DESAIN TERAS SUPERCRITICAL WATER COOLED FAST BREEDER REACTOR

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Neutronik pada Gas Cooled Fast Reactor (GCFR) dengan Variasi Bahan Pendingin (He, CO 2, N 2 )

I. PENDAHULUAN. Telah dilakukan beberapa riset reaktor nuklir diantaranya di Serpong

Desain Reaktor Air Superkritis (Super Critical Water Reactor) dengan Bahan Bakar Thorium. Design of Supercritical Water Reactor with Thorium Fuel Cell

Analisis Neutronik Super Critical Water Reactor (SCWR) dengan Variasi Bahan Bakar (UN-PuN, UC-PuC dan MOX)

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Analisis Termal Hidrolik Gas Cooled Fast Reactor (GCFR)

Desain Reaktor Air Superkritis (Supercritical Cooled Water Reactor) dengan Menggunakan Bahan Bakar Uranium-horium Model Teras Silinder

BAB III DESAIN REAKTOR DAN METODE PERHITUNGAN

Kata kunci: analisis transient aliran, SSSR, aliran sirkulasi alam, loop primer, kondisi normal.

EVALUASI TINGKAT KESELAMATAN HIGH TEMPERATURE REACTOR 10 MW DITINJAU DARI NILAI SHUTDOWN MARGIN.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

PENGARUH DAYA TERHADAP UNJUK KERJA PIN BAHAN BAKAR NUKLIR TIPE PWR PADA KONDISI STEADY STATE

BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM

I. PENDAHULUAN. penduduk dunia yaitu sekitar 7 miliar pada tahun 2011 (Worldometers, 2012),

ANALISA KESELAMATAN REAKTOR CEPAT DENGAN DAUR ULANG AKTINIDA. Mohammad Taufik *

BAB IV DATA DAN ANALISIS HASIL PERHITUNGAN DESAIN HTTR

PERHITUNGAN REAKTIVITAS UMPAN BALIK AKIBAT KOMPAKSI BAHAN BAKAR DAN KEBOCORAN YANG DISEBABKAN OLEH GEMPA PADA HTR-10 DENGAN CODE MVP

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maraknya krisis energi yang disebabkan oleh menipisnya

PENGARUH BAHAN BAKAR UN-PuN, UC-PuC DAN MOX TERHADAP NILAI BREEDING RATIO PADA REAKTOR PEMBIAK CEPAT

PENGARUH VARIASI BAHAN PENDINGIN JENIS LOGAM CAIR TERHADAP KINERJA TERMALHIDROLIK PADA REAKTOR CEPAT

OPTIMASI GEOMETRI TERAS REAKTOR DAN KOMPOSISI BAHAN BAKAR BERBENTUK BOLA PADA DESAIN HIGH TEMPERATURE FAST REACTOR (HTFR).

I. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi.

PEMBUATAN KODE KOMPUTER UNTUK ANALISIS AWAL TERMOHIDROLIK SUBKANAL PENDINGIN REAKTOR LWR

ANALISIS SUDU KOMPRESOR AKSIAL UNTUK SISTEM TURBIN HELIUM RGTT200K ABSTRAK ABSTRACT

PERHITUNGAN BURN UP BAHAN BAKAR REAKTOR RSG-GAS MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM BATAN-FUEL. Mochamad Imron, Ariyawan Sunardi

II. TINJAUAN PUSTAKA. mekanisme yang banyak digunakan untuk menghasilkan energi nuklir melalui

STUDI PARAMETER REAKTOR BERBAHAN BAKAR UO 2 DENGAN MODERATOR H 2 O DAN PENDINGIN H 2 O

Analisis Densitas Nuklida Lead-Bismuth Cooled Fast Reactor (LFR) Bedasarkan Variasi Daya Keluaran

PENGUJIAN IRADIASI KELONGSONG PIN PRTF DENGAN LAJU ALIR SEKUNDER 750 l/jam. Sutrisno, Saleh Hartaman, Asnul Sufmawan, Pardi dan Sapto Prayogo

OPTIMASI DIMENSI BAHAN BAKAR UNTUK REAKTOR BERBAHAN BAKAR UO 2 DENGAN MODERATOR DAN PENDINGIN AIR RINGAN (H 2 O)

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi

PEMODELAN SISTEM KONVERSI ENERGI RGTT200K UNTUK MEMPEROLEH KINERJA YANG OPTIMUM ABSTRAK

STUDI PARAMETER BURNUP SEL BAHAN BAKAR BERBASIS THORIUM NITRIDE PADA REAKTOR CEPAT BERPENDINGIN HELIUM

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Geometri Aqueous Homogeneous Reactor (AHR) Geometri AHR dibuat dengan menggunakan software Visual Editor (vised).

