BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai kekayaan berupa sumber daya alam maupun sumber

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Potensi Sumber Daya Alam di Indonesia yang sangat melimpah

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

kerugian yang bisa dihitung secara nominal misalnya rusaknya lahan pertanian milik warga. Akibat bencana tersebut warga tidak dapat lagi melakukan pek

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki manfaat

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2013

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN AKIBAT ALIRAN LAHAR DINGIN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KALI GENDOL KABUPATEN SLEMAN

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

BAB 1 PENDAHULUAN. Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di. yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus,

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2012

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB III LANDASAN TEORI

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2016

Desa Tlogolele tak Lagi Terisolir Ambrolnya Dam Kali Apu oleh hantaman banjir lahar hujan pasca erupsi Merapi 2010, menyebabkan Desa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat untuk bertani sayur guna memenuhi

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai kepentingan dan memenuhi kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk

Sumber : id.wikipedia.org Gambar 2.1 Gunung Merapi

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. batas-batas administratif sebagai berikut:

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pembangunan di berbagai sektor. Pemuda, sebagian besar memiliki kesempatan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN

Keadaan Ketenagakerjaan Kalimantan Selatan Agustus 2017

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN RIAU AGUSTUS 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

BAB II KAJIAN TEORI. dipengaruhi (

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di bidang ekonomi ini membutuhkan adanya sarana dan prasarana yang baik

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2015

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2016

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2008

THE INCOMES AND HOUSEHOLD WELFARE LEVELS OF SAND MINERS IN PASEKAN HAMLET GONDOWANGI VILLAGE SAWANGAN DISTRICT MAGELANG REGENCY

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2011

BAB I PENDAHULUAN. berupa mineral bukan logam dan batuan berkualitas super, sumberdaya ini berasal

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN AGUSTUS 2015

DAFTAR ISI. Instisari... i Abstrak...ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi... v Daftar Tabel... vii Daftar Gambar...viii Daftar Lampiran...

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 13 Nomor 1 Juni 2015

Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

TINGKAT KERUSAKAN LINGKUNGAN FISIK AKIBAT PENAMBANGAN PASIR DAN BATU DI KECAMATAN TURI DAN PAKEM KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat, di samping berbagai indikator sosial ekonomi lainnya.

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah. dengan batas-batas administratif sebagai berikut:

Tabel 37: KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2016

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2013

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sendayan, Desa Naga Beralih, dan Desa Muara Jalai.

Transkripsi:

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan berupa sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang berlimpah untuk mencapai pembangunan nasional, namun permasalahan yang dihadapi Indonesia yakni belum mampu mengoptimalkan kekayaan tersebut secara maksimal demi kesejahteraan rakyat. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.540 dan panjang garis pantai 95.000 km didukung potensi kelautan dan perikanan, pertambangan, perhubungan laut, industri maritim, ekowisata, jasa kelautan dan energi sumber daya mineral yang yang melimpah. Sumber daya hayati terumbu karang mencapai 500 jenis spesies dan spesies ikan 2.000 jenis, budidaya (12,4 juta hektar), perikanan tangkap (6,8 juta ton), cadangan minyak bumi (9,1 milyar barel), cekungan minyak dan gas/migas sampai 70 persen (Kemenperin,2014: 1). Indonesia juga merupakan negara terluas ketiga dunia dalam kepemilikan hutan tropis dan peringkat pertama di Asia Pasifik (Forest Watch Indonesia, 2014: 88), bahkan Kawasan Hutan Negara Tesso Nilo di Riau dengan luas 167.618 hektar memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (Forest Watch Indonesia, 2014: 25). Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah sebanyak 237.641.326 jiwa ( http://sp2010.bps.go.id/). Bonus demografi yang melimpah dapat menjadi modal pembangunan apabila disertai dengan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Komposisi penduduk produktif Indonesia (usia 15-64 1

