BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Tingkat Kebersyukuran Orang Tua yang Memiliki

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Bila hal itu berhasil

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran, baik warga Indonesia maupun warga negara asing terhadap

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. the purpose in life. Bila hal ini berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Tingkat krminalitas di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. logoterapi. Kata logoterapi berasal dari kata logos yang artinya makna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Kebermaknaan Hidup

Daftar Pustaka. Smith, Amy, "The anatomy of death row syndrome and volunteering for execution", Boston

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki jalan dan cara masing-masing dalam menjalani,

BAB I PENDAHULUAN. dari waktu ke waktu. Humas Badan Narkotika Nasional RI (2016) telah

BAB II LANDASAN TEORI. makna hidup adalah Victor Frankl. Frankl menganggap bahwa motivasi utama pada

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari paksaan fisik, orang yang tidak dirampas hak-haknya, orang yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III PIDANA BERSYARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketika era globalisasi menyebabkan informasi semakin mudah

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya adalah aktif, punya tujuan serta harga diri (Sarwono, 2002). Pada manusia

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. dan obat-obatan terlarang). Kepolisian dan masyarakat, sekarang sedang gencargencarnya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. perampokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan. Ini berarti, bahwa pembinaan dan bimbingan yang. diberikan mencakup bidang mental dan keterampilan.

Judul : Makna Hidup Penyandang Cacat Tunanetra yang Berprofesi Sebagai Tukang Pijat. ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB I PENDAHULUAN. sanksi sosial dari masyarakat, misalnya diasingkan dalam pergaulan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah makna hidup dikemukakan oleh Victor Frankl, seorang dokter ahli

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan tentang

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya,

BAB II LANDASAN TEORI. A. Narapidana. KBBI, narapidana adalah orang hukuaman atau terhukum, atau seseoranmg yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam diri manusia, dibuktikan dengan kata mutiara kesehatan bukanlah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB V PENUTUP. pembahasan, maka telah didapat pokok-pokok kesimpulan dalam penulisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum yang

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan tersebut terjadi dikarenakan berbagai macam faktor yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174 TAHUN 1999 TENTANG REMISI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. setiap anak. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua anak dapat merasakan

BAB IV KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM MENGENAI HUKUMAN PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

Pelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dihindari. Penderitaan yang terjadi pada individu akan mengakibatkan stres dan

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari pidana itu adalah untuk mencegah timbulnya kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. murid-murid dengan baik dan hasilnya tidak mengecewakan. Diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, dengan kelebihan akal manusia dapat memiliki potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ribu orang di seluruh Indonesia, hingga Oktober 2015 jumlah narapidana

PROFIL NARAPIDANA BERDASARKAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW. Skripsi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti mereka. Biasanya, pasangan yang bertahan lama dalam masa

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Seseorang yang mengalami peristiwa membahagiakan seperti dapat

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Novianti, 2013

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Makna Hidup Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Bila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (happiness). Makna hidup ternyata ada dalam kehidupan itu sendiri, dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan yang menyenangkan dan tak menyenangkan, keadaan bahagia, dan penderitaan (Bastaman, 2007). Ungkapan seperti Makna dalam Derita (Meaning in Suffering) atau Hikmah dalam Musibah (Blessing in Disguise) menunjukkan bahwa dalam penderitaan sekalipun makna hidup tetap dapat ditemukan. Bila hasrat ini dapat dipenuhi maka kehidupan yang dirasakan berguna, berharga, dan berarti (meaningful) akan dialami. Sebaliknya bila hasrat ini tak terpenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan tidak bermakna (meaningless) (bastaman, 2007). 11

2.2.1 Sumber Makna Hidup Menurut Bastaman (2007), tanpa bermaksud menentukan apa yang seharusnya menjadi tujuan dan makna hidup seseorang, dalam kehidupan ini terdapat tiga bidang kegiatan yang secara potensial mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang menemukan makna hidup di dalamnya apabila nilai-nilai itu diterapkan dan dipenuhi. Ketiga nilai (values) ini adalah nilai-nilai kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan (experiential values) dan nilai-nilai bersikap (attitudinal values). 1. Nilai-nilai Kreatif (creative values) Kegiatan berkarya, bekerja, menciptakan serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Menekuni suatu pekerjaan dan meningkatkan keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha untuk mengerjakanya dengan sebaikbaiknya merupakan salah satu contoh dari kegiatan berkarya. 2. Nilai-nilai penghayatan (experiential values) Yaitu keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan dan keagamaan, serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya. 12