ANALISIS PENINGKATAN FRAKSI BAKAR BUANG UNTUK EFISIENSI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR U 3 Si 2 -Al 2,96 gu/cc DI TERAS RSG-GAS

BERBAGAI TIPE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGANUKLIR

PENGARUH JENIS MATERIAL REFLEKTOR TERHADAP FAKTOR KELIPATAN EFEKTIF REAKTOR TEMPERATUR TINGGI PROTEUS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENENTUAN FRAKSI BAKAR PELAT ELEMEN BAKAR UJI DENGAN ORIGEN2. Kadarusmanto, Purwadi, Endang Susilowati

ANALISIS FAKTOR PUNCAK DAYA TERAS RSG-GAS BERBAHAN BAKAR U 3 SI 2 -AL. Jati Susilo, Endiah Pudjihastuti Pusat Teknologi Reaktor Dan Keselamatan Nuklir

ANALISIS KEKRITISAN TERAS REAKTOR NUKLIR CEPAT DAN TERMAL TERKOPEL BERDASARKAN PADA LETAK SUMBER NEUTRONNYA

REAKTOR PENDINGIN GAS MAJU

Analisis Kemampuan Breeding Ratio dan Void Reactivity Reaktor Termal Air Berat Berbahan Bakar Thorium

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

OPTIMASI UKURAN TERAS DAN DAYA TERMAL TERHADAP TINGKAT SIRKULASI ALAMIAH BAHAN PENDINGIN Pb-Bi PADA REAKTOR CEPAT

STUDI TENTANG FISIBILITAS DAUR ULANG AKTINIDA MINOR DALAM BWR. Abdul Waris 1* dan Budiono 2

ANALISIS KOEFISIEN REAKTIVITAS TEMPERATUR MODERATOR PWR DENGAN WIMS-ANL

ANALISIS BURN UP PADA REAKTOR CEPAT BERPENDINGIN GAS MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR URANIUM ALAM

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

PENENTUAN RASIO O/U SERBUK SIMULASI BAHAN BAKAR DUPIC SECARA GRAVIMETRI

ANALISIS NEUTRONIK PADA REAKTOR CEPAT DENGAN VARIASI BAHAN BAKAR (UN-PuN, UC-PuC DAN MOX)

Teknologi Pembuatan Bahan Bakar Pelet Reaktor Daya Berbasis Thorium Oksida EXECUTIVE SUMMARY

STUDI DESAIN REAKTOR CEPAT BERPENDINGIN Pb-Bi BERBASIS BAHAN BAKAR URANIUM ALAM MENGGUNAKAN STRATEGI SHUFFLING. Rida SNM *

Optimasi Ukuran Teras Reaktor Cepat Berpendingin Gas dengan Uranium Alam sebagai Bahan Bakar

MODUL 2 ANALISIS KESELAMATAN PLTN

ANALISIS KOEFFISIEN REAKTIVITAS TERAS RSG-GAS BERBAHAN BAKAR U 3 Si 2 -Al 4,8gU/cc DENGAN KAWAT KADMIUM MENGGUNAKAN SRAC ABSTRAK

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengaruh Ketinggian Larutan Bahan Bakar pada Kekritisan Aqueous Homogeneous Reactor

REAKTOR PEMBIAK CEPAT

PENELITIAN KECELAKAAN KEHILANGAN PENDINGIN DI KAKI DINGIN REAKTOR PADA UNTAI UJI TERMOHIDROLIKA REAKTOR

POTENSI THORIUM SEBAGAI BAHAN BAKAR PADA REAKTOR CEPAT BERPENDINGIN GAS UNTUK PLTN

Analisis Distribusi Suhu Aksial Teras Dan Penentuan k eff PLTN Pebble Bed Modular Reactor (PMBR) 10 MWE Menggunakan Metode MCNP 5

ANALISIS SIFAT TERMAL TERHADAP UNJUK KERJA PIN BAHAN BAKAR NUKLIR TIPE PWR PADA KONDISI TUNAK

PEMODELAN TERMOHIDROLIKA SUB-KANAL ELEMEN BAKAR AP-1000 MENGGUNAKAN RELAP5

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KARAKTERISTIKA FRAKSI VOID PADA KONDISI RE-FLOODING POST LOCA MENGGUNAKAN RELAP5

