L3140 LLG KPT KA Batubara 15 22.20 22.31 S4 LLG KPT Sindang Marga (Sumber : GAPEKA Divre III Tahun 2015) Dalam satu rangkaian kereta api penumpang eksisting terdiri dari satu lokomotif dan enam gerbong kereta penumpang dengan rangkaian KA penumpang terpanjang mencapai 150 m. Jumlah penumpang rata-rata pada lintas layanan Muara Enim Lahat sekitar 386 orang per perjalanan KA dengan kapasitas 530 orang. Berdasarkan peningkatan pertumbuhan penumpang sebesar 11 13 % /tahun yang tercantum dalam RIPNAS, maka dapat dihitung pertumbuhan jumlah penumpang sampai dengan tahun 2030 dengan tingkat pertumbuhan penumpang yang digunakan sebesar 13 % /tahun adalah sebesar 2136 orang. Untuk dapat mengantisipasi peningkatan jumlah penumpang tersebut maka perlu dilakukan penambahan jumlah rangkaian kereta dari yang semula satu lokomotif menarik enam gerbong penumpang menjadi satu lokomotif

42 dengan menarik 12 gerbong penumpang serta perlu dilakukan penambahan jumlah perjalanan kereta api penumpang dari yang awalnya empat perjalanan menjadi 8 perjalanan. Untuk dapat mengakomodasi peningkatan jumlah perjalanan KA tersebut maka dilakukan pembangunan jalur ganda pada lintas layanan Muara Enim Lahat. 2. Rencana Tata Letak Jalur di Stasiun Lahat Dengan adanya rencana pembangunan jalur ganda pada lintas layanan Muara Enim Lahat maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap Stasiun Lahat yang merupakan bagian dari lintas layanan Muara Enim Lahat. Oleh karena itu perlu dilakukan rancangan tata letak jalur kereta pada Stasiun Lahat. Berdasarkan data kondisi eksisting Stasiun Lahat maka dapat dilihat layout rencana tata letak jalur ganda di Stasiun Lahat pada Gambar 5.6 berikut. Gambar 5.6 Layout rencana jalur ganda baru Stasiun Lahat Dari Gambar 5.6 tersebut dapat dilihat jalur ganda rencana berada pada jalur I yang pada awalnya merupakan jalur sayap. Kemudian direncanakan terdapat penambahan jalur sayap IV sebagai tempat pemberhentian, penyusulan ataupun persilangan kereta. Untuk persyaratan geometrik jalan rel pada tata letak jalur di Stasiun Lahat direncanakan mengikuti Peraturan Dinas No. 10 Tahun 1986 dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 60 Tahun 2012 dengan kelas jalan rel I

43 dengan lebar jalan rel 1067 mm dan menggunakan tipe rel 54 yang sudah menjadi lebar dan tipe jalan rel standar dan umum digunakan di Indonesia. Penambat rel direncanakan menggunakan penambat jenis elastis ganda. Bantalan menggunakan bantalan beton dengan jarak pemasangan 60 cm antar bantalan. Sementara itu, dikarenakan jalur KA eksisting dan jalur KA rencana merupakan jalur lurus dengan kelandaian emplasemen rencana seragam maka tidak perlu perencanaan lengkung horizontal, lengkung vertikal, pelebaran jalan rel, dan peninggian rel. Hasil rekap perencanaan geometrik jalan rel dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut. Tabel 5.2 Rekap geometrik jalan rel No Aspek Eksisting Kebutuhan Rencana Kesimpulan 1 Lebar jalan rel 1067 mm 1067 mm Sesuai eksisting 2 Tipe jalan rel R. 54 R. 54 Sesuai eksisting 3 Penambat Elastis ganda Elastis ganda Sesuai eksisting 4 Bantalan Beton, jarak 60 cm Beton, jarak 60 cm Sesuai eksisting 5 Jumlah jalur 3 4 Ditambah 3. Kondisi Tata Guna Lahan Kondisi tata guna lahan digunakan untuk mengetahui kondisi penggunaan lahan di daerah penelitian. Kondisi tata guna lahan berdasarkan pengamatan foto udara yang didapatkan dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan memperlihatkan bahwa di sekitar Stasiun Lahat di sebelah utara banyak terdapat permukiman warga. Di sebelah barat jalur stasiun eksisting terdapat jalan raya seperti terlihat dalam Gambar 5.7, sedangkan di sebelah timur dan selatan stasiun didominasi oleh lahan kosong sehingga arah pengembangan jalur lebih memungkinkan ke sisi kiri/selatan as jalur KA eksisting. Pengambilan sisi kiri ataupun kanan didasarkan pada arah menghadap ke arah KM membesar. Gambar foto udara di sekitar Stasiun Lahat dapat dilihat pada Gambar 5.8.

