Hubungan antara Apgar Score Dengan Ikterus Neonatorum Fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung Tahun 2014

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar

BAB I PENDAHULUAN. salah satu strategi dalam upaya peningkatan status kesehatan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara

HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

PENELITIAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN TERHADAP HASIL LUARAN JANIN. Idawati*, Mugiati*

PENGARUH UMUR KEHAMILAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN USIA GESTASI DAN JENIS PERSALINAN DENGAN KADAR BILIRUBINEMIA PADA BAYI IKTERUS DI RSUP NTB. Syajaratuddur Faiqah

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. Ikterus merupakan perubahan warna kuning pada kulit, jaringan mukosa,

BAB I PENDAHULUAN. bulan, 80% anak meninggal terjadi saat umur 1-11 bulan. 1 Menurut profil

BAB I PENDAHULUAN. pelatihan medik maupun paramedik serta sebagai pelayanan peningkatan

FAKTOR-FAKTOR PADA IBU BERSALIN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERBILLIRUBIN PADA BAYI BARU LAHIR DI RUMAH SAKIT DUSTIRA CIMAHI TAHUN 2009

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang.

BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Hasil Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi September hingga

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IKTERUS FISIOLOGIS PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi

BAB III METODE PENELITIAN. sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010). Variabel bebas yang. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr Moewardi.

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

HUBUNGAN INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA VAKUM EKSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB

BAB I PENDAHULUAN. secara spontan dan teratur segera setelah lahir. 1,2. penyebab mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan ekstrauterin. Secara normal, neonatus aterm akan mengalami

HUBUNGAN PENAMBAHAN BERAT BADAN IBU SELAMA HAMIL DENGAN KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT DR. NOESMIR BATURAJA TAHUN 2014

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI DI RUANG PERINATOLOGI RSUD 45 KUNINGAN JANUARI s.d. DESEMBER TAHUN 2015

Elli Hidayati, 2 Martsa Rahmaswari. Abstrak

HUBUNGAN ANTARA KEHAMILAN SEROTINUS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD INDRAMAYU PERIODE 01 SEPTEMBER-30 NOVEMBER TAHUN 2014

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR DAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam

Hubungan Usia Kehamilan dan Preeklampsia dengan Asfiksia Neonatorum Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Hubungan Antara Anemia Pada Ibu Hamil Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Di RS Pendidikan Panembahan Senopati Bantul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK INSIDENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO IKTERUS NEONATORUM DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2005

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan

BAB I PENDAHULUAN. angka mortalitas tertinggi di negara-negara yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di

HUBUNGAN ANTARA IBU HAMIL PRE EKLAMSI DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RSUD SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya

HUBUNGAN PREMATURITAS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD JEND. AHMAD YANI KOTA METRO TAHUN 2016

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup tempat : RSIA. Hermina Pandanaran Semarang. Indonesia.

HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN NILAI APGAR BAYI BARU LAHIR DI RSUD SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan

BAB I PENDAHULUAN. berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gr disebut low birth weight infant (berat

HUBUNGAN ANTARA ANEMIA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH DAN PERDARAHAN POSTPARTUM

BAB IV METODE PENELITIAN

Dinamika Kesehatan Vol.6 No. 1 Juli 2015 Maolinda et al.,persalinan Tindakan...

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang rekam medik RSUP Dr.Kariadi Semarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BULAN. Oleh: J DOKTER

Hubungan Karakteristik Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Kejadian Dengue Syok Sindrom (DSS) pada Anak

BAB IV METODE PENELITIAN

HUBUNGAN KEHAMILAN POSTTERM DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD ABDUL MOELOEK

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi diperlukan manusia Indonesia yang berkualitas untuk dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. kejang pada bayi baru lahir, infeksi neonatal. 1 Hiperbilirubinemia merupakan

HUBUNGAN ANTARA PREEKLAMPSIA DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD ARJAWINANGUN TAHUN 2015

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia yaitu sebesar 32

Faktor Penyulit pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yang Dirawat di RSUD Al Ihsan Bandung Tahun 2014