Nomor 36, Tahun VII, April 2001

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA PERANGKAT BAHAN BAKAR PLTN TIPE PWR AP 1000 DAN PWR 1000 MWe TIPIKAL DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KOMPUTER

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan selama tiga bulan, yaitu mulai dari bulan Februari

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

STUDI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA SUSUNAN SILINDER VERTIKAL DALAM REAKTOR NUKLIR ATAU PENUKAR PANAS MENGGUNAKAN PROGAM CFD

TINJAUAN PUSTAKA. ditimbulkan oleh semakin berkurangnya sumber energi fosil serta dampak

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR)

Pengaruh Densitas Arus Listrik Terhadap Kinerja Sistem Elektrolisis Air Suhu Tinggi Menggunakan Molten Salt Nuclear Reactor (MSR)

STUDI KARAKTERISTIK ALIRAN PADA TUJUH SILINDER VERTIKAL DENGAN SUSUNAN HEKSAGONAL DALAM REAKTOR NUKLIR MENGGUNAKAN PAKET PROGRAM FLUENT

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP DEGRADASI GRAFIT OLEH AIR INGRESS PADA TERAS RGTT200K.

RISET KARAKTERISTIK RADIASI PADA PELET BAHAN BAKAR

KONSEP DESAIN NEUTRONIK REAKTOR AIR TEKAN BERBAHAN BAKAR PLUTONIUM-URANIUM OKSIDA (MOX) DENGAN INTERVAL PENGISIAN BAHAN BAKAR PANJANG ASIH KANIASIH

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY

PERHITUNGAN INTEGRAL RESONANSI PADA BAHAN BAKAR REAKTOR HTGR BERBENTUK BOLA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VSOP

ANALISIS KINERJA PRECOOLER PADA SISTEM KONVERSI ENERGI RGTT200K UNTUK PROSES DESALINASI

diajukan oleh : IRMA PERMATA SARI J2D005176

Disusun oleh: SUSANTI M SKRIPSI

ANALISIS POLA MANAJEMEN BAHAN BAKAR TERAS REAKTOR RISET TIPE MTR

EFISIENSI MATERIAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR LWR (LIGHT WATER REACTOR) DAN PHWR (PRESSURIZED HEAVY WATER REACTOR)

DESAIN TERAS DAN BAHAN BAKAR PLTN JENIS HTR-PBMR PADA DAYA 50 MWe DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM SRAC2006

ANALISIS NEUTRONIK TERAS SILISIDA DENGAN KERAPATAN 5,2 g U/cc REAKTOR RSG-GAS Lily Suparlina *)

STUDI DESAIN REAKTOR CEPAT BERPENDINGIN HELIUM DENGAN BAHAN BAKAR URANIUM ALAM

STUDI SENSITIVITAS KETINGGIAN TERAS REAKTOR DALAM DESAIN HTR PEBBLE BED ABSTRAK

2. Prinsip kerja dan Komponen Utama PLTN

KAJIAN KESELAMATAN PENGOPERASIAN REAKTOR TRIGA 2000 BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN BATANG KENDALI REAKTOR TRIGA 2000 TANPA BAHAN BAKAR (BKRTTBB)

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA

Studi Efek Geometri Terhadap Performa Bahan Bakar Pebble Bed Reactor

REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU)

VERIFIKASI PERHITUNGAN TEMPERATUR ELEMEN BAKAR REAKTOR KARTINI

PENTINGNYA REAKTOR PEMBIAK CEPAT

Transkripsi:

