BAB I PENDAHULUAN. seseorang merasa terhina dan takut. Terlihat dari frame foto yang menghiasi

dokumen-dokumen yang mirip
repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Aksi vandalisme akhir-akhir ini semakin marak terjadi di Kota Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. menyertakan emosinya saat melihat isi berita yang dimuat oleh surat kabar.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Barthes. Sebagai sebuah penelitian deskriptif, penelitian ini hanya memaparkan situasi atau

Foto Koruptor Dalam Headline Surat Kabar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB III METODE PENELITIAN. menimbulkan perhatian pada makna tambahan (connotative) dan arti

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bentuk atau gambar. Bentuk logo bisa berupa nama, angka, gambar ataupun

BAB I PENDAHULUAN. harinya, masyarakat mengkonsumsi media demi memenuhi kebutuhan informasi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendapatkan informasi dari luar dirinya. Berbagai upaya dilakukan oleh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan media sering terjadi pada proses komunikasi massa.

Program Studi Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari No 6 Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Tamburaka (2013: 47) dalam buku yang berjudul Agenda Setting

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan topeng sebagai ciri khasnya. Tari topeng Betawi awalnya dipentaskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab 1 PENDAHULUAN. Komunikasi akan berjalan dengan diterapkannya sebuah bahasa yang baik

KONSEP DIRI DALAM IKLAN ROKOK A MILD (Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi Cowok Blur Go Ahead 2011) Fachrial Daniel

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi dan khidupan manusia.

BAB IV ANALISIS DATA. Film sebagai salah bentuk komunikasi massa yang digunakan. untuk menyampaikan pesan yang terkandung didalamnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sany Rohendi Apriadi, 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan zaman orde baru dimana setiap pemberitaan yang dilakukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post

BAB I PENDAHULUAN. Eksistensi pemberitaan terorisme tidak pernah hilang menghiasi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Khalayak pada zaman modern ini mendapat informasi dan hiburan di

BAB I PENDAHULUAN. nilai berita (news value). Nilai berita ini menjadi ukuran yang berguna, atau yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Ruben (1984, h. 189) mengungkapkan Mass media such as newspaper,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan mahkluk hidup yang tidak dapat hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. jenis, media massa elektronik, media massa cetak, dan media massa online.

BAB I PENDAHULUAN. negara hingga saat ini masih menjadi permasalahan utama pemerintah Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan kemajuan zaman. Masyrakat modern kini menjadikan informasi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdemokrasi seperti saat ini. William L. Rivers menempatkan media massa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan referensi oleh masyarakat untuk mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi. dan membentuk opini public (Hamad, 2004: 15).

BAB I PENDAHULUAN. bukan merupakan segmen bisnis yang populer. menerbitkan edisi Bandung-nya, seperti Kompas, Republika, SINDO, Koran Tempo,

menjadi pemberitaan yang sering kali dikaitkan dengan isu agama. Budi Gunawan dalam bukunya Terorisme : Mitos dan Konspirasi (2005, 57) menekankan : K

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat kepada media massa menjadikan peranan pers semakin penting. Seorang

BAB I PENDAHULUAN. pesan, komunikasi dikatakan berhasil. Sebaliknya, bila terjadi perbedaan penafsiran atas makna

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Pada hakikatnya manusia membutuhkan sebuah media massa untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terbaru dari dunia jurnalistik. Kehadirannya dipengaruhi oleh tingginya tingkat

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipandang sebagai faktor yang menentukan proses-proses perubahan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar merupakan media massa cetak yang menyampaikan informasinya dengan

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis, dan mengevaluasi media massa. Pada dasarnya media literasi

BAB I PENDAHULUAN. mempublikasikan setiap ada agenda yang diadakan oleh perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit.

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pengantar pesan. Setiap informasi yang dimuat dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya mencakup struktur, pesan yang disampaikan, sudut pandang, dan nilai.

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

Jenis - jenis Fotojurnalistik!