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. calon ibu dan bayi yang dikandung harus mendapatkan gizi yang cukup banyak

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN RIWAYAT BBLR DENGAN RETARDASI MENTAL DI SLB YPPLB NGAWI Erwin Kurniasih Akademi Keperawatan Pemkab Ngawi

I. PENDAHULUAN. terakhir (HPHT) atau, yang lebih akurat 266 hari atau 38 minggu setelah

Hubungan Usia Ibu dan Paritas dengan Tingkat Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Plered, Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta Tahun 2014

HUBUNGAN LINGKAR KEPALA DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA 1-24 BULAN DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PERTIWI MAKASSAR

HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. H. MOCH. ANSHARI SALEH BANJARMASIN TAHUN 2014

BERAT BADAN LAHIR RENDAH DENGAN KEJADIAN ASFIXIA NEONATORUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Dari hasil WHO Multi Center

BAB I PENDAHULUAN. berat badan kurang dari 2500 gram pada saat lahir (Hasan & Alatas, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate merupakan. indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan, merupakan penyakit saluran cerna pada neonatus, ditandai

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (WHO, 2011). Angka kematian neonatal sejak lahir sampai usia

BAB IV METODE PENELITIAN

Prevalensi Kejadian Asfiksia Neonatorum Ditinjau Dari Faktor Risiko Intrapartum Di PONEK RSUD Jombang

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter?

BAB I PENDAHULUAN. MDGS (Millenium Development Goals) 2000 s/d 2015 yang ditanda tangani oleh 189

Volume 08 No. 02. November 2015 ISSN :

BAB IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Penelitian Gambaran umum lokasi penelitian Karakteristik sampel

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas bayi karena rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PLASENTA PREVIA PADA IBU BERSALIN

HUBUNGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD WATES KULON PROGO

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan adalah observasional analitik komparatif kategorik

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. setelah pulang dari perawatan saat lahir oleh American Academy of Pediatrics

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penelitian kuantitatif. Menggunakan desain penelitian Metode

BAB IV METODE PENELITIAN. Bedah Kepala dan Leher subbagian Neuro-otologi. Perawatan Bayi Resiko Tinggi (PBRT) dan Neonatal Intensive Care Unit (NICU)

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr.Kariadi/FK Undip Semarang. (PBRT), Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dan ruang rekam medik RSUP

Transkripsi:

