1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

dokumen-dokumen yang mirip
PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the

BAB I PENDAHULUAN. frekuensi lalulintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barangbarang/

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri.

Perkembangan Hukum Laut Internasional

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1989 TENTANG TELEKOMUNIKASI [LN 1989/11, TLN 3391]

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan langsung dari salah satu negara.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1976 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI TOKYO 1963, KONVENSI THE HAGUE 1970, DAN KONVENSI MONTREAL 1971

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Hukum Laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

PENDAHULUAN. memiliki luas daratan kurang lebih km 2, serta Zona Ekonomi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. waktu terdapat 10 juta kontainer yang sedang beroperasi di laut

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

BAB II KONVENSI KEJAHATAN PENERBANGAN SEBAGAI SEBUAH TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kejahatan terorisme sudah menjadi fenomena internasional, melihat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sejarah

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme.

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat

TINJAUAN MATA KULIAH...

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

TINDAK PIDANA TERORISME DARI SUDUT HUKUM PIDANA MATERIIL (PENGATURAN NYA DALAM UNDANG - UNDANG NO. 15 TAHUN 2002)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

TUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL KELAS L PERMASALAHAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN

Heni Susila Wardoyo, S.H., M.H

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

HUKUM PIDANA TRANSNASIONAL. Transnasional Internasional Dr. Trisno Raharjo, S.H. M.Hum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat. atau terendah di dalam merespon isu ini. 2

HUKUM LAUT. Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi.

PUSANEV_BPHN. Beberapa Perundang-undangan yang terkait dengan Tugas TNI Angkatan Laut KUMDANG 1. Oleh : DISKUM TNI AL

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA PASAL I PENGERTIAN-PENGERTIAN

BAB I PENDAHULUAN. kapal.konflik yurisdiksi ini timbul berkaitan dengan adanya yurisdiksi ekstra

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

NOMOR 7 TAHUN 1997 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan adalah kejahatankejahatan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA)

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGAMANAN WILAYAH UDARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

BAB I PENDAHULUAN. harus mengacu pada norma-norma hukum internasional maupun nasional yang

ANALISIS YURISDIKSI PEROMPAKAN KAPAL LAUT di LAUT LEPAS MENURUT HUKUM INTERNASIONAL (STUDI KASUS PEROMPAKAN KAPAL SINAR KUDUS MV)

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

BAB SYARAT TERBENTUKNYA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Melalui laut, Masyarakat dari berbagai negara mengadakan segala macam

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI [LN 1999/154, TLN 3881]

BAB I PENDAHULUAN. konflik yurisdiksi antara negara pantai dengan negara bendera kapal. Konflik

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

KEPPRES 111/1998, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK UKRAINA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

Laporan Akhir Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)di Bidang Pelayaran KATA PENGANTAR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjamin keselamatan setiap penerbangan udara sipil. 1

Transkripsi:

1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan antar negara, maka semakin meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barang-barang/kargo. Keamanan laut pada umumnya merupakan tanggung jawab semua negara. Wilayah laut dapat dikatakan telah aman apabila laut tersebut bebas dari gangguan terhadap aktifitas penggunaan dan pemanfaatannya serta bebas dari ancaman kekerasan, termasuk ancaman penggunaan kekuatan bersenjata yang dinilai dapat menganggu dan membahayakan kedaulatan suatu negara. Keamanan nasional suatu negara merupakan suatu konsep yang abstrak dan mempunyai cakupan yang luas. Banyak hal yang dapat mengganggu keamanan nasional suatu negara, baik dari dalam negara itu sendiri maupun dari negara lain. Transnational Crime (kejahatan lintas negara) merupakan isu yang komprehensif dan kolektif. Kredibilitas suatu negara dapat diuji melalui sikapnya dalam menghadapi kejahatan lintas negara. 1 1 http://satanicsuperstar.blogspot.com/2009/05/transnational-crime-perompakan. Diakses pada: 1 Desember 2008.

