BAB VI. FILSAFAT ANALITIK (Bahan Pertemuan Ke-7)

dokumen-dokumen yang mirip
ANALITIK (1) Analitik:

1. Seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya;

PENGERTIAN FILSAFAT (1)

PENGERTIAN FILSAFAT (1)

IDEALISME (1) Idealis/Idealisme:

PRAGMATISME (1) Pragmatisme:

PRINSIP VERIFIKASI: POKOK PIKIRAN ALFRED JULES AYER DALAM KHASANAH FILSAFAT BAHASA

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I. PENGERTIAN FILSAFAT (Bahan Pertemuan Ke-2)

FILSAFAT????? Irnin Agustina D.A, M.Pd

Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

FILSAFAT ILMU DAN PENDAHULUAN. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

PERANAN FILSAFAT BAHASA DALAM PENGEMBANGAN ILMU BAHASA

LOGIKA BAHASA DAN KETERAMPILAN MENULIS* * Oleh Dali S. Naga

Filsafat Umum. Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Para Filsuf [sebahagian kecil contoh] Oleh Benny Ridwan

NATURALISME Naturalisme 'natura' naturalisme supernaturalisme

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara

BAB II KAJIAN TEORI. Lord John Russell. Pada usia empat tahun ibunya meninggal dunia, dan setelah

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090)

NATURALISME (1) Naturalisme 'natura' Materialisme

PSIKOLOGI UMUM 1. Pertemuan II: Pengaruh Filsafat Terhadap Perkembangan Ilmu Psikologi

PERKEMBANGAN FILSAFAT ANALITIKA BAHASA: DARI G.E MOORE HINGGA J.L AUSTIN

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

BAB IV FILSAFAT PRAGMATISME (Bahan Pertemuan Ke-5)

PENGANTAR ILMU SEJARAH

Bab 3 Filsafat Ilmu. Agung Suharyanto,M.Si. Psikologi - UMA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

ALAM PIKIRAN MANUSIA DAN PERKEMBANGANNYA

BAB III. FILSAFAT IDEALISME DAN REALISME (Bahan Pertemuan Ke-4)

ILMU DAN MATEMATIKA. Ilmu berasal dari bahasa Arab alima, bahasa Inggris science, bahasa latin scio dan di Indonesiakan menjadi sains.

BAHASA DAN FUNGSINYA DALAM KOMUNIKASI

Sebuah Pengantar Populer Karangan Jujun S. Sumantri Tentang Matematika Dan Statistika

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT BAHASA DAN BAHASA MENURUT LUDWIG WITTGENSTEIN

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

Pengetahuan dan Kebenaran

Filsafat Umum. Pengantar ke Alam Filsafat 2. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

DEFINISI, OBJEK DAN KELAHIRAN SOSIOLOGI. Pertemuan 2

BAB V. FILSAFAT EKSISTENSIALISME DAN FENOMENOLOGI (Bahan Pertemuan Ke-6)

KETERBATASAN HERMENEUTIK DALAM STUDI SASTRA

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

MAGISTER DEGREE IN BUSINESS MANAGEMENT PADJADJARAN UNIVERSITY Prof. Dr. Sucherly, SE., MS

PERTEMUAN III PENGERTIAN, KATA, DAN TERM

Ilmu pengetahuan. himpunan pengetahuan yang diperoleh secara terorganisisr melalui prosedur dan metode tertentu yang kemudian disistema-tisasi

Metodologi Ekonomi Positivisme *)

MAKALAH FILSAFAT ILMU

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

TUGAS UTS DASAR DASAR LOGIKA PENGERTIAN PENGERTIAN FILSAFAT, LOGIKA, ETIKA, ESTETIKA DAN FILSAFAT ILMU

DASAR FILSAFAT PENDIDIKAN

BAB II LANDASAN TEORITIS. terminologi, Ali Badri mengatakan bahwa syi ir adalah suatu kalimat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengembangkan dirinya. Oleh karena itu belajar sebagai suatu kebutuhan yang telah dikenal

