BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

PADA KURIKULUM (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fiqih Siswa Kelas V MI Darussalam Palembang

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, keadaan atau proses sesuatu,

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. 1 Pembelajaran IPA secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENINGKATAN MINAT DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM MENGGUNAKAN METODE INQUIRY KELAS IV SEKOLAH DASAR ARTIKEL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaaat penelitian, dan fokus penelitian. Berikut uraian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dari penelitian tindakan kelas ini yang terdiri dari : Hasil Belajar, Belajar dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

BAB I PENDAHULUAN. Eka Atika Sari

I. PENDAHULUAN. Penerapan kurikulum 2013 harus diterapkan untuk memfasilitasi siswa agar terlatih

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan tidak hanya dipengaruhi oleh siswa namun guru juga

BAB II KAJIAN TEORI. Metode berasal dari Bahasa Yunani Methodos yang berarti cara atau jalan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Langeveld pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan pembelajaran IPA di atas yakni menumbuh kembangkan pengetahuan dan keterampilan, maka hal ini sesuai dengan

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. eduaktif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. salah satu tujuan pembangunan di bidang pendidikan. antara lain: guru, siswa, sarana prasarana, strategi pembelajaran dan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit adalah disiplin

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional, dengan jelas dikatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. seperti yang diharapkan dalam tujuan Pendidikan Nasional. Peningkatan mutu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dampak globalisasi saat ini sangat berpengaruh bagi perkembangan IPTEK dan

BAB II LANDASAN TEORI

IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Neng Ela, 2013

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengetahuan dan kecakapan. Menurut Wina Sanjaya (2006:113) belajar. di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) agar siswa memahami konsep-konsep IPA secara sederhana dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MATERI DAUR AIR

BAB II Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Menurut aliran behavioristik dalam Wina (2009: 114) belajar adalah pembentukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

Kata Kunci: Minat Belajar, Media Pembelajaran, Konsep Dasar Sains

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Oleh: Musringah SD Negeri 2 Durenan Kabupaten Tranggalek

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. Diajukan Oleh: Wahyu Setyoasih

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam penelitian ini teori yang akan dikaji adalah sebagai berikut: (1) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA); (2) Pembelajaran IPA di SD; (3) Ruang lingkup pembelajaran IPA di SD; (3) Metode pembelajaran; (4) Metode discovery; (5) Pendekatan scientifik; (6) Belajar; (7) Hasil belajar; (8) Kajian penelitian yang relevan; (9) Sintak Pembelajaran Metode Discovery 2.2. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Ilmu Pengetahuan Alam merupakan usaha manusia untuk memahami alam semesta dengan melakukan pengamatan yang benar dan dapat dijelaskan dengan penalaran yang sahih, sehingga mendapatkan kesimpulan. Dalam IPA terdiri atas tiga hal yaitu IPA sebagai proses, IPA sebagai prosedur, dan IPA sebagai produk. IPA sebagai proses merujuk pada aktivitas ilmiah yang dilakukan para ahli IPA yang sesuai dengan rasional, kognitif dan tujuan. Biasanya aktivitas ini disebut dengan penelitian. IPA sebagai prosedur, merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk memahami sesuatu. Tindakan tersebut berupa, 1) observasi, melakukan pengamatan terhadap lingkungan sekitar hingga menemukan sebuah topik dan mengidentifikasinya menjadi masalah. 2) menyusun hipotesis, hipotesis merupakan suatu gagasan solusi dari suatu masalah yang berdasarkan pengetahuan dan penelitian. 3) Percobaan, merupakan pengujian hipotesis. 4) Membuat kesimpulan yangb berupa pernyataan hubungan antara hasil dan hipotesis. IPA sebagai produk ilmiah, merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh para ahli IPA. Produk tersebut merupakan pengetahuan IPA yang