DESAIN TERAS SUPERCRITICAL WATER COOLED FAST BREEDER REACTOR R. Sigit E.B. Prasetyo, Andang Widi Harto, Alexander Agung Program Studi Teknik Nuklir, Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM ABSTRAK DESAIN TERAS SUPERCRITICAL WATER COOLED FAST BREEDER REACTOR. Penggunaan pendingin air superkritis pada desain teras reaktor dapat menjadikan desain lebih sederhana, lebih kecil dan memiliki efisiensi termal yang tinggi.berdasarkan hal tersebut akan dirancang sebuah reaktor nuklir yang merupakan modifikasi dari PWR dengan daya 300 MWth dengan sistem primer yang terintegrasi pada satu bejana. Pendingin air superkritis memungkinkan untuk menggeser spektrum neutron termal menjadi spektrum neutron cepat sehingga reaktor dapat dijadikan sebagai reaktor pembiak. Desain reaktor pembiak dengan pendingin air superkritis ini selanjutnya dinamakan SCFBR (Super Critical Fast Breeder Reactor). Dengan menggunakan paket program SRAC95, konfigurasi dan komposisi teras untuk mencapai kekritisan bisa dihitung dengan melakukan variasi jarak antar rod, variasi komposisi bahan bakar dan variasi daerah pengkayaan. Batang bahan bakar SCFBR menggunakan pelet UPuO 2, gap helium dan kelongsong SS304. Teras SCFBR tersusun dari 37 perangkat bahan bakar heksagonal dengan 207 batang per perangkat. Desain ini menghasilkan diameter ekuivalen sebesar 142,8 cm dan tinggi 200 cm. Komposisi UO 2 dan PuO 2 divariasikan menjadi 3 daerah dalam arah radial. Komposisi kritis didapatkan pada saat konfigurasi teras terdiri dari 11 perangkat dengan komposisi PuO 2, 12 perangkat dengan komposisi PuO 2, dan 14 perangkat dengan komposisi PuO 2 yang menghasilkan nilai k- efektif sebesar 1,3157 pada saat BoL. Perhitungan neutronik dengan menggunakan paket program SRAC 95 menunjukkan bahwa reaktor memiliki koefisien reaktivitas suhu bahan bakar dan pendingin yang negatif. Simulasi terhadap tiga macam gangguan yaitu kegagalan pengambilan panas sistem primer oleh sistem sekunder, pengurangan laju aliran sistem pendingin primer, dan kelebihan daya transient juga menunjukkan bahwa reaktor memiliki respon negatif. Kondisi ini menunjukkan reaktor memenuhi kriteria keselamatan inheren dilihat dari aspek neutroniknya. Kata kunci : pendingin superkritis, reaktor pembiak, inherent safe ABSTRACT THE CORE DESIGN OF SUPERCRITICAL WATER COOLED FAST BREEDER REACTOR. The use of supercritical water on a reactor core design makes the the reactor design simpler, smaller and more efficient. Based on this assumption, a nuclear reactor system will be designed. The reactor design is a modification of PWR design which has thermal power 300 MWth and incorporates an integrated primary system in a single pressure vessel. The reactor is operated at a supercritical pressure of 25 Mpa. This condition will give the low density coolant without phase change. This will give a possibility to shift the neutron spectrum to fast spectrum to make the breeding possible. The design of a fast breeder reactor using supercritical water as coolant is called as SCFBR (Super Critical Fast Breeder Reactor). The fuel rod of SCFBR uses UPuO 2 fuel pellet, helium gap and SS304 cladding. The SCFBR core consists of 37 hexagonal fuel assemblies with 207 rods per assembly. This design will give eqivalent diameter of 142,8 cm and the height if 200 cm. The composition of UO 2 and PuO 2 are varried into 3 radial zones. The critical composition can be achieved with 11 assemblies of PuO 2, 12 assemblies of PuO 2, and 14 assemblies of PuO 2. The k-eff valus at BoL is 1,03157. Neutronic calculation result using SRAC 95 computer code shows the the reactor core has negative fuel and coolant temperature reactivity coefficients. The simulations of three abnormal conditions, i. e. the failure of primary system heat removal, the decreasing of primary coolant flow rate and the increasing of reactor power shows that the reactor has negative response. This conditions show that the reactor core fulfills the inherent safety criteria in term of neutronics aspect. Key word : supercritical coolant, breeder reactor, inherent safe R. Sigit E.B. Prasetyo dkk., Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM 277

