I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Suwarto dan Octavianty (2010), tanaman tebu dapat diklasifikasikan

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula tebu merupakan salah satu kebutuhan primer masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman industri penting penghasil

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman yang dibudidayakan secara

TINJAUAN PUSTAKA. Tebu adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang ditanam untuk bahan baku gula.

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara agraris yang artinya pertanian memegang

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan semusim yang termasuk golongan rerumputan

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan sayuran rempah yang tingkat

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman yang penting bagi Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit mempunyai nilai ekonomi yang sangat penting bagi

I. PENDAHULUAN. sumber kalori yang relatif murah. Kebutuhan akan gula meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr) merupakan salah satu komoditas pangan utama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Di

I. PENDAHULUAN. Tanaman karet (Hevea brasiliensis [Muell.] Arg.) berasal dari Brazil, Amerika

EFIKASI HERBISIDA PRATUMBUH METIL METSULFURON TUNGGAL DAN KOMBINASINYA DENGAN 2,4-D, AMETRIN, ATAU DIURON TERHADAP GULMA PADA PERTANAMAN TEBU

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan tanaman kacang-kacangan yang permintaannya

TINJAUAN PUSTAKA. yang terkait erat dengan jarak tanam dan mutu benih. Untuk memenuhi populasi

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan

Uji Efikasi Herbisida Pratumbuh untuk Pengendalian Gulma Pertanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)

I. PENDAHULUAN. lebih tahan terhadap hama dan penyakit (Sumarno dan Karsono 1996 dalam

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman pangan yang penting di dunia, selain padi

I. PENDAHULUAN. Karet merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia seharihari,

I. PENDAHULUAN. mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di Pulau

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

EFIKASI HERBISIDA PRATUMBUH DIURON PADA GULMA DI PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING. Skripsi. Oleh DANNY FHAISAL AKBAR

I. PENDAHULUAN. untuk menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Berbagai kegunaan bawang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kedelai (Gycine max (L) Merrill) merupakan komoditas pangan utama bagi

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman pangan potensial masa

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan seperti tempe, tahu, tauco, kecap dan lain-lain (Ginting, dkk., 2009).

I. PENDAHULUAN. dunia. Jagung menjadi salah satu bahan pangan dunia yang terpenting karena

TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Gulma

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang tanah pada dasarnya dapat ditanam hampir di semua jenis tanah,

PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI HERBISISDA TIGOLD 10 WP (pirizosulfuron etil 10%) TERHADAP GULMA PADA BUDIDAYA PADI SAWAH

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua

I. PENDAHULUAN. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu menurut ilmu tumbuh-tumbuhan termasuk famili rumput

METODELOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Hajimena, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

I. PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit adalah salah satu sumber utama minyak nabati di

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan normalnya (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984). Penggunaan herbisida

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

PENDAHULUAN. Indonesia. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan

I. PENDAHULUAN. Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan manusia

Jurnal Pertanian Tropik ISSN No : Vol.4, No.3. Desember (22) :

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L. Merrill) adalah komoditas yang

PENGARUH WAKTU DAN METODE PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015).

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan komoditas yang menjadi salah

I. PENDAHULUAN. melalui makanan pokok (Nazarudin, 2009). Selada (lactuca sativa L.) merupakan

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

II. TINJAUAN PUSTAKA. di dunia. Dan merupakan makanan pokok ketiga di dunia setelah gandum dan

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

BAB I PENDAHULUAN. diolah menjadi makanan seperti kue, camilan, dan minyak goreng. kacang tanah dari Negara lain (BPS, 2012).

I. PENDAHULUAN. keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP),

KLOROFIL XII - 1 : 25 29, Juni 2017 ISSN

PENGARUH JENIS DAN TINGKAT KERAPATAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max [L]. Merr)

Gambar 1. Varietas TAKAR-1 (GH 4) Edisi 5-11 Juni 2013 No.3510 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan tanaman yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias merupakan salah satu produk hortikultura yang saat ini mulai

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penggolongan gulma didasarkan pada aspek yang berbeda-beda sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia, kelapa sawit pertama kali didatangkan oleh pemerintah Hindia

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

PROSPEK TANAMAN PANGAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) adalah satu anggota famili rumputrumputan