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan antara Apgar Score Dengan Ikterus Fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung Tahun 2014 1 Zahra Nabila Latama, 2 Suganda Tanuwidjaja, 3 Arief Budi Yulianti 1,2 Pedidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Bandung, Jl. Hariangbangga No.20 Bandung 40116 e-mail: 1 zahra.latama@gmail.com, 2 budi.yulifk@gmail.com Abstrak: Ikterus neonatorum fisiologis merupakan salah satu masalah yang sering ditemukan pada bayi lahir. Hal ini dapat diakibatkan oleh berbagai faktor risiko seperti faktor genetik, nutrisi, faktor maternal, dan faktor neonatal yang salah satunya adalah APGAR Score. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara APGAR Score dengan ikterus neonatorum fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung pada tahun 2014. Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional study. Subjek penelitian ini adalah 108 bayi dengan ikterus neonatorum dan 108 bayi tanpa ikterus neonatorum sebagai pembanding yang dirawat di bagian Perinatologi RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung pada tahun 2014 dipilih dengan teknik consecutive sampling. Data bayi diambil dari data rekam medik. Analisis statistik yang digunakan adalah Chi Square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian ikterus neonatorum fisiologis adalah bayi yang memiliki APGAR Score menit pertama 4-6 dengan p = 0,001 dan PR= 1,695; bayi yang memiliki APGAR Score menit pertama 0-3 dengan p= 0,001 dan PR= 2,762; bayi yang memiliki APGAR Score menit kelima 4-6 dengan p=0,023 dan PR= 5,167. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara APGAR Score menit pertama 4-6 dan 0-3, juga antara APGAR Score menit kelima 4-6 dengan ikterus neonatorum fisiologis. Selain itu, tidak ada hubungan antara APGAR Score menit kelima 0-3 dengan ikterus neonatorum fisiologis. Kata Kunci: APGAR Score, kejadian ikterus neonatorum fisiologis A. Pendahuluan Latar Belakang Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis bayi berusia 0-28 hari dengan tanda warna kuning-orange pada kulit dan sklera akibat akumulasi pigmen bilirubin yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah lebih dari sama dengan lima mg/dl. 1 Ikterus neonatorum dapat terjadi akibat adanya gangguan metabolisme dalam proses uptake dan konjugasi, gangguan transportasi bilirubin, atau dapat juga diakibatkan karena adanya produksi bilirubin yang berlebih seperti dalam keadaan hemolisis. 2 Angka kejadian ikterus neonatorum di dunia cukup tinggi. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Di Indonesia, diantaranya di Rumah Sakit Umum Pendidikan Cipto Mangunkusumo didapatkan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir di tahun 2007 sebesar 32,1% pada bayi cukup bulan dan 42,95% pada bayi kurang bulan. Sementara itu, berdasarkan penelitian Purwanto, angka kejadian ikterus neonatorum di RS Al-Islam Bandung pada tahun 2008, yaitu 28,08 %. 2, 3 Berdasarkan Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, ikterus neonatorum patologis menyebabkan kematian neonatus sebesar 6 % dari tujuh penyebab tertinggi kematian neonatus. Hal ini disebabkan pada beberapa bayi yang mengalami ikterus neonatorum, serum bilirubin dapat terus meningkat sampai ke kadar berbahaya yang dapat mengakibatkan kerusakan pada otak yaitu acute bilirubin encephalopathy yang 83

84 Zahra Nabila Latama, et al. dapat mengalami progresi menjadi kern icterus. Keadaan kern icterus terjadi kerusakan otak secara kronis yang permanen dan dapat mengakibatkan terjadinya cerebral palsy, retardasi mental, gangguan pendengaran, bahkan kematian akibat adanya bilirubininduced cell toxicity. 4 Peningkatan kadar bilirubin yang berlebih pada bayi ikterus menurut Mansjoer dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu berat lahir <2.000 gram (BBLR), masa gestasi <36 minggu (prematur), riwayat asfiksia, hipoksia, sindrom gawat nafas pada neonatus, infeksi, trauma pada kepala, hipoglikemia, hiperkarbia, dan proses hemolisis akibat inkompatibilitas darah. 5 Salah satu faktor risiko neonatus yang berpengaruh terhadap kejadian ikterus neonatorum adalah bayi yang lahir dengan riwayat asfiksia. Diagnosis asfiksia dapat ditegakkan dengan mengukur keadaan bayi yang baru lahir dengan menggunakan sebuah sistem scoring yaitu APGAR Score. APGAR Score adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk menilai keadaan umum bayi sesaat setelah kelahiran. APGAR merupakan akronim dari Appearance, Pulse, Grimace, Activity, dan Respiration. Setiap penilaian diberi angka 0,1,2. Berdasarkan hasil penilaian tersebut dapat diketahui apakah bayi normal/vigorous baby (APGAR Score = 7-10), asfiksia ringan (APGAR Score = 4-6), atau asfiksia berat (APGAR Score = 0-3). Penilaian APGAR Score dapat dilakukan pada menit pertama, kelima, dan ke sepuluh. 6 Pada penelitian ini akan dilakukan menit pertama dan menit kelima saja, karena untuk menit ke sepuluh biasanya hanya dilakukan pada bayi-bayi yang memiliki penyakit yang membutuhkan intervensi. Peneliti akan melakukan penelitian di RSUD Al-Ihsan Bandung merupakan salah satu rumah sakit pendidikan Unisba dan merupakan Rumah Sakit yang akan menjadi Rumah Sakit rujukan kedua di Jawa Barat sehingga diharapkan penelitian ini dapat mewakili sebagian besar kejadian ikterus neonatorum di Jawa Barat dan dapat memberikan gambaran bagaimana hubungan antara APGAR Score dengan ikterus neonatorum fisiologis. Identifikasi Masalah 1) Bagaimana angka kejadian ikterus neonatorum fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung pada tahun 2014? 2) Bagaimana distribusi karakteristik bayi yang mengalami ikterus neonatorum fisiologis berdasarkan APGAR Score? 3) Apakah terdapat hubungan antara APGAR Score dengan ikterus neonatorum fisiologis di RSUD Al-Ihsan Bandung pada tahun 2014? Tujuan Penelitian 1) Untuk menilai angka kejadian ikterus neonatorum fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung pada tahun 2014. 2) Untuk menghitung distribusi karakteristik bayi yang mengalami ikterus neonatorum fisiologis berdasarkan APGAR Score. 3) Untuk menilai hubungan antara APGAR Score dengan ikterus neonatorum fisiologis di RSUD Al-Ihsan Bandung tahun 2014. B. Kajian Pustaka Berdasarkan hasil penelitian Surasmi 7 mengatakan bahwa terdapat hubungan antara neonatus yang kekurangan oksigen atau yang memiliki riwayat asfiksia dengan Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan)

