BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

EVALUASI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB 1 PENDAHULUAN. wilayah yang lebih kecil. (Josef Riwu Kaho, 1998:135) pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan Otonomi Daerah membuat Pemerintah menggantungkan sumber

I. PENDAHULUAN. meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara membutuhkan pendanaan dalam menggerakan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desentralisasi merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah dan dikelola oleh pemerintah. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

ANALISIS RETRIBUSI PASAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas sumber daya alam, sumber daya potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya yang berkesinambungan, yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

2016 PENGARUH EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN PASAR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK:

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah harus berusaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

I. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. tekhnologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. pembangunan. Oleh karena itu peran masyarakat dalam Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan.undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri serta

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

BAB I PENDAHULUAN. dalam tata pemerintahan di Indonesia. Penerapan otonomi daerah di

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya paradigma yang baru terhadap sistem pemerintahan sentralisasi menjadi sistem pemerintahan desentralisasi, dimana memberikan keleluasaan yang lebih kepada pemerintah daerah untuk membangun daerah yang otonom dan bertanggungjawab untuk mengatur serta mengawasi apa yang menjadi kepentingan masyarakat daerah setempat yang sesuai dengan kondisi serta potensi yang ada. Penyelenggaraan otonomi daerah menuntut adanya kesiapan sumber daya dan sumber dana serta responsibilitas dari tiap tiap daerah. Sejalan dengan itu penyelenggaraan pemerintahan daerah didukung adanya pertimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang disesuaikan dengan potensi serta kondisi kebutuhan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah angka 7 tentang Keuangan Daerah disebutkan : Penyerahan sumber keuangan Daerah baik berupa pajak daerah dan retribusi daerah maupun berupa dana perimbangan merupakan konsekuensi dari adanya penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah yang diselelnggarakan berdasarkan Asasotonomi. Untuk menjalankan 1

2 urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, daerah harus mempunyai sumber keuangan agar daerah tersebut mampu memberikan pelayanann dan kesejahteraan kepada rakyat didaerahnya. Pemberian sumber keuangan kepada daerah harus seimbang dengan beban atau urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah menuntut adanya kesiapan sumber daya, sumber dana, responsibilitas serta akuntabilitas dari masing- masing daerah. Sejalan dengan itu penyelenggaraan pemerintahan daerah didukung adanya perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan daerah sebagaimana di atur dalam pasal 157 Bab VII mengenai sumber Pendapatan Asli Daerah dalam Undang- Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Disebutkan bahwa sumber- sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain- lain pendapatan daerah yang sah. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus mengoptimalkan sumber- sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah, sehingga akan tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk kegiatan pembangunan daerah tersebut. Upaya meningkatkan kemandirian pembiayaan perlu dilakukan dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah, antara lain dengan mengoptimalkan penggalian dana dari sumber- sumber pendapatan daerah. Retribusi daerah adalah salah satu bagian dalam pembentukan PAD merupakan komponen yang perlu untuk dioptimalkan. Menurut Undang-

3 Penyelenggaraan otonomi daerah yang benar- benar sehat akan tercapai bila sumber keuangan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (Kaho, 1988). Pernyataan tersebut mempertegas bahwa otonomi daerah memacu daerah untuk menggali potensi sumber- sumber keuangan asli daerah yang ada pada daerah itu sendiri, sehingga kebijakan otonomi daerah dapat tersentral dari kemandirian daerah tersebut. Rendahnya kemampuan keuangan daerah akan sering menimbulkan siklus efek negative, yaitu rendahnya tingkat pelayanan masyarakat yang pada gilirannya akan mengundang campur tangan pusat, atau bahkan dapat menyebabkan dialihkannya sebagian fungsi-fungsi Pemerintah Daerah ke tingkat pemerintahan yang lebih atas. Dari aspek pelaksanaan, pemerintah daerah dituntut mampu menciptakan sistem manajemen yang mampu mendukung operasionalisasi pembangunan daerah. Salah satu aspek dari pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran Daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Sebagai instrument kebijakan, APBD merupakan pedoman pendapatan dan belanja dalam melaksanakan kegiatan pemerintah daerah. Sehingga dengan adanya APBD, pemerintah daerah sudah memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja yang akan diterima sebagai pendapatan dan pengeluaran apa saja yang harus dikeluarkan selama 1 tahun. Dengan adanya APBD sebagai pedoman, kesalahan, pemborosan, dan penyelewengan yang merugikan dapat dihindari.