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. yang dipakai untuk membudidayakan tanaman. Gangguan ini umumnya berkaitan

Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan prospek yang cukup cerah. Hal ini dikarenakan sudah banyak dikembangkan beberapa produk turunan tebu seperti gula, etanol, ragi roti, papan partikel, papan serat, kertas, dan daya listrik. Produk tersebut mempunyai peluang pasar yang cukup terbuka, baik di pasar domestik maupun internasional (Departemen Pertanian, 2007). Dengan berkembangnya industri turunan ini diharapkan produktivitas tebu dapat ditingkatkan. Produksi tebu nasional masih rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan konsumen. Produksi tebu nasional tahun 2012 yaitu 2.438.198 ton. Produksi tebu tersebut belum mencukupi permintaan gula nasional yang mencapai 2,7 juta ton, sehingga kekurangannya harus diimpor dari negara lain (Direktorat Jendral Perkebunan, 2013). Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi tebu penting untuk dilakukan. Program kerja yang telah disusun oleh pemerintah untuk memenuhi permintaan pasar akan gula, salah satunya dengan memperluas areal pertanaman tebu. Perluasan dan pengembangan lahan pertanaman tebu ditunjukan pada lahan kering

2 seperti di Lampung. Umumnya masalah di dalam budidaya tanaman tebu lahan kering yaitu produksinya rendah. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2013), produksi tebu di Lampung hanya terjadi peningkatan sekitar 0,45 % terhitung dari tahun 2011 sampai dengan 2012, lebih rendah jika dibandingkan di luar Lampung. Faktor yang menyebabkan rendahnya produksi tebu di lahan kering salah satunya yaitu masalah gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan manusia. Gulma dianggap merugikan karena berkompetisi dengan tanaman budidaya dalam hal ketersediaan sarana tumbuh seperti air, unsur hara, cahaya, CO 2, dan ruang tumbuh (Sembodo, 2010). Menurut Kuntohartono (1991) dalam Alfredo dkk. (2012), kerugian yang ditimbulkan oleh keberadaan gulma pada pertanaman tebu yaitu dapat menurunkan bobot tebu berkisar 6-9% dan penurunan rendemen sebesar 0,09%. Kerugian akibat gulma akan lebih besar akibat tidak terkendalinya gulma pada periode kritis tanaman tebu yaitu antara 27-50 hari setelah tanam (Srivastava dkk., 2003). Pernyataan ini didukung oleh Zimdahl (1980) dalam Wijaya dkk (2012) bahwa kompetisi gulma pada 3, 6, dan 9 minggu setelah tanam menurunkan hasil tanaman tebu berturut-turut sebesar 77,6 %, 50,6 %, dan 41,7%. Upaya untuk mencegah dan mengurangi kerugian secara ekonomi akibat adanya gulma pada periode kritis tanaman tebu dengan herbisida pratumbuh dapat menimbulkan banyak masalah. Bahan aktif herbisida pratumbuh yang banyak digunakan pada pertanaman tebu seperti ametrin, diuron, dan metribuzin dapat menyebabkan masalah di pertanaman tebu akibat penggunaan herbisida dengan

3 cara kerja yang sama dalam jangka waktu lama yaitu dapat menimbulkan resistensi gulma terhadap herbisida. Oleh karena itu, usaha rotasi penggunaan herbisida penting untuk dilakukan. Beberapa bahan aktif baru yang dapat dijadikan pengganti untuk merotasi herbisida pratumbuh pada pertanaman tebu, salah satunya yaitu flumioxazin. Flumioxazin merupakan herbisida yang dapat digunakan pratumbuh dan pasca tumbuh dengan tatanama IUPAC yaitu N- (7- fluro- 3,4 dihydro- 3- Oxo-4 prop- 2- ynyl- 2H- 1,4 benzoxazin= 6yl) cyclohex- 1- ene-1,2- dicarboxamide. Cara kerja herbisida flumioxazin yaitu menghambat kerja enzim protoporphyrinogen oxidase. Reaksi ini akan aktif dengan adanya cahaya dan oksigen, melalui induksi akumulasi porfirin dan meningkatkan peroksidasi membran lipid menyebabkan kerusakan yang tidak dapat balik dari fungsi membran dan struktur tanaman menjadi rentan. Herbisida berbahan aktif flumioxazin banyak digunakan untuk mengendalikan gulma tahunan rumput, daun lebar dan teki (Tomlin, 2011). Efektivitas penggunaan herbisida dalam mengendalikan gulma sangat ditentukan oleh dosis yang diberikan, sehingga pemberian dosis harus tepat (Sembodo, 2010). Flessner dkk. (2013) melaporkan bahwa herbisida flumioxazin dengan dosis 0,43 kg/ha mampu mengendalikan lebih besar dari 95% Poa annua. Hal serupa juga telah dilaporkan sebelumnya oleh Ducar dkk. (2002) bahwa perlakuan kombinasi herbisida diklosulam, flumioxazin, dan imazapik pada pertanaman kacang tanah menunjukkan persentase pengendalian gulma lebih dari 84% dan diiringi oleh hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa aplikasi herbisida serta tidak menimbulkan keracunan terhadap kacang tanah. Selain itu, menurut