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara untuk membangun image kepublik agar mendapatkan perhatian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang


PEMAKNAAN KARIKATUR OOM PASIKOM PADA HARIAN KOMPAS EDISI 10 SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat. Pesatnya perkembangan media massa juga ditandai oleh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. agama. Media massa merupakan salah satu alat yang dapat digunakan dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. komunikasi yang terjadi antarmanusia. Menurut Moloeng paradigma merupakan pola

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium,

BAB I PENDAHULUAN. kabar yang bersangkutan. Penyajian sebuah isi pesan dalam media (surat

I. PENDAHULUAN. menjadi isu global dan hangat yang selalu ingin disajikan media kepada. peristiwa yang banyak menarik perhatian dan minat masyarakat.

SKRIPSI. POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB I PENDAHULUAN. Rekatama Media, hal 2. 2 Harimurti Kridalaksana. Leksikon Komunikasi. Cetakan Pertama Jakarta.

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Islam merupakan agama dakwah, artinya agama yang selalu mendorong

BAB I PENDAHULUAN. atau kejadian sehari-hari yang aktual dan faktual dalam waktu yang secepatcepatnya.selain

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan media massa di Indonesia, sejak zaman reformasi meningkat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Korupsi yang melibatkan para elit di tingkat nasional merupakan peristiwa yang selalu mewarnai setiap liputan pers di Indonesia. Isu korupsi ini pun masih menghiasi headline surat kabar nasional sampai semester pertama tahun ini. Dorongan pers terus dinanti dalam gerakan antikorupsi. Hal ini disebabkan karena pemberitaan tentang para tersangka korupsi adalah isu yang sangat menjadi perhatian masyarakat selama ini. Salah satu ciri khas koruptor Indonesia yang tidak dimiliki koruptor di manapun di dunia adalah perlakuan istimewa terhadap mereka. Oleh karena itu yang menarik perhatian disini adalah ekspresi para koruptor yang tidak jarang terlihat menebar senyum, melambaikan tangan atau mengacungkan dua jempol jarinya saat disorot kamera televisi atau dijepret fotografer. Perilaku itu mereka tunjukkan saat diperiksa di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, atau pun disidang di pengadilan. Langkah KPK dengan mewajibkan tersangka tindak pidana korupsi mengenakan baju tahanan khusus, nyatanya tak membuat malu atau jera. Padahal semestinya, hal ini membuat seseorang merasa terhina dan takut. Terlihat dari frame foto yang menghiasi headline di beberapa surat kabar tersebut para tersangka korupsi menjadi center of attraction atas perbuatan mereka. 1

2 Sebagai fenomena komunikasi, ekspresi para koruptor atau bisa kita sebut selebrasi korupsi yang tampak pada foto jurnalistik tersebut bersifat non verbal tentu memiliki pesan dan makna. Pesan mencerminkan persepsi sang aktor terhadap kasus korupsi yang sedang dihadapi dan disampaikan kepada orang lain. Sebaliknya, makna merupakan interpretasi publik tentang korupsi yang dikonfirmasikan dengan perilaku selebrasi korupsi sang aktor. Dalam konteks demikian terdapat perbedaan penyampaian dan penerimaan makna antara pesan selebrasi korupsi dengan makna dan interpretasi yang ada di benak publik. Perbedaan pesan dan makna korupsi yang demikian oleh pakar komunikasi klasik Wilbur Schramm dalam (Effendy, 1994: 62) menyebutkan bahwa itu disebabkan oleh perbedaan frame of reference tentang korupsi. Di satu sisi, selebrasi korupsi sang aktor merepresentasikan bahwa korupsi adalah hal biasa dan wajar, sementara di sisi lain, interpretasi publik yang dibentuk oleh norma sosialnya mengatakan bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa. Beberapa foto headline di surat kabar memperlihatkan aneka rupa ekspresi wajah ditunjukkan para koruptor di KPK saat berhadapan dengan kamera televisi maupun foto. Kebanyakan ekspresi yang ditunjukkan mereka yang tersangkut kasus pidana korupsi punya kemiripan, yaitu tersenyum atau seraya melambaikan tangan. Senyuman itu ternyata tak membuat orang yang menonton ikut senyum. Sesuai asas praduga tak bersalah, memang publik tidak bisa buru-buru menganggap mereka bersalah sekalipun tertangkap tangan. Tetapi dengan adanya anggapan itu juga membuat pelaku korupsi merasa tenang-tenang saja ketika bolak-balik gedung KPK maupun ketika ditahan di rutan.