44 Gambar 5.7 Kondisi jalan yang berada di sebelah barat stasiun (Sumber : google.com/maps) Gambar 5.8 Foto udara KM 433+850 KM 434+000 (Sumber : Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Tahun 2015) Berdasarkan foto udara di atas dapat kita lihat kondisi jalur kereta eksisting, jalan raya eksisting yang berada di sebelah utara jalur KA. Pemilihan letak jalur ganda baru yang berada di sebelah kiri jalur KA eksisting tidak hanya ditentukan berdasarkan dari kondisi di sekitar stasiun saja, tetapi harus melihat kondisi lahan secara keseluruhan pada lintas layanan

45 Muara Enim Lahat. Berdasarkan hasil pengamatan dengan pertimbangan dari berbagai macam aspek pada lintas layanan Muara Enim Lahat maka dipilih letak jalur ganda baru terbaik berada pada sebelah kiri jalur raya eksisting. Dengan pemilihan letak jalur ganda berada pada sebelah kiri jalur eksisting menjadikan letak jalur raya berada di dekat Stasiun Lahat. Untuk mengatasi hal tersebut pada jalur ganda yaitu jalur raya I nantinya dapat dilakukan pembatasan kecepatan pada saat kereta melewati jalur ganda tersebut dengan sinyal pembatas kecepatan agar tetap aman. 4. Kondisi Topografi Kondisi topografi Stasiun Lahat berdasarkan peta topografi, secara umum merupakan wilayah yang relatif datar. Peta topografi didapatkan dari data Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan yang mempunyai interval kontur sebesar 0,5 m, sehingga dapat menggambarkan kondisi lapangan dengan jelas. Seperti tergambar pada Gambar 5.9 berikut. Gambar 5.9 Peta topografi KM 433+800 KM 434+000 (Sumber : Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Tahun 2015)

46 Berdasarkan Gambar 5.9, diketahui bahwa elevasi terendah di sekitar Stasiun Lahat yaitu pada KM 434+00 yang terbaca pada peta adalah sebesar +111,5 m dan elevasi tertinggi sebesar +112 m. Sementara itu, elevasi pada jalur eksisting terbaca elevasi sebesar +112 m. B. Panjang Sepur Efektif Kebutuhan panjang sepur efektif didasarkan pada rangkaian kereta api terpanjang eksisting atau yang akan direncanakan. Pada lintas layanan Muara Enim Lahat rangkaian kereta api eksisting terpanjang adalah kereta angkutan batu bara dengan 30 40 gerbong dan akan ditingkatkan menjadi 70 gerbong. Namun pada stasiun Lahat tidak mampu untuk mengakomodir kereta batu bara dikarenakan panjang jalur yang tidak memadai dan tidak dapat lagi diperpanjang dikarenakan di sekitar Stasiun Lahat terdapat dua JPL sehingga pada perhitungan panjang sepur efektif hanya didasarkan pada rangkaian kereta api penumpang terpanjang eksisting dan yang direncanakan. Panjang rangkaian kereta api penumpang eksisting adalah satu lokomotif, enam gerbong kereta penumpang dan satu gerbong kereta makan. Untuk rangkaian kereta api penumpang yang direncanakan adalah dengan satu lokomotif dan 12 gerbong kereta penumpang. Perhitungan panjang sepur efektif berdasarkan panjang rangkaian kereta penumpang eksisting adalah sebagai berikut. P E = (n L p L ) + (n G p G ) + 20 meter (faktor aman)...(3.1) Panjang lokomotif CC201 = 14,134 m Panjang tiap gerbong penumpang = 21 m Panjang sepur efektif = (1 14,134) + (6 21) = 134,134 150m Sementara itu, perhitungan panjang sepur efektif berdasarkan panjang kereta penumpang yang direncanakan adalah sebagai berikut. Panjang lokomotif CC206 = 15,846 m 16 m Panjang tiap gerbong penumpang = 21 m Panjang sepur efektif = (1 16) + (12 21) + 20 m (faktor aman) = 288 290 m