2 Kejahatan lintas negara merupakan bentuk kejahatan yang kompleks yang melibatkan lebih dari satu negara, karena dalam praktek kejahatan ini terjadi pada lintas batas negara dan mengancam keamanan global. Transnational Crime (kejahatan lintas negara) seperti terorisme, human and drugs trafficking, smal arms and fire weapon trafficking, environmental damaging, pelanggaran HAM, pembajakan pesawat, pembajakan di laut, dan jenis kejahatan-kejahatan lainnya yang dapat merugikan negara terus menjadi isu keamanan dan menjadi perhatian dunia internasional. Salah satu fenomena yang menyangkut isu keamanan negara ialah pembajakan atau perompakan di laut. Kejahatan lintas negara ini sangat meresahkan dunia internasional, karena sasaran dari kejahatan tersebut ialah kapal-kapal komersial dari berbagai negara yang melintasi suatu wilayah perairan. 2 Pada hakikatnya bajak laut ini sudah ada sejak abad ke-17, namun menurut sejarah kuno, bajak laut sudah ada sejak abad ke-3 yang ditandai dengan munculnya bajak laut asal Yunani dan Romawi Kuno. Pada saat itu, kapal dan segala perlengkapannya belum begitu memadai. Para bajak laut tersebut mencuri dan merampas hasil bumi dan kapal-kapal lain yang berpapasan dengan para pembajak ketika sedang berlayar. Hal itu terjadi karena kondisi yang mengkhawatirkan pada zaman itu, dimana masyarakat sangat sulit untuk mendapatkan bahan makanan, dan hal itu pula yang membuat mereka menjadi 2 Ibid

3 hidup bebas dan memilih untuk hidup dari merampas hak orang lain dan kapal yang melintas di daerah itu. 3 Serangkaian peristiwa pembajakan dan perompakan telah terjadi di wilayah perairan Somalia dalam beberapa waktu terakhir ini, tepatnya di wilayah perairan Teluk Aden dan di lepas pantai Somalia. Teluk Aden merupakan perairan sempit antara Somalia dan Yaman dan berhubungan dengan Lautan Hindia dan Terusan Suez serta Laut Tengah (Laut Mediterania), dimana setiap tahunnya dilewati sekitar 20.000 kapal laut. Peristiwa ini mengakibatkan kapal-kapal pengangkut minyak ke Teluk Aden menjadi sangat rawan dengan ancaman serangan para pembajak. Serangan tersebut tidak hanya dilakukan terhadap kapal-kapal pengangkut minyak saja, akan tetapi juga dilakukan terhadap kapal-kapal pembawa bantuan kemanusiaan, kapal pesiar, serta kapal-kapal pembawa persenjataan. 4 Peristiwa ini tidak hanya mengganggu keamanan nasional Somalia saja akan tetapi juga telah mengancam keamanan pelayaran internasional, dengan kata lain kejahatan tersebut sudah termasuk dalam taraf kejahatan internasional, yaitu kejahatan yang dilakukan terhadap kapal berbendera asing maupun warga negara asing yang melintasi perairan tersebut. 5 3 http://www.indonesiangamer.com/forum/showthread.php. Diakses pada: 19 Desember 2009. 4 http://id.wikipedia.org/wiki/perompakan. Diakses pada: 17 September 2009. 5 http://andre.pinkynet.web.id/2009/04/22/penanganan-pembajakan-laut-dalam-hukuminternasional/. Diakses pada: 17 September 2009.