Hubungan Antara Apgar Score Dengan Ikterus Fisiologis Di... 85 kejadian ikterus neonatorum. Hal ini terjadi karena kurangnya asupan oksigen pada organ-organ tubuh neonatus, sehingga fungsi kerja organ tidak optimal. Asfiksia juga dapat mengakibatkan perubahan fungsi dan perfusi ke hati karena kurangnya oksigen. Glikogen yang dihasilkan tubuh di dalam hati akan berkurang, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya ikterus dalam jangka panjang dan kematian dalam jangka pendek. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Avysia Trimarga 7, yang berjudul hubungan antara insiden ikterus neonatorum dengan asfiksia yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna asfiksia dengan kejadian ikterus. Pada kedua penelitian tersebut, tidak disebutkan APGAR Score berapa yang dapat menyebabkan ikterus neonatorum. Kurangnya informasi mengenai APGAR Score membuat peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara APGAR Score dengan ikterus neonatorum fisiologis yang akan dilakukan dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan dilakukan di tempat yang berbeda. C. Metodologi Penelitian Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional study. Subjek penelitian ini adalah 108 bayi dengan ikterus neonatorum dan 108 bayi tanpa ikterus neonatorum sebagai pembanding yang dirawat di bagian Perinatologi RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung pada tahun 2014 dipilih dengan teknik consecutive sampling. Data bayi diambil dari data rekam medik. Analisis data dimulai dengan analisis univariat yang bertujuan untuk mengetahui angka kejadian dan karakteristik bayi yang mengalami ikterus neonatorum fisiologis berdasarkan APGAR Score di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung. Selanjutnya dilakukan analisis bivariat untuk menguji hubungan antara APGAR Score dengan ikterus neonatorum fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung dengan menggunakan Chi Square Test karena kedua variabel yang terdapat di penelitian ini merupakan jenis data kategorik. Data disajikan dalam bentuk tabel dan diolah secara statistik dan komputerisasi dengan perangkat lunak SPSS for windows. D. Hasil Penelitian Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa selama tahun 2014 terdapat 2269 neonatus yang dirawat di Sub Bagian Perinatologi RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung. Dari jumlah tersebut terdapat kejadian ikterus neonatorum sebanyak 638 kasus (28,12%). Tabel 1 Angka Kejadian Ikterus di Sub Bagian Perinatologi RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung Tahun 2014 Kejadian Ikterus (n) (%) Tanpa Ikterus Ikterus 1631 638 71,88 28,12 Jumlah 2269 100 Pendidikan Dokter, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015