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Peningkatan efisiensi termal secara signifikan (40%-45%) bisa didapatkan dengan memanfaatkan karakteristik air superkritis (374 o C, 25 MPa) pada titik operasi sistem reaktor. Dengan pemanfaatan air superkritis, elemen pengatur perubahan fase dari cair ke gas pada Light Water Reactor (LWR) biasa bisa dihilangkan dari desain,sehingga desain menjadi lebih sederhana, yang diharapkan akan mengurangi waktu konstruksi, biaya investasi dan fabrikasi, serta mengurangi limbah nuklir yang dihasilkan [1]. Ketersediaan bahan bakar merupakan salah satu pertimbangan dilakukannya modifikasi sistem reaktor. Dengan skenario pemrosesan ulang bahan bakar nuklir yang telah dgunakan serta kontribusi dari Fast Breeder Reactor (FBR), dengan jumlah pembangkit nuklir yang signifikan, maka jumlah seluruh bahan bakar nuklir di alam bisa mencukupi kebutuhan energi hingga jutaan tahun [2]. Batasan Masalah Penelitian ini akan membahas aspek neutronik dalam teras reaktor dan akan memperhitungkan pengaruh pendingin air superkritis terhadap kritikalitas teras reaktor dan menghitung besarnya breeding ratio Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1. Mendapatkan konfigurasi teras yang paling sesuai dan memenuhi kriteria kekritisan, yaitu k-efektif lebih dari satu. 2. Mencapai target burn-up yang tinggi. 3. Mendapatkan nilai convertion ratio (CR) yang besarnya lebih dari satu. TEORI DAN METODE Reaktor Berpendingin Air Superkritis Tidak adanya perubahan fase pada pendingin air superkritis menyebabkan komponen yang menangani perubahan fase tersebut mencakup sistem resirkulasi, steam separators dan dryers seperti yang terdapat pada LWR biasa, dapat dihilangkan dari desain. Hilangnya sistem resirkulasi akan menyebabkan tingginya perbedaan entalpi antara masukan dan keluaran teras reaktor. Entalpi pendingin akan tinggi pada tekanan superkritis. Dengan dihilangkannya beberapa komponen diatas, desain reaktor akan menjadi lebih kecil dan sederhana [3]. Desain SCWR sesuai dengan desain geometri teras reaktor cepat yang lebih kompak daripada LWR biasa, walaupun secara keseluruhan tidak ada perbedaan antara sistem pembangkit reaktor termal dan reaktor cepat 4). Hal itu mendorong dikembangkannya reaktor R. Sigit E.B. Prasetyo dkk., Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM 278

cepat berpendingin air superkritis (SCFR) yang memungkinkan menghasilkan surplus bahan bakar (CR>1). Metode Penelitian Analisis dilakukan menggunakan paket program komputer SRAC95. Analisis dimulai dengan perkiraan kekritisan awal yang dilihat dari perhitungan tingkat cell dengan input geometri cell, jumlah nuklida dan isotop yang digunakan (bahan bakar dan material). Pada langkah ini dimulai analisis nilai convertion rationya dan burn upnya dengan melakukan variasi komposisi UO 2 dan PuO 2 dalam bahan bakar serta melakukan variasi jarak antar rod. Komposisi bahan bakar yang didapatkan digunakan untuk analisis kekritisan tingkat teras. Pada langkah ini dilakukan variasi jumlah perangkat bahan bakar dengan komposisi yang berbeda. Menghitung koefisien reaktivitas suhu bahan bakar dan pendingin. Perhitungan koefisien reaktivitas suhu bahan bakar didekati dengan persamaan temperature coefficient of reactivity (α T ). δρ αt δt persamaaan diatas bisa didekati dengan persamaan yang lebih mudah seperti yang ditampilkan di bawah ini; α T 1 δk k δt Meninjau sistem keselamatan pada desain akhir dengan memberi uji simulasi gangguan pada sistem reaktor. HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi dan Konfigurasi Teras Komposisi teras terdiri dari 217 rod tiap perangkat bahan bakar yang terkumpul dalam 37 perangkat bahan bakar berbentuk heksagonal. 37 perangkat bahan bakar tersebut terbagi menjadi tiga komposisi UO 2 dan PuO 2 yang berbeda, yaitu terdiri dari 13 perangkat bahan bakar dengan komposisi PuO 2, 13 perangkat bahan bakar dengan komposisi PuO 2 dan 11 perangkat bahan bakar dengan komposisi PuO 2. Penelitian ini secara keseluruhan menghasilkan karakteristik yang tersaji dalam bentuk tabel di bawah ini; R. Sigit E.B. Prasetyo dkk., Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM 279