4 Sejak tahun 1991, Somalia telah mengalami krisis dalam proses penegakan hukum terutama dalam bidang pelayaran. Hal ini merupakan akibat dari kondisi pemerintahan yang tidak efektif di negara tersebut, sehingga secara tidak langsung keadaan ini dapat memicu munculnya kelompok-kelompok kriminal bersenjata termasuk para pembajak. 6 Pembajakan dan perompakan di laut ini telah diatur berdasarkan hukum kebiasaan internasional, karena dianggap telah mengganggu kelancaran pelayaran dan perdagangan antar bangsa. Pengaturan oleh hukum kebiasaan internasional tersebut terbukti dari praktek yang terus-menerus dilakukan oleh sebagian besar negara-negara di dunia. 7 Pembakuan norma kebiasaan tersebut telah dirintis secara sistematis dan teratur, melalui usaha kodifikasi yaitu dengan diadakannya konferensi kodifikasi Den Haag l930 oleh Liga Bangsa-Bangsa, walaupun pada kenyataannya usaha untuk mengkodifikasikan pengaturan tersebut gagal karena konferensi tidak menghasilkan suatu konvensi. 8 Dalam perkembangannya masalah pembajakan ini diatur dalam konvensi Jenewa l958 tentang laut lepas (the high seas), antara lain, Pasal l5 yang merumuskan tentang pembajakan di laut sebagai berikut: (1) Pembajakan harus menggunakan suatu kapal untuk membajak kapal lain. Hal ini untuk membedakan dengan tindakan pemberontakan anak buah kapal terhadap kapalnya sendiri; 6 http://catatan-ilmiahku.blogspot.com/2009/05/perompak-somalia-guncang-dunia-bisnis_02.html. Diakses pada: 19 Desember 2009. 7 http://one.indoskripsi.com//node/4497. Diakses pada: 19 Desember 2009. 8 Ibid

5 (2) Locus delictinya dilakukan di laut lepas. Rumusan ini lebih luas cakupannya, karena rumusan dalam konvensi ini melibatkan juga pesawat udara dan memasukkan delik penyertaan serta delik pembantuan. 9 Perkembangan selanjutnya, masalah pembajakan ini dimasukkan ke dalam Konvensi Hukum Laut 1982 yang disetujui di Montego Bay, Jamaica pada tanggal 10 Desember 1982, yang terdapat dalam pasal 100-107. 10 Konvensi ini berlaku bagi setiap negara, baik yang telah meratifikasi maupun bagi negara yang belum meratifikasi. Hal ini dikarenakan permasalahan dalam konvensi ini menyangkut keamanan secara umum dan kejahatannya bersifat umum, yaitu seluruh negara mengakui bahwa pembajakan/perompakan merupakan kejahatan yang bersifat delik jure gentium (kejahatan yang mengganggu keamanan internasional). Menurut hukum internasional, pembajakan di laut adalah setiap tindakan kekerasan yang tidak sah, yang berupa: a. setiap perbuatan perampasan yang dilakukan untuk kepentingan sendiri oleh awak kapal atau penumpang terhadap kapal lain atau orang atau harta benda di atas kapal tersebut di luar yurisdiksi suatu negara; b. setiap perbuatan yang dengan sukarela mengambil bahagian dalam kegiatan suatu kapal atau pesawat udara dengan mengetahui bahwa kapal atau pesawat terbang tersebut dipergunakan untuk membajak; 9 Media Hukum/Vol.V/No1/Januari - Maret/ 2005 No ISSN 1411-3759. Diakses pada: 19 Desember 2009. 10 http://andre.pinkynet.web.id/2009/04/22/penanganan-pembajakan-laut-dalam-hukuminternasional/. Diakses Pada:19 Desember 2009.