4 Upaya meningkatkan kemandirian pembiayaan di daerah perlu dilakukan dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah, antara lain dengan optimalisasi penggalian dana dari sumber-sumber pendapatan daerah. Retribusi daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekarang ini lebih memungkinkan dan berpeluang besar untuk ditingkatkan dan dikembangkan, sehingga mampu memberikan kontribusi yang lebih besar kepada PAD terutama di Daerah Kabupaten / Kota yang mempunyai otonomi yang luas dan utuh sekaligus untuk meningkatkan kualitas pelayanan daerah. Sebagaimana telah disebutkan dalam penjelasan Undang- Undang No. 28 Tahun 2009 atas perubahan dari Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dijelaskan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Menurut Undang- Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Rteribusi Daerah bahwa Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Retribusi Daerah sangat potensial untuk digali dan diperluas pengelolaannya, karena Retribusi Daerah dipungutatas balas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah meliputi jasa- jasa yang berkaitan dengan pelayanan umum, usaha- usaha tertentu maupun yang menyangkut perizinan tertentu. Retribusi Daerah merupakan sumber pendapatan yang paling memungkinkan

5 untuk dikembangkan sesuai dengan kreatifitas dari masing- masing pemerintah daerah memiliki keleluasaan dalam memungut retribusi. Upaya dalam peningkatan pendapatan oleh setiap Pemerintah Daerah pada level Provinsi maupun Kabupaten/ Kota haruslah didukung dengan berbagai kebijaksanaan sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing. Seperti halnya dengan daerah-daerah lain. Berkenaan dengan hal tersebut Pemerintah Kabupaten Semarang memiliki kewenangan dalam mengantur dan mengurus urusan pemerintahan daerahnya dengan kepentingan masyarakat dan prakarsa sendiri maka pemerintahan Kabupaten Semarang harus memaksimalkan penerimaan dari PAD (Pendapatan Asli Daerah). Dalam Tabel 1.1 terlihat penerimaan PAD Kabupaten Semarang dari Tahun anggaran 2009-2013 sebagai berikut. Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan PAD dan Sumbangan Tiap-tiap Jenis Penerimaan Terhadap PAD Kabupaten Semarang Tahun 2009-2013 (dalam rupiah) Jenis Penerimaan Tahun Anggaran 2009 2010 2011 2012 2013 Realisasi % Realisasi % Realisasi % Realisasi % Realisasi % a. Pajak Daerah 20,441,906,987 22.61 26,228,584,340 26.55 39,433,225,418 29.60 47,192,969,403 30.23 82,603,475,216 38.30 b. Retribusi Daerah 57,595,637,568 63.72 59,001,789,724 59.72 66,260,009,503 49.75 27,368,212,072 17.53 28,353,829,275 13.15 c. Bagian Laba BUMD 4,018,979,431 4.45 4,510,450,025 4.57 3,568,435,564 2.68 7,570,260,388 4.85 8,193,157,136 3.80 d. Penerimaan lain- lain 8,336,124,863 9.22 9,062,816,271 9.17 23,937,242,821 17.97 73,972,565,257 47.39 96,539,778,346 44.76 Total PAD 90,392,648,849 100.00 98,803,640,360 100.00 133,198,913,306 100.00 156,104,007,120 100.00 215,690,239,972 100.00 Sumber : DISPERINDAGKOP dan DPPKAD Kabupaten Semarang Pencapaian realisasi PAD Kabupaten Semarang didukung oleh dua komponen, yaitu Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berdasarkan Tabel 1.1

