BAB 1 PENDAHULUAN. kemauan hidup sehat bagi seluruh penduduk. Masyarakat diharapkan mampu

dokumen-dokumen yang mirip
adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan

BAB I PENDAHULUAN. memakai peralatan yang safety sebanyak 32,12% (Jamsostek, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian upaya-upaya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perlindungan tenaga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan perekonomian mereka masing-masing, sedangkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan. Faktor-faktor produksi dalam

BAB 1 : PENDAHULUAN. perhatian dan kerja keras dari pemerintah maupun masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. tepat akan dapat merugikan manusia itu sendiri. Penggunaan Teknologi

DASAR DASAR KESEHATAN KERJA

BAB 1 : PENDAHULUAN. adanya peningkatan kulitas tenaga kerja yang maksimal dan didasari oleh perlindungan hukum.

Asuhan Keperawatan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Oleh : Retno Indarwati S.Kep.Ns

HUBUNGAN IKLIM KERJA DAN STATUS GIZI DENGAN PERASAAN KELELAHAN KERJA PADA TENAGA KERJA BAGIAN PRODUKSI DI PABRIK KOPI PD. AYAM RAS KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu upaya

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusianya, agar dapat menghasilkan produk yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja

BAB I PENDAHULUAN. petani, sehingga Indonesia dikenal sebagai negara agraris.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, terdapat tiga kali lipat tingkat kematian dibandingkan dengan di

BAB 1 : PENDAHULUAN. depresi akan menjadi penyakit pembunuh nomor dua setelah penyakit jantung.untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia industri dengan segala elemen pendukungnya selalu berkembang secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. teknologi serta upaya pengendalian risiko yang dilakukan. Kecelakaan kerja secara

BAB I PENDAHULUAN. saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan

BAB I PENDAHULUAN. besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal. di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003).

BAB 1 : PENDAHULUAN. maupun pemberi kerja, jajaran pelaksana, penyedia (supervisor) maupun manajemen,

BAB 1 : PENDAHULUAN. efektif dalam arti perlunya kecermatan penggunaan daya, usaha, pikiran, dana dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang aman dan nyaman serta karyawan yang sehat dapat mendorong

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran aspek..., Aldo Zaendar, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga

BAB I PENDAHULUAN. rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,

BAB I PENDAHULUAN. kurang maksimalnya kinerja pembangunan kesehatan (Suyono dan Budiman, 2010).

IMPELEMENTASI GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT (GERMAS) DALAM RANGKA MEWUJUDKAN ASN SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. industri untuk senantiasa memperhatikan manusia sebagai human center dari

BAB 1 PENDAHULUAN. kerja, peningkatan pendapatan dan pemerataan pembangunan. Disisi lain kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun

BAB V PEMBAHASAN. identifikasi kebutuhan dan syarat APD didapatkan bahwa instalasi laundry

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia berusaha mengambil manfaat materi yang tersedia. depan dan perubahan dalam arti pembaharuan.

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaannya dalam sehari-hari. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tindakan/perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya bagi kesehatan pekerja (Damanik, 2015). cacat permanen. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. terjadinya gangguan kesehatan seperti kelelahan kerja.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan tenaga kerja mengalami hilangnya konsentrasi pada saat bekerja. sehingga dapat menyebabkan kecelakaan kerja.

BAB I PENDAHULUAN. pengusaha, pekerja dan pemerintah. Berdasarkan data dari Bereau of

KHALIMATUS SAKDIYAH NIM : S

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis di era globalisasi saat ini, menuntut perusahaan berlomba-lomba untuk

BAB I PENDAHULUAN. bahaya mempengaruhi kesehatan) dapat meningkatkan angka kesakitan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1 UU Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja) (Kuswana,W.S, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor industri saat ini merupakan salah satu andalan dalam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatannya sewaktu