2 tahun) berdasarkan Sensus Penduduk 2010 adalah sebesar 66,09 persen (BkkbN, 2013: 5). Angka ini menunjukkan meningkatnya usia produktif, menurunnya penduduk usia tidak produktif dan peningkatan jumlah angkatan kerja. Sumber daya manusia yang kurang optimal menyebabkan bonus demografi yang melimpah ini justru menjadi beban. Hal ini disebabkan adanya ketimpangan antara jumlah lapangan kerja yang tersedia dan jumlah pencari kerja. Tabel I.1 Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia, Februari 2015 Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2014 Agustus 2014 Februari 2015 Angkatan kerja (juta) 125,3 121,9 128,3 Bekerja (juta) 118,2 114,6 120,8 Menganggur (juta) 7,1 7,2 7,4 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 69,2 % 66,6 % 69,5 % Tingkat Pengangguran Terbuka 5,7 % 5,9 % 5,8 % Rasio pekerjaan vs penduduk 65,2 % 62,6 % 65,5 % Sumber: diolah dari Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia Februari 2015 (BPS, 2015) Kesenjangan angkatan kerja dan lapangan kerja ini terjadi karena jumlah pertumbuhan angkatan kerja tidak seimbang dengan pertumbuhan lapangan kerja khususnya di sektor formal. Penduduk yang bekerja dikategorikan dalam sektor formal dan informal. Kategori pekerjaan formal meliputi berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sedangkan kategori pekerjaan informal meliputi pekerja dengan status berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, pekerja keluarga serta pekerja bebas di sektor pertanian dan non pertanian.

3 Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tenaga kerja Indonesia masih didominasi sektor pekerjaan informal, berdasarkan hasil Sakernas Februari 2015 dari 120,85 juta orang yang bekerja, sebanyak 51,85 persen atau 62,66 juta orang merupakan penduduk yang bekerja di sektor informal (BPS, 2015: 27). Tabel I.2 Penduduk Indonesia Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama, 2014-2015 (persen) Status Pekerjaan Utama Februari 2014 Agustus 2014 Februari 2015 Formal 46,41 46,76 48,15 Informal 53,59 53,24 51,85 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: diolah dari Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia Februari 2015 (BPS, 2015) Meningkatnya jumlah pekerja sektor informal menggambarkan fenomena bahwa sektor informal berperan penting dalam menunjang sektor perekonomian Indonesia. Sektor informal mampu menyediakan alternatif peluang kerja untuk pekerja yang tidak terakomodasi dalam sektor pekerjaan formal. Berkembangnya sektor informal di Indonesia disebabkan sektor informal tidak memerlukan ketrampilan khusus (skill), modal besar dan pendidikan tinggi. Prioritas pembangunan Indonesia selain menciptakan kesempatan kerja demi kesejahteraan rakyat, juga memprioritaskan pembangunan fisik di berbagai sektor, termasuk pembangunan sarana prasarana seperti jalan-jalan, perumahan, gedung, jembatan, dan lain-lain. Pembangunan sarana fisik tentu membutuhkan material seperti batu dan pasir sebagai bahan baku pembangunan. Pasir Merapi banyak dicari pembeli karena kualitasnya bagus untuk campuran bahan bangunan. Pasir Merapi memiliki kandungan silika (SiO) yang tinggi yang menjadikan kualitasnya baik. Pola Silika yang berujung runcing membuat kemampuan pasir

4 menyerap partikel lebih baik daripada pasir biasa. Pasir Merapi juga memiliki kandungan besi (FeO). Kandungan besi pasir Merapi sangat baik karena belum mengalami pelapukan sehingga baik untuk campuran bahan bangunan (Aisyah dan Purnamawati: 28). Pasir Merapi merupakan hasil material vulkanis erupsi Gunung Merapi. Erupsi Gunung Merapi membawa dampak negatif dan dampak positif. Salah satu erupsi terbesar adalah erupsi Gunung Merapi yang terjadi tahun 2010, menyebabkan kerusakan dan kerugian yang besar di 4 (empat) kabupaten yaitu Magelang, Boyolali, Klaten dan Sleman. Penghitungan kerusakan dan kerugian diukur menggunakan penghitungan dampak ekonomi. Hasil penghitungan menggunakan data per 31 Desember 2010 sehingga belum mencakup kerugian dan kerusakan akibat banjir lahar dingin. Jumlah kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh bencana letusan Gunung Merapi tahun 2010 adalah Rp. 3,56 trilyun. Jumlah nilai kerusakan adalah Rp 1,69 trilyun (47 persen), sedangkan jumlah nilai kerugian adalah Rp 1,87 trilyun atau sebesar 53 persen (BNPB, 2011: 20). Tabel I.3 Hasil Penilaian Kerusakan dan Kerugian Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 No. Sektor Kerusakan Kerugian Total (Rp.juta) (Rp.juta) (Rp.juta) 1 Pemukiman 599.307,54 27.343,60 626.651,14 2 Infrastruktur 581.534,13 125.937,97 707.472,10 3 Ekonomi 403.065,92 1.289.445,25 1.692.511,17 4 Sosial 89.427,93 33.044,27 122.472,20 5 Lintas sektor 12.030,00 396.728,00 408.758,00 Total 1.685.365,52 1.872.499,09 3.557.864,61 Sumber: BNPB, data per Februari 2011