6 realisasi penerimaan PAD Kabupaten Semarang Tahun Anggaran 2009-2013 di atas, memperlihatkan bahwa Retribusi Daerah memberikan kontribusi paling besar diantara komponen penerimaan PAD lainnya di Kabupaten Semarang. Sumbangan Retribusi Daerah pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 57.595.637.568,00 atau berkontribusi sebesar 63,72% terhadap PAD. Sumbangan retribusi daerah pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp 59.001.789.724,00 atau berkontribusi sebesar 59,75 % terhadap PAD. Penurunan kontribusi terhadap total PAD tahun ini disebabkan karena sumbangan komponen penerimaan lainnya terhadap PAD juga mengalami kenaikkan. Kemudian pada tahun 2011 sumbangan retribusi daerah mengalami peningkatan sebesar Rp. 66.260.009.503,00 atau berkontribusi sebesar 49,75% terhadap PAD, kontribusi pada tahun ini juga mengalami penurunan yang disebabkan karenan sumbangan komponen penerimaan lainnya mengalami kenaikan. Tetapi pada tahun 2012 Retribusi Daerah mengalami penurunan yaitu sebesar Rp 27.368.212.072,00 dan kontribusinya sebesar 17,53% terhadap PAD. Sedangkan pada tahun 2013 sumbangan Retribusi Daerah mengalami peningkatan sebesar Rp. 28.353.829.275,00 namun pada tahun itu kontribusinya mengalami penurunan sebesar 13,15%. Dari fenomena diatas dapat dilihat bahwa Retribusi Daerah di Kabupaten Semarang tidak selalu mengalami kenaikan. Hal itu terlihat pada tahun 2012 yang mengalami penurunan secara signifikan. Kenaikannyapun relative kecil dibandingkan dengan kenaikan pada tahun- tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan sumbangan dari komponen penerimaan ynag lainnya seperti Pajak Daerah,

7 laba BUMD dan penerimaan lain- lain, tingkat kenaikan dari penerimaan Retribusi Daerah tidak seperti dengan komponen- komponen lainnya. Hal ini yang menjadi suatu pertanyaan terkait dengan sumbangan Retribusi Daerah terhadap PAD Kabupaten semarang dari tahun 2009-2013. Karena didalam Retribusi Daerah itu sendiri memiliki banyak komponen yang termasuk dalam penyumbang Retribusi Daerah, seperti halnya retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan Tertentu. Retribusi Daerah merupakan sumber pendapatan yang paling memungkinkan untuk dikembangkan sesuai dengan kreatifitas pemerintah daerah masing- masing, karena memperoleh kebebasan dalam memungut retribusi. Kebebasan ini dalam artian bahwa karena lapangan Retribusi Daerah berhubungan dengan pengganti jasa/ fasilitas yang diberikan oleh daerah, maka pemungutan retribusi dapat dilakukan beberapa kali sepanjang wajib retribusi masih memanfaatkan jasa yang disediakan (Edwin Haryo Baskoro,2010) Sumbangan Retribusi Jasa Umum seperti halnya Retribusi Pasar terhadap penerimaan total pendapatan retribusi diharapkan akan terus meningkat sehingga dapat menambah Pendapatan Asli Daerah dari sektor Retribusi Daerah. Pemerintah Kabupaten Semarang saat ini harus lebih pintar untuk menggali pendapatan- pendapatan Pemerintah Kabupaten Semarang, maka dari itu Pemerintah Kabupaten Semarang mengeluarkan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2010 tentang Retribusi Pelayanan Pasar dalam rangka mengoptimalkan pembinaan dan pengawasan terhadap pengurusan pasar- pasar serta dalam upaya menggali sumber Pendapatan Asli Daerah maka diperlukan pungutan daerah berupa retribusi terhadap pasar di wilayah Kabupaten Semarang. Adapun