Tabel 1. Karakteristik Teras SCFBR Daya termal 300 MWth Tinggi aktif teras 200 cm Diameter teras ekivalen 142,8 cm Jumlah perangkat bahan bakar 37 Pendingin Air ringan ( Light Water ) Tekanan sistem 25 MPa Laju alir massa pendingin 306,804 Kg/sekon Suhu masukan pendingin 377 o C Suhu keluaran pendingin 527 o C Periode refueling 8 tahun 80 hari Desain burn-up 99.000 MWD/ton Tabel 2. Karakteristik Perangkat Bahan Bakar SCFBR Material bahan bakar UPuO 2 Dimensi pelet 0,76 x 1,25 cm Jumlah rod tiap perangkat 217 Material gap Helium SS 304 Material kelongsong Cr 20 % bahan bakar Fe 70 % Ni 10 % Jarak antar perangkat bahan bakar 20,4 cm Jarak antar pin bahan bakar Diameter terluar kelongsong bahan bakar Tebal gap Tebal kelongsong bahan bakar 1,20 cm 0.90 cm 0,16 mm 0,54 mm R. Sigit E.B. Prasetyo dkk., Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM 280

Gambar 1. Pemetaan Bahan Bakar dalam Teras Komposisi PuO 2 dan UO 2 86,04% Komposisi PuO 2 dan UO 2 87,44% Komposisi PuO 2 dan UO 2 86,54% Kritikalitas Teras Pada penelitian ini, perhitungan kekritisan teras dilakukan dengan membagi teras menjadi tujuh daerah aksial sehingga bisa diketahui perubahan suhu pendingin yang diikuti perubahan densitasnya dari bagian bawah teras (inlet) ke bagian atas teras (outlet). Setelah menentukan suhu pendingin di tiap daerah aksial, suhu kelongsong bahan bakar, suhu gap dan suhu pelet bahan bakar di tiap daerah aksial bisa ditentukan [5] R. Sigit E.B. Prasetyo dkk., Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM 281

Tabel 3. Distribusi Suhu Teras Daerah aksial Suhu pendingin( o C) Densitas pendingin( o C) Suhu kelongsong( o C) Suhu gap( o C) Suhu bahan bakar( o C) 1(inlet) 377.00 0.4798 397.92 425.58 683.28 2 379.49 0.4422 400.52 428.18 685.88 3 386.07 0.2569 407.40 435.07 692.76 4 400.18 0.1662 422.20 449.87 707.56 5 442.27 0.1134 466.50 494.16 751.86 6 502.48 0.0893 529.03 556.70 814.39 7(outlet) 527.00 0.0833 553.85 581.52 839.21 Untuk mendapatkan nilai faktor perlipatan efektif teras ( k-efektif ),data di atas digunakan sebagai masukan ( input ) program SRAC. Nilai k-efektif teras didapatkan sebesar 1.03157.. Kritikalitas dicapai saat konfigurasi teras terdiri dari 11 perangkat bahan bakar dengan komposisi PuO 2, 12 perangkat bahan bakar dengan komposisi PuO 2 dan 14 perangkat bahan bakar dengan komposisi PuO 2. Koefisien Reaktivitas Suhu Bahan Bakar Pada kondisi ini dilihat pengaruh kenaikan suhu terhadap nilai k-efektif teras. Koefisien reaktivitas suhu bahan bakar dihitung berdasarkan penurunan nilai k-efektif teras yang disebabkan oleh kenaikan suhu bahan bakar saja dengan suhu kelongsong dan suhu pendingin dijaga tetap. Nilai k-efektif teras akan dihitung untuk tiap kenaikan suhu bahan bakar sebesar 25 o C. K-eff 1.0035 1.0030 1.0025 1.0020 1.0015 1.0010 1.0005 1.0000 0.9995 0.9990 0.9985 0 25 50 75 100 Kenaikan suhu bahan bakar Gambar 2. Pengaruh kenaikan suhu bahan bakar terhadap k-efektif R. Sigit E.B. Prasetyo dkk., Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM 282

Tabel 4. Koefisien Suhu Bahan Bakar tiap Kenaikan Suhu Bahan Bakar Kenaikan suhu, δ Tf ( o C) α Tf ( o C -1 ) 0-2.96166E-05 25-2.90393E-05 50-2.81251E-05 75-2.87849E-05 100-2.89437E-05 Gambar 2 menunjukkan bahwa setiap kenaikan suhu bahan bakar menyebabkan turunnya nilai k-efektif teras yang mengakibatkan berkurangnya jumlah reaksi fisi selanjutnya. Hal ini menyebabkan terjadinya pengurangan populasi neutron dalam teras yang secara otomatis akan menurunkan daya reaktor. Tabel 4 menunjukkan bahwa reaktor memiliki koefisien reaktivitas suhu bahan bakar yang bernilai negatif, sehingga memenuhi aspek keselamatan inheren. Koefisien Reaktivitas Suhu Pendingin Koefisien reaktivitas suhu pendingin dihitung berdasarkan penurunan nilai k-efektif teras karena kenaikan suhu pendingin yang tidak diikuti oleh perubahan suhu bahan bakar, gap dan kelongsong bahan bakar. Perhitungan suhu pendingin didapatkan dengan menaikkan entalpi pendingin pada tekanan sistem operasi 25 Mpa. Entalpi pendingin dinaikkan empat tingkat kenaikan masing-masing 100 kj/kg pada tiap daerah aksial teras. 1.0050000 1.0000000 0.9950000 0.9900000 K-eff 0.9850000 0.9800000 0.9750000 0.9700000 0.9650000 0 kj/kg 100 kj/kg 200 kj/kg 300 kj/kg 400 kj/kg Kenaikan Entalpi Gambar 3. Pengaruh kenaikan entalpi pendingin terhadap k-efektif R. Sigit E.B. Prasetyo dkk., Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM 283