5 Pada tahun 2010 terjadi sekitar 644 kejadian bencana di Indonesia dengan total kerugian dan kerusakan diperkirakan lebih dari Rp 15 trilyun rupiah (BNPB, 2011: 6). Kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana letusan Gunung Merapi tahun 2010 mencapai 23,73 persen dari total kerugian dan kerusakan yang diakibatkan kejadian bencana di Indonesia tahun 2010. Erupsi Gunung Merapi menimbulkan kerusakan dan kerugian materiil bahkan korban jiwa, namun masyarakat masih bertahan di sekitar Gunung Merapi karena Gunung Merapi memberikan banyak manfaat. Erupsi Gunung Merapi mengakibatkan melimpahnya material lahar berupa material pasir dan batuan bernilai ekonomi tinggi yang tersebar di beberapa lokasi di Kabupaten Magelang. Volume luapan pasir tahun 2010 di satu lokasi yaitu Kali Putih, Kabupaten Magelang saja terdapat material pasir sebesar 7.707.245,561 m 3. Disertasi Rosalina Kumalawati berjudul Pengelolaan Daerah Rawan Bencana Lahar Pascaerupsi Gunungapi Merapi 2010 di Kali Putih Kabupaten Magelang, mengestimasi potensi keuntungan material pasir tahun 2010 di Kali Putih Kabupaten Magelang adalah sebesar Rp 462.434.733.686,00 dengan estimasi harga Rp 60.000,00 per meter kubik. Tabel I.4. Potensi Keuntungan Material Pasir Tahun 2010 di Kali Putih Kabupaten Magelang Volume Material ( m 3 ) Harga Material (Rp/m 3 ) Jumlah Harga Material (Rp) 7.707.245,561 60.000 462.434.733.686 Sumber: Kumalawati, 2014: 170

6 Kali Putih merupakan salah satu anak sungai yang berhulu di Gunung Merapi, selain itu masih ada beberapa sungai lain di tiga kabupaten yang berhulu di Gunung Merapi. Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 memiliki dampak besar bagi sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Data BPPTK tahun 2011 mennjukkan Gunung Merapi mengeluarkan material piroklastik hasil erupsi mencapai 99,03 juta m 3 yang tersebar di 3 (tiga) kabupaten (Aisyah dan Purnamawati, 2012: 26). Tabel I.5 Volume Endapan Piroklastik yang Berpotensi Menjadi Lahar Akibat Erupsi Merapi 2010 Kabupaten Nama Kali Volume ( x m10 6 m 3 ) Klaten Kali Woro 7,28 Total Kabupaten Klaten 7,28 Sleman Kali Gendol 34,00 Kali Opak 2,24 Kali Kuning 3,73 Kali Boyong 2,40 Kali Bedog-Bebeng-Krasak 10,81 Total Kabupaten Sleman 53,18 Magelang Kali Putih 8,22 Kali Lamat 1,38 Kali Apu-Pabelan 20,86 Kali Senowo 4,36 Kali Trising 3,75 Total Kabupaten Magelang 38,57 Total 99,03 Sumber: Aisyah dan Purnamawati, 2012: 26 Penelitian Rosalina Kumalawati sebelumnya hanya mengkalkulasi potensi keuntungan harga material lahar yang berupa pasir, padahal material lahar lainnya juga mempunyai nilai ekonomi tinggi. Berdasarkan data volume endapan piroklastik yang berpotensi menjadi lahar akibat Erupsi Merapi 2010, diperoleh nilai potensi keuntungan material hasil Erupsi Merapi tahun 2010 sebesar 5,94