3. Nilai-nilai bersikap (attitudinal values) Yaitu menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi seperti sakit yang tidak dapat disembuhkan, kematian dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal. Dalam hal ini yang perlu ditekankan adalah bukan keadaan yang diubah, melainkan sikap (attitude) yang diambil dalam menghadapi keadaan itu. 2.2.2 Karakteristik Makna Hidup Frankl (2008) menjelaskan bahwa orang tidak boleh mencari makna hidup yang abstrak. Setiap manusia memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan sebuah tugas khusus. Dalam kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak bisa diulang. Karena itu setiap manusia memiliki tugas yang unik dan kesempatan unik untuk menyelesaikan tugasnya. Frankl (2008) menegaskan bahwa makna hidup bersifat unik dan khusus yang harus didapat dan diisikan oleh diri sendiri. Bastaman (2007) menguraikan karakteristik dari makna hidup, yaitu: 13

1. Unik, pribadi dan temporer Dalam hal ini makna hidup seseorang dan apa yang bermakna bagi dirinya biasanya bersifat khusus, berbeda dan tak sama dengan makna hidup orang lain, serta mungkin pula dari waktu ke waktu berubah. 2. Spesifik dan nyata Makna hidup benar-benar dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan sehari-hari, serta tidak perlu dikaitkan dengan hal-hal yang serba abstrak-filosofis, tujuan-tujuan idealistis, dan prestasi-prestasi akademis yang serba menajubkan. 3. Memberi pedoman dan arah Dalam hal ini, ketika makna hidup ditemukan dan tujuan hidup ditentukan, seakan-akan tugas memanggil dan adanya keinginan untuk melaksanakan dan memenuhinya, serta kegiatan yang dikerjakan pun menjadi lebih terarah kepada pemenuhan itu. 2.2.3 Proses Penemuan Makna Hidup Bastaman (1996) mengemukakan bahwa dalam proses perubahan diri dari penghayatan hidup tak bermakna dapat digambarkan tahapan-tahapan pengalaman tertentu. Hal ini hanya merupakan konstruksi teoritis yang dalam realita sebenarnya tidak selalu mengikuti urutan tersebut. Tahapan ini dapat diolongkan menjadi lima tahapan sebagai berikut: a) Peristiwa tragis merupakan peristiwa-peristiwa yang tak terelakan, baik yang bersumber dari dalam diri sendiri maupun berasal dari 14

lingkungan. Peristiwa tersebut menimbulkan perasaan kecewa, sedih, marah, malu, terhina, putus asa dan hampa. b) Penghayatan tak bermakna adalah menghayati peristiwa tragis yang dihadapi dengan mengembangkan sikap mental dan citra negatif terhadap diri sendiri dan lingkungannya. c) Pemahaman diri merupakan kesadaran diri untuk mengubah kondisi menjadi lebih baik. Kesadaran ini muncul dari perenungan diri, konsultasi dengan para ahli dan mengalami peristiwa-peristiwa tertentu yang secara dramatis mengubah sikapnya selama ini d) Penemuan makna dan tujuan hidup adalah usaha untuk menyadari adanya nilai-nilai yang berharga atau penting dalam hidup yang kemudian ditetapkan sebagai tujuan hidup. e) Perubahan sikap merupakan usaha untuk merubah diri sendiri dalam menghadapi masalah. f) Keikatan diri merupakan komitmen terhadap sikap untuk menemukan makna hidup dan menggapai tujuan g) Kegiatan terarah dan penemuan makna hidup merupakan usaha secara sadar dan sengaja untuk melakukan berbagai kegiatan yang lebih terarah, untuk memenuhi makna hidup yang telah ditemukan dan tujuan yang telah ditetapkan. h) Hidup bermakna merupakan kehidupan yang dapat mengubah hidup menjadi lebih baik, mengubah hidup tak bermakna menjadi bermakna. i) Kebahagiaan merupakan perasaan bahagia yang muncul sebagai hasil dari mengubah hidup tak bermakna menjadi bermakna. Berdasarkan urutannya, menurut Bastaman (1996) maka skema diatas dapat dikategorikan kedalam lima kelompok tahapan: a) Tahap derita (peristiwa tragis, penghayatan tanpa makna). b) Tahap penerimaan (pemahaman diri, pengubahan 15

sikap). c) Tahap penemuan makna hidup (penemuan makna dan penentuan tujuan hidup). d) Tahap realisasi makna (keikatan diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup). e) Tahap kehidupan bermakna (Penghayatan bermakna dan kebahagiaan). 2.2.4 Makna Penderitaan Menurut Frankl (2008) makna hidup bisa ditemukan ketika dihadapkan oleh suatu situasi yang tidak membawa harapan, dan dihadapkan pada nasib yang tidak dapat bisa diubah. Frankl menekankan bahwa ketika dihadapkan dalam situasi yang tidak dapat diubah maka pemaknaan hidup ditemukan ketika seseorang dituntut untuk mengubah dirinya sendiri. Berdasarkan teori Frankl, Bastaman membagi makna hidup dalam penderitaan dalam beberapa komponen. 2.2.5 Komponen-komponen yang Menentukan Keberhasilan Makna Hidup Setelah mengkaji teori-teori mengenai makna hidup, Bastaman (1996) menyusun komponen-komponen yang menentukan berhasilnya perubahan dan penghayatan hidup tak bermakna menjadi lebih bermakna, adalah: a) Pemahaman diri (self insight), yakni kesadaran akan kondisi yang dinilai buruk saat ini dan keinginan untuk melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik. b) Makna hidup (the meaning of life), yakni nilai-nilai yang penting bagi individu yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi. c) Pengubahan sikap (changing attitude) yang semula tidak tepat menjadi lebih tepat dalam menghadapi masalah atau musibah yang 16

tidak terelakan. d) Keikatan diri (self commitment) terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan hidup yang telah ditentukan. e) Kegiatan terarah (directed activities), yakni segala upaya yang secara sadar dilakukan berbagai pengembangan minat, potensi dan kemauan positif untuk membantu tercapainya makna hidup dan tujuan hidup. f) Dukungan sosial (social support), yakni adanya seorang atau sejumlah orang yang dipercaya dan bersedia mampu memberikan dukungan dan bantuan bilamana diperlukan. Keenam unsur tersebut merupakan proses integral dan dalam konteks mengubah penghayatan hidup tak bermakna menjadi bermakna, antara satu dengan yang lain tak dapat dipisahkan. Kemudian komponen-komponen tersebut digolongkan menjadi empat komponen (Bastaman, 1996), yakni: 1. Komponen Personal (Pemahaman diri, pengubahan sikap) 2. Komponen Sosial (Dukungan sosial) 3. Komponen Nilai (Makna hidup, keikatan diri, kegiatan terarah) 4. Komponen Spiritual (Keimanan) 2.2.6 Kehidupan yang Tidak Kekal Frankl (2008) menjelaskan hal-hal yang sepertinya menghapuskan makna hidup manusia bukan hanya penderitaan, tetapi juga kematian. Satu-satunya aspek kehidupan yang tidak kekal adalah potensi-potensi kehidupan. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketidakkekalan hidup tidak membuat hidup itu tidak bermakna. 17

2.2.7 Makna Hidup dan Bahagia Menurut Bastaman (2007) makna hidup tidak identik dengan kebahagiaan atau kekayaan dan kekuasaan, walaupun semuanya ada hubungannya. Dalam hal ini kebahagiaan adalah ganjaran dari usaha menjalankan kegiatan-kegiatan yang bermakna, sedangkan kekayaan dan kekuasaan merupakan salah satu sarana yang dapat menunjang kegiatan-kegiatan bermakna dan mungkin pula dapat menjadikan hidup ini lebih berarti. Dengan demikian, hidup yang bermakna adalah corak kehidupan yang sarat dengan kegiatan, penghayatan, dan pengalaman-pengalaman bermakna, yang apabila hal itu terpenuhi akan menimbulkan perasaan-perasaan bahagia dalam kehidupan seseorang. 2.3 Definisi Hukum Pidana Menurut Simons, hukum pidana adalah kesemuanya perintah-perintah dan larangan-larangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana) barang siapa yang tidak menaatinya, kesemua aturan-aturan yang menetukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut (dalam Moeljatno, 2008). Sedangkan Hamel mendefinisikan hukum pidana adalah semua dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechstorde) yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan 18

mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larang tersebut (dalam Moeljatno, 2008). 2.3.1 Tujuan Pemberian Hukuman Tujuan pemberian hukuman terdapat empat aspek menurut Hart (dalam Jewkes dan Letherby, 2002). Dalam prakteknya, ada sebuah konsensus (persetujuan umum) yang menyatakan bahwa tujuan utama dalam sebuah penegakan hukuman mengarah ke empat aspek berikut: (A) pencegahan (baik 'khusus' untuk pelaku individu dan 'umum' untuk memberikan efek jera pada suatu kelompok); (B) rehabilitasi (untuk membentuk ulang karakter pelaku, bukan membuat takut seseorang untuk meraih masa depan dengan perilaku yang baik); (C) pelumpuhan (mencegah pelaku melakukan kejahatan dalam masyarakat - biasanya dengan cara mengunci atau mengurung pelaku); (D) pemberlakuan hukuman yang setimpal (membuat pelaku menderita hukuman karena mereka layak mendapatkannya). 2.3.1.1 Tujuan Hukum Pidana Tujuan pidana terdiri dari Reformation, Restraint, Restribution dan Detterence. Reformation (reformasi) berarti memperbaiki atau merehabilitasi penjahat menjadi orang baik dan berguna bagi masyarakat. Restraint maksudnya mengasingkan pelanggar dari masyarakat. Retribution ialah pembalasan terhadap pelanggar karena telah melakukan kejahatan. Detterence, berarti menjera atau mencegah sehingga baik terdakwa sebagai individual maupun orang lain yang 19

potensial menjadi penjahat akan jera atau takut untuk melakukan kejahatan, melihat pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa (Hamzah, 2008). 2.3.2 Jenis Hukum Pidana dalam KUHP Pasal 10 KUPH menjelakan mengenai pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana terdiri atas: 1) Pidana pokok: a. Pidana mati b. Pidana penjara c. Pidana kurungan d. Pidana denda e. Pidana tutupan 2) Pidana tambahan a. Pencabutan hak-hak tertentu b. Perampasana barang-barang tertentu c. Pengumuman putusan hakim 2.3.3 Pasal yang Memberi Hukuman Mati Di dalam KUHP diatur dalam beberapa pasal yang hukumannya adalah hukuman mati seperti pada pasal berikut: 20

1) Pasal 104 (Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah). 2) Pasal 111 (mengadakan hubungan dengan negara asing menggerakannya untuk melakukan permusuhan atau terjadi perang). 3) Pasal 124 ayat 3 (memberitahu atau menyerahkan suatu tempat kepada musuh waktu perang). 4) Pasal 140 ayat 3 (merencanakan makar terhadap raja atau kepala negara sahabat dengan direncanakan terlebih dahulu dan menyebabkan kematian). 5) Pasal 340 (pembunuhan dengan rencana). 6) Pasal 365 ayat 4 (pencurian yang mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih). 7) Pasal 444 (pembajakan dilaut yang mengakibatkan kematian). Selain yang ditetapkan datas, hukuman mati dapat diberikan juga kepada kasus terorisme, narkotik dan korupsi. 2.4 Pengertian Narapidana Menurut Simorangkir, terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (dalam Sofyan dan Asis, 2014). 21

Jenis-jenis pidana dalam KUHP di Indonesia dalah pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, pidana tutupan dan pidana bersyarat. Adapun yang akan dibahas lebih mendalam pada bagian ini adalah tentang pidana mati. 2.5 Dampak psikologis yang dialami terpidana mati 2.5.1 Fenomena Hukuman Mati Para Psikolog dan pengacara di Amerika Serikat berpendapat bahwa periode yang berlarut-larut dan ketidakpastian pada waktu eksekusi dalam batas-batas hukuman mati dapat membuat narapidana bunuh diri, delusi dan gila. Fenomena ini dikenal sebagai fenomena hukuman mati (death row fenomena) (dalam deathpenaltyinfo.org). Penelitian mengenai fenomena ini masih belum banyak diteliti (Smith,2008). 2.5.2 Mengkhayal hukuman yang ditunda Kondisi lain yang dirasakan oleh narapidana mati adalah mengkhayal hukuman yang ditunda. Dalam psikiatri, kondisi ini disebut delusion of reprieve. Kondisi tersebut dirasakan narapidana mati sesaat sebelum hukuman mati dilaksanakan. Dia berkahayal bahwa dia akan diampuni pada menit-menit terakhir (Frankl, 2008). 22

2.6 Nusa Kambangan Lokasi penelitian dilaksanakan pada Nusakambangan yang memiliki 7 lapas yakni; lapas terbuka, lapas batu, lapas besi, lapas narkotik, lapas permisan, lapas kembang kuning dan lapas pasir putih. Lapas terbuka diperuntukan untuk napi yang dalam waktu dekat habis masa hukumannya. Lapas narkotika diperuntukan kepada narapidana yang terjerat kasus narkotik, serta lapas pasir putih yang terkenal dengan Security Maximum System (SMS). 2.6.1 Lapas KembangKuning kelas IIA Penelitian ini dilakukan pada salah satu lapas di Nusakambangan, yakni lapas Kembangkuning kelas IIA. Dengan total populasi terpidana sebanyak 215 orang diantaranya sebanyak 32 menjalani kurang 1/3 masa pidana, 1/3 masa pidana sebanyak 42 orang, ½ masa pidana sebanyak 85 orang, 2/3 masa pidana sebanyak 42 orang, 7 terpidana seumur hidup dan 7 orang terpidana mati. Jenis kejahatan yang ditahan di lapas ini adalah maker, pembunuhan, teroris, narkoba, perampoan, pencurian, KDRT, keasusilaan, kejahatan dll. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di lapas kembang kuning yakni pertanian, pertukangan, kerajinan, teknik mesin, peternakan, pesuruh kantor, dapur LP, dll. Terdapat berbagai fasilitas di lapas ini seperti masjid, gereja, dan lapangan olahraga. 23