MANAJEMEN KESEHATAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. yang memuaskan daripada yang sebelumnya (Susetyo, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakkan, banyak perusahaan yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 Ditetapkan bahwa Setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kesehatan keselamatan kerja mulai menjadi perhatian di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penggunaan teknologi disamping dampak positif, tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor yang terpenting pula. (Kusumadiantho, dalam Jurnal Universitas Pelita Harapan Volume i dan ii, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, dan belum banyak menjadi perhatian bagi peneliti ergonomis di

BAB I PENDAHULUAN. maupun psikis terhadap tenaga kerja (Tarwaka, 2014). Dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. optimal. Dibutuhkan tenaga kerja yang sehat, berkualitas dan produktif untuk bersiap

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat perlu. Dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai daerah penghasilan furniture dari bahan baku kayu. Loebis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

Tujuan Dari Sistem Manajemen K3

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam hal perkembangan otak dan pertumbuhan fisik yang baik. Untuk memperoleh

BAB II PROGRAM KERJA. Dinas Tenaga Kerja merupakan instansi teknis yang melaksanakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang

BAB I PENDAHULUAN. akibat buatan manusia itu sendiri. Dalam abad modern ini, tanpa disadari manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja merupakan tempat yang potensial mempengaruhi kesehatan pekerja.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan BAB I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan perlu melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja

BAB I LATAR BELAKANG

dimilikinya. Dalam hal ini sangat dibutuhkan tenaga kerja yang memiliki kemampuan skill yang handal serta produktif untuk membantu menunjang bisnis

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. standar kualitas pasar internasional. Hal tersebut semakin mendorong banyak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SOSIALISASI KESEHATAN KERJA DAN PEMBENTUKAN POS UKK PERCONTOHAN. Upaya Kesehatan kerja meliputi sektor formal dan informal dan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai.untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan modal salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. pasar lokal, nasional, regional maupun internasional, dilakukan oleh setiap

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi seluruh penduduk. Masyarakat diharapkan mampu berpartisipasi aktif dalam memelihara kesehatannya. Dalam rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 telah ditetapkan 10 program unggulan kesehatan dan salah satu diantaranya adalah program keselamatan dan kesehatan kerja. Sebagaimana yang tercantum di dalam Undang-undang RI No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 23, program kesehatan kerja ini diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa mernbahayakan diri sendiri dan masyarakat di sekelilingnya (Ricardo, 2002). Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu upaya perlindungan yang ditujukan kepada semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya, agar tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat. Potensi potensi yang dapat menimbulkan bahaya dapat berasal dari mesin, lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja dan proses produksi. Dalam pengertian yang luas, K3 mengarah kepada pengendalian hazard dan risiko untuk meminimalkan terjadinya injury ataupun accident, promosi dan pemeliharaan derajat tertinggi dari fisik, mental dan kesejahteraan sosial pada pekerja di semua tempat

kerja, pencegahan pada pekerja terhadap efek buruk kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan terhadap para pekerja dalam lingkungan kerja dari risiko yang berakibat kepada kesehatan yang buruk dan adaptasi pekerjaan terhadap manusia (Suryani, 2012). Setiap aktivitas yang melibatkan faktor manusia, mesin dan bahan serta melalui tahap-tahap proses memiliki risiko bahaya dengan tingkat risiko yang berbeda-beda yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja tersebut disebabkan karena adanya sumber-sumber bahaya akibat dari aktivitas kerja di tempat kerja. Tenaga kerja merupakan aset perusahaan yang sangat penting dalam proses produksi, sehingga perlu diupayakan agar tingkat kesehatan tenaga kerja selalu dalam keadaan optimal. WHO pada awal tahun 1980 menyimpulkan bahwa pendidikan kesehatan tidak mampu mencapai tujuannya apabila hanya memfokuskan pada upaya-upaya perubahan perilaku saja. Pada tahun 1984, Divisi Pendidikan Kesehatan (Health Education) dalam WHO diubah menjadi Divisi Promosi dan Pendidikan Kesehatan (Division on Health Promotion and Education). Awal tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI menyesuaikan konsep WHO dengan mengubah Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM) menjadi Direktorat Promosi Kesehatan, dan kemudian berubah menjadi Pusat Promosi Kesehatan (Notoatmodjo, 2012). Pencegahan dan pengurangan kecelakaan serta penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan melakukan peyuluhan mengenai risiko bahaya di tempat kerja. Pembinaan upaya kesehatan kerja dilaksanakan melalui kegiatan penguatan

pelayanan kesehatan kerja, seperti pelatihan peningkatan kapasitas petugas kesehatan dalam bidang kesehatan kerja, pelatihan diagnosa Penyakit Akibat Kerja (PAK), peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan bidang kesehatan kerja, gerakan pekerja perempuan sehat dan produktif termasuk kesehatan reproduksi di tempat kerja dan pembinaan pelayanan kesehatan kerja di sektor informal dan formal termasuk perkantoran serta pembinaan Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) dengan fokus kegiatan pembinaan pelayanan kesehatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Industri dan produknya baik formal maupun informal mempunyai dampak positif dan negatif kepada manusia, di satu pihak akan memberikan keuntungan, tetapi di pihak lain dapat menimbulkan dampak negatif karena paparan zat yang terjadi pada proses kerja maupun pada hasil kerja. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan dampak negatif adalah faktor bahaya yang ada di tempat kerja yang meliputi faktor fisik, biologis, kimia, mental psikologis, hubungan antar manusia dan mesin maupun lingkungan kerja yang kurang ergonomis, gizi kerja yang kurang memadai dan faktor lain penyebab timbulnya penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja. Dari 125,3 juta jiwa masyarakat pekerja yang dimiliki Indonesia (Data Badan Pusat Statistik, Februari 2014), sekitar 70% diantaranya bekerja di industri kecil menengah atau sektor informal (PERDOKI, 2015). Hasil penelitian Wijayanto (2014) tentang pengaruh penyuluhan tentang APD menunjukkan ada pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan pekerja secara signifikan dengan p-value = 3.5x10-6. Sedangkan pemberian penyuluhan secara signifikan mempengaruhi kedisiplinan pemakaian APD masker dengan

p-value = 0.001 dengan OR = 7.14, kacamata dengan p-value = 0.004 dan OR = 7.11, earplug dan ear muff dengan p-value = 0.001 dan OR= 2.77. Penelitian Instiarti (2006) menyatakan bahwa ada perbedaan pengetahuan, sikap, dan praktek keselamatan dan kesehatan kerja antara kelompok tidak dibina dengan kelompok dibina pada tenaga kerja wanita pemecah batu di Kota Semarang. Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat. Hal ini ditunjukkan oleh keberadaan UMKM yang telah mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Peran UMKM yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja. Kontribusi UMKM dalam Pendapatan Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7% dari total PDB nasional, terdiri dari kontribusi usaha mikro dan kecil sebesar 41,1% dan skala usaha menengah sebesar 15,6%. Pada tahun yang sama, jumlah UMKM adalah sebanyak 42,4 juta unit usaha atau 99,9% dari jumlah seluruh unit usaha, yang bagian terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM tersebut dapat menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga kerja atau 99,5% dari jumlah tenaga kerja, meliputi usaha mikro dan kecil sebanyak 70,3 juta tenaga kerja dan usaha menengah sebanyak 8,7 juta tenaga kerja. UMKM berperan besar dalam penyediaan lapangan kerja, sehingga perlu selalu dibina, diberdayakan dan difasilitasi (RPJMN 2004-2009). Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang saat ini sedang berkembang adalah industri makanan, salah satunya adalah industri pembuatan