7 trilyun rupiah lebih. Jumlah nilai potensi keuntungan material hasil Erupsi Merapi tahun 2010 ini lebih besar dibandingkan nilai kerugian (loss) erupsi Merapi 2010 sebesar 3,56 trilyun rupiah. Tabel I.6. Potensi Keuntungan Material Erupsi Merapi Tahun 2010 Volume Material (juta m 3 ) Harga Material (Rp/m 3 ) Jumlah Harga Material (Rp) 99,03 60.000 5.941.800.000.000 Sumber: diolah dari Kumalawati, 2014: 170 Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 berdampak pada kehidupan masyarakat di Kabupaten Magelang. Masyarakat Kabupaten Magelang di sekitar Gunung Merapi sebagian besar menggantungkan hidup dari kekayaan sumber daya alam yang ada dalam bentuk lahan (pertanian) dan mineral (tambang batu dan pasir) di sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010 mereka kehilangan sumber penghasilan karena lahan pertanian mereka tertutup material lahar. Aktivitas masyarakat yang masih terus berjalan adalah pertambangan pasir. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, lahan pertanian tertutup material lahan sehingga kegiatan masyarakat yang masih adalah pertambangan batu dan pasir (Komala, 2014: 170). Truk-truk pasir banyak yang mengantri di sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi, namun yang menambang bukan berasal dari masyarakat Kabupaten Magelang melainkan masyarakat dari luar daerah. Keuntungan penjualan material lahar Gunung Merapi justru dinikmati masyarakat di luar Kabupaten Magelang dan perusahaan tambang. Masyarakat Kabupaten Magelang yang terkena dampak langsung bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010 justru mendapat keuntungan paling sedikit dari lahar erupsi Gunung Merapi tahun 2010.

8 Tabel. I.7 Keuntungan Lahar Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 No Keuntungan Lahar Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase 1 Masyarakat Kabupaten Magelang 96 9,40 2 Masyarakat di luar Kabupaten Magelang 420 41,14 3 Perusahaan tambang 505 49,46 Jumlah 1021 100,00 Sumber : Kumalawati, 2014 : 170 Bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010 membawa dampak semakin berlimpahnya sumber daya alam batu dan pasir di Kabupaten Magelang. Daerah yang membutuhkan material pasir bukan hanya daerah Magelang saja, oleh karena itu perlu sarana transportasi untuk mendistribusikan ke berbagai daerah lainnya. Kabupaten Magelang menjadi lalu lintas angkutan truk pasir Merapi dengan berbagai jenis ukuran truk pasir. Ribuan truk pasir mengambil pasir di Kabupaten Magelang setiap harinya. Terdapat banyak bisnis penambangan pasir di Kabupaten Magelang, baik di hulu maupun di hilir sungai karena banyaknya permintaan pasir Merapi dari luar daerah. Komoditi pasir di Kabupaten Magelang berlimpah akibat erupsi Merapi, namun justru fenomena yang terjadi, harga pasir per truk yang dibayar oleh konsumen justru lebih tinggi. Harga satu truk pasir bervariasi, tergantung jauh dekatnya dari lokasi penambangan. Harga jual pasir dari perusahaan adalah Rp 100.000/truk dan ditambah Rp 5.000 untuk sopir backhoe, sedangkan penjualan ke konsumen bervariasi antara Rp 300.000 Rp 400.000 tergantung jarak yang ditempuh seperti Semarang, Purwodadi, Boyolali, Sragen, Solo dan lain-lain (Suhartini, 2006: 231). Harga jual pasir dari penambangan manual seharga pasir Rp 120.000 per rit pasir dengan rincian Rp 100.000 untuk penambang pasir, Rp 10.000 untuk pemilik lahan, dan Rp 10.000 untuk desa (Iswardoyo,2013: 92)

9 Tingginya harga jual pasir Merapi dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya disebabkan banyak sekali pebisnis pasir Merapi yang terlibat dalam jual beli pasir, mulai dari penambangan sampai ke pedagang besar ataupun pembeli. Pebisnis pasir Merapi tersebut adalah Asosisi Pengusaha Penambangan Pasir Merapi, Persatuan Penambang Merapi Magelang (PPMM), pengusaha penambangan, LSM "Punokawan" (paguyuban penyenggrong pasir), "Bolo Roda" Merapi ( paguyuban sopir truk pasir), pemilik alat berat, serta sopir truk pengangkut pasir Merapi. Faktor lain yang mempengaruhi harga pasir per truk dari penambang pasir sampai ke pembeli yaitu praktek pungutan-pungutan selama perjalanan dari lokasi penambangan pasir sampai konsumen yang menambah biaya distribusi, sehingga harga komoditi pasir menjadi mahal sampai di level konsumen. Aparat dalam menjalankan tugasnya sering menarik uang ekstra dari layanan yang diberikan kepada warga masyarakat untuk kepentingan pribadi, hal inilah yang disebut dengan pungutan liar atau pungli (Wibawa, dkk: 2013: 75). Sopir truk masih leluasa membawa truk dalam kondisi melebihi muatan dengan memberikan salam tempel di jembatan timbang. Aturannya setiap truk muatan yang melewati jalan raya melebihi muatan dikenakan biaya kelebihan tarif, namun kenyataannya banyak truk yang melewati jembatan timbang tidak melalui proses penimbangan muatan dengan menyerahkan sejumlah uang kepada petugas dengan nominal uang yang sudah menjadi kesepakatan dengan petugas yang berjaga di jembatan timbang.