8 sumbangan Retribusi Pasar terhadap Total Retribusi Daerah di Kabupaten Semarang dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Sumbangan Retribusi Pasar Terhadap Total Retribusi Daerah di Kabupaten Semarang Tahun 2009-2013 Target Realisasi Realisasi Sumbangan Tahun Retribusi Pasar Retribusi Pasar Retribusi Daerah (Rupiah) (Rupiah) (Rupiah) Retribusi (%) 2009 3,210,207,000 2,458,558,000 57,595,637,568 4.27 2010 4,299,849,000 3,346,675,950 59,001,789,724 5.67 2011 5,859,181,000 4,608,026,300 66,260,009,503 6.95 2012 6,306,236,000 5,540,305,200 27,368,212,072 20.24 2013 6,376,558,000 4,733,202,900 28,353,829,275 16.69 Sumber : DISPERINDAGKOP dan DPPKAD Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa pada tahun 2009 2013 realisasi penerimaan Retribusi Pasar di kabupaten Semarang tidak pernah memenuhi target dan sumbangan Retribusi Pasar terhadap Retribusi Daerah relatif kecil, tidak lebih dari 20%. Hal ini mengindikasikan adanya permasalahan di dalam kinerja penerimaan Retribusi Pasar. Retribusi Pasar merupakan komponen retribusi yang cukup potensial karena memberikan kontribusi yang cukup besar bagi PAD. Hal ini dikarenkan Pemerintah Kabupaten Semarang mengelola dan menarik retribusi dari 33 Pasar Umum. Penelitian ini akan memfokuskan pada Retribusi Pasar Umum sebagai salah satu bagian dari Retribusi Daerah. Retribusi Pasar termasuk dalam jenis Retribusi Jasa Umum karena bersifat bukan pajak dan merupakan kewenangan daerah

9 dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, artinya Retribusi Pasar dapat menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial yang nantinya akan dikelola oleh DISPERINDAGKOP UMKM (Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) dan DPPKAD (Dinas Pengelolaan Pendapatan, Keuangan dan Asset Daerah) Kabupaten Semarang yang menangani 33 Pasar Umum di Kabupaten Semarang. Dengan ini penulis tertarik meneliti melalui penulisan skripsi yang berjudul ANALISIS PERANAN DAN POTENSI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2009-2013 (Studi pada 33 Pasar Umum di Kabupaten Semarang). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Seberapa besar tingkat Efektivitas Retribusi Pasar Umum terhadap PAD (Pendapatan Asli Daerah) di Kabupaten Semarang tahun 2009-2013? 2. Seberapa besar Kontribusi Retribusi Pasar Umum terhadap PAD (Pendapatan Asli Daerah) di Kabupaten Semarang tahun 2009-2013? 3. Seberapa besar Laju Pertumbuhan Retribusi Pasar Umum terhadap PAD (Pendapatan Asli Daerah) di Kabupaten Semarang tahun 2009-2013? 4. Seberapa besar Potensi Retribusi Pasar Umum terhadap PAD (Pendapatan Asli Daerah) di Kabupaten Semarang tahun 2009-2013?

10 C. Tujuan Penelitian tentang Analisis Peranan dan Potensi Retribusi Pasar Umum terhadap PAD di Kabupaten Semarang, bertujuan untuk : 1. Menganalisis seberapa besar tingkat Efektifitas Retribusi Pasar Umum terhadap PAD di Kabupaten Semarang tahun 2009-2013. 2. Menganalisis seberapa besar Kontribusi Pasar Umum terhadap PAD di Kabupaten Semarang tahun 2009-2013. 3. Menganalisis seberapa besar Laju Pertumbuhan Retribusi Pasar Umum terhadap PAD di Kabupaten Semarang tahun 2009-2013. 4. Menganalisis seberapa besar Potensi Retribusi Pasar Umum terhadap PAD di Kabupaten Semarang tahun 2009-2013. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperolehdari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis. a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat bagi pengembangan konsep serta teori mengenai seberapa besar tingkat efektivitas, laju pertumbuhan, kontribusi dan besarnya potensi Retribusi Pasar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). b. Dapat menjadi referensi dan informasi untuk penelitian selanjutnya agar lebih baik. 2. Manfaat Praktis.

11 a. Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan kebijakan dalam mengupayakan peningkatan penerimaan pendapatan dari retribusi pasar sehingga otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab dapat terwujud. b. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan ilmiah dan menambah pengetahuan tentang otonomi daerah dalam mengupayakan penerimaan Pendapatan Asli Daerah melalui retribusi pasar. c. Bagi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menambah koleksi bacaan dan informasi sehingga dapat digunakan sebagai sarana dalam menambah wawasan yang lebih luas.

12