dapat ditemukan di dalam buku ajar, majalah ilmiah, buku teks, artikel ilmiah serta pernyataan-pernyataan para ahli IPA. Produk IPA dapat berupa fakta, konsep, lambang, konsepsi/ penjelasan dan teori. Menurut Usman dalam bukunya Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, IPA merupakan terjemahan dari kata-kata dalam bahasa Inggris yang dapat disebut sebagai ilmu alam yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Peristiwa tersebut dapat berupa gejala-gejala alam yang kemudian diamati oleh manusia. Berdasarkan hasil pengamatan dan percobaan yang disusun secara sistematis manusia dapat menemukan hal yang dapat dibahas dalam IPA. Menurut Wilkipedia, IPA adalah sebuah mata pelajaran yang membahas beberapa cabang ilmu IPA untuk siswa Sekolah Dasar (SD) dan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Cabang-cabang ilmu IPA adalah biologi, fisika, kimia, ilmu bumi dan astronomi. Dengan mempelajari cabang-cabang ilmu tersebut siswa diharapkan dapat memahami alam semesta. Beberapa alasan yang menyebabkan Ilmu Pengetahuan Alam diajarkan di Sekolah Dasar. Pertama, IPA berfaedah bagi suatu bangsa, kekayaan alam suatu bangsa dapat terkelola dengan baik jika masyarakatnya memiliki pengetahuan alam yang terus berkembang. Sehingga masyarakat mampu menjaga dan memanfaatkan kekayaan alam bangsa seiring dengan perkembangan teknologi. Karena pengetahuan dasar teknologi adalah IPA. Kedua, IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berfikir kritis. Dalam mempelajari IPA siswa diajak untuk melakukan beberapa proses, misalnya mengamati. Dalam proses mengamati suatu hal siswa akan dituntut pemikiran yang rasional sehingga memunculkan pemikiran yag kritis. Ketiga, IPA bukan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka. Hal ini dapat dilihat dengan bahan ajar IPA yang mencakup tentang gejala-gejala alam yang memerlukan percoaan untuk memahaminya. Jadi belajar IPA tidak bisa hanya dengan menghafal tapi haru dengan melakukan percobaan. Keempat, Mata pelajaran IPA memiliki nilai-nilai

pendidikan, yaitu mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. (Usman 2011: 4) Berdasarkan pendapat para ahli tentang IPA, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan mata pelajaran yang mempelajari tentang alam yang dilakukan dengan melalui beberapa proses untuk menemukan sebuah kesimpulan yang diharapkan dapat membentuk pribadi siswa secara utuh sehingga dapat menjadi modal kemajuan suatu bangsa. 2.2.1 Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran di sekolah sekarang ini sudah semakin berkembang, dari pengajaran yang bersifat tradisional menjadi pengajaran yang modern. Kegiatan pembelajaran bukan lagi sekadar menyampaikan pelajaran atau materi ajar. Akan tetapi, kegiatan pembelajaran lebih kompleks dengan kegiatan yang bervareasi dan aktif. Kegiatan pembelajaran juga tidak lagi berpusat pada guru tetapi berpusat pada siswa. Pembelajaran merupakan proses aktif siswa yang mengembangkan potensi dirinya (Utomo, 2013: 27). Siswa terlibat dalam pengalaman belajar yang bermakna yang memerluan pikiran, emosi, dan aktivitas yang menyenangkan, menantang serta mendorong kretifitas. Menurut Usman (2011: 5) Pembelajaran IPA yang cocok bagi siswa Indonesia adalah pembelajaran yang menggunakan pendekatan yang mencakup kesesuaian antara situasi dan belajar siswa dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat. Penerapan pembelajaran IPA di masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Karena itu, siswa perlu diberikan kesempatan memperoleh pengalaman secara indrawi maupun non indrawi. Misalnya, dalam pembelajaran pertulangan daun siswa diajak untuk mengamati tanaman yang ada di taman sekolah. Kemudian siswa diminta mengelompokkan tanaman berdasarkan bentuk daunnya. Dengan pembelajaran secara langsung melalui pengalam, siswa akan lebih memahami dan mengingatnya.