3 Menariknya foto-foto para koruptor yang dijadikan headline di beberapa surat kabar mengambil komposisi foto secara horisontal dengan sudut pandang top angle dengan medium long shot. Dalam sudut pengambilan foto seperti itu yang dihasilkan adalah objek sebagai focus of interest ditengah-tengah para petugas KPK dan wartawan. Pewarta foto bermaksud agar objek terlihat dan terekspos dari bagian depan sehingga mampu menekankan objek foto kepada para koruptor sebagai pelaku pidana yang merugikan negara. Gani dan Kusumalestari dalam bukunya Jurnalistik Foto (2013: 34) menjelaskan bahwa komposisi merupakan cara megatur elemen-elemen dalam sebuah scene foto. Dalam foto jurnalistik, komposisi penting untuk menunjukan focus of interest, mendekati objek foto atau melakukan cropping. Tujuannya untuk menentukan inti dari cerita yang ingin disampaikan dalam foto serta bagaimana mengaturnya. Pemahaman tentang komposisi sangat mendukung fotografer untuk mendapatkan sudut pandang yang menarik dari sebuah foto. Sebuah gambar bila dapat memilihnya bisa memiliki nilai yang sama dengan ribuan kata, juga secara individual mampu untuk memikat perhatian. Informasi bergambar lebih disukai dibandingkan dengan informasi tertulis karena menatap gambar jauh lebih mudah dan sederhana. Gambar berdiri sendiri, memiliki subjek yang mudah dipahami dan merupakan simbol yang jelas dan mudah dikenal (Alwi, 2008:128). Penciptaan karya fotografi bisa didasarkan untuk berbagai kepentingan dengan menyebutnya sebagai medium penyampai pesan bagi tujuan tertentu. Dalam hal pemanfaatan karya fotografi, media tertentu dapat memanfaatkan karya

4 fotografi sebagai unsur pelengkap atau elemen penghias yang bersifat ilustratif. Lazimnya subjek fotonya memiliki daya tarik tertentu sebagai point of interest sehingga dipilih sebagai penghias untuk memperindah penampilan suatu media. Berita yang termasuk kategori headline adalah berita yang amat menarik, memikat dan menimbulkan rangsangan pembaca untuk membaca sampai habis. Selain menarik, headline hendaknya memenuhi syarat sebagai berita yang penting, bahkan terpenting. Dengan demikian foto-foto yang menyertai headline sebuah surat kabar pada umumnya termasuk pada foto jurnalistik (Ahmad, 1996: 124). Sebuah foto jurnalistik dengan kriteria yang mengungkapkan dan melaporkan semua aspek dari suatu kenyataan dengan mensyaratkan rumus 5W+1H dapat mewakili ribuan kata atau kalimat. Dengan kata lain sebuah foto jurnalistik yang disajikan dalam surat kabar (media massa cetak) tidak lepas dari tujuan jurnalistik, yaitu menyebarkan berita seluas-luasnya (Yurnaldi, 1992: 55). Dalam penelitian landasan ketertarikan Peneliti dalam memilih empat foto jurnalistik yang ada dalam headline harian Pikiran Rakyat, Republika dan Koran Sindo, adalah karena keempat foto pada tiga headline harian tersebut memvisualisasikan para tersangka korupsi yang menunjukan ekspresi wajah dan gesture (gerak tubuh) yang tidak wajar ditunjukan seorang Koruptor ke depan publik. Selain itu landasan ketertarikan Peneliti melakukan penelitian ini tertletak pada tiga media surat kabar berbeda yang digunakan untuk menampilkan foto jurnalistik tersebut yaitu, Pikiran Rakyat sebagai media lokal kota Bandung,

5 Koran Sindo sebagai media surat kabar berskala nasional dan Republika sebagai media surat kabar yang berbasis pada nilai-nilai keislaman. Secara tidak langsung, surat kabar Pikiran Rakyat dan kota Bandung merupakan bagian dari sejarah perkembangan pers di Indonesia. Keputusan untuk menjadi koran lokal, kiranya sesuai dengan slogannya yang terkenal dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Dengan kata lain, slogan tersebut bisa dimaknai sebagai koran yang memang menampung aspirasi sekaligus menjadi inspirasi rakyat, terutama Jawa Barat 1. Selanjutnya landasan Peneliti memilih Koran Sindo, meskipun terbilang baru, sesuai dengan misi dari surat kabar bersakala nasional ini yaitu menjadi pelopor media nasional terbesar di dunia dengan menguasai jaringan di seluruh Indonesia 2, Koran Sindo setiap harinya hadir menyapa pembaca dengan sentuhan khas jurnalisme yang selalu memberikan lebih dari sekedar berita. Surat kabar yang ketiga, Peneliti memilih Republika sebagai media surat kabar yang berbasis pada nilai-nilai keislaman. Republika adalah koran nasional yang dilahirkan oleh kalangan komunitas muslim bagi publik di Indonesia. Penerbitan tersebut merupakan puncak dari upaya panjang kalangan umat Islam, khususnya para wartawan profesional muda yang dipimpin oleh ex wartawan Tempo, Zaim Uchrowi yang telah menempuh berbagai langkah. Kehadiran Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang saat itu diketuai BJ Habibie dapat 1 https://sebandung.com/2014/11/pikiran-rakyat/ (diakses pada hari Selasa, 11 Agustus 2015 pukul 00:27 WIB). 2 https://id.wikipedia.org/wiki/koran_sindo (diakses pada hari Selasa, 11 Agustus 2015 pukul 00:47 WIB).

6 menembus pembatasan ketat pemerintah untuk izin penerbitan saat itu memungkinkan upaya-upaya tersebut berbuah. Tidak terlepas dari Misi dan Visi Harian Umum Republika, isi berita yang ditampilkan lebih banyak bernuansa Islam. Meskipun demikian untuk memenuhi tuntutan masyarakat Harian Republika juga menampilkan berita lain yang menarik dan untuk konsumsi publik 3. Dalam hal ini Peniliti ingin melihat perbandingan sudut pandang tiga harian surat kabar yang berbeda ideologi tersebut dalam menampilkan foto para koruptor sebagai isu nasional yang sama-sama termasuk pada kategori foto Peoples in the News. Kategori foto Peoples in the News berdasarkan jenis foto yang dikeluarkan oleh World Press Photo atau Badan Foto Jurnalistik Dunia yang merupakan organisasi profit yang independen, menjelaskan kategori ini merupakan gambar dari tokoh, baik pejabat maupun rakyat biasa yang berada dalam satu peristiwa. Biasanya tokoh terkenal yang menjadi public figure. Penyajian nya biasanya dalam bentuk close up. Dan tokohnya bisa orang populer atau orang yang tidak populer tapi kemudian menjadi populer. (Alwi, 2004: 7) Berangkat dari isu nasional tersebut Peneliti melihat ada sebuah fenomena foto jurnalistik di Harian Pikiran Rakyat, Republika dan Koran Sindo yang menarik dikaji secara ilmiah. Seperti yang disampaikan jurnalis foto senior Kompas, Eddy Hasby, dalam buku Foto Jurnalistik (Wijaya, 2011: 20), 3 http://roikhanen.blogspot.com/2009/05/surat-kabar-atau-koran-merupakan-salah.html (diakses pada hari Selasa, 11 Agustus 2015 pukul 01:20 WIB).

7 menjabarkan bahwa berita dalam foto jurnalistik yang memuat isu pada tingkat nasional banyak dikonsumsi oleh pembaca seluruh Indonesia. Isu yang beredar memengaruhi dan dapat mengubah masyarakat dalam tatanan nasional. Berita tingkat nasional ini juga bisa mencuat ke level internasional. Dalam surat kabar harian, berita dengan muatan isu nasional dan internasional selalu menempati halaman headline. Melalui semiotika, diharapkan mampu memahami dan memaknai karyakarya fotografi yang mandiri maupun yang dimanfaatkan dalam berbagai media, yang masing-masing memiliki kerangka wacana konteks dan tujuan yang berbeda. Analisis semiotika merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang yang terdapat pada suatu lambang-lambang pesan atau teks. Dengan kata lain pemaknaan terhadap lambang-lambang dalam tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis semiotika. Hal-hal yang ditekankan pada penelitian ini adalah tentang makna dan isi pesan foto yang berkaitan dengan tanda (peristiwa atau objek secara menyeluruh), objek (ikon, simbol, indeks), interpreten (makna denotasi dan konotasi) serta pembahasan yang terdapat pada foto jurnalistik ketiga surat kabar tersebut. Selain itu dalam melakukan analisa terhadap visualisasi foto ini Peneliti menggunakan teori dari Roland Barthes yang memaknai sebuah foto melalui makna Denotasi (makna sesungguhnya), Konotasi (makna pada tataran tingkat kedua), dan Mitos (pemaknaan tingkat ketiga yang muncul setelah tanda-tanda diidentifikasi melalui dua buah proses pemaknaan sebelumnya, yaitu denotasi dan konotasi).

8 Foto berita menurut Barthes ialah meliputi pesan tanpa kode (message without a code) dan juga sekaligus pesan dengan kode (message with a code). Foto berita yang pada hakikatnya merupakan representasi sempurna atau analogon dari relitas yang sebenarnya (denotasi) ternyata sampai pada pembaca sudah dalam bentuk konotasi dan mitos. Barthes mengajukan sebuah hipotesis bahwa dalam foto beritapun rupanya (a strong probability) terdapat konotasi. Akan tetapi konotasi ini tidak terdapat pada tahap pesan itu sendiri melainkan pada tahap proses produksi foto. Disamping itu, konotasi muncul karena foto berita akan dibaca oleh publik dengan kode mereka. Dua hal inilah yang memungkinkan foto berita mempunyai konotasi atau mengandung kode. Pengertian kode (code) di dalam strukturalisme dan semiotik adalah sistem yang memungkinkan manusia untuk memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda menjadi sesuatu yang dapat dimaknai. Untuk membahas semiotika gambar, menurut Penrliti pendekatan struktural Roland Barthes, pakar semiotika asal Prancis ini, tentang gambar memadai untuk melihat fenomena gambar dalam teknologi komunikasi baru zaman sekarang. Barthes dalam Sunardi (2004: 164) mengatakan bahwa membaca foto merupakan hal yang sering dilupakan oleh publik. Padahal menurut Barthes, foto terlalu kuat untuk dibaca, karena dengan membaca foto kita harus melakukan tawar menawar dengan foto. Semakin mengamati foto, kita akan makin terpesona dengannya. Lalu Barthes menambahkan, pembacaan foto dapat membantu kita dalam mengembangkan subjektivitas.

9 1.2 Fokus dan Pertanyaan Penelitian 1.2.1 Fokus Penelitian Berangkat dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Makna Foto Jurnalistik para Koruptor Dalam Headline harian Pikiran Rakyat, Republika dan Koran Sindo?. 1.2.2 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana makna denotasi yang ditampilkan foto jurnalistik para koruptor dalam headline harian Pikiran Rakyat, Republika dan Koran Sindo? 2. Bagaimana makna konotasi yang ditampilkan foto jurnalistik para koruptor dalam headline harian Pikiran Rakyat, Republika dan Koran Sindo? 3. Bagaimana makna mitos yang ditampilkan foto jurnalistik para koruptor dalam headline harian Pikiran Rakyat, Republika dan Koran Sindo? 4. Bagaimana karya fotografi dapat mendestimifikasi mitos tentang Koruptor ke tengah publik dalam wacana media massa?

10 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai Peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui makna denotasi yang ditampilkan foto jurnalistik para koruptor dalam headline harian Pikiran Rakyat, Republika dan Koran Sindo. 2. Untuk mengetahui makna konotasi yang ditampilkan foto jurnalistik para koruptor dalam headline harian Pikiran Rakyat, Republika dan Koran Sindo. 3. Untuk mengetahui makna mitos yang ditampilkan foto jurnalistik para koruptor dalam headline harian Pikiran Rakyat, Republika dan Koran Sindo. 4. Untuk mengetahui bagaimana karya fotografi dapat mendestimifikasi mitos tentang Koruptor ke tengah publik dalam wacana media massa. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis 1. Memberikan sumbangan teoritis berupa penambahan kajian semiotika menggunakan kode-kode fotografi untuk membedah makna pada foto jurnalistik. 2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa bidang kajian jurnalistik di Indonesia pada umumnya.

11 3. Menjadi referensi bagi mahasiswa lain yang akan meneliti analisis semiotika foto jurnalistik. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para praktisi media, pakar semiotika, pemerhati komunikasi, pemerhati sosial, masyarakat akademis dan masyarakat pada umumnya. 2. Penelitian ini juga diharapkan bagi para wartawan foto untuk tidak hanya mengambil foto jurnalistik sebagai pelengkap teks berita dan keindahan semata, tetapi di dalamnya terdapat makna simbolis dan makna tanda. 3. Penelitian ini ingin menyampaikan kepada publik bahwa pentingnya memaknai hal visual seperti halnya memaknai sebuah teks. Karena pada zaman modern seperti saat ini dunia visualisasi telah menjadi kebutuhan bagi setiap orang. Oleh karena itu penulis berharap khalayak ingin memaknai pesan yang disampaikan media dalam berbagai bentuk visualisasi agar tidak buta visual.

12 1.5 Setting Penelitian Untuk tidak memperlebar dan mengetahui isi dari penelitian ini, maka diperlukan setting penelitian agar lebih terarah, maka Peneliti membatasi setting penelitian sebagai berikut : 1. Foto yang dianalisis terdapat pada headline harian Pikiran Rakyat edisi 21 Desember 2013, Republika edisi 27 September 2014 dan Koran Sindo edisi 4 Oktober 2013 dan 18 Oktober 2013. 2. Objek foto yang diteliti yaitu berjudul, Atut Dititipkan Ke Pondok Bambu, Ditahan, Andi Minta Dikirimi Novel, Akil Pantas di hukum Mati, dan KPK Temukan Uang Rp 2 Miliar Saat Tangkap Annas. 3. Penelitian ini menggunakan analisis Semiotika dengan pendekatan Roland Barthes (Denotasi, Konotasi, dan Mitos). 1.6 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian adalah landasan teori yang Peneliti jadikan sebagai titik tolak penelitian ini. Karena fungsinya begitu penting maka Peneliti mengemukakan beberapa hal yang penulis anggap akan memperkuat landasan pemikiran penelitian ini.

13 Tabel 1.1 Tabel Kerangka Pemikiran Foto yang ditampilkan oleh media massa khususnya surat kabar adalah karya fotografi yang bebas akan nilai. Sebagai fenomena komunikasi, selebrasi korupsi yang tampak pada foto jurnalistik di headline surat kabar tersebut bersifat non verbal tentu memiliki pesan dan makna. Ekspresi dan gerak tubuh yang beragam seperti menebar senyum manis dan mengangkat jempol merupakan suatu hal yang tidak wajar dengan dengan makna dan interpretasi yang ada di benak publik dengan makna dan interpretasi yang ada di benak publik tentang korupsi. Upaya dalam pemaknaan sebuah foto tergantung pada pengetahuan dan tanda-tanda yang dipahami oleh masing-masing orang. Beberapa pakar