47 Dengan panjang sepur efektif rencana sepanjang 290 meter sudah dapat diakomodir pada jalur II dan III. dengan kondisi panjang jalur eksisting Stasiun Lahat sepanjang 402 m. Sementara pada jalur I dengan panjang jalur efektif 270 m perlu dilakukan perpanjangan 20 m. Pada penambahan jalur sayap IV direncanakan dapat menampung panjang rangkaian kereta penumpang rencana dengan panjang sepur efektif 290 meter. Adapun layout jalur efektif rencana dapat dilihat pada Gambar 5.10 dan pada Tabel 5.3 berikut. Gambar 5.10 Layout jalur stasiun rencana Tabel 5.3 Rekap rancangan panjang sepur efektif No Aspek Eksisting Kebutuhan Rencana Kesimpulan 1 Panjang efektif Tetap pada 402 m 290 m jalur III eksisting 2 Panjang efektif Tetap pada 402 m 290 m jalur II eksisting 3 Panjang efektif jalur I 270 m 290 m Diperpanjang 4 Panjang efektif jalur IV - 290 m Ditambah 5 Letak jalur raya Jalur II Jalur I dan II Ditambah

48 C. Peron Peron berfungsi sebagai tempat yang digunakan untuk aktifitas naik turun penumpang kereta api. Peron perlu dilakukan perancangan agar mampu mendukung dan memberikan kenyamanan bagi penumpang kereta api yang direncanakan. Peron Stasiun Lahat direncanakan menggunakan peron tinggi dengan penempatan, panjang dan lebar sebagai berikut. 1. Penempatan dan Batas Aman Peron Pada kondisi eksisting Stasiun Lahat hanya terdapat satu peron yang berada di antara jalur I dan II. Kemudian pada perencanaan jalur ganda, peron eksisting akan dibongkar karena peron eksisting akan berada diantara jalur raya I dan II dan hal tersebut tidak diperbolehkan. Pada rencana jalur ganda baru penempatan peron direncanakan pada sela-sela jalur kereta api dengan jenis penempatan island platform dengan jumlah dua buah. Penempatan peron berada di antara jalur II dan III serta diantara jalur III dan IV. Pada bagian tepi peron diberikan batas aman peron sejauh 350 mm dari tepi peron yang berfungsi sebagai daerah aman ketika kereta api lewat di dekat peron. Batas aman tersebut berupa garis kuning yang bentuk permukaannya timbul yang dapat membantu keamanan dan keselamatan penumpang, khususnya penumpang tuna netra ketika menunggu kereta api berhenti di dekat peron. 2. Panjang Peron Panjang peron minimum sesuai dengan rangkaian terpanjang kereta api penumpang yang direncanakan akan beroperasi di Stasiun Lahat. Untuk mempermudah dapat digunakan panjang yang telah dihitung pada perhitungan panjang sepur efektif untuk angkutan penumpang, sehingga diperoleh panjang peron sebesar 290 m. 3. Lebar Peron Lebar peron dihitung berdasarkan jumlah penumpang yang didapat dari data prakiraan jumlah perpindahan penumpang kereta api di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2030 sebesar 5.522.000 orang/tahun yang

49 terdapat pada Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS). Lebar peron dihitung berdasarkan jumlah penumpang dengan menggunakan formula sebagai berikut....(3.2) = 1,11 m Dari hasil perhitungan di atas didapatkan lebar peron 1,11 meter. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. 29 Tahun 2011, hasil perhitungan tersebut harus dibandingkan dengan lebar peron minimal yang ada sesuai dengan jenis penempatan peron. Untuk peron island platform jenis peron tinggi disyaratkan memiliki lebar minimal 2 meter, sehingga pada perencanaan digunakan lebar peron 3 meter untuk memberikan kenyamanan. Adapun data rekap peron dapat dilihat pada Tabel 5.4 dan sketsa tampak melintang peron dapat dilihat pada Gambar 5.11. Tabel 5.4 Rekap peron No Aspek Eksisting Kebutuhan Rencana Kesimpulan 1 Penempatan Island Island Ditambah jumlah Peron platform platform menjadi 2 peron 2 Batas Aman Belum Peron Timbul Dibuat timbul Ditingkatkan 3 Panjang Peron 150 meter 290 meter Diperpanjang 4 Lebar Peron 2 meter 3 meter Diperlebar 5 Jenis Peron Peron sedang Peron tinggi Ditingkatkan

50 Gambar 5.11 Tampak melintang peron rencana Stasiun Lahat D. Wesel Wesel merupakan pertemuan antara beberapa jalur (sepur), dapat berupa sepur yang bercabang atau persilangan antara dua sepur. Jenis wesel eksisting pada Stasiun Lahat adalah 1:8 dan 1:10 dengan kecepatan ijin 25 km/jam sampai 35 km/jam. Pada perencanaan jenis wesel akan dilakukan peningkatan dengan mengganti jenis wesel menjadi 1:12 dengan kecepatan ijin 45 km/jam sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Dinas No. 10 Tahun 1986 dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 60 Tahun. Penggantian jenis wesel bertujuan dapat meningkatkan kecepatan dan tidak mengurangi kecepatan secara signifikan. Adapun layout wesel dapat dilihat pada Gambar 5.12 berikut. Gambar 5.12 Layout wesel rencana