10 Toleransi jumlah barang yang diizinkan (JBI) kendaraan ekspedisi sebesar 50-60 persen, artinya truk dengan sumbu tunggal 16 ton masih diizinkan melintas di jalan yang direncanakan untuk beban sumbu tunggal 8-10 ton (Wibawa, dkk: 2013: 74). Konsekuensi truk-truk pasir berkelebihan muatan ini adalah rusaknya jalan yang disebabkan beban jalan raya melebihi ambang batas beban yang melebihi kualitas jalan. Kondisi jalan rusak parah karena setiap harinya dilalui truk pengangkut pasir dengan kapasitas melebihi 5-20 meter kubik (Hidayat, 2009: 81). Praktek truk-truk pasir berkelebihan muatan ini dilakukan untuk menutupi pengeluaran operasi yang disebabkan adanya praktek pungutan liar. Keuntungan diperoleh petugas razia jalan raya maupun preman yang mangkal pada titik-titik tertentu. Minimnya pengetahuan sopir truk terhadap peraturan jenis pungutan menjadikan mereka rentan menjadi korban praktek pungli. Semakin banyaknya jumlah armada truk pasir yang melintas dan beroperasi di Kabupaten Magelang menandai pergeseran mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian ke sektor pertambangan. Pergeseran ini disebabkan oleh faktor kerusakan lahan pertanian yang menyebabkan penurunan hasil produksi atau bahkan tidak bisa ditanami lagi. Di Jawa Tengah, wilayah yang terkena dampak erupsi Merapi meliputi 3 (tiga) kabupaten, yakni Kabupaten Klaten, Magelang dan Boyolali. Data luasan lahan pertanian yang terkena dampak erupsi Merapi terbesar adalah di Kabupaten Magelang, seperti terlihat pada tabel berikut:

11 Tabel I.8 Kerusakan Lahan Akibat Erupsi Merapi Tahun 2010 Lokasi Luasan (Ha) Kabupaten Magelang (Kec. Sawangan, Dukun dan Srumbung) 56.398 Kabupaten Boyolali (Kec. Musuk, Cepogo dan Selo) 5.295 Kabupaten Klaten (Kec. Kemalang) 708 Sumber : Departemen Pertanian, 2014: 93 Walhi Yogyakarta menyatakan bahwa penambangan di Merapi sudah overcapacity suplai. Material yang dikeluarkan letusan Merapi hanya mampu memberikan daya dukung sebesar 2,5 juta m 3 per tahun, sementara permintaan dan eksploitasi pasir Merapi mencapai 6-9 juta m 3 per tahun (Hidayat, 2009: 81). Kegiatan penambangan pasir di Kabupaten Magelang tidak sebanding dengan kerugian ekonomi (economic loss) yang ditanggung Pemerintah Kabupaten Magelang. Tabel 1.9. Kerugian Pemerintah Kabupaten Magelang di Kawasan Pertambangan Pasir di Kawasan Merapi, November 1998 Oktober 2000 Macam Beban Kerugian Nilai (Rp) Kerusakan jembatan 66.750.000 Kerusakan jalan 30.330.000.000 Pemeliharaan sabo dam 10.000.000.000 Kerugian lingkungan lain 10 persen 4.755.194.444 Jumlah 47.551.944.444 Sumber: Studi Pentamben dan P4N UGM, 2000 dalam Kuswijayanti, dkk,2007: 57 Economic loss aktivitas penambangan pasir Merapi di Kabupaten Magelang tidak berimbang dengan retribusi yang diterima. Perhitungan Net Present Value terhadap pendapatan dan kerugian aktivitas pertambangan pasir di kawasan Merapi memperlihatkan bahwa pada tahun 2006, estimasi pendapatan Pemerintah Kabupaten Magelang dari retribusi pertambangan pasir sebesar Rp 12.158.803.340, sementara estimasi kerugian akibat aktivitas pertambangan pasir