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

BAB III METODE PENELITIAN

MAKALAH RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU

FILSAFAT PENGANTAR TERMINOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu unsur budaya yang dapat menunjukkan

BAB V METODE-METODE KEILMUAN

Filsafat Manusia (PERKULIAHAN)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah

UJI KOMPETENSI PEDAGOGIK PAKET IA

Watak benda-benda samawi

MODUL X. Filsafat Pendidikan Kristen

PENGANTAR LOGIKA INFORMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat hidup bermasyarakat. Dengan bahasa orang dapat. lambang bunyi, suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf,

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa

PENGERTIAN DAN WAWASAN DASAR TEORI PERENCANAAN

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK

Plotinus KAJIAN TOKOH FILSAFAT ABAD PERTENGAHAN. Endah Kusumawardani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL

TEORI-TEORI SEMIOTIK DALAM KOMUNIKASI

V. MANUSIA DAN KEINDAHAN

LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN. Oleh Agus Hasbi Noor

BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan

Filsafat Manusia. Sosialitas Manusia. Cathrin, M.Phil. Modul ke: 03Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

REVIEW TERHADAP PEMIKIRAN ABU AHMAD TENTANG LOGICAL POSITIVISM

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki

John Locke, David Hume, Immanuel Kant (Sari Pengantar Filsafat Barat Harun Hadiwiyono)

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MAKALAH FILSAFAT ILMU

FILSAFAT BAHASA SEBAGAI FUNDAMEN KAJIAN BAHASA. Basyaruddin

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penulisan Makalah D. Metode Penulisan Makalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Etika dan Filsafat. Komunikasi

EPISTEMOLOGI: CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR

BAB I PENDAHULUAN. filsafat. Setiap tradisi atau aliran filsafat memiliki pemikiran filosofis masingmasing

Transkripsi:

BAB VI FILSAFAT ANALITIK (Bahan Pertemuan Ke-7) 1. Bahasa dan Filsafat Bahasa dalah alat yang paling penting dari seorang filosof serta perantara untuk menemukan ekspresi. Oleh karena itu, ia sensitif terhadap kekaburan serta cacat-cacatnya dan merasa simpati untuk menjelaskan dan memperbaikinya. Abad ke-20 telah mengalami perhatian yang makin besar terhadap problema bahasa dan komunikasi serta fungsi dari isyarat dan simbol. Perhatian ini telah menyebabkan perkembangan semantik atau penyelidikan tentang arti, fungsi kata-kata, dan hubungan antara kata-kata dan benda-benda, aliran-aliran linguistik atau filosofikal analitis dan logika simbolik. Ia juga telah menyebabkan munculnya perhatian baru terhadap perinciperinci gramatika dan tata bahasa. Kebanyakan orang menganggap bahasa itu satu hal yang wajar, seperti udara yang kita isap. Tetapi pada waktu sekarang, banyak ahli, termasuk di dalamnya filosof-filosof yang memakai metoda logika analitik melihat bahwa penyelidikan tentang arti serta prinsip-prinsip dan aturan-aturan bahasa merupakan problema yang pokok dalam filsafat. Sebagian filosof memberi perhatian kepada analisa linguistik serta perinci-perinci teori-teori bahasa. Katakata definisi, proposisi, hipotesis, aksioma, prinsip-prinsip verifikasi dan lainlainnya makin lama makin lebih dipandang sebagai bahan pembicaraan yang pokok dalam penyelidikan filsafat. Memberi nama adalah langkah pertama untuk mendapatkan pengetahuan. Biasanya kita mendapat pelajaran bahwa kita tidak akan mengetahui benda apakah itu, kecuali kalau kita dapat menamakannya, mengklasifikannya, serta menempatkannya dalam suatu konteks yang berarti. Jika kita ingin mengatakan sesuatu tentang suatu benda, kita memerlukan nama (simbol) untuknya, sehingga kita dapat membedakannya dari benda-benda yang lain. Namun, nama adalah simbol dari benda yang memakai nama itu. Dalam hal ini benda itu disebut referent. Dengan cara ini, kita mengambil suatu kata atau simbol (terucapkan atau tertulis) dan menggunakannya untuk menunjuk sesuatu (obyek, kualitas, atau relasi) atau untuk menghubungkan kata-kata lain yang menjadi nama-nama benda dan sejenisnya. Jika suatu nama sudah dipilih dalam suatu bahasa, maka pemakaiannya harus permanen supaya tidak terjadi kekacauan. Kata-kata digabungkan dalam kalimat-kalimat, dan kalimat-kalimat itu juga mempunyai arti, dan dengan begitu, kita mempunyai bahasa sebagai alat bercakap-cakap. Kemampuan untuk mempergunakan bahasa adalah satu dari sifat-sifat yang khusus bagi manusia. Binatang hanya dapat mengeluarkan suara alamiah yang jumlahnya sedikit dan hanya menunjukkan rasa lezat atau sakit. Suara atau 47

ekspresi semacam itu mungkin menyertai kehadiran makanan, teman, atau bahaya. Dengan perkembangan kesadaran, kecerdasan, dan kelompok sosial, dan dengan diciptakannya dan dipergunakannya simbol-simbol kata kerja, manusia memperoleh kemungkinan untuk kemerdekaan dan pengetahuan yang tidak dimiliki oleh binatang. Bahasa yang dipakai untuk percakapan, dengan daya tarik kepada telinga, mempunyai kelebihan terhadap alamat-alamat dan gambar-gambar atau isyaratisyarat yang mempunyai daya tarik kepada mata dan penglihatan, suara tidak menyibukkan tangan, sedang ia tersebar ke semua arah dan dapat didengar dalam gelap.pembicara tidak memerlukan untuk dilihat. Semua kelompok di dunia ini mempunyai bahasa yang dipakai untuk percakapan. Akan tetapi bahasa tersebut tidak mempunyai permanency (ketetapan) yang obyektif dan lekas dilupakan, dan dengan hilangnya bahasa tersebut, maka segela pengetahuan yang diperoleh oleh kelompok itu juga hilang. Perkembangan bahasa yang ditulis merupakan langkah yang penting bagi tumbuhnya peradaban. Tanpa bahasa yang tertulis tak akan da kemajuan. Jika percakapan dipecah-pecah kepada unsur-unsurnya yang pokok, dan simbol-simbol dipakai untuk unsur-unsur tersebut seperti dalam alphabet, maka bahasa yang tertulis akan lahir dan kita memperoleh alat komunikasi dan ekspresi yang permanen secara relatif. Bahasa yang tertulis mungkin menjadi gudang tempat menyimpan pengetahuan-pengetahuan lama, dan bahasa tersebut mempunyai kemampuan untuk mengatasi keterbatasan tempat dan waktu juga untuk mempertahankan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam transmisi dengan lisan. Metoda baru untuk merekam tentu saja akan memberikan permanensi yang lebih besar kepada bahasa percakapan. Perkembangan bahasa telah memungkinkan bertambahnya pengetahuan secara cepat serta bercabangnya dalam bidang-bidang khusus yang bermacammacam. Dengan tercapainya keuntungan-keuntungan besar, terjadi pula problemaproblema baru. Bahasa mempunyai banyak fungsi. Fungsi kognitif, bahasa menerangkan psoposisi yang kita dapat mencoba kebenarannya dan dapat menerima atau menolaknya. Ini adalah pengetahuan yang kita cari dalam beberapa sains dan filsafat. Walaupun begitu bahasa mempunyai fungsi-fungsi lain. Banyak dari bahasa kita yang bersifat emotif dalam salah satu dari dua hal; ia mungkin bersifat ekspretif tentang perasaan dan keadaan, atau mungkin bersifat evokutif dan menghendaki responsi emosional dari orang lain. Bahasa mungkin bersifat imperatif, yakni memerintah atau mengarahkan agar dapat mengontrol tindakan orang lain. Bahasa juga mungkin bersifat seremonial seperti yang kita pakai dalam menghormati orang lain atau dalam percakapan dan riual. Bermacam-macam cabang ilmu mungkin mempunyai terminologi sendiri, sehingga kita dapat mempunyai bahasa sains, sastra, estetika, syait, cinta, moral dan kebatinan. Apakah mungkin bahasa seseorang mencampuradukkan bermacam-macam jenis dan funsi dari bahasa, dan mengatakan, umpamanya 48

bahwa sesuatu bahasa itu bersifat kognitif padahal ia bersifat emotif atau imperatif. Atau mungkinkah suatu ekspresi kemauan diterima sebagai pengetahuan yang dibenarkan? Kita perlu membedakan antara pernyataan yang menunjukkan atau melukiskan hal-hal yang aktual dalam alam, dan caranya benda-benda tersebut dihuungkan, serta pernyataan-pernyataan yang tidak mempunyau referent dalam dunia luar. Ini berarti kita dapat mempunyai bahasa untuk membicarakan benda atau untuk membicarakan bahasa atau kata-kata. Jika kita bicara tentang bendabenda seperti pensil, meja, binatang, dan lain-lain, orang mengatakan bahwa kita mempergunakan object language, tetapi jika kita membicarakan object language itu sendiri, kita dikatakan memakai metalanguage. Kita dapat melangkah lebih jauh dan membicarakan tentang bahasa yang kita pakai untuk membicarakan object language, akan tetapi dirasa hal tersebut akan mempersulit diri sendiri dan tidak perlu. Bahasa sangat erat hubungannya dengan pengalaman manusia, lebih dari pada yang biasa diakui. Ada yang mengatakan bahwa bahasa itu hanya merupakan rekaman-rekaman tentang pengalaman yang dirasakan penting bagi perorangan dan masyarakat. Ada pula yang mengatakan bahwa bahasa itu mencerminkan atau melukiskan dunia apa adanya. Akan tetapi bahasa itu sendiri tidak hanya mencerminkan pengalaman serta kondisi lingkungan di mana pengalaman itu berkembang, tetapi juga mempunyai pengaruh atas pengalaman-pengalaman tersebut. Bahasa itu memaksakan pandangan-pandangan perseptual dan konseptual tertentu, dan dengan cara itu, mempengaruhi pikiran dan tindakantindakan kita. Bahasa dapat mempengaruhi pemikiran dan pengalaman dengan cara yang halus dan bermacam-macam karena cara kita memproyeksi bagaimana ia membentuk alamnya sendiri dalam dunia kita. Bahasa dapat mencetak pikiran orang-orang yang memakainya, oleh karena terdapat interaksi antara peradaban dan bentuk-bentuk linguistik yang dipakai. Dalam membicarakan tentang bahasa dan hubungannya dengan peradaban, Harry Hoijer menyatakan "bahasa itu bukannya merupakan sekadar teknik komunikasi, ia adalah suatu cara untuk mengarahkan persepsi pembicara-pembicara dan menyediakan bagi mereka cara-cara yang biasa untuk menganalisa pengalaman ke dalam ketegori-kategori penting". Apakah ada kemungkinan bahwa di antara problema-problema besar yang dihadapi manusia sekarang, berasal dari kebauran yang terdapat dalam bentukbentuk dan pemakaian-pemakaian linguistik kita, dan bahwa penjelasan tentang bahasa akan memecahkan atau menghilangkan problema-problema tersebut? Ini adalah pendapat sebagian besar dari kelompok filosof. 49

2. John Locke, David Hume dan Pandangan Tradisional Selama dua ribu tahun yang lalu, filsafat Barat yang didukung oleh agama Kristen, telah berusaha untuk menyajikan kepada manusia suatu pandangan tentang alam, tentang kehidupan serta sekelompok nilai bagi kehidupan. Seorang filosof meringkaskan pandangan-pandangan tradisional sebagai berikut: Pandangan tradisional dari Eropa Barat mengatakan bahwa di atas dunia benda-benda yang biasa kita kenal dengan indra kita dan kita ungkapkan dengan sains, terdapat suatu kelompok realitas yang mengandung nilai. Di antaranya kebaikan (goodness), keindahan (beauty) dam kebenaran (truth) adalah sangat penting dan merupakan dasar bagi etika, estetika, dan logika. Dengan kata lain, oleh karena alam ini mengandung orde moral, maka terdapat hal-hal yang baik dan hal-hal yang jahat; oleh karena alam ini mengandung orde estetika, maka terdapat benda-benda yang indah dan yang buruk; dan oleh karena ada sesuatu yang dinamakan kebenaran, maka ada pertimbangan (judgment) yang benar dan ada pula perimbangan yang salah. Sebagian ahli filsafat menambahkan bahwa alam ini mengandung ketuhanan, dan ketuhanan adalah sumber nilai-nilai kebaikan, kebenaran, dan keindahan, dan nilai tersebut merupakan mode penampakkan Tuhan kepada manusia. Oleh karena itu, maka metafisik, penyelidikan tentang realitas yang mengatasi dunia kita, merupakan penyelidikan tentang nilai dan Tuhan. Berdampingan dengan yang biasanya dinamakan tradisi Besar (Great Tradition), selama beberapa abad yang lalu, di Inggris telah berkembang suatu gerakan empiris yang kuat dan telah berhasil untuk membatasi arti pengalaman kepada pengalaman indrawi (sense experience). Dengan pemikir-pemikir seperti John Locke dan David Hume, gerakan ini mengkritik metafisik dan pemikiran spekulatif, dan mengatakan bahwa pengetahuan itu datang kepada manusia melalui indra. John Locke (1632-1714) berpendapat bahwa pada waktu seorang bayi lahir, akalnya adalah seperti papan tulis yang kosong atau film kamera yang merekam kesan-kesan dari luar. Pengetahuan hanya berasal dari indra. Dengan melalui pemikiran, dibantu oleh ingatan, perasaan-perasaan indrawi diatur menjadi bermacam-macam cabang pengetahuan. Locke mengingkari adanya ide bawaan (innate ideas) dan mengatakan bahwa universal atau ide Plato itu tidak transendental akan tetapi "ciptaan dari akal, dibuat olehnya untuk keperluannya sendri". David Hume (1711-1770) membawakan tradisi empiris lebih jauh lagi. Ide yang sederhana katanya, adalah copy dari perasaan-perasaan yang sederhana, dan ide yang kompleks dibentuk dari gabungan dari ide sederhana, atau kesankesan yang kompleks. Pendapat Hume menyebabkan orang mengingkari kebenaran pendapat bahwa ada ide yang abstrak dan umum. Hume menyerang konsep tradisional tentang substansi dan kausalitas, dan membawa implikasi 50

pendapatnya yang skeptis itu ke dalam bidang etika dan agama. Empirisme ini mendapat dukungan pada abad ke-19 dari timbulnya sains serta pengaruhnya. 3. Tradisi Empiris Kelompok yang menyatakan dan mendukung tradisi empiris adalah kelompok positivis Prancis abad ke-19, kelompok logikal positivis dan kelompok Wina serta aliran-aliran filosofikal analitis dari Inggris. Mereka itu saling membantu meskipun mereka tidak bergabung menjadi satu. Auguste Comte (1798-1857) Kecenderungan untuk mendasarkan pengetahuan atas persepsi dan penyelidikan sains obyektif serta menghindarkan pandangan metafisik telah membawa kepada aliran positivisme yang berasal dari Prancis. Positivisme membatasi pengetahuan kepada pernyataan-pernyataan tentang fakta yang dapat diamati serta hubungan-hubungan antara fakta-fakta tersebut. Filosof Prancis Auguste Comte (1798-1857) adalah pendiri dan eksponen positivisme. Comte mengarahkan usaha-usahanya kepada filsafat politik dan pembaharuan masyarakat. Comte membagi sejarah manusia kepada tiga periode, masing-masing dengan ciri khas dalam berpikir. Periode pertama, adalah periode teologi di mana imajinasi berpengaruh besar dan kejadian-kejadian dijelaskan dengan kontrol dan campur tangan ruh dan dewa-dewa, dan dunia dijelaskan dengan iatila-istilah animisme dan supernatural. Periode kedua adalah periode metafisik, kejadiankejadian dijelaskan dengan cara abstrak seperti sebab-sebab, prinsip-prinsip, dan substansi-substansi. Periode ketiga, yakni yang terakhir dan tertinggi, adalah periode positif, yakni periode penyelidikan ilmiah yang tidak mengarah lebih jauh dari fakta yang dapat diamati dan diukur. Manusia telah meninggalkan usaha-usahanya untuk mengungkap sebab, nasib akhir (destiny) dan watak tertinggi dari benda-benda. Apa yang di balik pengamatan, jika ada, adalah tidak penting; kita harus membatasi perhatian kita kepada dunia ini. Positivisme adalah tingkatan terakhir dari pemikiran manusia, dan tugas sains dalam tahap ini adalah menjadikan dunia ini aman bagi manusia. Menurut aliran ini, pengetahuan itu berharga hanya oleh karena dapat membantu manusia untuk mengubah kondisi dunia material dan masyarakat. Untuk keperluan ini kita hanya memerlukan mengetahui fenomena dan hukumhukum benda yang berlaku. Comte mengganti agama supernatural dan kesatuan metafisik dengan kemanusiaan serta kemajuan sosial. 4. Logika Positivisme dan Kelompok Wina Hasil pemikiran Ernst March dan Moritz Schlick telah memberi dorongan bagi sekelompok positivis untuk mengembangkan pengaruhnya. Pengaruh itu tidak saja terasa di Austria dan Jerman, tetapi juga berkembang di seluruh negara- 51

negara Barat. Anggota-anggota dari kelompok ini yang aktif selama tahun 1920 dan 1930-an adalah ahli-ahli sains, matematika dan orang-orang yang menekuni logika dan metodologi ilmiah. Jika pada mulanya positivisme didirikan bersdasarkan sains yang ada pada abad 19, maka perkembangan baru didasarkan pada konsep logika dan ilmiah yang lebih baru. Gerakan ini mempunyai beberapa sebutan, yaitu logical positivism, vienna circle, logical empiricism dan scientific empiricism. Para anggota Kelompok Wina sangat berminat untuk mendirikan suatu dasar intelektual yang kokoh bagi semua sains. Mereka merasakan bahwa sains itu walaupun tidak terpadu secara sempurna, sesungguhnya secara logika tercakup pada suatu sistem yang koheren. Problemanya adalah untuk menemukan suatu sistem istilah dan konsep yang menyeluruh dan mencakup semua sains dan tidak terbatas hanya kepada satu atau beberapa sains. Hal ini mendorong untuk mempelajari bahasa beberapa sains tertentu serta analisa bahasa pada umumnya dengan harapan untuk menemukan bahasa yang universal bagi sains. Para anggota dari kelompok tersebut menganggap bahwa tugas pokok filsafat adalah untuk menganalisa bahasa, khususnya bahasa sains. Pendekatan ini merupakan suatu peralihan dari metoda dan cara-cara filsafat tradisional. Sebagai ganti dari menyerang argumentasi para filosof tradisional, anggota aliran ini mengalihkan perhatian mereka kepada analisa bahasa untuk menunjukkan bahwa masalah yang lama itu tidak ada artinya. Logika positivis lebih suka untuk mengatakan bahwa metoda atau pendekatan mereka tidak ada sangkut pautnya dengan metafisik. 5. Filsafat Anlitik dan Persoalan Tentang Pengetahuan Dalam abad ke-20, hanya sedikit filosof yang mempunyai pengaruh lebih mendalam terhadap filsafat atau perhatian yang lebih besar terhadap soal-soal linguistik selain Ludwig Wittgenstein (1889-1951). Ia dilahirkan di Wina, belajar di Austria dan Cambridge University di Inggris dan mendapat pengaruh dari Betrand Russell dan G.E. Moore. Ia menghasilkan dua sistem pemikiran yang orisinal, pertama dalam karangannya Tractatus, dan kedua dalam bukunya yang berjudul Philosophical Investigations. Tractatus merupakan uraian tentang kondisi-kondisi di mana bahasa mempunyai arti serta dapat memiliki kebenaran. Kalimat yang berarti adalah gambaran tentang keadaan, suatu proposisi adalah gambaran tentang realitas, akan tetapi dalam tiap-tiap gambaran harus ada hubungan satu sama lain, antara gambaran dan keadaan yang dilukiskannya. Teori gambaran (picture theory) dari proposisi adalah pokok dalam tingkatan-tingkatan pikiranya yang permulaan. Untuk memahami suatu kalimat kita harus mengetahui 'referen' atau keadaan yang kalimat tersebut meminta perhatian kita. Pernyataan-pernyataan yang dapat diterapkan di dunia harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang tepat; jika tidak maka pernyataan-pernyataan itu adalah nonsens. Wittgenstein memberi cap 52

nonsense kepada pernyataan-pernyataan para ahli metafisika tradisional dan ahli teologi, begitu juga kata-kata para ahli mistik. Dengan keluarnya tulisan Wittgenstein yang kedua Philosophical Investigations, filsafat analitik menyesuaikan diri dengan pandangan baru. Ia tetap ada kaitannya dengan bahasa, akan tetapi Wittgenstein melihat watak bahasa dengan pandangan baru. Perhatian Wittgenstein sekarang adalah bahwa bahasa itu mempunyai beberapa fungsi, oleh karena itu perhatian harus dialihkan dari logika dan penyusunan bahasa yang sempurna kepada pemakaian bahasa sehari-hari. Bahasa mempunyai bermacam-macam penggunaan dan kita perlu menyelidiki bagaimana kata-kata kunci dan ekspresi-ekspresi berfungsi dalam bahasa seharihari. Dengan menggunakan bahasa, kita bermain dengan bermacam-macam permainan, yaitu ketika kita beralih dari suatu cara bahasa (discourse) kepada cara lain. Dalam bahasa permainan, kata-kata dapat dipakai untuk melukiskan, memerintah dan megarahkan person dan benda-benda atau untuk mengekspresikan suatu lakon dari imajinasi. Suatu bahasa buatan tidak dapat memecahkan persoalan-persoalan yang timbul dari pemakaiannya, malah dapat mengakibatkan distorsi yang serius serta pandangan-pandangan sepihak. Bahasa biasa dapat dijadikan obyek untuk program analisa yang luas dan ketat. Dengan mengakui fungsi-fungsi bahasa yang bermacam-macam, Wittgenstein mengubah tugas filsafat. Berlainan dengan kelompok positivis ia tidak menolak pernyataan-pernyataan metafisika secara mutlak. Kita membawa kembali kata-kata 'dari pemakaian metafisika kepada pemakaian sehari-hari'. Dalam filsafat kita tidak menarik kesimpulan. Filsafat hanya menyatakan apa yang diterima oleh setiap orang. Dengan begitu filsafat tidak memberikan tambahan informasi baru, tetapi menambah jelas dengan lukisan yang teliti dari bahasa (Harold H. Titus dkk., 1984: 372.). 53