2.2.2 Ruang Lingkup Bahan Kajian IPA di SD Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut. 1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan 2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas 3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana 4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. Salah satu Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dipelajari di kelas IV semester 2 adalah: 8. Memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari 8.1 Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar serta sifatsifatnya 2.3 Metode Pembelajaran Metode pembelajaran adalah langkah operasional atau cara yang digunakan untuk menerapkan strategi pembelajaran yang dipilih (Ridwan 2013:9). Metode pembelajaran berfungsi untuk menciptakan lingkungan belajar dan mendasari aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran. Metode pembelajaran dipilih sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Dengan metode yang tepat diharapkan siswa mampu berkembang maksimal. Menurut lathifah (2012) metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode berperan sebagai alat motvasi strategi pembelajaran. Metode pembelajaran dalam pelaksanaanya bersifat prosedural dan berisi tahap-tahap tertentu.

Dari dua pendapat tentang metode pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru untuk menerapkan strategi pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran yang disesuaikan dengan materi pembelajaran sehingga mampu membawa siswa berkembang secara optimal. 2.3.1 Metode Discovery Discovery adalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan (Ridwan 2013: 220). Menurut pendapat Dwijaya (2012: 10) metode discovery diartikan sebagai prosedur pembelajaran yang mementingkan perorangan, manipulasi objek, melakukan percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi. Dalam metode discovery mengutamakan cara belajar siswa aktif dengan berorientasi pada proses. Sedangkan menurut pratiknjo (2012: 7) metode discovery adalah metode pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri, melihat sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat menemukan sendiri Dari beberapa pendapat tentang metode discovery dapat disimpulan bahwa metode discovery adalah metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah dengan menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi melalui pengamatan atau percobaan dengan pengawasan guru. Dalam pelaksanaan metode discovery bukan hanya siswa saja yang aktif, melainkan guru juga dituntut lebih kreatif dalam penyajian pembelajaran. Guru harus mampu memodifikasi pembelajaran sehingga siswa tertarik dan tertantang untuk melakukan percobaan. Selain itu guru juga perlu membangun situasi belajar yang membuat siswa aktif berusaha menemukan pengetahuan sendiri.

2.3.2 Langkah dan Tahap Pembelajaran Discovery Langkah-langkah pembelajaran discovery menurut Ridwan (2013:221) adalah: a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran b. Guru membagi petunjuk praktikum eksperimen c. Peserta didik melaksanakan eksperimen dibawah pengawasan guru. d. Guru menunjukkan gejala yang diamati e. Peserta didik menyimpulkan hasil eksperimen Tahap pembelajaran menggunakan discovery secara umum dapat digambarkan sebagai berikut. (Ridwan 2013: 222) Guru memaparkan topik yang akan dikaji, tujuan belajar, motivasi, dan memberikan penjelasan ringkas. Guru mengajukan permasalahan atau pertanyaan yang terkait dengan topik yang dikaji Kelompok merumuskan hipotesis dan merancang percobaan atau mempelajari tahapan percobaan yang dipaparkan oleh guru, LKS, atau buku. Guru membimbing dalam perumusan hipotesis dan merencanakan percobaan Guru memfasilitasi kelompok dalam melaksanakan percobaan/ investigasi Kelompok melakukan percobaan atau pengamatan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis Kelompok mengorganisasikan dan menganalisis data serta membuat laporan hasil percobaan atau pengamatan Kelompok memaparkan hasil investigasi (percobaan atau pengamatan) dan mengemukakan konsep yang ditemukan. Guru membimbing peserta didik dalam mengkonstruksi konsep berdasarkan hasil investigasi