12 sebesar Rp 101.327.541.805,- (berupa kerusakan jalan, jembatan, sabo-dam, serta kerugian lingkungan lain). Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa aktivitas pertambangan pasir sebenarnya lebih banyak mendatangkan kerugian terhadap lingkungan daripada keuntungan ekonomi yang dihasilkan (Kuswijayanti, dkk,2007: 57). Masyarakat Kabupaten Magelang di wilayah yang terdampak banyak yang berpindah mata pencaharian di sektor pertambangan. Sektor pertambangan di Kabupaten Magelang ini membuka lapangan kerja bagi masyarakat dan mengurangi tingkat pengangguran. Petani di desa-desa yang terdampak erupsi Gunung Merapi tahun 2010 banyak yang mengkonversikan lahan pertanian menjadi lahan penambangan pasir dikarenakan pendapatan dari bertani dirasa sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan rumah tangga. Salah satu pekerjaan informal yang diminati adalah sebagai sopir truk pasir. Profesi sebagai sopir, baik itu sopir bis, sopir angkot, sopir truk tronton maupun sopir truk pasir masih dianggap pekerjaan kelas rendah, sebab pekerjaan sebagai sopir tidak memerlukan modal dan hanya membutuhkan ketrampilan sederhana yaitu keahlian mengemudikan truk. Dampak bencana erupsi Merapi tahun 2010 berpengaruh terhadap kelangsungan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar lereng Gunung Merapi. Sebelum bencana erupsi tahun 2010, kegiatan ekonomi masyarakat lokal bertumpu pada kegiatan agrikultur, namun erupsi Gunung Merapi tahun 2010 menghancurkan aset ekonomi masyarakat, seperti lahan pertanian, infrastruktur pertanian dan peternakan, sumber air bersih, dan hewan ternak. Masyarakat

13 kehilangan pekerjaan dan sumber mata pencaharian yang menjadi tumpuan hidup sebelumnya (Wimbardana, dkk, : 2014: 6). Masyarakat di sekitar Gunung Merapi beralih bekerja sebagai individu maupun sebagai buruh di perusahaaan tambang untuk menambang di bantaran sungai yang bermuara di Gunung Merapi (Wimbardana, dkk, : 2014: 13). Keberadaan sopir truk pasir di Kabupaten Magelang merupakan dampak dari melimpahnya sumber daya alam pasir di Kabupaten Magelang, terlebih lagi setelah bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010 banyak petani yang lahan pertaniannya tertimbun material sehingga tidak dapat diolah dan beralih pekerjaan di sektor pertambangan. Hasil penelitian sejenis dengan judul Analisis Nilai Ekonomi Manfaat dan Dampak Negatif Penambangan Pasir Illegal di Sungai Brantas Kelurahan Semampir Kota Kediri, diperoleh data kuli angkut pasir dan sopir rata-rata menerima upah sebesar Rp 100.000/truk. Upah Rp 100.000/ truk terbagi atas Rp 60.000 untuk 2 kuli angkut pasir atau Rp 30.000 untuk tiap 1 kuli angkut pasir per truk. Sisanya upah sebesar Rp 40.000 untuk sopir truk pasir untuk tiap truk (Iriani, 2013: 48). Upah kuli angkut pasir dan sopir tersebut belum termasuk berbagai pungutan baik itu pungutan resmi maupun pungutan liar. Pendapatan mereka hanya dapat memenuhi kebutuhan hidup yang mendasar saja. Pendidikan dan kesehatan merupakan barang mahal bagi sopir truk pasir, belum menjadi kebutuhan pokok mereka. Kenaikan harga bahan pokok juga mempengaruhi penurunan daya beli sopir truk. Kondisi pendapatan yang tidak stabil dari sopir truk ini berpengaruh terhadap ketahanan ekonomi rumah tangga.

14 1.2 Permasalahan Penelitian dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini yakni banyak sopir truk pasir yang menggantungkan hidup sepenuhnya menjadi sopir. Adapun pertanyaan penelitian ini meliputi: 1. Apa yang mempengaruhi tingkat pendapatan sopir truk pasir di Kabupaten Magelang? 2. Berapa tingkat pendapatan sopir truk pasir di Kabupaten Magelang? 3. Seberapa besar kontribusi tingkat pendapatan sopir truk pasir terhadap ketahanan ekonomi rumah tangga di Kabupaten Magelang? 1.3 Keaslian Penelitian Penelitian tentang pemberdayaan sumber daya manusia guna mendukung ketahanan ekonomi rumah tangga dapat diketahui tingkat keasliannya dari penelitian sejenis terdahulu. Penelitian tentang ketahanan ekonomi rumah tangga, tingkat pendapatan dan studi tentang sopir truk pasir telah banyak dilakukan, namun penelitian Kontribusi Tingkat Pendapatan Sopir Truk Pasir Dalam Mendukung Ketahanan Ekonomi Rumah Tangga ( Studi di Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah Pasca Erupsi Gunung Merapi Merapi Tahun 2010) belum pernah dilakukan. Hal ini dapat dibuktikan dengan daftar penelitian sebagaimana tabel di bawah ini:

No. Peneliti/Tahun/Jurusan Judul Tujuan Metode/Alat Kesimpulan 1 Ujianto Singgih Prayitno (2004) Disertasi Program Studi Ilmu Sosiologi FISIP Universitas Indonesia 2 Roki Rikardo Saputra (2011) Skripsi Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Andalas 3. Diah Arifika (2012) Tesis Program Studi Ketahanan Nasional Universitas Gadjah Mada Modal Sosial dan Ketahanan Ekonomi Keluarga Miskin (Studi Sosiologi Pada Komunitas Bantaran Sungai Ciliwung) Lika-Liku Perjalanan Sopir Truk (Studi Kasus: 7 Orang Sopir Truk Trayek Bukittinggi-Jakarta) Kajian Dampak Bencana Lahar Dingin Pasca Letusan Gunungapi Merapi Terhadap Ketahanan Sosial Ekonomi (Studi Kasus Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah) 1. Untuk mengetahui apakah ada peran modal sosial terhadap ketahanan ekonomi keluarga, terutama menghadapi kondisi ekonomi keluarga yang memburuk. 2. Untuk mengetahui apakah modal sosial masyarakat menjadi tidak bekerja. Untuk medeskripsikan alasan-alasan sopir truk Bukittinggi-Jakarta asal Bukittinggi melakukan jajan di perjalanan. 1. Mengetahui perubahan kesejahteraan rumah tangga korban bencana lahar dingin. Gabungan metode kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. 1. Meskipun tidak ada modal sosial yang secara spesifik muncul di kalangan masyarakat Bantaran Sungai Ciliwung, namun mereka memiliki ketersediaan modal sosial yang cukup baik. 2. Kebersamaan, saling pengertian, dan kepercayaan terhadap sesama anggota keluarga merupakan faktor penting yang mendukung ketahanan ekonomi keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hal yang menjadi alasan sopir truk melakukan jajan di jalan antara lain: alasan melepas ketegangan di perjalanan, alasan keamanan dan untuk beristirahat. Pengetahuan sopir truk akibat seks menyimpang sangat kurang, dikarenakan pendidikan yang tidak terlalu tinggi dan kurangnya mengakses informasi. Metode survei Dari hasil penelitian diketahui terjadinya perubahan kesejahteraan masyarakat. Perubahan kondisi sosial ditandai dengan kualitas kesehatan menurun, prestasi pendidikan menurun dan interaksi sosial melemah. 15

16 No. Peneliti/Tahun/Jurusan Judul Tujuan Metode/Alat Kesimpulan 4. Dwi Siswanto (2013) Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Jember 5. Dinniya Iriani (2013) Skripsi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Sopir Angkutan Pedesaan Terminal Arjasa Kabupaten Jember Analisis Nilai Ekonomi Manfaat dan Dampak Negatif Penambangan Pasir Illegal di Sungai Brantas Kelurahan Semampir Kota Kediri 2. Mengetahui implikasi perubahan kesejahteraan terhadap ketahanan sosial ekonomi masyarakat Dusun Gempol. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor yang mempengaruhi pendapatan sopir angkutan pedesaan di terminal Arjasa Kabupaten Jember. 1. Mengidentifikasi proses dan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan penambangan pasir illegal di Kelurahan Semampir Kota Kediri. 2. Mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang adanya penambangan pasir di Kelurahan Semampir Kota Kediri. 3. Mengestimasi nilai manfaat dan dampak negatif dari adanya aktivitas penambangan pasir illegal di Kelurahan Semampir Kota Kediri Penurunan kesejahteraan ini berimplikasi terhadap ketahanan sosial ekonomi masyarakat korban bencana yang rendah selama tinggal di Huntara. Metode Eksplanatori Faktor curahan jam kerja, lama pemakaian kendaraan, dan pengalaman kerja secara bersama-sama mempengaruhi pendapatan sopir angkutan pedesaan di terminal Arjasa Gabungan metode kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas penambangan pasir illegal di kelurahan Semampir yakni pengusaha tambang pasir, buruh tambang pasir, kuli angkut pasir, sopir truk pasir dan preman yang bertugas menjaga keamanan area tambang.

No. Peneliti/Tahun/Jurusan Judul Tujuan Metode/Alat Kesimpulan 6. Fanny Kartika Oktavianti (2014) Tesis Program Studi Ketahanan Nasional Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Pendapatan Pembudidaya Ikan Anggota Kelompok Wirausaha Pemuda dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Ekonomi Keluarga (Studi di Kelompok Wirausaha Pemuda Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah) 1. Menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi budidaya ikan dengan menggunakan kolam maupun keramba. 2. Menghitung dan menganalisis besarnya pendapatan dari kelompok maupun perorangan. 3. Mengetahui implikasi dari pendapatan pembudidaya ikan terhadap ketahanan ekonomi keluarga. Metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan wawancara terstruktur, observasi dan studi pustaka. 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pendapatan Kelompok Wirausaha Pemuda (KWP) yakni, perbedaan bantuan modal yang diberikan, pengalaman budidaya ikan, dan tingkat kematian ikan. 2. Kontribusi rata-rata pendapatan dari usaha budidaya ikan perikanan sebesar 56 persen dan dari hasil analisis pendapatan dengan menggunakan standar UMK Kota Palangka Raya, jumlah anggota kelompok dari KWP yang masuk kategori miskin dan tidak miskin adalah berimbang atau sama yakni sebanyak 15 orang atau sebesar 50 persen. 3. Kegiatan dari budidaya ikan dengan menggunakan kolam maupun keramba dapat meningkatkan pendapatan anggota kelompok dan memenuhi kebutuhan hidup, serta meningkatkan ketahanan ekonomi keluarga dari anggota KWP. 17

18 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu penelitian ini dilakukan di Kabupaten Magelang dan meneliti tingkat pendapatan sopir truk pasir dalam mendukung ketahanan ekonomi rumah tangga dengan responden sopir truk pasir yang berdomisili di wilayah Kabupaten Magelang. Penelitian terdahulu seperti Ujianto Singgih Prayitno (2004) meneliti ketahanan ekonomi keluarga miskin dikaitkan dengan modal sosial, Roki Rikardo Saputra (2011) meneliti lika-liku perjalanan sopir truk dikaitkan dengan perilaku seks menyimpang, Diah Arifika (2012) meneliti kajian dampak bencana lahar dingin pasca letusan Gunung Merapi terhadap ketahanan sosial ekonomi, Dwi Siswanto (2013) meneliti tingkat pendapatan sopir angkutan, Dinniya Iriani (2013) meneliti nilai manfaat dan dampak negatif dari adanya aktivitas penambangan pasir illegal dan Fanny Kartika Oktavianti (2014) meneliti implikasi dari pendapatan pembudidaya ikan terhadap ketahanan ekonomi keluarga. Sejauh ini belum ada penelitian yang menganalisis tingkat pendapatan sopir truk pasir dikaitkan dengan ketahanan ekonomi rumah tangga. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan sopir truk pasir di Kabupaten Magelang. 2. Menganalisis tingkat pendapatan sopir truk pasir di Kabupaten Magelang. 3. Menganalisis kontribusi tingkat pendapatan sopir truk pasir terhadap ketahanan ekonomi rumah tangga di Kabupaten Magelang. 18

19 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara akademis, penelitian ini bermanfaat memberikan informasi dan wawasan mengenai kehidupan sopir truk pasir dan ketahanan ekonomi rumah tangga sopir truk pasir dalam bertahan hidup dan mengatasi berbagai persoalan hidup rumah tangga mereka. 2. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi praktisi dalam kebijakan pertambangan di Kabupaten Magelang, termasuk kebijakan pungutan pajak mineral bukan logam dan batuan, kebijakan penataan dan penertiban kawasan pertambangan pasir Merapi, serta kebijakan dalam pengaturan rute dan tonase truk pasir di Kabupaten Magelang.