4 Vasilakoglou dkk. (2013), herbisida flumioxazin efektif mengendalikan gulma daun lebar seperti genus Amaranthus. Pengaruh herbisida flumioxazin terhadap fitotoksisitas beberapa tanaman sudah diketahui. Hasil penelitian Yoshida dkk. (1991) dalam Vencill (2003) tentang efek flumioxazin yang diaplikasikan pratumbuh dengan dosis 250 g/ha menunjukkan bahwa fitotoksisitas kedelai dan kacang tanah toleran, sedangkan jagung dan kapas agak toleran. Pernyataan ini diperkuat oleh Tomlin (2011) bahwa fitotoksitas herbisida flumioxazin terhadap kedelai dan kacang tanah toleran sedangkan pada jagung, gandum, barley, dan padi agak toleran. Menurut Grichar dkk. (2013), penggunaan herbisida flumioxazin tidak mengkerdilkan tanaman kacang tanah. Selain itu, menurut Jursik dkk. (2011), fitotoksitas herbisda flumioxazin yang diaplikasikan pasca tumbuh pada tanaman bunga matahari menunjukan fitotoksitas yang rendah yaitu 6%. Pengetahuan akan penggunaan dosis herbisida flumioxazin yang efektif dalam mengendalikan gulma serta tidak menimbulkan keracunan pada pertanaman tebu belum diketahui secara pasti. Oleh karena itu, pentingnya dilakukan pengujian untuk mempelajari efikasi beberapa tingkat dosis herbisida flumioxazin dalam mengendalikan gulma serta tingkat keracunan yang ditimbulkan akibat aplikasi herbisida flumioxazin pada pertanaman tebu lahan kering. Pengujian herbisida flumioxazin dilakukan untuk menjawab rumusan masalah yang telah disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah efikasi herbisida flumioxazin dalam mengendalikan gulma pada pertanaman tebu lahan kering keprasan 1?

5 2. Apakah terjadi keracunan pada pertanaman tebu lahan kering keprasan 1 akibat aplikasi herbisida flumioxazin? 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang disusun, tujuan penelitian ini adalah 1. Mempelajari efikasi herbisida flumioxazin dalam mengendalikan gulma pada pertanaman tebu lahan kering keprasan 1. 2. Mempelajari keracunan pada tanaman tebu lahan kering keprasan 1 akibat aplikasi herbisida flumioxazin. 1.3 Landasan Teori Untuk menyusun penjelasan teoritis terhadap rumusan masalah yang diajukan, dibutuhkan landasan teori sebagai berikut: Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan manusia. Gulma dianggap merugikan karena berkompetisi dengan tanaman budidaya dalam hal ketersediaan sarana tumbuh seperti air, unsur hara, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh. Selain itu juga gulma mengeluarkan zat alelokimia yang dapat meracuni tanaman budidaya (Sembodo, 2010). Menurut Kuntohartono (1991) dalam Alfredo dkk. (2012), kerugian yang ditimbulkan oleh keberadaan gulma pada pertanaman tebu yaitu dapat