2.3.3 Kelebihan Metode Discovery Kelebihan metode discovery menurut Roestiyah (2008: 21) adalah: (1) Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan; memperbanyak kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/ pengenalan siswa. (2) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. (3) dapat membangkitkan kegairahan belajar siswa. (4) Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing. (5) Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat. (6) Membuat siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri. (7) strategi itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar: membantu bila diperlukan 2.3.4 Kelemahan Metode Discovery Kelemahan metode discovery menurut Widdiharto (2004) (a) Untuk materi tertentu waktu yang tersita lebih lama. (b) Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah. (c) Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model ini. 2.4 Pendekatan Scientific (Ilmiah) Kurikulum 2013 menekankan pembelajaran menggunakan pendekatan Scientific. Proses pembelajaran dengan scientific diharpakan mampu memenuhi tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ranah sikap merupakan proses mengamati materi ajar supaya siswa tahu tentang mengapa. Ranah pengetahuan merupakan proses mengamati materi ajar supaya siswa tahu tentang

apa. Sedangkan ranah keterampilan merupakan proses mengamati materi ajar supaya peserta didik tahu tentang bagaimana. Pembelajaran dengan pendekatan scientific lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran secara tradisional. Pendekatan ini bercirikan menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, menggolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, menganalisis, menalar, dan menyimpulkan. Hasil belajar dapat membentuk siswa yang produktif, kreatif, inovatif, dan efektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintregasi. Pendekatan scientific memiliki beberapa kriteria antaralain, pertama materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelasakan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng. Kedua mendorong dan menginspirasi siswa berfikir secara kritis, analisis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran. Ketiga mendorong dan menginspirasi siswa untuk mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola piiikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran. Keeempat berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. Kelima tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik penyajiannya. 2.4.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Scientific Menurut kementrian pendidikan dan kebudayaan pembelajaran scientific terdiri atas 5 langkah yaitu: 1. Mengamati Mengamati merupakan proses pembelajaran yang mengutamakan kebermaknaan pembelajaran. Keunggulan kegiatan mengamati antara lain objek tersaji secara nyata sehingga siswa senang dan tertantang, dan pelaksanaanya murah. Namun kegiatan megamati memerlukan waktu dan persiapan yang lama

dan matang, biaya dan tenaga yang relatif banyak, bahkan dapat mengaburkan makna dan tujuan pembelajaran jika kondisi tidak terkendali. Langkah-langkah kegiatan mengamati yaitu, (1) menentukan objek apa yang akan diamati, (2) membuat pedoman pengamatan yang sesuai dengan lingkungan yang diamati, (3) menentukan secara jelas data yang diperlukan, (4) menentukan tempat yang akan diamati, (5) menentukan secara jelas langkah yang akan dilakukan untuk mengumpulkan data, (6) menentukan cara dan mencatat hasil pengamatan. Untuk itu praktik mengamati dalam pembelajaran akan efektif ketika guru dan siswa melengkapi diri dengan alat-alat pencatatan. Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan guru dan siswa selama kegiatan pengamatan adalah cermat, objektif, jujur dan fokus pada objek yang diamati untuk kepentingan pembelajaran. Homogenitas atau heterogenitas subjek, objek, atau situasi yang diamati sebaiknya ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengamatan. Memahami apa yang hendak dicatat juga harus diperhatikan sebagai catatan perolehan pengamatan. Jika semua hal diatas terlaksana dengan baik akan memudahkan proses selanjutnya. 2. Menanya Menanya merupakan kegiatan dimana siswa terangsang untuk mengeluarkan pertanyaan atau pernyataannya berdasarkan hasil pengamatan. Pertanyaan dimaksudkan untuk mendapatkan tanggapan verbal. Beberapa fungsi pertanyaan dalam kegiatan ini yaitu, (1) membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian siswa tentang hasil pengamatan, (2) mendorong dan menginspirasi siswa untuk aktif belajar, dan mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri; (3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya terhadap hasil pengamatan; (4) membangkitak keterampilan siswa dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar; (5) mendorong partisipasi siswa dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berfikir, dan menarik simpulan.