51 E. Fasilitas Operasi dan Persinyalan Stasiun Lahat merupakan stasiun yang menggunakan sistem persinyalan mekanik. Persinyalan mekanik adalah sistem persinyalan dimana sistem interlocking digerakan secara mekanik dan sinyal berbentuk semaphore menggunakan lengan, sedangkan persinyalan elektrik adalah sistem persinyalan dimana interlocking digerakan secara eletrik dan sinyal berbentuk cahaya warna. Pada pelaksanaannya persinyalan mekanik memiliki beberapa kekurangan dan kelebihan dibandingkan dengan persinyalan elektrik. Perbandingan dapat dilihat pada Tabel 5.5. Sistem persinyalan pada Stasiun Lahat direncanakan ditingkatkan menjadi persinyalan elektrik untuk mendukung operasional jalur ganda pada Stasiun Lahat. Tabel 5.5 Perbandingan persinyalan mekanik dengan persinyalan elektrik Aspek Persinyalan Mekanik Persinyalan Elektrik Teknologi Sederhana Tinggi atau Rumit Waktu Pelayanan Lama Cepat Media Transmisi Kawat Listrik Kabel Energi Listrik Tanpa Butuh Tenaga Lapangan Tidak efisien, banyak orang Efisien, 1 2 Orang Pengoperasian Manual Manual dan Otomatis Suku Cadang Dalam Negeri Luar Negeri Peraga sinyal elektrik berfungsi untuk menunjukkan aspek berjalan, berjalan hati-hati atau berhenti bagi perjalanan kereta api. Adapun jenis sinyal yang dipasang di sepanjang jalur KA berdasarkan letaknya terdiri dari : 1. Sinyal muka, merupakan sinyal terluar sebelum sinyal utama yang berfugsi untuk memberikan informasi kepada masinis bahwa kereta akan mendekati stasiun dan sekaligus menginformasikan bahwa kereta boleh mendekati stasiun atau tidak. Penempatan sinyal muka berada pada jarak 1-1,5 km dari stasiun. 2. Sinyal masuk, berfungsi memberikan informasi kepada masinis bahwa kereta boleh memasuki stasiun atau tidak. Penempatan sinyal masuk

52 berada setelah sinyal muka dengan jarak 150 meter dari wesel terluar untuk jalur ganda. 3. Sinyal berangkat, berfungsi untuk memberikan informasi bahwa kereta melanjutkan perjalanan/pemberangkatan menuju stasiun berikutnya. Letak dari sinyal berangkat berada di depan arah berangkat kereta. 4. Sinyal penunjuk batas kecepatan, berfungsi untuk memberikan informasi mengenai batas kecepatan yang diijinkan pada jalur kereta. Letak sinyal penunjuk batas kecepatan berada di atas sinyal masuk atau sinyal berangkat apabila diperlukan. Adapun skema rencana tata letak persinyalan dapat dilihat pada Gambar 5.13 dan hasil rangkuman persinyalan dapat dilihat pada Tabel 5.7, serta rekap rancangan tata letak jalur pada Stasiun Lahat dapat dilihat pada Tabel 5.8 berikut. Gambar 5.13 Skema rencana tata letak persinyalan pada Stasiun Lahat Tabel 5.7 Rangkuman rancangan tata letak jalur No Aspek Eksisting Kebutuhan Rencana Kesimpulan 1 Letak Jalur Raya Jalur II Jalur I dan Jalur II Ditambah 2 Panjang Efektif Tetap pada 402 m 290 m Jalur III eksisting

53 Tabel 5.7 Lanjutan No Aspek Eksisting Kebutuhan Rencana Kesimpulan 3 Panjang Efektif Tetap pada 402 m 290 m Jalur II eksisting 4 Panjang Efektif Jalur I 270 m 290 m Diperpanjang 5 Panjang Efektif Jalur IV Belum ada 290 m Ditambah 6 Persinyalanan Mekanik Elektrik Ditingkatkan 7 Jenis Wesel 1:8 dan 1:10 1:12 Ditingkatkan 8 Penempatan Island Tetap pada Island platform Peron platform eksisting 9 Jumlah Peron 1 Peron 2 Peron Ditambah 10 Batas Aman Belum Peron Timbul Dibuat Timbul Ditingkatkan 11 Panjang Peron 150 m 290 m Diperpanjang 12 Lebar Peron 2 m 3 m (Island platform) Diperlebar 13 Jenis Peron Peron Sedang Peron Tinggi Ditingkatkan 14 Jumlah Jalur 3 Jalur 4 Jalur Ditambah