6 menurunkan bobot tebu antara 6-9% dan penurunan rendemen sebesar 0,09 %. Sedangkan menurut Khan dkk. (2004), kerugian yang ditimbulkan oleh keberadaan gulma pada pertanaman tebu yaitu dapat menurunkan bobot tebu antara 20-25 %. Menurut Srivastava dkk. (2003), pada umumnya tanaman tebu memiliki periode kritis antara 27-50 hari setelah tanam, sehingga jika gulma tidak dikendalikan pada periode kritis tanaman tebu, maka akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi hasil tanaman. Pernyataan ini didukung oleh Zimdahl (1980) dalam Wijaya dkk. (2012) bahwa kompetisi gulma pada 3, 6, dan 9 minggu setelah tanam menurunkan hasil tanaman tebu berturut-turut sebesar 77,6 %, 50,6 %, dan 41,7%. Oleh karena itu tindakan pengendalian gulma peting untuk dilakukan. Metode pengendalian gulma pada pertanaman tebu yang umumnya cukup luas hendaknya mempertimbangkan banyak aspek sehingga efektif dan efesien. Salah satu metode yang dapat diterapkan di pertanaman tebu yaitu menggunakan metode pengendalian kimiawi dengan herbisida. Herbisida merupakan bahan kimia atau kultur hayati yang dapat menghamabat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan (Sembodo, 2010). Berdasarkan waktu aplikasinya herbisida ada yang diaplikasikan sebelum gulma itu tumbuh (pratumbuh) dan setelah gulma tumbuh (pascatumbuh). Pada umumnya pengendalian herbisida pada pertanaman tebu dilakukan sedini mungkin, salah satu cara yaitu menggunakan herbisida pratumbuh sehingga potensi produksi dapat tercapai. Herbisida pratumbuh yang banyak digunakan dalam mengendalikan gulma pada pertanaman tebu di antaranya diuron, imazapik, atrazin, dan metribuzin. Akibat

7 penggunaan herbisida dengan cara kerja yang sama dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan masalah diantaranya resistensi gulma terhadap herbisida. Langkah yang tepat untuk mencegah adanya resistensi yaitu dengan merotasi penggunaan jenis bahan aktif herbisida. Flumioxazin merupakan herbisida yang dapat digunakan pratumbuh dan pasca tumbuh dengan tatanama IUPAC yaitu N- (7- fluro-3,4 dihydro-3-0xo-4 prop- 2- ynyl- 2H- 1,4 benzoxazin-= 6yl) cyclohex- 1- ene- 1,2- dicarboxamide. Cara kerja herbisida (mode of action) flumioxazin yaitu menghambat enzim protoporphyrinogen oxidase. Herbisida berbahan aktif flumioxazin banyak digunakan untuk mengendalikan gulma tahunan baik rumput, daun lebar, ataupun teki (Tomlin, 2011). Flessner dkk. (2013) melaporkan bahwa herbisida flumioxazin dengan dosis 0,43 kg/ ha efektif mengendalikan lebih dari 95% Poa annua. Hal serupa juga telah dilaporkan sebelumnya oleh Ducar dkk. (2002) bahwa perlakuan kombinasi herbisida diklosulam, flumioxazin, dan imazapik pada pertanaman kacang tanah menunjukkan persentase pengendalian gulma lebih dari 84%. Menurut Azania dkk. (2010), herbisida berbahan aktif flumioxazin efektif mengendalikan gulma daun lebar. Selain itu, menurut Vasilakoglou dkk. (2013), herbisida berbahan aktif flumioxazin efektif mengendalikan gulma daun lebar seperti genus Amaranthus Hasil penelitian Yoshida dkk. (1991) dalam Vencill (2003) tentang efek flumioxazin yang diaplikasikan pratumbuh di rumah kaca ke berbagai spesies menunjukkan bahwa kedelai dan kacang tanah memiliki toleransi yang sangat

