1 Mahasiswa Ilmu Informasi dan Perpustakaan FISIP Universitas Airlangga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah

PERILAKU PENEMUAN INFORMASI DI KALANGAN PROFESIONAL GURU SEKOLAH DASAR NEGERI DI SURABAYA NURUL SYAMSIYAH DARAH PUSPITA. Abstract

Perilaku Informasi, Semesta Pengetahuan

3. METODE PENELITIAN

Wijayanti Lestari Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan ABSTRAK

Pengembangan Koleksi Modul 3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. berupa Tugas Akhir, Laporan Penelitian, jurnal maupun artikel. Karya tulis ini mengenai

PERILAKU PENEMUAN INFORMASI PADA GURU REGULER SMP INKLUSI NEGERI DI SURABAYA 1 AMANDA CANDRA PRATIWI 2 NIM ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

¹Korespondensi: Hanum Subhi Ninda P. Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan

BAB I. PENDAHULUAN. pustakawan. Pustakawan merupakan seseorang yang memiliki kompetensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

Seminar Nasional IENACO ISSN:

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

RPSEP-82 MEMBANGUN BUDAYA ORGANISASI DAN KODE ETIK PUSTAKAWAN SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DAN PROFESIONALISME.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia tidak lagi dipandang sebagai faktor produksi, namun telah

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. yang terkait untuk menilai perusahaan dan mengambil keputusan-keputusan yang

BAB I PENDAHULUAN. dampak dari globalisasi informasi. Globalisasi informasi merupakan istilah yang

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan bisnis yang makin ketat seperti dewasa ini, sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. terbitnya. Keberagaman suatu majalah tersebut ditentukan berdasarkan target

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Riset pasar dapat memberitahu kita mengenai kualitas dan pelayanan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini tercermin dari penetapan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

Perilaku Penemuan Informasi Mahasiswa FISIP dan Fakultas Farmasi UNAIR dalam Proses Penulisan Skri

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

Ciri Penelitian Tindakan Kelas. 1. Bersifat Praktis 2. Ada unsur kolaborasi 3. Guru berperan ganda: peneliti, praktisi

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencengahan dan

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2006), metode penelitian

Perpsepsi terhadap etika bisnis antara akuntan pendidik, akuntan publik dan mahasiswa akuntansi (studi kasus di Surakarta dan Yogyakarta) Oleh:

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. terdidik yang mampu menjawab tantangan-tantangan yang. masa mengisyaratkan bahwa secara keseluruhan mutu SDM Indonesia saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika diajarkan di setiap jenjang pendidikan dari Sekolah Dasar hingga. menghadapi masalah-masalah matematika yang disajikan.

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. oleh citra diri sebagai insan religius, insan dinamis, insan sosial, dan insan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas yang dikelola oleh manajemen

KEBUTUHAN DAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI STAF PENGAJAR POLITEKNIK NEGERI SEMARANG DALAM MELAKSANAKAN KEGIATAN PENELITIAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. SLB B YRTRW Solo dalam mengakses informasi berita televisi Seputar

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I. komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass. communication (media komunikasi massa).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. miliar giga byte informasi baru di produksi pada tahun 2002 dan 92% dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan akuntansi di Indonesia sudah cukup lama diselenggarakan

Definisi dan Ruang Lingkup Praktek Konseling Rehabilitasi. Oleh Didi Tarsidi <a href=" Pendidikan Indonesia (UPI)</a>

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PERANCANGAN. sebagai alat visual metode merancang arsitektur. Adapun tahapan dan kerangka dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PROBLEMATIKA KINERJA PUSTAKAWAN DI PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Slameto (2003:1) dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah,

PENGARUH PERKEMBANGAN SOSIAL TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK (STUDI DESKRIPTIF KUANTITATIF) DI SMP N 1 PASAMAN KABUPATEN PASAMAN BARAT ABSTRACT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan nasional menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba

BAB I PENDAHULUAN. untuk memudahkan dalam mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan memiliki karir di

Mengembangkan Kompetensi Guru Melalui Lesson Study

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ekonomi suatu perusahaan memacu profesi akuntan untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

BUDAYA LITERASI INFORMASI DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM MENULIS KARYA ILMIAH

Deti Ahmatika Universitas Islam Nusantara, Jl. Soekarno Hatta No. 530, Bandung; Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan. organisasi dihadapkan pada lingkungan yang serba tidak pasti.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setelah kebutuhan primer. Salah satu perkembangan teknologi

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 2, No. 1, Mei 2015

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat dirumuskan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sebelum melakukan penelitian ke lapangan, seorang peneliti harus melakukan

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang dianut pemangku kebijakan. Kurikulum memiliki. kedudukan yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan.

Lokasi penelitian dilakukan pada Perpustakaan SMP Negeri 15 Bandung yang terletak di Jalan Dr. Setiabudhi Nomor 89.

TUGAS TIK. Pemanfaatan Saluran Informasi oleh Siswa SMA di Surabaya. Nama Kelompok : : Pradista Mugi D. Nim :

Pemanfaatan Saluran Informasi Oleh Siswa SMA Di Surabaya Oleh OKKY TRIMANDA SARI ( )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perusahaan dalam mempertanggung jawabkan aktivitas bisnisnya dan menilai

METODE PENELITIAN. lazim dipakai dalam penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenoligis.

BAB III METODE PENELITIAN

2015 ANALISIS KEBUTUHAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU BAHASA DAERAH SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

Transkripsi:

PERILAKU PENEMUAN INFORMASI (INFORMATION SEEKING BEHAVIOR) MUBALIG MUHAMMADIYAH (Studi Deskriptif Mengenai Perilaku Penemuan Informasi di Kalangan Mubalig Muhammadiyah Kabupaten Jember) BERLIAN EKA KURNIA 1 Abstract Preachers of moslem is a professional who use sources to find information for their daily job. Therefore, this study use a model of information seeking behavior of professional which is developed by Leckie, et al. Population of this research are moslem s preachers of Muhammadiyah Jember. This study use a descriptive quantitative method, systematic random sampling technique with sample of 60 respondents. The data were analysed with the use of statistical package SPSS. The results show that the six components of information seeking behavior of professional by Leckie et al. can be applied for moslem s preacher. These six components are (1) work roles, (2) associated tasks, and (3) characteristics of information needs and three factors affecting information seeking: (4) sources of information, (5) awareness of information, and (6) outcomes. Keyword : Information Seeking Behaviour, Information Seeking Behaviour of Profesional, Moslem s Preacher of Muhammadiyah Jember. Abstrak Mubalig merupakan seorang professional yang banyak membutuhkan sumber-sumber informasi sebagai bahan untuk mencari informasi dalam pekerjaannya. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan model perilaku penemuan informasi profesional yang dikembangkan oleh Leckie, et al. Populasi dalam penelitian ini adalah mubalig Muhammadiyah Jember. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan metode pengambilan sampel acak sistematis (systematic random sampling) dan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 60 orang responden. Data diolah dan dianalisis dengan menggunakan SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa enam komponen dari model perilaku penemuan informasi profesional Leckie et al dapat diberlakukan untuk para mubalig. Enam komponen tersebut diantaranya adalah (1) p eran kerja, (2) tugas yang berkaitan, dan (3) k arakteristik kebutuhan informasi dan tiga faktor yang mempengaruhi perilaku penemuan informasi: (4) sumber-sumber informasi, (5) kesadaran terhadap informasi, dan (6) hasil. Kata Kunci : Perilaku Penemuan Informasi, Model Penemuan Informasi Profesional, Mubalig Muhammadiyah Kabupaten Jember. 1 Mahasiswa Ilmu Informasi dan Perpustakaan FISIP Universitas Airlangga 1

Pendahuluan Setiap individu pasti memiliki kebutuhan informasi yang berbeda-beda seiring dengan keberagaman tugas dan peran mereka dalam lingkungannya. Wersig (dalam Bystr ӧm, 1995) mengatakan bahwa kebutuhan serta proses pencarian informasi individu tergantung pada tugas yang dibebankan kepada dirinya. Berjalannya tugas tergantung pada persyaratan informasi yang harus dipenuhi apabila tugas ingin terselesaikan. Ketika dihadapkan dengan tugas, seseorang dihadapkan pada suatu kebutuhan informasi yang mencerminkan interpretasinya terhadap persyaratan informasi, pengetahuan terdahulu dan kemampuan untuk mengingatnya. Hal ini dapat menimbulkan kesenjangan ( gap) antara pengetahuan seseorang tentang tugas dan persyaratan yang dirasakan terhadap tugas (Belkin, et al., 1982 dalam Bystrӧm, 1995). Studi mengenai kebutuhan informasi dan perilaku penemuan informasi akhir-akhir ini banyak dilakukan oleh kalangan ilmuan informasi. Sejauh ini penelitian yang membahas mengenai perilaku penemuan informasi terbatas pada kalangan akademis seperti ilmuan sosial, mahasiswa, dosen, siswa, dan guru, serta pada kalangan profesional seperti insinyur, pengacara, dan profesional kesehatan. Namun, pada penelitian kali ini akan membahas tentang pola perilaku penemuan informasi pada lingkup yang berbeda dari sebelumnya. Penelitian ini akan mengkaji perilaku penemuan informasi pada kalangan mubalig (ulama/dai) yang tergabung dalam sebuah lembaga/organisasi. Individu dalam organisasi berperilaku berdasarkan adanya kebutuhan dari dalam dirinya yang dipicu dengan adanya tugas-tugas dan peranannya dalam organisasi. Pernyataan ini memberikan penjelasan bahwa saat ini pengguna informasi tidak hanya menjadi penerima pasif saja, melainkan merekalah yang menentukan arus perkembangan informasi berdasarkan kebutuhannya akan informasi atas tugas-tugas yang diemban. Pola perilaku penemuan informasi di kalangan mubalig menjadi menarik untuk dilakukan karena apabila melihat fakta yang terjadi beberapa tahun terakhir banyak sekali mubalig-mubalig yang tadinya hanya berdakwah melalui mediamedia yang bersifat eksklusif (seperti masjid, forum kajian tertentu, maupun kelompok-kelompok tertentu) mulai bergeser dan membuat suatu perubahan bahwa dakwah tidak hanya terbatas untuk suatu kalangan tertentu saja. Saat ini kegiatan dakwah mulai digerakkan secara ekspansif, mulai banyak bermunculan para mubalig yang menyampaikan dakwahnya di berbagai media elektronik yang bersifat terbuka dan bisa dinikmati oleh banyak orang seperti radio, televisi maupun internet. Ditambah lagi jumlah penduduk muslim di Indonesia sangat mendominasi yakni sebanyak 207.176.162 jiwa, yang setara dengan 87,18% dari total penduduk Indonesia (BPS, 2010). Melihat pada data tersebut, hal ini menunjukkan bahwa eksistensi para mubalig masih sangat dibutuhkan dikalangan masyarakat. Sejak zaman dahulu kegiatan dakwah seringkali dilakukan dengan mempertimbangkan aspek budaya setempat, hal ini bertujuan untuk mempermudah jalan dakwah yang ditempuhnya. Sebagaimana yang diungkapkan 2

oleh Muhtadi (2012) bahwasanya pendekatan kebudayaan dalam dakwah dipandang relevan karena tujuan dakwah adalah menanamkan nilai-nilai, bukan sekedar menginformasikan suatu ajaran. Dakwah memang selalu berhadapan dengan kenyataan sosial budaya yang berkembang dalam masyarakat. Realita ini menuntut para mubalig untuk lebih fleksibel dan mudah beradaptasi dengan lingkungan sosial masyarakat di tempat sasaran dakwahnya. Berdasarkan dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan informasi mubalig sangatlah luas, tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu agama saja, tetapi juga membutuhkan informasi-informasi terkini seputar permasalahanpermasalahan atau isu-isu yang terjadi pada masyarakat. Selain itu seorang mubalig juga harus mengetahui kondisi sasaran dakwahnya baik segi sosial maupun budaya. Ilmu agama itu sendiri juga merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sangat kompleks, karena Islam telah mengatur segala aspek kehidupan manusia yang sifatnya komprehensif. Bahkan dalam kitab-kitab Islam sendiri tidak jarang ditemui perbedaan-perbedaan pendapat dikalangan ulama. Seperti yang diutarakan oleh Mahfud (2013) seorang mubalig Muhammadiyah, yang memberikan pernyataan bahwa tidak jarang mengalami kesulitan dalam mencari sumber-sumber informasi yang relevan terutama terkait dengan bahasan ilmu fiqih (hukum Islam), karena sering ditemui adanya perbedaan pendapat diantara para ulama sehubungan dengan mengartikan dan menafsirkan suatu ayat. Oleh karena itu, berdasarkan fakta-fakta yang telah diuraikan tersebut seorang mubalig pada dasarnya harus memiliki kemampuan untuk memilah dan memilih sumber informasi apa saja yang relevan untuk digunakan serta memiliki kemampuan analisis mendalam terhadap kandungan informasi yang terdapat pada sumber-sumber informasi. Selain itu, mubalig juga memiliki kebutuhan untuk selalu memperbaharui informasi yang dimilikinya guna menunjang tugasnya dalam berdakwah. Seiring dengan realita yang ada terkait dengan perkembangan dunia dakwah di Indonesia dan kompleksitas kebutuhan informasi para mubalig yang timbul karena adanya keberagaman tugas yang mengiringi, penulis melihat bahwa hal ini menarik untuk diteliti. Oleh karena itu disini penulis tertarik untuk meneliti tentang bagaimanakah pola perilaku penemuan informasi di kalangan mubalig. Begitu pula apabila dikaitkan dengan sudut pandang ilmu informasi yakni seseorang akan berperilaku informasi berdasarkan kebutuhan informasi dari dalam diri individu itu sendiri (Krikelas, 1983). Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimanakah keterkaitan antara peran kerja dengan kompleksitas tugas yang dijalankan oleh mubalig Muhammadiyah Kabupaten Jember? 2. Bagaimanakah keterkaitan antara kompleksitas tugas dengan kebutuhan informasi yang dikembangkan oleh mubalig Muhammadiyah Kabupaten Jember? 3. Apa sajakah jenis sumber dan saluran informasi yang digunakan oleh para mubalig Muhammadiyah Kabupaten Jember dalam rangka untuk 3

memenuhi kebutuhan informasinya serta bagaimanakah kesadaran informasi mubalig Muhammadiyah Kabupaten Jember dalam menentukan sumber dan saluran informasi yang akan digunakan? 4. Bagaimanakah hasil akhir dari proses penemuan informasi mubalig Muhammadiyah Kabupaten Jember? Model Perilaku Penemuan Informasi Profesional Leckie, et al. Model penemuan informasi pada kalangan profesional dikembangkan oleh Gloria J. Leckie, Karen E. Pettigrew, dan Christian Sylvian dalam hasil penelitiannya Modelling The Information Seeking of Professionals: A General Model Derived from Research on Engineers, Health Care Professionals, and A Lawyers (dalam The Library Quarterly, vol.66 no.2 1996). Hal ini didasari oleh penelitian-penelitian terdahulu mengenai perilaku penemuan informasi yang menghasilkan beberapa model tertentu sehingga dirasa perlu untuk membuat model perilaku penemuan informasi yang mewakili kalangan profesional. Istilah profesi digunakan disini dalam pengertian klasik yang menjelaskan pekerjaan berorientasi pada jasa yang memiliki dasar pengetahuan teoritis, menuntut pendidikan postsecondary formal, memiliki asosiasi yang menaungi, memiliki kode etik yang dikembangkan secara internal atau pernyataan yang bersifat prinsip lainnya. Kelompok-kelompok yang termasuk dalam kriteria tersebut meliputi dokter, pengacara, guru, pendeta, perawat, fisioterapis, pustakawan, akuntan, dan insinyur. Tumbuhnya minat untuk meneliti proses penemuan informasi di kalangan profesional muncul dikarenakan beberapa alasan. Pertama, wilayah penelitian ini merupakan perkembangan alamiah dari penelitian sebelumnya di kalangan ilmuan dan cendikiawan. Kedua, penyedia database komersial telah mengembangkan layanan yang disesuaikan untuk kalangan profesional tetapi tidak begitu memahami apakah layanan tersebut benar-benar akan memenuhi kebutuhan informasi mereka sehari-hari. Model perilaku penemuan informasi di kalangan profesional ini merujuk pada konteks kerja yang lebih luas dalam pekerjaan profesional sehingga perlu diteliti dan dipahami dengan baik. Agar dapat memahami sebuah proses penemuan informasi dengan baik maka perlu untuk mengetahui karakteristik sebuah pekerjaan secara lebih mendetail. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melihat bagaimanakah kebutuhan terhadap jenis informasi tertentu, proses pencarian dan penemuan informasi, serta penggunaan sumber-sumber informasi berdasarkan pada tugas sehari-hari para profesional. Model perilaku penemuan informasi professional yang dikembangkan oleh Leckie et al. memberikan asumsi bahwa peran dan tugas kerja yang dilakukan professional dapat menumbuhkan kebutuhan informasi tertentu sehingga akan mendorong terhadap proses penelusuran informasi. Penelusuran informasi sangat dipengaruhi oleh sejumlah variabel yang saling berinteraksi dan dapat mempengaruhi hasil. Berikut adalah gambaran model perilaku penemuan informasi profesional: 4

Enam faktor utama yang terdapat dalam model tersebut dihubungkan oleh tanda panah, dimana keseluruhan faktor tersebut memiliki tujuan yang searah dan saling berhubungan. Proses ini berawal dari bagian teratas yakni peran kerja yang memberikan dampak terhadap tugas. Karena model Leckie, et al ini terbatas pada kalangan profesional saja, maka faktor primer yang menjadi motivasi dalam melakukan penemuan informasi adalah peran kerja dan tugas. Studi empiris yang ada mengenai kebutuhan dan penggunaan informasi profesional menunjukkan bahwa profesional menghadapi dunia kerja yang rumit dan mengasumsikan keanekaragaman peran dalam pekerjaan mereka sehari-hari. Lima peran profesional yang sering dijalani (lebih kepada frekuensi kejadian) yakni penyedia layanan, administrator/manajer, peneliti, pendidik, dan siswa. Secara umum, kebutuhan informasi muncul dari situasi yang berkaitan dengan tugas tertentu yang berhubungan dengan satu atau lebih dari peran kerja yang dimainkan. Kebutuhan informasi tidak bersifat tetap dan dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor intervensi. Kebutuhan informasi para profesional dipengaruhi dan dibentuk oleh beberapa variabel, diantaranya adalah: demografi individu, konteks, frekuensi, prediksi, kepentingan dan kompleksitas. Dalam model ini, menunjukkan bahwa kebutuhan informasi dapat menciptakan suatu kesadaran terhadap sumber informasi dan/atau kandungan informasi, hal tersebutlah yang dapat memotivasi seseorang dalam melakukan penemuan informasi. Variabel terpenting dari kesadaran terhadap sumber informasi adalah: terbiasa dengan sumber informasi yang digunakan, keberhasilan penggunaan informasi sebelumnya, kepercayaan terhadap sumber informasi, kemasan informasi, ketepatan waktu, biaya, kualitas, dan aksesibilitas sumber informasi. Dalam fase information is sought (informasi ditemukan) anak panah menunjuk kedua arah, yakni ke arah karakteristik kebutuhan informasi (characteristics of information needs) dan hasil ( outcome). Hal ini menjelaskan bahwa hasil penelusuran yang ditemukan harus sesuai dengan kebutuhan informasinya. Dan hasil akhir dari keseluruhan proses pencarian informasi berupa 5

outcomes yang mempengaruhi sebagian besar aspek-aspek dalam model melalui putaran umpan balik ( feedback) yang mengarah pada sumber informasi ( sources of information), kesadaran informasi ( awareness of information), dan informasi ditemukan ( information is sought). Diagram Leckie, Pettigrew, dan Silvain ini secara jelas dimaksudkan untuk mengutamakan yang berhubungan dengan proses kerja. Oleh karena itu, model ini memiliki keterbatasan dalam penerapan perilaku penemuan informasi sehari-hari. (Case, 2007). Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tipe deskriptif. Penelitian kuantitatif deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut (Bungin, 2005). Oleh karena itu, pada dasarnya penelitian ini hanya bertujuan untuk menggambarkan dan menguraikan berbagai kondisi, berbagai situasi, dan berbagai faktor yang ada di sekitar lingkungan para mubalig yang menjadi objek penelitian ini, terutama pada saat mereka melakukan barbagai aktivitas yang bersinggungan dengan sumber informasi dalam rangka proses penemuan informasi. Hal ini sebagai suatu bentuk pemenuhan kebutuhan informasi dalam menunjang kegiatan dakwah secara jelas di kalangan mubalig pada organisasi Muhammadiyah Daerah Kabupaten Jember. Penelitian ini ditekankan oleh peneliti terhadap mubalig Muhammadiyah Daerah Kabupaten Jember. Peneliti memilih lokasi penelitian dengan alasan karena organisasi ini bergerak aktif dalam kegiatan dakwah serta memiliki mubalig-mubalig eksistensinya tidak diragukan lagi, selain itu Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang memiliki cara berpikir rasional dan metodologis. Diharapkan pula penelitian ini nantinya akan mendapatkan hasil yang beragam dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mubalig Muhammadiyah Daerah Kabupaten Jember. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan probability sampling dengan teknik sampel acak sistematis ( systematic random sampling). Penarikan sampel dengan cara sampel acak sistematis adalah dengan menentukan suatu bilangan atau angka ke-n dimana setiap subjek atau individu ke-n pada populasi terpilih sebagai sampel. Cara menghitung nilai n adalah dengan membagi jumlah anggota populasi dengan jumlah anggota sampel yang diinginkan (Morissan, 2012). Analisis Data Peran Kerja dan Tugas Mubalig Muhammadiyah Leckie, et al. (1996) mengungkapkan bahwa dari barbagai penelitian yang telah dilakukan mengenai kebutuhan informasi dan perilaku informasi pada kalangan profesional diketahui bahwa mereka memiliki bermacam-macam peran 6

dalam menjalankan tugas sehari-hari. Apabila diurutkan, maka peran kerja yang paling banyak disandang oleh para mubalig yaitu sebagai pendidik, penyedia layanan, administrator/manajer, murid, dan yang terakhir adalah peneliti. Peran mubalig sebagai seorang pendidik disepakati sebagai peran yang paling utama. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Ahmad Dahlan (dalam Sairin, 2008) yang juga menuturkan bahwa mubalig/mubalighah merupakan pakar pendidik ilmu agama. Mengenai perihal tersebut, Muhtadi (2012) juga menyatakan bahwa aktivitas dakwah tidak hanya terbatas pada penyampaian ajaran saja, melainkan juga bagaimana ilmu yang disampaikan dapat menjadi nilai-nilai yang tertanam dalam kehidupan masyarakat dan menjadi pedoman hidup. Selain itu, kata pendidik disini juga dapat diartikan sebagai penyuluh, yakni seorang mubalig merupakan penyuluh agama yang mana berfungsi sebagai motivator transfer nilai-nilai moral (Abrar, 2009). Selain perannya sebagai pendidik, peran-peran lain yang disandang para mubalig adalah sebagai: peran penyedia layanan ditunjukkan dalam beberapa aktivitas yang dilakukan oleh para mubalig, seperti contohnya para mubalig memberikan sarana konsultasi bagi masyarakat umum perihal kehidupan berumah tangga (baik masalah fiqih, hak asasi manusia, maupun kesehatan), mengadakan kajian khusus dhua fa dan mu allaf, pembinaan calon jamaah haji, serta aktivitasaktivitas lainnya; peran administrator/manajer dapat dilihat dari tugas-tugas yang dilakukan oleh para mubalig seperti membuat program kerja serta menyusun dan mengkoordinasi kegiatan dakwah baik berupa kajian rutin, seminar, maupun kegiatan dakwah yang lain; peran peneliti dapat dilihat dari tugas mubalig yang dianjurkan untuk selalu mengkaji lebih dalam serta melakukan penelitianpenelitian terkait ajaran agama Islam agar mendapatkan kemurnian dan kebenarannya; dan yang terakhir adalah peran sebagai murid, karena di sisi lain mubalig juga masih memiliki keterbatasan pengetahuan serta masih perlu mempelajari ilmu-ilmu dan pengetahuan yang belum dikuasainya melalui sumbersumber yang tersedia disekitar mereka. Seiring dengan peran-peran yang disandang oleh para mubalig, maka akan timbul pula tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Tugas para mubalig cukup beragam, beberapa diantaranya meliputi: mengisi kajian rutin secara langsung maupun melalui media elektronik; sebagai pemateri dalam seminar agama; sebagai khotib; dan lain-lain. Sedangkan untuk dapat menjalankan tugas-tugas tersebut muncullah sub-sub tugas baru untuk mendukung tugas utama mereka seperti menyusun makalah atau materi kajian; menulis artikel, jurnal, dan essay; serta membuat rancangan kerja dengan menyusun dan mengkoordinasi setiap kegiatan dakwah yang diselenggarakan. Berkaitan dengan fenomena tersebut, Hackman (dalam Jӓrvelin & Wilson, 2003) mengatakan bahwa pekerjaan profesional terdiri atas tugas-tugas, yang merupakan kumpulan dari sub-sub tugas yang lebih kecil. Tugas-tugas tersebut dibebankan kepada para profesional, dan setiap individu harus dapat mengidentifikasi dan mengenali masing-masing tugas dari awal hingga akhir, hal ini bertujuan untuk merangsang dan memberikan pedoman terhadap tujuan 7

dan/atau tindakan yang akan diambil agar dapat lebih terarah. Dilihat dengan cara ini, baik tugas utama maupun sub tugas (tugas yang lebih sederhana) dapat dianggap sebagai tugas yang sama. Relativitas ini diperlukan untuk menganalisis tugas dengan tingkat kompleksitas yang berbeda-beda. Dari hasil pengkajian lebih lanjut, diketahui bahwasanya keberagaman peran kerja mubalig memiliki pengaruh terhadap kompleksitas tugas mereka. Dimana keterkaitan tersebut ditunjukkan dengan semakin beragam peran kerja yang disandang oleh para mubalig, maka semakin kompleks pula tugas yang harus dijalankan. Sebaliknya, semakin tidak beragam peran kerja yang disandang maka semakin tidak kompleks pula tugas yang harus dijalankannya. Karakteristik Kebutuhan Informasi Mubalig Muhammadiyah Studi tentang perilaku penemuan informasi profesional mengindikasikan bahwa karakteristik kebutuhan informasi pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa variabel, diantaranya: a. Individual Demographic Dalam model Leckie et al. (1996) menyebutkan bahwa aspek demografi individu merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap bentuk kebutuhan informasi profesional. Kajian yang dilakukan mengenai penemuan informasi di kalangan profesional mengindikasikan bahwa lingkungan dari profesi tertentu, dan faktor seperti usia, jenjang karir, area spesialisasi, serta lokasi geografis dapat mempengaruhi rumusan kebutuhan informasi. Perihal tersebut juga berlaku dalam konteks kebutuhan informasi di kalangan mubalig. b. Context Pada dasarnya akar permasalahan perilaku pencarian informasi adalah konsep kebutuhan informasi, yang telah terbukti seperti yang dikemukakan oleh Wilson (1980), yaitu kebutuhan adalah pengalaman subjektif yang hanya terjadi dalam pikiran orang yang membutuhkan; akibatnya, tidak secara langsung dapat diketahui oleh peneliti. Kebutuhan hanya dapat diketahui dengan penarikan kesimpulan dari perilaku atau melalui laporan dari orang yang membutuhkan. Wersig (dalam Bystro m, 1999) menyatakan bahwa kebutuhan informasi merefleksikan adanya persyaratan yang harus dipenuhi dalam melaksanakan tugas tertentu. Hal inilah yang menyebabkan mengapa perilaku informasi ditujukan untuk memuaskan kebutuhan informasi, karena pada dasarnya kebutuhan informasi ini digunakan untuk proses penyelesaian tugas. Adapun jenis-jenis informasi yang dibutuhkan oleh mubalig Muhammadiyah Daerah Kabupaten Jember, diantaranya berupa pengetahuan terkait taktik dan strategi dakwah, metode dakwah kultural, kondisi obyek/ sasaran dakwah, peta dakwah, psikologi dan komunikasi dakwah, dinamika perilaku masyarakat, perubahan kebijakan negara, serta informasi dan ilmu terkait materi-materi dakwah baik materi agama maupun pengetahuan umum lainnya. Dari wacana tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan informasi mubalig cukup kompleks. 8

Hal tersebut dapat memberikan gambaran bahwa informasi yang dibutuhkan oleh para mubalig sangat berkaitan erat dengan tugas-tugas diemban. Berdasarkan hasil penyilangan tabel kompleksitas tugas dengan tingkat keberagaman kebutuhan informasi, dimana kompleksitas tugas menempati posisi sebagai variabel x (variabel pengaruh), dan tingkat keberagaman kebutuhan informasi sebagai y (variabel terpengaruh), diketahui bahwasanya semakin kompleks tugas mubalig, maka jenis informasi yang dibutuhkan juga semakin beragam. Begitu pun sebaliknya, semakin tidak kompleks tugas mubalig, maka semakin tidak beragam pula informasi yang dibutuhkan. Temuan ini selaras dengan yang dikatakan oleh Leckie, et al. (1996) bahwa secara umum kebutuhan informasi muncul dari situasi yang berkaitan dengan tugas tertentu yang berhubungan dengan satu atau lebih dari peran kerja yang dimainkan. Disamping itu, Wersig (dalam Bystrom, 1999) juga menyatakan bahwa kebutuhan informasi merefleksikan adanya persyaratan yang harus dipenuhi dalam melaksanakan tugas tertentu. Hal inilah yang menyebabkan mengapa perilaku informasi ditujukan untuk memuaskan kebutuhan informasi, karena pada dasarnya kebutuhan informasi ini digunakan untuk proses penyelesaian tugas. Taylor (1991) juga mengemukakan bahwa perilaku informasi manusia sangat berkaitan erat dengan aktivitas yang dilakukan sehari-hari, terutama yang berhubungan dengan konteks pekerjaan. Dimana hal tersebut dapat memunculkan pembagian kelompok kerja, sehingga bisa dipahami bahwa konteks pekerjaan dapat mempengaruhi kebutuhan dan perilaku informasi manusia. Munculnya kebutuhan informasi tersebut diakibatkan oleh adanya berbagai alasan yang melatarbelakangi, beberapa diantaranya adalah karena keterbatasan informasi yang dimiliki, keterbatasan pengetahuan/pemahaman, keterbatasan pengalaman, keterbatasan sumber informasi yang dimiliki, serta keterbatasan sumber informasi yang tersedia. Selain itu juga terdapat beberapa responden yang mengungkapkan alasan lainnya yakni karena kegiatan dakwah senantiasa berkembang sesuai dengan kemajuan iptek dan perubahan masyarakat. Fakta tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Kuhlthau (1993) yang menyatakan bahwa kebutuhan informasi muncul dari sesuatu yang tidak pasti dan dipahami sebagai sesuatu yang memberikan kontribusi pemahaman maupun makna bagi seseorang. Dari beberapa alasan yang dikemukakan tersebut, sebagian besar mubalig mengaku bahwa faktor yang paling dominan melatarbelakangi timbulnya kebutuhan informasi adalah karena adanya keterbatasan informasi yang dimiliki serta keterbatasan pengetahuan/pemahaman. Fenomena tersebut sesuai dengan pernyataan Dervin (dalam Godbold, 2006) yang mengungkapkan istila h kesenjangan kognitif (cognitive gap), yakni suatu indikasi yang menunjukkan adanya perbedaan antara situasi kontekstual dengan situasi yang diinginkan. Hal ini menyebabkan seseorang mengalami kebingungan dan penuh pertanyaan. Dengan mengetahui penyebab dari timbulnya kebutuhan akan informasi, yang dalam hal ini karena adanya keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki, berarti para mubalig telah melakukan proses sense-making. Dimana mereka dihadapkan pada suatu kondisi serta pengalaman di masa lalu maupun di masa sekarang yang 9

membuatnya merasakan adanya kekurangan atau kesenjangan dalam struktur kognisi yang sedang dialami (Dervin, 1992). c. Frequency Frekuensi kebutuhan informasi juga turut mempengaruhi proses penemuan informasi. Leckie, et al. (1996) menjelaskan bahwa maksud dari frekuensi kebutuhan informasi adalah seberapa sering seseorang membutuhkan informasi baru terkait tugas, atau seberapa sering seseorang membutuhkan kembali informasi yang sudah pernah digunakan sebelumnya. Mengenai perihal ini para responden mengakui bahwa mereka merasa perlu untuk mempelajari hal-hal baru terkait dengan tugasnya dalam berdakwah. Dengan demikian, secara tidak langsung mereka menyadari bahwa dalam tuntutan pekerjaannya mereka diwajibkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir yang baik, serta keharusan untuk memiliki kreatifitas yang tinggi dalam berinovasi. Di sisi lain, para mubalig Muhammadiyah Daerah Kabupaten Jember juga cukup sering membutuhkan informasi yang sudah pernah digunakan sebelumnya. Seperti yang diutarakan oleh responden dari hasil probing yang menyatakan bahwa mereka pernah mengulang kembali materi dakwah yang sudah pernah disampaikan sebelumnya untuk objek dakwah yang berbeda, selain itu mereka juga memanfaatkan pengetahuan dan informasi-informasi yang sudah didapatkan sebelumnya untuk menganalisis permasalahan baru terkait dengan topik dakwah. Berdasarkan pernyataan responden tersebut, dapat diketahui bahwasanya dalam menjalankan tugas dakwah, para mubalig tidak selalu menggunakan materi-materi baru, melainkan juga bisa menggunakan materi dakwah yang telah digunakan sebelumnya untuk kepentingan dakwah yang lain. Mereka juga menggunakan informasi-informasi yang pernah didapatkan sebelumnya untuk menganalisis permasalahan baru terkait dengan topik dakwah. d. Predictability Menurut Leckie et al. (1996), variabel prediksi ini menjelaskan tentang suatu kebutuhan informasi yang mana sudah dapat diantisipasi atau diperhitungkan terlebih dahulu sebelumnya, maupun munculnya kebutuhan informasi yang tidak dapat diantisipasi atau tidak terduga. Dalam penelitian ini kebutuhan-kebutuhan informasi yang muncul dapat dilihat atau diprediksi dari adanya tugas-tugas dakwah yang sudah terjadwal secara tetap, maupun tugas-tugas dakwah yang sifatnya mendadak atau tiba-tiba ( incidental tasks). Berdasarkan hasil temuan data, sebagian besar mubalig mengaku sering mendapatkan jadwal dakwah yang tetap, dan mereka selalu mempersiapkan materi dakwah sebelum jadwal dakwah yang telah ditetapkan tersebut. Dari hasil probing diketahui bahwa para mubalig selalu merancang terlebih dahulu setiap kegiatan dakwah mereka, kemudian menetukan topik/materi yang akan dibahas dan menyusunnya ke dalam bentuk yang lebih sistematis. Dalam menentukan topik/materi tersebut, mereka memerlukan informasi-informasi yang terkait dengan tugas, baik informasi berupa pengalaman dan pengetahuan terdahulu, maupun informasi yang tersedia di sekitar mereka. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bystrӧm & Jӓrvelin (1995) 10

yang mengungkapkan bahwa ketika dihadapkan dengan banyaknya tugas sesuai konteksnya, para profesional yang melaksanakan tugasnya mengalami kesenjangan pada pengetahuannya sehingga informasi yang dibutuhkan harus mencerminkan interpretasi dirinya terhadap persyaratan informasi, pengalaman dan pengetahuannya terdahulu, serta kemampuannya dalam mengingat pengalaman dan pengetahuan tersebut. e. Importance Kepentingan disini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana tingkat urgensi atau kepentingan dari tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh para mubalig. Jadi dapat dikatakan sejauh mana tugas tersebut mendesak untuk harus segera diselesaikan dan seberapa penting tugas tersebut menurut penilaian mereka. Berdasarkan temuan data yang diperoleh, para mubalig mengaku sering mengorbankan waktu libur mereka untuk menjalankan tugas dakwah. Selain itu, mereka juga seringkali dihadapkan pada suatu kondisi dimana harus segera menyelesaikan tugas dakwah, karena tugas-tugas tersebut merupakan tugas yang penting. Berdasarkan hasil probing, seorang responden menyatakan bahwa kebutuhan akan informasi yang relevan dan up to date sangat diperlukan untuk menunjang tugas dakwah mereka. Mengingat tugas dakwah yang tidak mengenal waktu, membuat mereka diharuskan untuk selalu mengikuti perkembangan informasi terkini. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Leckie et al. (1996) bahwasanya tingkat kepentingan atau derajat urgensi tugas dapat mempengaruhi kebutuhan informasi kalangan profesional. f. Complexity Kompleksitas menjelaskan bahwa kebutuhan informasi dapat tumbuh karena adanya tuntutan untuk memecahkan masalah atau menyelesaikan tugas pada tingkat kemudahan atau kerumitan tertentu (Leckie et al., 1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tugas-tugas para mubalig cukup kompleks. Hal ini dapat terlihat dari hasil temuan data yang menjelaskan bahwa dalam menyelesaikan tugas dakwahnya, mubalig seringkali membutuhkan informasi yang bermacammacam, seringkali melakukan pencarian informasi untuk kelengkapan penyelesaian tugas dakwah mereka, serta membutuhkan ilmu-ilmu terkait konsep dan teori dalam berdakwah. Responden menyatakan bahwa penguasaan akan ilmu-ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan sekali dalam berdakwah, baik ilmu dakwah itu sendiri maupun ilmu-ilmu terkait dengan apa yang akan didakwahkan. Tetapi tentu tidak berhenti sampai disitu saja, karena dalam langkah selanjutnya mereka juga melakukan upaya-upaya yang melibatkan kemampuan kognitif dalam penyelesaian tugasnya. Kemampuan kognitif ini dapat dilihat dari keharusan para mubalig untuk menganalisa tugas mereka dan keharusan berpikir keras dalam menyelesaikan tugas dakwahnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh responden bahwa pada dasarnya dakwah merupakan suatu aktivitas yang membutuhkan kemampuan analisis yang tinggi. Menganalisis disini berada pada 11

konteks bagaimana mempelajari dan memahami ilmu-ilmu agama yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, lalu pemahaman tersebut disebarluaskan kepada masyarakat melalui berbagai macam cara. Mengingat permasalahan masyarakat saat ini sangat kompleks dan membutuhkan berbagai macam solusi yang tidak secara eksplisit dijelaskan dalam Al-Quan maupun Al- Hadist. Oleh karena itu apabila para mubalig tidak memiliki kemampuan analisis yang baik, maka akan dikhawatirkan ajaran-ajaran yang disampaikan kurang mengandung makna dan kurang pemahaman, dimana akan menimbulkan ajaranajaran yang sifatnya bid ah, khurafat, atau hilangnya kemurnian dari ajaran Islam itu sendiri. Sumber Informasi dan Kesadaran Terhadap Sumber Informasi Sumber informasi yang digunakan oleh para mubalig untuk mengakses informasi cukup beragam, bahkan hampir semua jenis sumber informasi dimanfaatkan oleh para mubalig, berikut adalah sumber informasi yang banyak digunakan oleh para mubalig: kitab-kitab Islam; buku; pengetahuan pribadi; pengalaman pribadi; majalah; surat kabar; perbincangan informal dengan rekan seprofesi; hasil kajian; diskusi dengan orang yang lebih mengetahui (ahli); tayangan televisi; materi seminar; dan makalah. Kecenderungan penilaian mubalig terhadap sumber-sumber informasi yang digunakan juga bermacam-macam. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa mubalig menggunakan sumber informasi karena dilatarbelakangi oleh penilaian atau kesadaran terhadap sumber informasi, yakni: kredibilitas sumber informasi, kualitas sumber informasi, aksesibilitas sumber informasi, kebiasaan dan keberhasilan penggunaan informasi sebelumnya, kemasan informasi, ketepatan waktu, serta biaya yang dikeluarkan saat menggunakan sumber informasi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Leckie, et al (1996) bahw a kredibilitas sumber informasi merupakan aspek penting yang menggambarkan sejumlah persepsi. Kemampuan untuk dapat dipercaya memberikan keyakinan kepada para profesional bahwa sebuah sumber informasi akan menyediakan informasi yang akurat, dan merupakan cerminan dari kapabilitas sebuah sumber informasi. Selanjutnya dalam beberapa kasus, aspek kualitas seringkali tetap menjadi suatu pertimbangan tersendiri dalam memilih sumber informasi. Orr (dalam Leckie et al., 1996) mengatakan bahwa aspek kualitas dan relevansi informasi merupakan kriteria utama yang digunakan oleh para insinyur dalam memilih produk atau layanan informasi. Beberapa fakta nampaknya mendukung pernyataan ini contohnya, dalam studi yang dilakukan mengenai faktor yang mempengaruhi penggunaan laporan teknis oleh insinyur, Pinelli et al. menemukan bahwa kualitas teknis merupakan salah satu faktor terkuat yang mempengaruhi, data empiris ini dapat memperkuat pernyataan tersebut. Dan yang terakhir adalah faktor kemudahan akses (accessibility) yang mana merupakan faktor yang paling dominan, pandangan tentang aksesibilitas informasi dapat dipengaruhi oleh kedekatan fisik dan kesadaran lainnya, misalnya bahasa yang digunakan untuk memperoleh informasi. Hasil sejumlah studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa berbagai macam kalangan profesional memperoleh informasi dari koleksi 12

pribadi yang mereka miliki, karena dianggap paling mudah diakses dan akan tetap menggunakannya meskipun informasi yang tersedia terbatas. Hasil Penelusuran Informasi Hasil penelusuran informasi menjadi poin akhir dari proses penemuan informasi profesional. Hasil yang optimal dapat tercapai apabila informasi yang diperoleh dapat membantu terselesaikannya tugas dan peran kerja profesional. Tindakan yang dilakukan oleh para mubalig apabila dapat menemukan informasi yang dibutuhkannya adalah menyimpan informasi tersebut, karena informasi dianggap memiliki nilai guna dan dapat dimanfaatkan kembali apabila dibutuhkan lagi. Namun tidak jarang pula para mubalig dihadapkan pada suatu kondisi dimana hasil yang didapatkan dari penelusuran informasi tidak sesuai dengan kebutuhan informasi, sehingga diperlukan penelusuran informasi lebih lanjut (feedback). Dalam fase ini akan terjadi perbedaan sumber-sumber informasi yang digunakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi penelusuran informasi. Menurut Kerins ( 2004) sebuah tugas yang rumit umumnya memerlukan lebih dari satu upaya penemuan informasi, jika satu kebutuhan belum terpenuhi, maka pengguna akan mengulangi kembali proses penemuan informasi dari awal atau mendefinisikan kembali ( redefine) kebutuhan informasinya. Proses penemuan informasi baru akan berakhir apabila hasil yang diperoleh dapat membantu menjawab permasalahan dalam setiap tugas yang dikerjakan. Penutup Peran dan tugas yang dijalankan oleh mubalig dengan urutan prioritas antara lain sebagai pendidik, penyedia layanan, administrator, murid, dan peneliti. Dari peran tersebut tugas sebagai pendidik adalah elakukan pembinaan agama terhadap para muallaf, menjadi khotib/imam masjid; mengadakan pembinaan mubalig; mengadakan pengajian rutin kelilling dan pengajian majelis. Tugas sebagai penyedia layanan adalah Sarana konsultasi masyarakat umum perihal kehidupan rumah tangga (masalah fiqih, HAM, kesehatan, d an sebagainya); menyediakan kajian khusus dhuafa dan mu allaf; pembinaan calon jamaah haji; mimbar agama di media elektronik (radio RRI); lembaga zakat, infaq, shodaqoh; dan sebagainya. Tugas sebagai administrator atau manajer adalah membuat program kerja; menyusun, mengkoordinasi, dan bertanggung jawab atas setiap kegiatan dakwah yang dilaksanakan baik berupa kajian rutin, seminar, dll; menyusun tuntunan/makalah materi kajian tabligh untuk cabang dan ranting. Tugas sebagai murid adalah mengikuti pelatihan kader-kader mubalig muda; menghadiri konferensi/ seminar-seminar terkait pembinaan mubalig. Secara umum peran yang paling menonjol dibandingkan peran lainnya adalah peran sebagai pendidik, akan tetapi peran lainnya juga tetap saling berhubungan dan saling mengisi satu sama lain. Telah disepakati bahwasanya kebutuhan informasi mubalig pada umumnya dipengaruhi oleh faktor konteks kebutuhan informasi, frekuensi munculnya permasalahan dalam pekerjaan, tugas-tugas yang dapat diprediksi maupun tidak, tingkat kepentingan dan kompleksitas tugas. Sumber-sumber 13

informasi yang banyak digunakan oleh mubalig untuk memenuhi kebutuhan informasinya adalah kitab-kitab Islam, buku, diskusi dengan rekan maupun dengan orang yang lebih ahli, tayangan televisi, siaran radio, materi seminar, serta pengetahuan dan pengalaman pribadi dalam praktik profesional. Sedangkan saluran informasi yang paling sering digunakan adalah sumber informasi yang berasal dari koleksi perpustakaan pribadi. Penggunaan sumber-sumber informasi tersebut didasarkan pada kebiasaan dan keberhasilan menggunakan informasi, kredibilitas sumber informasi, kemasan sumber informasi, biaya yang dikeluarkan saat menggunakan sumber informasi, ketepatan waktu sumber informasi, kualitas sumber informasi, dan kemudahan dalam mengakses sumber informasi yang digunakan. Apabila hasil yang didapatkan oleh mubalig dalam proses penelusuran informasi dirasa sudah cukup optimal dan dapat membantu dalam proses penyelesaian tugas, maka mereka akan menyimpan informasi tersebut agar mudah digunakan apabila sewaktu-waktu dibutuhkan kembali. Mubalig juga melakukan putaran feedback apabila informasi yang didapatkannya dalam proses penelusuran informasi dianggap tidak memenuhi kebutuhannya. Dalam fase feedback mubalig akan mengulangi proses penemuan informasi dengan menggunakan cara yang berbeda, baik dalam mendifinisikan kebutuhan informasinya, maupun dalam hal penggunaan sumber informasinya. Daftar Pustaka Bungin, M. Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Prenada Media Bystrӧm, Katriina & K. Jӓrvelin. 1995. Task Complexity Affect Information Seeking and Use. Department of Information Studies University of Tampere: Faculty of Social Science of the University of Tampere. Case, Donald O. 2007. Looking for Information: A Survey of Research on Informaton Seeking, Needs, and Behavior. United Kingdom: Emerald Group Dervin, B. 1992. Beyond Information Seeking: Toward A General Model of Information Behavior. Information Research. Vol.11 (4) paper 269, diakses tanggal 24 Oktober 2013, tersedia di http://informationr.net/ir/11-4/paper269.html Godbold, Natalya. 2006. Beyond Information Seeking: Towards A General Model Of Information Behaviour. Information Research. Vol. 11(4) paper 269, diakses tanggal 14 Juli 2013, tersedia di http://informationr.net/ir/11-4/paper269.html http://www.bps.go.id Jӓrvelin, K. & T.D. Wilson. 2003. On Conceptual Models for Information Seeking and Retrieval Research. Information Research. Vol.9 (1) paper 14

163, diakses tanggal 24 Oktober 2013, tersedia di http://informationr.net/ir/9-1/paper163.html Kerins, Gillian. et.al. 2004. Information Seeking and Students Studying for Professional Carrers: The Cases of Engineering and Law Students in Ireland, Information Research. Vol.10 (1), diakses tanggal 5 September 2013, tersedia di http://informationr.net/ir/10-1/paper.html Leckie, Gloria J. et al. 1996. Modelling The Information Seeking of Professionals: A General Model Derived from Research on Engineers, Health Care Professionals, and Lawyers. Journal of Library Quarterly. Vol.66 (2): 161-193 Morissan. 2012. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Kencana Muhtadi, Asep Saeful. 2012. Komunikasi Dakwah: Teori, Pendekatan dan Aplikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media Newcomb, Theodore M. et al. 1978. Psikologi Sosial. Diterjemahkan oleh: Noesjirwan, Joesoef. et al. Bandung: Diponegoro Sairin, Weinata. 2008. Gerakan Pembaruan Muhammadiyah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Wilson, T.D. 2003. A Re-examination of Information Seeking Behavior in The Context of Activity Theory. Information Research. Vol.11 (4) paper 260, diakses tanggal 13 Juli 2013, tersedia di http://informationr.net/ir/11-4/paper260.html 15