Kriteria pertanyaan yang baik adalah singkat, jelas, menginspirasi jawaban, memiliki fokus, bersifat penguatan, memberi kesempatan siswa berfikir ulang, merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif, dan merangsang proses interaksi. Pertanyaan guru yang baik akan mampu menginspirasi siswa untuk menjawab dengan baik dan benar. Untuk itu guru harus memahami kualitas pertanyaan. 3. Menalar Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dalam kegiatan ini yang diharapkan adalah penalaran ilmiah. Diharapkan siswa memiliki kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukkannya menjadi pengalaman memori. Terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari hal-hal yang bersifat nyata secara individu menjadi simpulan yang bersifat umum. Penalaran ini lebih berpijak pada observasi indrawi atau pengalam empirik. Penalaran deduktif adalah cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Penalaran ini dikenal dengan pola silogisme. Cara kerja penalaran deduktif adalah dengan menerapkan menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu baru menghubungkannya ke dalam bagian yang khusus. 4. Mencoba Mencoba atau melakukan percobaan merupakan aktivitas siswa untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik. Mencoba dalam kegiatan ini dimaksudkan untuk mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa. Siswa melakukan kegiatan dari mengenal alat atau bahan yang digunakan sampai mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data, serta

menarik simpulan atas percobaan yang dilakukan. Selain itu siswa juga membuat laporan dan menyampaikan hasil percobaannya. Guru perlu memahami beberapa hal supaya percobaan dapat berjalan dengan baik, diantaranya: (1) guru merumuskan tujuan percobaan yang akan dilakukan siswa; (2) guru bersama siswa mempersiapkan perlengkapan yang digunakan dalam percobaan; (3) guru perlu memperhitungkan tempat dan waktu percobaan; (4) guru menyediakan kertas kerja sebagai pengarah kegiatan siswa; (5) guru menyampaikan masalah yang akan dijadikan percobaan; (6) guru membagi kertas kerja pada siswa; (7) siswa melaksanakan percobaan dengan bimbingan guru; (8) siswa mengumpulkan hasil percobaan dan guru mengevaluasinya, jika dianggap perlu dapat didiskusikan secara klasikal. 5. Membentuk jejaring Membentuk jejaring dilakukan siswa untuk menempatkan dan memaknai kerjasama baik dengan guru maupun dengan teman yang lain. Dalam kegiatan ini siswa harus lebih aktif berinteraksi secara empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan serta kelebihan masing-masing. Sehingga diharapkan akan tumbuh rasa aman yang memungkinkan siswa menghadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama. Selain itu kegiatan membentuk jejaring ini juga dapat membuat guru dan siswa saling berbagi informasi, berbagi tugas dan kewenangan, dan memunculkan keseragaman di dalam heterogenitas siswa dalam kelas, serta membuat guru berperan menjadi mediator dalam pembelajaran. 2.5 Belajar Menurut Wulandari (2013,25) belajar merupakan sebuah proses perubahan tingkah laku dan pencapaian kompetensi serta kepandaian yang diperoleh melalui pengalaman dan berinteraksi dengan lingkungan. Sedangkan menurut Slameto (Syaiful Bahri, 2011: 13) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Pendapat Syaiful Bahri (2011: 13) belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang menyangkut kogitif, afektif, dan psikomotor. Menurut Watson (Ridwan, 2013: 6) belajar adalah proses interaksi anatara stimulus (S) dan respo (R), namun S-R harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Dari beberapa pengertian belajar, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah aktivitas jiwa raga dengan proses perubahan tingkah laku melalui latihan yang merupakan hasil dari pengalaman dalam interaksi individu dengan lingkungan yang dapat diamati dan diukur. 2.5.1 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan kapasitas terukur dan perubahan individu yang dinginkan berdasarkan ciri-ciri atau variabel-variabel bawaannya melalui perlakuan pembelajaran tertentu. Hasil belajar juga merupakan hasil kegiatan dari belajar dalam bentuk pengetahuan sebagai akibat dari pembelajaran yang dilakukan siswa (Wulandari, 2013: 26) Sedangkan menurut Mardiyah (2012: 6), hasil belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang merupakan hasil dari aktivitas belajar yang ditujukkan dalam bentuk angka-angka seperti yang dapat dilihat pada nilai rapor. Selain itu Mardiyah juga berpendapat bahwa hasil belajar juga dapat diartikan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan program pendidikan yang ditetapkan. Hasil belajar siswa dipengaruhi dua faktor utama yaitu faktor dari luar diri siswa dan faktor dari dalam diri siswa. Faktor dari luar diri siswa berasal dari dua