86 Zahra Nabila Latama, et al. Tabel 2 Distribusi Bayi yang Mengalami Ikterus Fisiologis Berdasarkan APGAR Score Menit Pertama APGAR Score Menit Pertama n % 7-10 42 38,9 4-6 54 50 0-3 12 11,1 Jumlah 108 100 Pada tabel 2 tampak bahwa kejadian ikterus neonatorum fisiologis terjadi pada 50% bayi lahir dengan APGAR Score menit pertama 4-6 (Asfiksia Ringan). Tabel 3 Distribusi Bayi yang Mengalami Ikterus Fisiologis Berdasarkan APGAR Score Menit Kelima APGAR Score Menit Kelima n % 7-10 102 94,4 4-6 5 4,6 0-3 1 1 Jumlah 108 100 Pada tabel 3 tampak bahwa kejadian ikterus neonatorum fisiologis pada bayi dengan APGAR Score menit kelima normal adalah sebesar 94,4%. Hubungan antara APGAR Score dengan ikterus neonatorum fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung dapat dijelaskan pada tabel berikut ini : Tabel 4 Hubungan Antara APGAR Score Menit Pertama dengan Ikterus Fisiologis APGAR Score Menit Pertama Ikterus Fisiologis Tanpa Ikterus Fisiologis N % N % Total p- value x 2 Nilai R PR (CI) 7-10 42 36,2 74 63,8 116 4-6 54 61,4 34 38,6 88 0,001 11,721 0,250 1,695 (1,264-2,272) 0-3 12 100 0 0 12 0,001 15,624 0,377 2,762 (2,169-3,517) Keterangan : Analisis data menggunakan Chi Square Test, p <0,05 Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan)

Hubungan Antara Apgar Score Dengan Ikterus Fisiologis Di... 87 PR = Prevalence Ratio CI = Confidence Interval n = jumlah responden % = persentase p = nilai kemaknaan Tabel 5 Hubungan Antara APGAR Score Menit Kelima dengan Ikterus Fisiologis APGAR Score Menit Kelima Ikterus Fisiologis Tanpa Ikterus Fisiologis Total p- value x 2 PR (CI) N % N % 7-10 102 48,6 108 51,4 210 4-6 5 100 0 0 5 0,023 5,167 2,059 (1,791-2,366) 0-3 1 100 0 0 1 0,305 1,054 2,059 (1,791-2,366) E. Pembahasan Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa, karena terjadi deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih dari sama dengan lima mg/dl. 2 Angka kejadian ikterus neonatorum di dunia, khususnya di Indonesia masih tinggi. Dari penelitian ini diapatkan hasil bahwa selama tahun 2014 dari total 2269 bayi yang dirawat di Sub Bagian Perinatologi didapatkan bayi yang mengalami ikterus neonatorum sebanyak 638 bayi (28,12%) dan bayi tanpa ikterus sebanyak 1631 bayi (71,88%). Hasil penelitian ini hampir sama dengan data penelitian yang dilakukan oleh Novie EM, dkk di Rumah Sakit Dustira Tingkat II Cimahi tahun 2009, yaitu didapatkan 278 bayi yang terkena ikterus dari 1139 bayi baru lahir (24,4%). 8 Ikterus neonatorum dapat terjadi karena adanya peningkatan produksi bilirubin, gangguan metabolisme bilirubin, ataupun karena adanya gangguan ekskresi bilirubin. Hal ini dapat diakibatkan oleh berbagai faktor risiko seperti ras, geografi, faktor genetik, nutrisi, faktor maternal, dan faktor neonatal. 2,9 Salah satu faktor neonatal yang dapat mengakibatkan terjadinya ikterus neonatorum adalah APGAR Score. Hasil penelitian ini menunjukkan semakin rendah APGAR Score pada menit pertama, semakin tinggi angka kejadian ikterus neonatorum fisiologis nya. Angka kejadian ikterus neonatorum fisiologis pada penelitian ini lebih banyak terjadi pada bayi yang pada pemeriksaan APGAR Score menit pertama mempunyai score 4-6 dibandingkan pada bayi yang lahir dengan APGAR Score menit pertama normal dan didapatkan nilai p sebesar 0,001 yang berarti terdapat hubungan yang Pendidikan Dokter, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015