14 komunikasi sering menyebut kata makna ketika mereka merumuskan definisi komunikasi. Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson (1979, Sobur, 2013: 255), Komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna. Pemaknaan lebih menuntut kemampuan integratif manusia dari indrawinya, daya pikirnya, dan akal budinya. Untuk dapat disebut foto jurnalistik, foto hasil jepretan di lapangan harus dimuat di media massa. Menurut Wijaya (2011: 19-22, dalam Gani dan Kusumalestari, 2013: 186), foto jurnalistik memiliki beberapa media saluran untuk dapat di konsumsi pembacanya, yaitu surat kabar, majalah, internet (media online), wire service/ kantor berita, dan picture agencies. Surat kabar merupakan media yang selalu memuat foto dalam setiap pemberitaannya. Foto menjadi bagian penting dalam surat kabar karena foto adalah point of interest dari sebuah pemberitaan. Foto jurnalistik menurut Frank P. Hoy, dalam bukunya yang berjudul Photojournalism the Visual Approach, adalah komunikasi yang dilakukan akan mengekspresikan pandangan pewarta foto terhadap suatu subjek tetapi pesan yang disampaikan bukan merupakan ekspresi pribadi (Vera, 2014: 60). Foto jurnalistik adalah komunikasi dengan orang banyak, ini berarti pesan yang disampaikan sangat singkat dan harus diterima oleh orang yang beraneka ragam. Penelitian ini akan menggunakan pendekatan semiotika. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam

15 hal ini tidak dapat dicampur adukan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179, dalam Sobur, 2013:15). Selain itu penelitian ini akan menggunakan teori semiotika Roland Barthes untuk membahas secara khusus tanda-tanda yang ada dalam sebuah foto. Barthes membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dan tanda-tanda. Menurut Barthes (Vera, 2014: 28) makna denotasi dalam sebuah foto dalam pandangannya merupakan tatanan pertama yang maknanya bersifat tertutup. Tataran denotasi menghasilkan makna yang eksplisit, langsung, dan pasti. Denotasi merupakan makna yang sebenar-benarnya yang disepakati bersama secara sosial, yang rujukannya pada realitas. Pesan denotasi dalam sebuah foto akan mempunyai faktor untuk menjadi sebuah makna konotasi. Tanda konotasi merupakan tanda yang penandanya mempunyai keterbukaan makna atau fakta yang implisit, tidak langsung, dan tidak pasti. Artinya, terbuka kemungkinan terhadap penafsiran-penafsiran baru. Dalam semiotika Barthes, denotasi merupakan sistem signifikansi tingkat pertama, sedangkan konotasi merupakan sistem signifkasi tingkat kedua. Denotasi dapat dikatakan merupakan makna objektif, sedangkan konotasi merupakan makna subjektif dan bervariasi.

16 Makna konotasi akan menjadi semacam mitos atau petunjuk mitos (yang menekankan makna-makna tersebut) hingga dalam banyak hal (makna) konotasi menjadi perwujudan mitos yang sangat berpengaruh. Dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, pertanda, dan tanda. Namun, sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sitem pemaknaan tataran ketiga. Di dalam mitos pula, sebuah pertanda dapat memiliki beberapa penanda (Budiman, 2001: 28, dalam Sobur, 2013: 71). Barthes juga mengatakan bahwa mitos merupakan sistem semiologis, yakni sistem tanda-tanda yang dimaknai manusia. Mitos dapat dikatakan sebagai produk kelas sosial yang sudah memiliki suatu dominasi. Mitos Barthes dengan sendirinya berbeda dengan mitos yang kita anggap tahayul, tidak masuk akal, historis, dan lain-lain, tetapi mitos menurut Barthes sebagai type of speech (gaya bicara) seseorang (Hoed, 2008: 28, dalam Vera, 2014: 28).