Tabel 5. Koefisien Suhu Moderator untuk tiap kenaikan suhu Moderator Kenaikan suhu, δ TM ( 0 C ) α TM ( o C -1 ) 13.6429-2.228E-04 15.1571-1.896E-04 16.8429-2.798E-04 18.5700-6.570E-04 64.2129-3.611E-04 Dari hasil perhitungan pada gambar 3 dengan tabel 5, reaktor memiliki koefisien suhu moderator yang bernilai negatif. Dengan kondisi ini, berarti setiap kenaikan suhu pendingin akan menyebabkan penurunan nilai k-efektif teras yang mengakibatkan berkurangnya jumlah reaksi fisi selanjutnya sehingga terjadi pengurangan populasi neutron dalam teras yang secara otomatis akan menurunkan daya reaktor. Gangguan Pengambilan Panas Sistem Gangguan disebabkan terjadinya kegagalan pengambilan panas sistem primer oleh sistem sekunder karena hilangnya pendingin pada sistem sekunder dan atau hilangnya aliran pada sistem sekunder yang menyebabkan pendingin sistem primer akan mengalami kenaikan entalpi. Kenaikan entalpi otomatis menyebabkan kenaikan suhu pendingin sepanjang daerah aksial, naiknya suhu pendingin akan diikuti kenaikan suhu kelongsong, suhu gap dan suhu bahan bakar secara proporsional. 1.0050 1.0000 0.9950 0.9900 k-eff 0.9850 0.9800 0.9750 0.9700 0.9650 0 kj/kg 100 kj/kg 200 kj/kg 300 kj/kg 400 kj/kg kenaikan entalpi Gambar 4. Pengaruh kenaikan entalpi pendingin karena kegagalan pengambilan panas oleh sistem sekunder terhadap nilai k-efektif Dari Gambar 4 terlihat nilai k-efektif mengalami penurunan yang signifikan seiring dengan kenaikan entalpi pendingin sistem primer. Penurunan ini membuat jumlah neutron yang menyebabkan reaksi fisi akan senantiasa turun dan akan menyebabkan turunnya suhu teras R. Sigit E.B. Prasetyo dkk., Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM 284

yang secara otomatis menurunkan dayanya. Jadi jika terjadi kegagalan pengambilan panas sistem primer oleh sistem sekunder, maka teras reaktor akan menurunkan dayanya secara otomatis, sehingga akan menjamin keselamatan reaktor secara inheren. Gangguan Aliran Sistem Pendingin Primer Gangguan yang disimulasikan pada teras reaktor dalam penelitian ini adalah yang menyebabkan berkurangnya laju aliran sistem pendingin primer dengan skenario adanya hambatan pada jalur loop yang dilewati oleh pendingin primer atau kegagalan sistem pompa. Aliran sistem pendingin primer pada penelitian ini akan disimulasikan berkurang hingga 60% dari laju aliran awalnya. 1.0050000 1.0000000 0.9950000 K-eff 0.9900000 0.9850000 0.9800000 0.9750000 0.9700000 100 90 80 70 60 Persentase Laju Alir Massa ( % ) Gambar 5. Respon k-efektif teras terhadap gangguan aliran sistem primer Seperti halnya yang terjadi pada kenaikan entalpi yang telah disimulasikan, pada kasus ini entalpi pendingin yang keluar dari teras akan meningkat karena adanya hambatan di jalur loop aliran sistem pendingin primer yang mengurangi laju aliran pendingin primer. Dari grafik yang telah ditampilkan, terlihat nilai k-efektif mengalami penurunan yang membuat teras reaktor mempunyai respon yang memenuhi aspek keselamatan inheren. Kelebihan Daya Reaktor Kelebihan daya reaktor termasuk ke dalam kecelakaan reaktivitas yang bisa berupa ekskursi nuklir maupun overpower transient yang bisa mengakibatkan terjadinya pelelehan bahkan penguapan bahan bakar karena ketidakmapuan pemindahan panas dari bahan bakar menuju pendingin secara cepat [6]. R. Sigit E.B. Prasetyo dkk., Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM 285