6 c. setiap perbuatan yang dengan sengaja mempermudah suatu perbuatan seperti yang disebutkan di atas. Adanya kekhawatiran negara-negara terhadap maraknya perbuatan melanggar hukum yang mengancam keselamatan kapal dan keamanan penumpang dan awak kapal ini mendorong lahirnya Konvensi Internasional yang mengatur tentang pemberantasan kejahatan melanggar hukum yang terjadi di laut, yaitu Konvensi Roma tahun 1988 (Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Maritime Navigation) yang ditandatangani di Roma pada tanggal 10 Maret 1988. 11 Konvensi ini menyatakan bahwa, Tindakan melanggar hukum terhadap keselamatan navigasi maritim yang membahayakan keselamatan orang dan harta benda, sangat mempengaruhi pengoperasian pelayanan maritim, dan menghilangkan kepercayaan bangsa-bangsa di dunia dalam hal keselamatan navigasi/maritim. 12 Perbuatan melanggar hukum yang dimaksud termasuk perompakan/perampokan bersenjata di laut. Kejahatan pelayaran yang terjadi di Somalia berupa pembajakan dan perompakan di laut. Pembajakan ini terjadi di wilayah lepas pantai Somalia, sementara perompakan terjadi di wilayah teritorial Somalia, sehingga dalam penerapan hukumnyapun berbeda satu sama lain. Penerapan hukum terhadap pembajakan mengacu kepada konvensi Hukum Laut tahun 1982 sedangkan pada kasus perompakan mengacu pada konvensi Roma 1988 yang sejalan dengan prinsip 11 http://www.admiraltylawguide.com/conven/suppression1988.html. Diakses pada: 17 September 2009. 12 Dikutip dari : Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Maritime Navigation, bagian Considering.

7 universal hukum internasional. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan lebih lanjut pada pembahasan berikutnya. B. Rumusan Masalah Dari uraian di atas, maka permasalahan yang kemudian akan diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan tentang kejahatan pelayaran menurut hukum internasional? 2. Bagaimana pelaksanaan yurisdiksi terhadap pelaku kejahatan pelayaran di Somalia menurut hukum internasional? C. Ruang Lingkup Untuk membatasi penulisan skripsi sehingga tidak menyimpang dari permasalahan yang diangkat dan dapat dilakukan pembahasan yang terfokus, maka penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian pada peristiwa pembajakan atau perompakan di laut beserta aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan tersebut, yaitu ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam hukum internasional yang memuat pengaturan tentang pembajakan dan perompakan di laut yaitu: 1. Konvensi Jenewa 1958 tentang the High Seas (laut lepas); 2. Konvensi PBB 1982 tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law Of the Sea); 3. Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Maritime Navigation 1988.

8 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah: a) Untuk menjelaskan pengaturan tentang kejahatan pelayaran menurut hukum internasional; b) Untuk menjelaskan pelaksanaan yurisdiksi terhadap pelaku kejahatan pelayaran di Somalia menurut hukum internasional. 2. Kegunaan Penelitian Adapun yang menjadi kegunaan penelitian ini adalah : a) Secara Teoritis Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum, khususnya masalah kejahatan pelayaran yang berupa pembajakan dan perompakan di laut. b) Secara Praktis Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada pembaca mengenai kejahatan pelayaran yang berupa pembajakan dan perompakan di laut, dan juga memberikan masukan bagi para praktisi hukum internasional yang secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan kasus-kasus yang berkaitan dengan kejahatan pelayaran yang dimaksud.

9 D. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dalam memahami penulisan skripsi ini, maka keseluruhan sistematikanya disusun sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan ini memuat latar belakang penulisan skripsi yang dari latar belakang ini penulis menarik pokok permasalahan, ruang lingkup, serta tujuan dan kegunaan penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini merupakan bagian pengantar terhadap pengertian umum tentang pokokpokok pembahasan skripsi. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang metode yang digunakan dalam penelitian, yang meliputi pendekatan masalah, jenis dan tipe penelitian, data dan sumber data, metode pengumpulan data, serta analisis terhadap data yang diperoleh. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang pembahasan yang mengemukakan hasil penelitian, yaitu mengenai Kajian Terhadap Kejahatan Pelayaran Menurut Hukum Internasional. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan penutup dari penulisan skripsi ini, yang memuat tentang kesimpulan dan saran-saran dari penulis terhadap permasalahan yang sedang dihadapi.