88 Zahra Nabila Latama, et al. bermakna antara APGAR Score menit pertama 4-6 dengan angka kejadian ikterus neonatorum fisiologis. Prevalence Ratio (PR) pada penelitian ini adalah sebesar 1,695 yang menunjukkan bahwa bayi yang lahir yang memiliki APGAR Score 4-6 berisiko 2 kali lebih besar untuk mengalami ikterus neonatorum fisiologis dibandingkan bayi yang lahir dengan APGAR Score menit pertama normal dan memiliki kekuatan hubungan 0,250 (korelasi rendah). Selain itu, angka kejadian ikterus neonatorum fisiologis pada penelitian ini juga lebih banyak terjadi pada bayi dengan APGAR Score menit pertama 0-3 dibandingkan pada bayi yang lahir dengan APGAR Score menit pertama normal dan didapatkan nilai p sebesar 0,001 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara APGAR Score 0-3 dengan angka kejadian ikterus neonatorum fisiologis. Prevalence Ratio (PR) pada penelitian ini adalah sebesar 2,762 yang menunjukkan bahwa bayi yang lahir yang memiliki APGAR Score 0-3 berisiko 3 kali lebih besar untuk mengalami ikterus neonatorum fisiologis dibandingkan bayi yang lahir dengan APGAR Score menit pertama normal dengan kekuatan hubungan 0,377 (korelasi rendah). Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hasvivin, dkk yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asfiksia dengan ikterus neonatorum di Ruang NICU RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar, karena berdasarkan analisis bivariat penelitian tersebut dari 28 responden (75,7%) yang memiliki riwayat asfiksia, angka kejadian ikterus didapatkan sebanyak 22 responden (59,5%) dan yang tidak ikterus sebanyak 6 responden (16,2%), sedangkan pada 9 responden (24,3%) yang tidak memiliki riwayat asfiksia, didapatkan angka kejadian ikterus sebanyak 2 responden (5,4%) dan yang tidak ikterus sebanyak 7 responden (18,9%). Setelah dilakukan uji statistik dengan Chi square test yaitu didapatkan nilai p < 0,05 yaitu sebesar 0,004 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara riwayat asfiksia dengan angka kejadian ikterus neonatorum di Ruang NICU RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar. 10 Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Surasmi 7 mengatakan bahwa adanya hubungan antara neonatus yang kekurangan oksigen dengan kejadian ikterus neonatorum. Hal ini terjadi karena kurangnya asupan oksigen pada organ-organ tubuh neonatus sehingga fungsi kerja organ tidak optimal. Glikogen yang dihasilkan tubuh dalam hati akan berkurang, yang bisa mengakibatkan terjadinya ikterus dalam jangka panjang dan kematian dalam jangka pendek. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Cunningham 11 yang menyatakan bahwa asfiksia disebabkan karena adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan atau persalinan. Keadaan asfiksia akan mempengaruhi fungsi sel tubuh, dan bila tidak segera diatasi akan menyebabkan kematian. Asfiksia dapat menyebabkan hipoperfusi hati, yang kemudian akan mengganggu uptake dan metabolisme bilirubin hepatosit. 12 Pada tabel 5 di penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari 210 bayi yang lahir dengan APGAR Score menit kelima normal, terdapat 102 bayi (48,6%) yang mengalami ikterus neonatorum fisiologis dan 108 bayi (51,4%) tanpa ikterus neonatorum fisiologis, lalu dari 5 bayi yang lahir dengan APGAR Score menit kelima 4-6, terdapat 5 bayi (100%) yang mengalami ikterus neonatorum fisiologis dan tidak ada bayi (0%) yang tanpa ikterus neonatorum fisiologis, selanjutnya hanya terdapat 1 bayi yang lahir dengan APGAR Score menit kelima 0-3. Berdasarkan hal ini didapatkan hubungan yang bermakna secara statistik antara APGAR Score menit kelima yang bernilai 4-6 (Asfiksia Ringan) dengan ikterus Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan)