K-eff 1.0050000 1.0000000 0.9950000 0.9900000 0.9850000 0.9800000 0.9750000 0.9700000 100 110 120 130 140 Kenaikan Daya ( % ) Gambar 6. Respon k-efektif terhadap kelebihan daya reaktor Seperti yang terlihat pada grafik, k-efektif cenderung mengalami penurunan sehingga jumlah neutron untuk reaksi fisi akan berkurang yang berarti jumlah reaksi fisi yang terjadi akan semakin sedikit seiring dengan kenaikan dayanya. Penurunan jumlah reaksi fisi membuat suhu teras reaktor secara keseluruhan akan mengalami penurunan yang berakibat pada penurunan daya reaktor. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Teras reaktor pada penelitian ini mencapai kekritisan dengan nilai k-efektif sebesar 1,03157. Didapatkan juga nilai burn up sebesar 99.000 MWD/ton dengan periode refueling 8 tahun 80 hari. Selain itu pada akhir periode operasi didapatkan nilai conversion ratio mencapai 1.054260. Teras reaktor ini juga memiliki koefisien suhu bahan bakar dan moderator yang negatif yang bisa terlihat dari penurunan nilai k-efektif seiring dengan kenaikan suhu. Dari simulasi tiga gangguan yang mungkin terjadi, reaktor memberi respon negatif. Artinya jika terjadi gangguan, reaktor akan secara otomatis menurunkan dayanya, sehingga jika ditambah dengan nilai koefisien bahan bakar dan moderator yang negatif, reaktor pada penelitian ini memenuhi kriteria keselamatan yang inheren ditinjau dari aspek neutroniknya. Saran Penelitian lebih lanjut terhadap penggunaan tekanan operasi superkritis terutama pada reaktor nuklir sangat diperlukan, karena telah terbukti memiliki efisiensi termal yang cukup tinggi dan telah banyak digunakan pada sistem pembangkit non-nuklir. Analisis termohidrolik pada teras reaktor ini juga sangat penting untuk dilakukan agar mencakup seluruh aspek dalam sistem reaktor R. Sigit E.B. Prasetyo dkk., Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM 286

DAFTAR PUSTAKA 1). BUONGIORNO, JACOPO., 2002. The Supercritical Water Cooled Reactor (SCWR), ANS, 2002 Winter Meeting, Idaho National Engineering and Environmental Laboratory. 2). PERMANA, S., 2005. Energi Nuklir dan Kebutuhan Energi Masa Depan, Research Laboratory of Nuclear Reactor, Tokyo Institute of Technology, Tokyo 3). ISHIWATARI, Y., OKA, Y., KOSHIZUKA, S., 2001.Breeding Ratio Analysis of a Fast Reactor Cooled by Supercritical Light Water, Nuclear Engineering Research Laboratory, University of Tokyo, Ibaraki. 4). OKA, Y., NOMURA, K., 2000. Supercritical Pressure Light Water cooled Fast Reactor:A competitive way of FR over LWR, ASME, ICONE-8216, Vol.2, hal.188-211, Baltimore. 5). EL WAKIL, M.M., 1978. Nuclear Heat Transport, The American Nuclear Society, La Grange Park, Illinois. 6). LEWIS, E.E., 1977. Nuclear Power Reactor Safety, John Wiley & son, Inc., Canada. DISKUSI: PERTANYAAN: (Jati S PTRKN BATAN) 1. Disarankan untuk ditampilkan perbandingan harga CR dengan fast reactor yang sudah ada baik hasil penelitian maupun yang sudah beroperasi JAWABAN : (R Sigit EB Prasetyo Teknik Fisika UGM) 1. Nilai CR-nya sudah dibandingkan dengan hasil penelitian yang lain, dengan nilai CR yang lebih besar sekaligus burn-up yang lebih tinggi. R. Sigit E.B. Prasetyo dkk., Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM 287