BAB I PENDAHULUAN. uang giral serta sistem organisasinya. Lembaga keuangan dibagi menjadi lembaga

dokumen-dokumen yang mirip
No. 13/5/DPNP Jakarta, 8 Februari Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

Transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (Prime Lending Rate) Bank Umum Konvensional di Indonesia

S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

Q&A Suku Bunga Dasar Kredit/ Prime Lending Rate

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2017 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI SUKU BUNGA DASAR KREDIT

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2017 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI SUKU BUNGA DASAR KREDIT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan di Indonesia saat ini mengalami perubahan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba yang

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang semakin ketat dalam sektor perbankan menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga yang memiliki peranan penting dalam. perekonomian suatu negara baik sebagai sumber permodalan maupun sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perbankan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini telah. mengalami perkembangan yang cukup pesat, ini dibuktikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari kondisi masyarakat saat ini, jarang sekali orang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

BAB 1 PENDAHULUAN. ini, mengalami perkembangan yang sangat cepat. Berdasarkan indikator-indikator

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Melemahnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa, mulai

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan terbesar didunia asal Amerika Lehman Brother, kredit

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100)

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja perekonomian suatu negara umumnya diukur oleh beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar uang

BAB I PENDAHULUAN. kredit bermasalah yang terjadi dalam suatu bank. Semakin tinggi

Contoh Klausula Transparansi Informasi Produk Bank Pada Formulir Aplikasi yang Diisi oleh Nasabah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan seperti perbankan. Perbankan sebagai lembaga keuangan

BOKS LAPORAN SURVEI LAPANGAN PRODUKSI DAN PEMBENTUKAN HARGA KOMODITAS CABAI DI KABUPATEN MAGELANG DAN WONOSOBO

BAB I PENDAHULUAN. menopang hampir seluruh program-program pembangunan ekonomi. Peranan

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak

BAB I PENDAHULUAN. signifikan, hal ini ditandai dengan diterbitkannya paket-paket deregulasi

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah

BAB I PENDAHULUAN. konvensional yang tumbuh berkisar 8%. (Otoritas Jasa Keuangan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bank merupakan salahsatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pengertian bank umum

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Riyadi : 2006) (Kasmir : 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Bank adalah lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. dana dalam bentuk simpanan seperti tabungan, deposito, giro, dan lain-lain dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peran strategis tersebut terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia memiliki peranan cukup penting. Hal ini dikarenakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keadaan bank pada masa sekarang memegang peranan penting, karena

BAB I PENDAHULUAN. dalam sistem keuangan di Indonesia. Pengertian bank menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pasar modal akhir-akhir ini membawa peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan syariah pada dasamya merupakan suatu industri keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. turunnya daya beli masyarakat tetapi juga karena tingginya inflasi.

Formulir 9.a. Risiko Spesifik Eksposur Surat Berharga (Trading Book)

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang baik akan mendorong terciptanya stabilitas sistem keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang dan meminjamkan uang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pertama kali yang berdiri di Indonesia yaitu Bank Muamalat dapat membuktikan

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia bisnis, sebuah perusahaan menjalankan kegiatan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 berawal dari krisis

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan bisa memberikan informasi yang berkaitan dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Bank Syariah merupakan Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. global dan domestik cenderung bias ke bawah yang disebabkan oleh. pertumbuhan ekonomi dunia berjalan tidak seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai institusi yang memberikan jasa keuangan bagi seluruh pelaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dengan ditandai adanya krisis global di Amerika Serikat, pada tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbankan syariah merupakan alternatif lembaga keuangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peran Perbankan sebagai lembaga intermediasi cukup penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan menjadi Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998,

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah

BAB I PENDAHULUAN. Bank mempunyai peranan yang sangat penting di dalam membantu dan

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadi pemicu yang kuat bagi manajemen perusahaan untuk. membutuhkan pendanaan dalam jumlah yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perekonomian adalah salah satu sektor yang menjadi fokus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. menghimpun dana dari pihak yang berkelebihan dana dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan di ukur dan ditentukan oleh uang sehingga eksistensi dunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Yuliani, 2007) (Dendawijaya,2006:120).