kerupuk. Pembuatan kerupuk diawali dengan pembuatan bahan-bahan dasar untuk menjadi adonanan, pengeringan, penggorengan, pengemasan kerupuk hingga pendistribusian kerupuk. Salah satu pekerjaan yang berisiko pada industri kerupuk adalah karyawan yang menggoreng kerupuk. Bahaya yang dialami oleh penggoreng kerupuk adalah terkena minyak goreng panas, mengalami heat stress akibat suhu ruangan yang panas, yang terkadang menyebabkan para pekerja sesak nafas akibat kurangnya oksigen yang masuk ke ruangan. Berdasakan survei yang dilakukan pada salah satu usaha penggorengan kerupuk di wilayah Kecamatan Medan Selayang didapatkan pekerja yang menggoreng kerupuk tidak menggunakan baju karena merasa panas, sesak nafas, terkena percikan minyak, terkena asap sehingga mata pedih yang disebabkan penggunaan kayu bakar, serta pekerja sering merasakan kelelahan akibat panas yang ditimbulkan. Pengetahuan pekerja mengenai bahaya pekerjaan khususnya tentang lingkungan kerja panas / heat stress (tekanan panas) masih kurang, sehingga sangat mempengaruhi cara bekerja mereka yang kurang aman dan sehat, seperti pada saat menggoreng mereka tidak menggunakan pakaian karena merasa panas padahal hal tersebut sangat berbahya, misalnya terkena percikan minyak yang panas. Hasil pengukuran suhu yang dilakukan pada salah satu lingkungan kerja usaha penggorengan kerupuk di Kecamatan Medan Selayang adalah 35,8 0 C, hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa nilai tersebut melebihi nilai ambang batas iklim kerja yang di atur dalam Permenaker RI No PER 13/MEN/X/2011 yaitu sebesar 28 0 C untuk beban kerja sedang.

Usaha penggorengan kerupuk umumnya masih banyak menggunakan bahan bakar kayu, hal ini mengakibatkan ruang penggorengan kerupuk penuh dengan asap dan panas. Peggorengan kerupuk tidak dipisahkan atau menyatu dengan pekerja lainnya, sehingga pekerja akan mengalami hal yang sama dengan pekerja penggoreng kerupuk. Dilihat dari bangunan lokasi kerja masih terbuat dari dinding bambu yang sekelilingnya tidak tertutup, atap bangunan terbuat dari seng sehingga menambah tekanan panas di ruang penggorengan kerupuk tersebut. Lingkungan kerja yang tidak sehat dan beresiko kecelakaan kerja akan menurunkan produktivitas kerja. Oleh sebab itu pemilik, pemimpin, atau manajer dari industri tempat kerja untuk melakukan promosi kesehatan mengembangkan unit pendidikan kesehatan di tempat kerja (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh penyuluhan bahaya lingkungan kerja panas terhadap pengetahuan dan sikap pekerja penggoreng kerupuk industri kecil di Wilayah Kecamatan Medan Selayang Tahun 2015. 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pengaruh penyuluhan bahaya lingkungan kerja panas terhadap pengetahuan dan sikap pekerja penggoreng kerupuk industri kecil di Wilayah Kecamatan Medan Selayang Tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan pekerja sebelum dan sesudah diberikan intervensi penyuluhan tentang bahaya lingkungan kerja panas. 2. Untuk mengetahui perbedaan sikap pekerja sebelum dan sesudah diberikan intervensi penyuluhan tentang bahaya lingkungan kerja panas. 1.4 Hipotesis Penelitian Ada pengaruh penyuluhan tentang bahaya lingkungan kerja panas terhadap pengetahuan dan sikap pekerja penggoreng kerupuk industri kecil di Wilayah Kecamatan Medan Selayang Tahun 2015. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi pekerja penggoreng kerupuk untuk menambah pengetahuan serta dapat merubah perilaku yang lebih baik. 2. Sebagai bahan masukan bagi pengusaha untuk lebih memperhatikan kesehatan kerja pada usaha kecil menengah. 3. Sebagai wawasan untuk memperluas kajian ilmu kesehatan dan keselamatan kerja yang menyangkut promosi kesehatan serta dapat berguna bagi peneliti selanjutnya.