8 baik dengan dosis aplikasi flumioxazin tertinggi (250 g/ ha) sedangkan jagung dan kapas cukup toleran. Menurut Grichar dkk. (2013), penggunaan herbisida flumioxazin yang diaplikasikan tidak mengkerdilkan tanaman kacang tanah. Hal serupa juga diungkapkan oleh Tomlin (2011) bahwa kedelai dan kacang tanah toleran sedangkan pada jagung, gandum, barley dan padi agak toleran terhadap flumioxazin. Selain itu juga dilaporkan oleh Jursik dkk. (2011) bahwa fitotoksitas herbisda flumioxazin yang diaplikasikan pasca tumbuh pada tanaman bunga matahari menunjukan fitotoksitas yang rendah hanya 6%. 1.4 Kerangka Pemikiran Tebu merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan prospek yang cukup cerah, tetapi tidak didukung oleh produksi yang tinggi. Dalam upaya meningkatkan produksi tebu program perluasan lahan pertanaman tebu sangat diintensifkan terutama pada lahan kering. Masalah yang menjadi faktor pembatas produksi pada pertanman tebu, salah satunya yaitu masalah gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan manusia karena berkompetisi dengan tanaman budidaya sehingga menurunkan kuantitas dan kualitas produksi tanaman budidaya. Hal tersebut juga akan terjadi pada pertanaman tebu lahan kering. Kerugian yang ditimbulkan oleh keberadaan gulma pada pertanaman tebu yaitu dapat menurunkan bobot tebu berkisar 6 hingga 25% dan penurunan rendemen sebesar 0,09%. Selain itu gulma akan

9 sangat merugikan bila tidak dikendalikan pada massa kritis tanaman seperti pada 3, 6, dan 9 minggu setelah tanam dapat menurunkan hasil tanaman tebu berturutturut sebesar 77,6 %, 50,6 %, dan 41,7%. Oleh karena itu upaya untuk mencegah dan mengurangi kerugian secara ekonomi pada tanaman tebu akibat adanya gulma menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan. Pengendalian gulma pada tanaman tebu hendaknya dilakukan sedini mungkin sehingga potensi produksinya dapat tercapai, salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu dengan menggunakan herbisida pratumbuh. Pada pertanaman tebu bahan aktif herbisida ternama yang sering digunakan di antaranya ametrin, atrazin, metribuzin, diuron, dan imazapik. Pada umumnya penggunaan jenis herbisida pratumbuh pada pertanaman tebu cenderung menggunakan satu jenis bahan aktif yang selalu dipakai bertahuntahun. Masalah yang akan muncul di pertanaman tebu akibat penggunaan herbisida dengan satu jenis bahan aktif saja dalam jangka waktu lama yaitu terjadinya resistensi. Oleh karena itu rotasi bahan aktif herbisida penting untuk dilakukan. Beberapa bahan aktif yang dapat dijadikan alternatif untuk merotasi herbisida pratumbuh pada pertanaman tebu, salah satunya yaitu bahan aktif flumioxazin. Flumioxazin merupakan herbisida yang dapat digunakan secara pratumbuh dan pasca tumbuh dengan cara kerja herbisida (mode of action) yaitu menghambat kerja enzim protoporphyrinogen oxidase melalui absorbsi pada perkecambahan biji gulma. Herbisida berbahan aktif flumioxazin banyak digunakan untuk mengendalikan gulma tahunan baik rumput, daun lebar, ataupun teki. Herbisida

10 ini biasanya diaplikasikan secara pratumbuh dan pascatumbuh pada tanaman kedelai, kacang tanah, dan kentang. Berdasarkan landasan teori, herbisida flumioxazin mampu mengendalikan gulma daun lebar, rumput, dan teki. Selain itu juga dilaporkan bahwa perlakuan kombinasi herbisida diklosulam, flumioxazin, dan imazapik pada pertanaman kacang tanah menunjukkan persentase pengendalian gulma lebih dari 84% dan diiringi oleh hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa aplikasi herbisida. Selain itu, aplikasi flumioxazin dengan dosis tertinggi (250 g/ha) menunjukkan kedelai dan kacang tanah memiliki toleransi yang sangat baik sedangkan jagung dan kapas cukup toleran. Meskipun demikian pengetahuan akan efikasi dan fitotoksitas pada pertanaman tebu belum banyak diketahui. Oleh karena itu akan dilakukan pengujian untuk mempelajari efikasi herbisida flumioxazin dalam mengendalikan gulma serta tingkat keracunan yang ditimbulkan pada pertanaman tebu. 1.5 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran dapat disusun hipotesis sebagai berikut: 1. Herbisida flumioxazin efektif mengendalikan gulma pada pertanaman tebu lahan kering keprasan 1. 2. Herbisida flumioxazin tidak meracuni tanaman tebu tebu lahan kering keprasan 1.