I. PENDAHULUAN. rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kegiatan perekonomian, dunia perbankan sangat dibutuhkan. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi. Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dapat memperoleh dana dengan menerbitkan saham dan dijual dipasar

BAB I PENDAHULUAN. dapat terus tumbuh, namundengan tetap memperhatikan prinsip kehatian-hatian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri perbankan telah mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir mulai dari praderegulasi sampai pascaderegulasi. Pengklasifikasian perbankan sesusai dengan jenis, kepemilikkan, kegiatan usaha, pembentukkan uang giral serta sistem organisasinya. Lembaga keuangan dibagi menjadi lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank yang masing-masing memiliki tugas dan fungsinya sendiri-sendiri. Dan untuk menciptakan perbankan yang sehat, kuat dan efisien maka diperlukan arsitektur perbankan indonesia. Data statistik perbankan tanah air yang dirilis Bank Indonesia, 15 Agustus 2011, menyebutkan bahwa total aset bank-bank umum nasional di triwulan I 2011 naik sebesar 19,2% dibanding periode yang sama tahun 2010, menjadi Rp. 3.195,11 Triliun. Laba bersih mencapai sebesar Rp. 37,096 Triliun, meningkat 26,4% dibandingkan periode yang sama di tahun 2010 yang lalu. Demikian pula dari segi rasio-rasio keuangan. Menghadapi badai krisis global (1998, 2008, dan krisis Eropa 2011) fungsi intermediasi perbankan terus berjalan dengan baik dan industri perbankan di Indonesia memiliki daya tahan yang kokoh serta menunjukkan prestasi yang baik. Namun demikian dalam rangka membangun industri perbankan di tanah air yang kuat, perbankan Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Tantangan tersebut terutama berasal dari meningkatnya kebutuhan produk dan layanan 10

perbankan yang dibutuhkan nasabah dan persaingan makin ketat serta penetrasi layanan perbankan di Indonesia yang belum mampu mengimbangi pertumbuhan ekonominya, sehingga margin keuntungan khususnya dari pendapatan bunga makin menurun. Dalam kegiatannya terdapat tiga pemain dalam dunia perbankan, yaitu bank, deposan, dan peminjam. Deposan menyimpan uangnya di Bank dengan harapan memperoleh return berupa bunga atas uang yang dipinjamkannya kepada Bank. Selanjutnya Bank akan menawarkan uang tersebut kepada peminjam dalam bentuk kredit dalam rangka memperoleh pendapatan bunga. Tingkat suku bunga yang ditetapkan Bank kepada peminjam akan lebih tinggi dari pada tingkat suku bunga yang ditetapkan Bank kepada deposan. Suku bunga yang dikenakan bank atas uang yang ditawarkan disebut suku bunga kredit. Sedangkan suku bunga yang ditetapkan bank kepada deposan disebut suku bunga deposito. Sebagian besar laba yang dihasilkan oleh bank berasal dari kredit yang telah disalurkan kepada masyarakat, yaitu dalam bentuk bunga kredit. Penentuan tingkat suku bunga kredit tidak hanya penting bagi perbankan tetapi juga perekonomian, untuk mengatur tingkat bunga perbankan nasional, bank sentral salah satunya menggunakan instrumen penentuan tingkat bunga acuan dalam hal ini adalah bank Indonesia rate. Bank Indonesia rate merupakan suku bunga kebijakan BI yang menjadi acuan suku bunga di pasar uang. Secara umum, jika suku bunga kredit naik maka bank akan semakin berminat menawarkan uang. Disisi lain, tingkat suku bunga kredit akan mempengaruhi keputusan konsumen 11

dalam mencari fasilitas pinjaman. Konsumen yang rasional akan memilih bank yang menetapkan tingkat suku bunga kredit terendah (Kusumastuti, 2005). Bank Indonesia mulai 31 Maret 2011 mewajibkan perbankan untuk mengumumkan suku bunga dasar kredit (SBDK) secara luas ke masyarakat. SBDK adalah suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi bank dalam penentuan suku bunga kredit yang dikenakan kepada nasabah bank. Kebijakan itu dilakukan untuk meningkatkan transparansi mengenai produk perbankan. Pengaturan ini akan meningkatkan tata kelola yang baik dan menjadi sasaran untuk mendorong kompetisi yang sehat dalam industri perbankan melalui terciptanya disiplin pasar yang lebih baik. Transparansi juga akan meningkatkan perlindungan konsumen karena dapat membentuk level of playing field yang sama antara bank dan nasabah/masyarakat, sehingga biaya dan risiko produk kredit perbankan akan semakin mudah dipahami guna mendukung pengambilan keputusan kredit yang lebih baik oleh nasabah. BI juga menjelaskan, perhitungan SBDK (prime lending rate) yang merupakan hasil perhitungan dari tiga komponen, yaitu (a) harga pokok dana untuk kredit atau (HPDK), (b) biaya overhead yang dikeluarkan bank dalam proses pemberian kredit dan (c) margin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan. SBDK dipublikasikan kepada masyarakat dalam bentuk angka akhir berdasarkan hasil perhitungan komponen SBDK untuk 3 (tiga) jenis kredit yakni kredit korporasi, kredit retail dan kredit konsumsi (KPR dan non KPR). Kredit konsumsi Non KPR tidak termasuk penyediaan dana melalui kartu kredit dan 12

kredit tanpa agunan. Adapun definisi dari 3 (tiga) jenis kredit tersebut adalah definisi yang digunakan oleh internal setiap bank. Pengaturan ini akan meningkatkan tata kelola yang baik dan menjadi sasaran untuk mendorong kompetisi yang sehat dalam industri perbankan melalui terciptanya disiplin pasar yang lebih baik. SBDK belum memperhitungkan komponen premi risiko yang besarnya tergantung dari penilaian bank terhadap risiko masing-masing debitur. Dengan demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK. Kriteria bank yang wajib mempublikasikan SBDK adalah Bank yang pada dan/atau setelah tanggal 28 Februari 2011 berdasarkan posisi Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) mempunyai total aset Rp.10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah) atau lebih wajib melakukan publikasi informasi SBDK dalam rupiah melalui: (i) papan pengumuman di setiap kantor bank, (ii) halaman utama website bank, dalam hal bank memiliki website, dan (iii) surat kabar bersamaan dengan pengumuman. Dengan fakta ini dapat dikatakan SBDK mencerminkan kondisi bank yang sebenarnya bukan berdasarkan hasil kesepakatan atau perbandingan dengan bank lain. Belum lagi pada saat penetapan suku bunga kredit, bank juga melakukan benchmarking atau analisis terhadap pihak kreditor. Tak dapat disangkal bahwa pada kenyataan bank-bank berkompetisi agar suku bunga yang ditetapkan bank dapat bersaing dan menarik bagi masyarakat, sehingga dapat terjadi suku bunga suatu bank dengan bank yang lain besarannya relatif sama. Bank yang tidak melakukan publikasi informasi SBDK, dikenakan sanksi administratif 13

sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Berikut ini merupakan data mengenai SBDK Ritel Bank BUMN Januari-Juni 2013. Tabel 1.1 Perkembangan SBDK Ritel BUMN Januari -Juni 2013 Tahun 2013 Nama Bank Suku Bunga Dasar Kredit (%) Januari Pebruari Maret April Mei Juni PT BANK MANDIRI 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00 11,75 PT BANK RAKYAT INDONESIA. 11,50 11,50 11,50 11,50 11,50 11,75 PT BANK NEGARA INDONESIA 11,60 11,60 11,60 11,60 11,60 12,95 PT BANK TABUNGAN NEGARA 10,25 10,25 10,25 10,25 10,25 10,68 Tabel 1.1. menunjukkan bahwa kondisi SBDK ritrel bank BUMN bulan Januari sampai dengan Juni 2013 relatif konstan dan mengalami kenaikan pada bulan Juni 2013. SBDK tersebut di atas belum memperhitungkan komponen premi risiko yang besarnya tergantung dari penilaian bank terhadap risiko masingmasing debitur/kelompok debitur seperti jumlah, jangka waktu, risiko, hingga proyek yang dibiayai. Suku bunga kredit di kisaran 10-15 persen, level tersebut masih lebih tinggi dibanding di China dan Thailand yang berkisar 4-8 persen. Kondisi bunga kredit yang tinggi saat ini, memberikan profit atau pendapatan bagi kalangan perbankan. Namun sebaliknya menjadi salah satu faktor penghambat bagi pelaku ekonomi yang bertindak sebagai debitur. Pendapatan perbankan dari bunga kredit dalam operasionalnya dipengaruhi oleh biaya oprasional (BOPO) bank. BOPO merupakan kelompok 14

rasio yang mengukur efisiensi dan efektivitas operasional suatu perusahaan dengan jalur membandingkan satu terhadap lainnya (Dendawijaya, 2005). Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar (Riyadi, 2006). Menurut Laporan Bank Indonesia (BI), per akhir Januari 2013, rasio BOPO sebagai indikator tingkat efisiensi perbankan adalah 75,40% dimana rasio idealnya BOPO 70%-80%. Angka ini mengalami penurunan atas rasio BOPO pada akhir 2011 sebesar 85,34%. Penurunan BOPO terjadi pada hampir semua kelompok bank. Demikian juga dengan rata-rata suku bunga kredit pada triwulan IV-2012, untuk tiap jenis penggunaan mengalami penurunan. Meski suku bunga kredit mulai turun, sektor ritel usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih mengeluhkan beratnya pembiayaan usaha dari perbankan. UMKM menilai suku bunga perbankan sekarang masih relatif tinggi. Bunga kredit merupakan salah satu dari banyak biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, jika bunga kredit turun maka akan berdampak terhadap efisiensi biaya operasional dan bertambahnya laba perusahaan. Bank berperan penting sebagai penyedia dana bagi dunia usaha dan dunia industri, sehingga besarnya bunga kredit yang ditetapkan oleh bank mempengaruhi aktivitas dunia usaha dan dunia industri. Menurut Santoso (2011) selaku Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia (BI) rata-rata suku bunga kredit ritel masih cukup tinggi karena biasanya ritel ini membutuhkan cost yang lebih tinggi dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak. 15

Dalam periode enam tahun terakhir, dari tahun 2007 2012, jumlah gerai ritel modern di Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57% per tahun. Pada tahun 2007, jumlah usaha ritel di Indonesia masih sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada tahun 2011 mencapai 18.152 gerai tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia. Pertumbuhan jumlah gerai tersebut tentu saja diikuti dengan pertumbuhan penjualan. Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia antara 10% 15% per tahun. Penjualan ritel pada tahun 2006 sebesar Rp.49 triliun, dan meningkat hingga mencapai Rp.120 triliun pada tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2012, pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama, yaitu 10% 15%, atau mencapai Rp138 triliun. Jumlah pendapatan terbesar merupakan kontribusi dari hipermarket, kemudian disusul oleh minimarket dan supermarket. Menurut Ma ruf (2006) pertumbuhan bisnis ritel, terutama bisnis ritel modern, saat ini semakin berkembang dengan pesat di Indonesia. Bisnis ritel memainkan peranan penting dalam perekonomian sebuah negara. Perekonomian negara tertolong dengan adanya bisnis ritel ketika terjadi krisis moneter pada akhir tahun 1997 di Indonesia. Bisnis ritel merupakan salah satu sektor utama perekonomian negara yang menghasilkan keuntungan besar di berbagai negara, termasuk negara-negara industri maju seperti Prancis, Inggris, Jepang dan Amerika Serikat. Fenomena yang dijabarkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak setiap kejadian empiris sesuai dengan teori yang ada. Hal ini diperkuat oleh adanya research gap dalam penelitian-penelitian terdahulu. Seperti penelitian 16

yang dilakukan oleh Darna (2012), mengungkapkan kenaikan atau penurunan BI rate tidak berhubungan dengan penurunan SBDK namun SBDK berhubungan dengan kenaikan atau penurunan BOPO walaupun sangat rendah dan besarnya SBDK bukan hanya dipengaruhi oleh BI rate dan besarnya BOPO atau efisiensi biaya operasi bank, namun dipengaruhi juga oleh faktor lainnya seperti harapan perolehan keuntungan dari bank, persaingan dan lain-lain. Penurunan tingkat SBDK akan berdampak terhadap perekonomian khususnya di skala mikro yang pada akhirnya juga akan berpengaruh terhadap skala makro. Ketika BI rate mengalami kenaikan maka bunga pinjaman ataupun simpanan di bank dan lembaga keuangan yang lain juga ikut naik. Rate yang dikeluarkan oleh BI bukan merupakan peraturan melainkan hanya sebuah rujukan, sehingga tidak mengikat maupun memaksa. Sementara bagi BI sendiri, BI rate adalah suku bunga bagi Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang disalurkan ke bankbank. Ketika BI rate naik, maka para bank menyimpan dana mereka di BI dalam bentuk SBI, dan akan menerima bunga per tahun. Artinya jika BI rate dinaikkan, Bank akan cenderung lebih memilih menyimpan dana tabungan nasabahnya di BI daripada disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau kredit karena khawatir terhadap risiko kredit macet. Keadaan ini akan berbahaya terhadap perekonomian yang akan mengalami stagnasi. Tingkat suku bunga pada dasarnya merupakan refleksi dan kekuatan permintaan dan penawaran dana. Dengan demikian tingkat suku bunga mencerminkan tingkat kelangkaan atau kecukupan dana di masyarakat. Selain itu, tingkat suku bunga mempunyai kaitan yang cukup erat dengan berbagai indikator 17

ekonomi lainnya. Di sisi internal tingkat suku bunga berkaitan dengan inflasi, permintaan dalam negeri dan nilai tukar rupiah. Dalam lingkup eksternal tingkat suku bunga sangat berperan terhadap arus modal masuk dan keluar. Oleh karena itu upaya pengendalian tingkat suku bunga yang dilakukan harus selalu memperhatikan keseimbangan berbagai faktor. Berdasarkan fenomena dan hasil penelitian terdahulu di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai Analisis Penentuan Suku Bunga Dasar Kredit Ritel (Studi Empiris pada Bank BUMN Indonesia Periode Oktober 2011-Maret 2013). 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah secara parsial BI rate dan BOPO berpengaruh terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia? 2. Apakah secara simultan BI rate dan BOPO berpengaruh terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai berdasarkan perumusan masalah di atas adalah untuk : 1. Mengetahui pengaruh BI rate dan BOPO terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia secara parsial. 2. Mengetahui pengaruh BI rate dan BOPO terhadap SBDK ritel Bank BUMN di Indonesia secara simultan. 18

1.4. Manfaat Penelitian Adapun penilitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :. 1. Bagi peneliti Sebagai wadah mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teori yang telah dipelajari selama kuliah, serta menambah wawasan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap SBDK ritel. 2. Bagi manajemen perusahaan Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam mengaplikasikan variable-variabel penelitian ini untuk membantu meningkatkan minat para investor untuk melakukan investasi pada perusahaan ritel. 3. Bagi calon investor Dengan adanya kajian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pertimbangan pada saat melakukan invesatasi pada sebuah perusahaan. 4. Bagi akademisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan teori mengenai BI rate dan BOPO serta pengaruhnya terhadap SBDK ritel. 5. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan sumber informasi dalam melakukan penelitian sejenis dengan menambahkan variabel lain. 19