hal yaitu lingkungan dan instrumental. Faktor lingkungan berupa lingkungan alami dan lingkungan sosial. Sedangkan faktor instrumental berupa kurikulum, program, sarana dan fasilitas, serta guru. Faktor dari dalam diri siswa terbagi menjadi dua yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis berupa kondisi fisiologis siswa dan kondisi panca indra. Sedang faktor psikologis siswa berupa minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan kognitif (syaiful Bahri, 2011: 177). Berdasarkan kajian tentang hasil belajar, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku pada diri siswa yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dapat diamati dan diukur sebagai akibat dari pencapaian penguasaan materi dalam pembelajaran di sekolah dengan dipengaruhi beberapa faktor dari dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa, yang dapat didokumentasikan dalam buku raport. 2.6 Kajian Penelitian Yang Relevan Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Dwijaya Putri Iriany (2010) yang melakukan penelitian dengan judul Penggunaan Media Gambar Dalam Penerapan Metode Discovery Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas 3 SD Negeri 3 Purwodadi Lecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pembelajaran pada pra tindakan masih menggunakan metode ceramah dan kurang melibatkan siswa dalam pembelajaran, (2) hasil belajar IPA pada pra tindakan memperoleh presentase 52% siswa yang tuntas, (3) penerapan metode pembelajaran sesuai dengan metode discovery, (4) hasil belajar siswa pada siklus I memperoleh presentase 74% siswa yang tuntas sedang siklus II 89%, (5) siklus I presentase keberhasilan dari 52% menjadi 74% dengan peningkatan 22%. Sedangkan pada siklus II dari 74% menjadi 89% dengan peningkatan 15%. Meskipun penelitian tersebut menggunakan media gambar namun tetap menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode discovery hasil belajar IPA mengalami kenaikan.

Berdasarkan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajara discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 3 SD Negeri 3 Purwodadi Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan. Berdasarkan penelitian ini, disarankan hendaknya guru dapat memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang diajarkan. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pratiknjo (2012) dengan judul Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Metode Discovery Pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Grobogan Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian menunjukkanbahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan dengan ditandai bertambahnya jumlah siswa yang tuntas dari pra siklus dengan siklus 1 sebesar 29,5%. Begitu pula pada siklus 2 ketuntasan belajar siswa naik 11% dari siklus 1. Nilai rata-rata kelas juga mengalami peningkatan yaitu pra siklus 56,43 dengan ketuntasan klasikal 40,5% meningkat pada siklus 1 menjadi 70,22 dengan ketuntasan klasikal 70%. Hasil belajar siswa meningkat lagi pada siklus 2 yaitu 75,54 dengan ketuntasan klsikal 81%. Berdasarkan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajara discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Negeri 1 Sugihan Kecamatan Toro Kabupaten Grobogan. 2.7 Kerangka Berfikir Adapun kerangka berfikir dapat digambarkan sebagai berikut:

Kondisi awal Guru ceramah Hasil belajar siswa rendah Siklus I Penerapan metode discovery dengan pendekatan scientific pada meteri pengertian, sumber, sifat, perpindahan dan kegunaan energi panas. Tindakan Penerapan Metode Discovery dengan Penedakatan Scientific Siklus II Penerapan metode discovery dengan pendekatan scientific pada meteri Termometer dan pengaruh energi panas Kondisi akhir Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas 4 SD Negeri Barukan 01meningkat. Bagan 2.1 Kerangka Berfikir

2.8 Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Dengan penggunaan metode discovery dan pendekatan scientific dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 SD Negeri Barukan 01 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang pada mata pelajaran IPA SK memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.