Hubungan Antara Apgar Score Dengan Ikterus Fisiologis Di... 89 neonatorum fisiologis, dengan nilai p = 0,023 dan Prevalence Ratio (PR) = 5,167. Hal ini menunjukkan bahwa bayi dengan APGAR Score Menit kelima yang bernilai 4-6 memiliki risiko untuk mengalami ikterus neonatorum fisiologis sebesar 5,167 kali lebih besar dibandingkan bayi yang lahir dengan APGAR Score menit kelima normal. Selain itu, pada penelitian ini juga terlihat tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara APGAR Score menit kelima yang bernilai 0-3 dengan ikterus neonatorum fisiologis karena nilai p > α yaitu sebesar 0,305. Tidak terdapat nya hubungan yang bermakna secara statistik antara APGAR Score menit kelima yang bernilai 0-3 dengan ikterus neonatorum fisiologis dapat disebabkan karena hampir semua bayi mengalami peningkatan APGAR Score pada menit kelima pemeriksaaan dan hampir semua bayi memiliki APGAR Score normal pada pemeriksaan menit kelima sehingga sampel untuk kategori ini tidak adekuat dan bisa saja hasil yang didapatkan menjadi bias. Selain itu, pemeriksaan APGAR Score menit kelima bertujuan untuk melihat prognosis bayi jangka panjang dan tidak digunakan untuk melihat kemungkinan terjadinya suatu penyakit akut. 6 F. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara APGAR Score menit pertama 4-6 dan 0-3, juga antara APGAR Score menit kelima 4-6 dengan ikterus neonatorum fisiologis. Selain itu, tidak ada hubungan antara APGAR Score menit kelima 0-3 dengan ikterus neonatorum fisiologis. Penulis memberikan saran yaitu perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode prospektif dan menggunakan populasi yang lebih besar, sehingga faktor risiko yang mengakibatkan terjadinya ikterus neonatorum fisiologis bisa diamati dengan lebih akurat, terutama faktor risiko neonatal nya yaitu APGAR Score. DAFTAR PUSTAKA Blackburn S. Bilirubin metabolism, maternal, fetal, & neonatal physiology, a clinical perspective 3ed. Missouri: Saunders; 2007. Health Technology Assesment. Tatalaksana Ikterus. Jakarta: Unit pengkajian teknologi kesehatan direktorat jenderal pelayanan medik departemen kesehatan RI; 2004. Purwanto M. Insidensi ikterus neonatorum dan distribusi berdasarkan jenis kelamin di RS Al-islam Bandung. Bandung: Universitas Islam Bandung, 2009. (unpublished) Watchko JF. Neonatal hyperbilirubinemia-what are the risks? New England Journal of Medicine. 2006 May 4;354(18):1947-9. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius; 2002. Prawirohardjo S. Buku Acuan Nasional Maternal dan Neonatal. Jakarta: JPNKR-POGI; 2002. Surasmi A. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC; 2003. Pendidikan Dokter, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015

90 Zahra Nabila Latama, et al. Novie EM, Ade N. Faktor-faktor pada Ibu bersalin yang berhubungan dengan Kejadian Hiperbilirubin pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Dustira Cimahi tahun 2009. Jurnal Kesehatan Kartika. 2010:3:16-25. Usman A. Ensefalopati Bilirubin. Sari Pediatri. 2007 Mei 4;8(4): 94-104. Hasvivin, Sri W, Adriani K. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI, Riwayat Asfiksia, dan Berat Badan Lahir, dengan Angka Kejadian Ikterus di Ruang NICU RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar. 2013:2(6)80-6. Cunningham, F. Gary. Obstetri Williams. Edisi 21 Volume 1. Jakarta : EGC;2006. Martiza L. Ikterus. In: Juffrie M, Oswari H, editors. Buku Ajar Gastroenterologihepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010. p.263-84. Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan)