BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan. Tablet ODT merupakan tablet yang larut dimulut, dengan bantuan saliva sampai terdispersi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

FORMULASI ORALLY DISINTEGRATING TABLET DENGAN TEKNIK LIKUISOLID DAN BAHAN Ko-PROSES

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Rute pemberian oral merupakan rute yang paling digemari dibandingkan

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

FORMULASI ODT DIMENHIDRINAT DENGAN TEKNIK LIKUISOLID MENGGUNAKAN FLOCEL, AMILUM KULIT PISANG AGUNG, DAN CROSPOVIDONE SEBAGAI BAHAN KO- PROSES

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam penyimpanan. Akan tetapi obat yang bersifat lipofil dalam bentuk tablet

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak hanya orang tua tetapi para remaja sekarang ini juga banyak yang menderita

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. (Departemen Kesehatan RI, 2006). Obat ini bekerja pada ginjal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

OPTIMASI FORMULA ORALLY DISINTEGRATING TABLET DOMPERIDONE MENGGUNAKAN SUPERDISINTEGRANT AC-DI-SOL DAN PENGIKAT GELATIN

FORMULASI ODT DIMENHIDRINAT DENGAN TEKNIK LIKUISOLID MENGGUNAKAN FLOCEL, LAKTOSA, AMILUM KULIT PISANG AGUNG, DAN CROSPOVIDONE SEBAGAI BAHAN KO-PROSES

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011).

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

UJI PERBANDINGAN PELEPASAN PIROKSIKAM NANOPARTIKEL DAN MIKROPARTIKEL DALAM SEDIAAN ORALLY DISINTEGRATING TABLET (ODT)

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DAN CMC

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

FORMULASI. Oleh FAKULTAS

FORMULASI TABLET PARACETAMOL SECARA KEMPA LANGSUNG DENGAN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AMILUM UBI JALAR (Ipomea batatas Lamk.) SEBAGAI PENGHANCUR

OPTIMASI FORMULA ORALLY DISINTEGRATING TABLET DOMPERIDONE MENGGUNAKAN SUPERDISINTEGRANT CROSPOVIDONE DAN PENGIKAT PVP K-30

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Beberapa hal yang menentukan mutu tablet adalah kekerasan tablet dan waktu hancur tablet. Tablet yang diinginkan adalah tablet yang tidak rapuh dan

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui

OPTIMASI FORMULA TABLET DISPERSIBLE CAPTOPRIL DENGAN KOMBINASI BAHAN PENGHANCUR STARCH 1500 DAN BAHAN PENGISI STARLAC SKRIPSI

bioavailabilitasnya meningkat hingga mencapai F relsl = 63 ± 22 %

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi, industri farmasi semakin berkembang pesat. Hal ini ditunjukkan dengan pengembangan sistem penghantaran obat secara oral yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pasien dan kecermatan dalam mengatur dosis (highly-precision dosing). Sebagai rute penghantaran obat yang disukai, rute pemberian secara oral memberikan keuntungan yaitu memudahkan penggunaan obat, meningkatkan kepatuhan pasien, dan tidak memerlukan kondisi steril sehingga proses produksinya lebih murah (Panigrahi and Behera, 2010). Tablet merupakan sediaan padat yang mengandung bahan aktif dengan atau tanpa bahan pengisi. Dibuat dalam berbagai bentuk, ukuran dan penandaan permukaan, serta bergantung pada desain cetakan. Biasanya digunakan pada pemberian obat secara per oral atau melalui mulut (Departemen Kesehatan RI, 2014). Sediaan obat dalam bentuk tablet memiliki beberapa keuntungan, di antaranya yaitu cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air, dosis lebih akurat, lama aksi kerja obat dapat dikontrol, dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak, memiiki ketahanan fisik yang cukup terhadap gangguan mekanis selama proses produksi, pengemasan dan transport, stabil terhadap udara dan suhu lingkungan, bebas dari kerusakan fisik, serta cukup stabil selama penyimpanan (Lachman, Lieberman and Kanig, 1986). Banyak pasien mengalami kesulitan untuk menelan obat seperti tablet dan kapsul, khususnya anak kecil dan orang tua. Disfagia atau kesulitan menelan merupakan masalah yang menimpa hampir 50% dari populasi. Hal ini menyebabkan kurangnya 1

kepatuhan pasien dalam meminum obat yang diresepkan pada saat sakit, sehingga sering kali tujuan terapi tidak tercapai (Dobetti, 2001). Untuk mengatasi masalah tersebut, teknologi farmasi telah membuat tablet yang dapat hancur atau larut di mulut dalam waktu singkat tanpa mengunyah ataupun meminum air. Sediaan ini dikenal sebagai Orally disintegrating tablet (ODT). Food and Drug Administration Center for Drug Evaluation and Research (CDER) Amerika Serikat mendefinisikan ODT sebagai suatu bentuk sediaan padat yang mengandung bahan obat atau bahan aktif yang terdisentegrasi dengan cepat biasanya dalam hitungan detik ketika ditempatkan pada lidah (Chawla and Srinivasan, 2011). Menurut Bhowmik et al. (2009) ODT merupakan suatu bentuk sediaan tablet yang ketika diletakkan di dalam mulut dapat terdisintegrasi dengan cepat untuk melepaskan obat, terlarut dan terdispersi di dalam saliva, umumnya kurang dari 60 detik. Adanya absorpsi di daerah pregastric yaitu mulut, faring, dan kerongkongan membuat bentuk sediaan ODT dapat mempercepat mula kerja obat (onset of action/ooa) serta mengurangi jumlah obat yang hilang akibat metabolisme lintas pertama di hati. Absorpsi pregastric menyebabkan bioavailabilitas obat menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk sediaan tablet konvensional (Giri, Tripathi and Majumdar, 2010; Fu et al., 2004). Sediaan ODT memiliki kriteria yaitu cepat larut atau hancur dalam rongga mulut sehingga bahan penghancur yang digunakan sangat penting dalam menentukkan waktu hancur tablet. Umumnya mengandung kadar superdisintegrant yang relatif tinggi. Kadar superdisintegrant ditentukan berdasarkan karakteristik dan jumlah zat aktif serta profil pelepasan obat yang dikehendaki. Oleh karena itu, pemilihan jenis dan jumlah superdisintegrant yang tepat sangat penting dalam pengembangan formulasi ODT (Druffner, Camarco and Ray, 2006). 2

Penelitian ini menggunakan obat antiemetik atau antimuntah sebagai bahan aktif dalam formula karena masalah umum yang dialami oleh semua orang dari berbagai rentang usia adalah muntah. Mengkonsumsi air saat meminum obat pada pasien dalam kondisi mual dapat memicu terjadinya muntah (Goel et al., 2009). Oleh karena itu, teknologi Orally Disintegrating Tablet (ODT) ini sangat sesuai bila diformulasikan untuk obat-obat antiemetik atau antimuntah karena ODT cepat hancur di mulut tanpa menggunakan air. Dimenhidrinat merupakan golongan H 1 histamin antagonis. Obat antihistamin merupakan obat yang mampu mengurangi atau menghilangkan aktivitas histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan reseptor H 1, H 2, dan H 3. Dimenhidrinat dapat mengurangi gejala alergi, seperti radang selaput lendir di hidung, bersin, gatal di tenggorokan, dan gejala alergi kulit. Selain itu, digunakan sebagai antiemetik, antimabuk, sedatif, dan anastesi setempat (Hardjono, 2008). Dimenhidrinat merupakan serbuk hablur putih, tidak berbau, sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan kloroform; agak sukar larut dalam eter, serta memiliki titik lebur 102-107 C (Departemen Kesehatan RI, 2014). Dimenhidrinat tidak stabil berada dalam ph usus, setelah pemberian per oral obat mengalami first past metabolism dan bioavaibilitasnya mencapai 46%. Onset of action obat secara per oral adalah 60 menit sedangkan secara intravena (iv) adalah 10-20 menit, memiliki waktu paruh sekitar 1-5 jam (Suryawanshi et al., 2010). Salah satu tahapan yang menentukan laju dalam proses absorpsi obat adalah disolusi. Uji disolusi secara in vitro merupakan salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol kualitas obat, terutama untuk obat yang memiliki kelarutan buruk dalam air, karena tingkat absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dari obat sehingga menghasilkan efek terapeutik yang rendah (Ansel, 1989). Tingkat efektivitas pelepasan obat 3

secara sistemik dalam suatu tablet bergantung pada laju disentegrasi dari bentuk sediaan dan deagregasi dari granul tersebut. Disolusi merupakan tahapan yang mengontrol laju bioabsorpsi obat dengan tingkat kelarutan rendah, karena tahapan ini merupakan tahapan yang paling lambat dari berbagai tahapan dalam pelepasan obat dari bentuk sediaannya dan perjalanannya menuju sirkulasi sistemik (Martin, Swarbrick and Cammarata, 1993). Saat ini, teknik likuisolid adalah salah satu teknik yang paling menjanjikan untuk meningkatkan disolusi obat dengan kelarutan dalam air yang rendah. Hal ini disebabkan teknik yang mudah dan biaya yang relatif murah sehingga dapat digunakan dalam skala industri (Yadav and Yadav, 2009). Teknik likuisolid biasanya digunakan untuk meningkatkan laju disolusi dari obat yang sukar larut dalam air, yang termasuk ke dalam BCS kelas II. Seringkali laju dari absorpsi oral dikontrol oleh laju disolusi dalam saluran cerna (Yadav, Kondawar and Varne, 2013). Teknik likuisolid dibuat dengan melarutkan bahan aktif yang lipofilik atau sukar larut dalam air ke dalam pelarut non volatile seperti propilen glikol, polietilen glikol 200 dan 400, gliserin, dan polisorbat 80 menjadi suspensi atau bentuk cair yang kemudian diubah menjadi bentuk serbuk yang mudah mengalir, non adherent dan siap dikompresi setelah pencampuran dengan bahan pembawa dan bahan coating terpilih (Gubbi and Jarag, 2009). Teknik ini telah dilakukan pada beberapa penelitian di antaranya Yadav, Kondawar and Varne (2013) yang meneliti peningkatan disolusi candesartan menggunakan teknik likuisolid terbukti mampu meningkatkan kelarutan dan disolusi candesartan. Selain itu, penelitian lainnya yaitu disolusi fenofibrat menggunakan teknik likuisolid dengan variasi konsentrasi obat (10%, 20%, dan 30%) dalam propilen glikol sebagai pelarut non volatile menunjukkan 4

hasil laju disolusi yang lebih cepat diikuti pelepasan yang lebih besar daripada tablet fenofibrat konvensional (Karmakar dkk., 2009). Bahan ko-proses merupakan campuran bahan pengisi yang digunakan untuk meningkatkan fungsi dan menutupi sifat yang tidak diinginkan dari komponen individu. Dalam penelitian ini, digunakan bahan ko-proses karena memiliki keuntungan dapat memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas (Patel and Bhavsar, 2009). Selain itu dapat mengurangi jumlah bahan tambahan yang digunakan dan waktu yang digunakan dalam formulasi (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013). Metode granulasi basah digunakan untuk membuat bahan ko-proses, dimana massa tablet dibasahi dengan larutan pengikat hingga diperoleh kebasahan tertentu untuk kemudian digranulasi (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013). Bahan yang digunakan pada pembuatan bahan ko-proses adalah amilum kulit pisang agung (pengikat), crospovidone (superdisintegrant), Flocel-101 (pengisi), manitol (pemanis), dan Mg stearat (lubrikan). Penelitian ini menggunakan Flocel-101 sebagai pengisi karena memiliki kemampuan absorpsi sangat tinggi dengan adanya fenomena kapilaritas yang didukung oleh porositas permukaan sehingga cocok untuk formulasi ODT. Selain itu partikelnya mengalami deformasi plastik saat dikompresi sehingga dapat meningkatkan kompaktibilitas tablet, dan memiliki kekuatan ikatan yang kuat karena indeks pengikatan yang tinggi dan indeks rapuh fraktur yang rendah. Mekanisme hancurnya tablet yang mengandung Flocel-101 yaitu melalui penetrasi air yang masuk ke dalam matrik tablet melalui aksi kapiler pada pori-pori dan perusakan ikatan hidrogen (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013). Sedangkan superdisintegrant yang digunakan yaitu Crospovidone. Crospovidone memiliki kompresibilitas, kapasitas terbasahi, dan aktivitas kapiler yang baik. Mekanisme kerjanya yaitu dengan aktivitas kapiler (wicking action) dan 5

porositas, dimana tablet dapat hancur dengan memecahkan ikatan antara partikel setelah adanya penetrasi medium masuk ke dalam tablet melalui jalur porositas (Gohel et al., 2007). Salah satu polimer yang dapat digunakan sebagai pengikat yang berasal dari polimer alam yaitu amilum kulit pisang, yang bersifat membentuk gel bila tersuspensikan dengan air sehingga mengikat antar partikel serbuk agar dapat membentuk granul. Penggunaan bahan pengikat mampu mempengaruhi sifat fisik tablet seperti kekerasan dan kerapuhan granul. Konsentrasi amilum sebagai bahan pengikat jika digunakan dalam bentuk mucilago umumnya 2-5%. (Jufri, Effionora dan Putri 2006). Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kinanti (2015) mengenai pengaruh pengikat amilum kulit pisang agung dengan konsentrasi batas bawah 2% dan batas atas 4% terhadap mutu fisik tablet metformin HCl 700 mg. Didapatkan hasil bahwa amilum kulit pisang agung menyebabkan peningkatan kekerasan tablet, penurunan kerapuhan tablet, peningkatan waktu hancur tablet dan penurunan jumlah obat yang terlarut dalam waktu 60 menit. Ndouk (2015) mempelajari pengaruh amilum kulit pisang agung sebagai pengikat dan crospovidone sebagai superdisintegrant terhadap karakteristik dan disolusi orally disintegrating tablet domperidon yang diformulasikan dengan metode granulasi basah. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain faktorial 2 2 sehingga diperoleh 4 formula berbeda untuk mendapatkan formula optimum dari amilum kulit pisang agung dan crospovidone dimana Carr s index, Hausner ratio, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, waktu pembasahan, dan rasio absorbsi air menjadi tolak ukur evaluasi. Konsentrasi masing-masing bahan yang berbeda yaitu amilum kulit pisang agung dengan batas bawah 2% dan batas atas 4% (b/b) sedangkan crospovidone batas bawah 2% dan batas atas 5% (b/b). Tablet dievaluasi berdasarkan beberapa parameter yaitu keragaman 6

bobot, keseragaman kandungan, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, waktu pembasahan, rasio absorbsi air, stabilitas obat, disolusi secara in vitro, serta penetapan kadar obat secara spektrofotometri UV-Vis. Berdasarkan hasil optimasi uji mutu fisik tablet ko-proses menggunakan design expert, diperoleh bahwa formula yang mengandung amilum kulit pisang agung dengan konsentrasi 3,5% dan crospovidone dengan konsentrasi 5% adalah formula optimum yang akan memberikan hasil respon Carr s index sebesar 17,97%, Hausner ratio 1,21, kerapuhan tablet 0,319%, kekerasan tablet 2,12 kp, waktu hancur tablet 9,50 detik, waktu pembasahan 6,91 detik, dan rasio absorbsi air 143,305. Dari pertimbangan tersebut, maka penelitian ini dimaksudkan untuk menggunakan formula optimum bahan ko-proses yang diperoleh dari penelitian sebelumnya yaitu amilum kulit pisang agung 3,5% sebagai pengikat dan crospovidone 5% sebagai superdisintegrant untuk dibuat menjadi tablet ODT dimenhidrinat dengan teknik likuisolid menggunakan pelarut non volatile. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Apakah formula ODT dimenhidrinat dengan teknik likuisolid menggunakan pelarut non volatile dan bahan ko-proses dapat menghasilkan mutu fisik tablet yang sesuai dengan persyaratan? 2. Bagaimana hasil uji stabilitas mutu fisik ODT dimenhidrinat dengan teknik likuisolid dan ODT dimenhidrinat tanpa teknik likuisolid selama satu bulan penyimpanan? 3. Bagaimana profil pelepasan secara in vitro pada sediaan ODT dimenhidrinat dengan teknik likuisolid dibandingkan dengan 7

ODT dimenhidrinat tanpa teknik likuisolid dan tablet innovator dimenhidrinat. 1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui mutu fisik tablet formula ODT dimenhidrinat dengan teknik likuisolid menggunakan pelarut non volatile dan bahan ko-proses yang sesuai dengan persyaratan. 2. Untuk mengetahui hasil uji stabilitas mutu fisik ODT dimenhidrinat dengan teknik likuisolid dan ODT dimenhidrinat tanpa teknik likuisolid selama penyimpanan satu bulan. 3. Untuk mengetahui profil pelepasan secara in vitro sediaan ODT dimenhidrinat dengan teknik likuisolid dibandingkan dengan ODT dimenhidrinat tanpa teknik likuisolid dan tablet innovator dimenhidrinat. 1.4. Hipotesis Penelitian 1. Formula ODT dimenhidrinat dengan teknik likuisolid menggunakan pelarut non volatile dan bahan ko-proses dapat menghasilkan mutu fisik tablet yang sesuai dengan persyaratan. 2. Mutu fisik ODT dimenhidrinat dengan teknik likuisolid dan ODT dimenhidrinat tanpa teknik likuisolid stabil selama penyimpanan satu bulan. 3. Profil pelepasan secara in vitro sediaan ODT dimenhidrinat dengan teknik likuisolid lebih baik dibandingkan dengan ODT dimenhidrinat tanpa teknik likuisolid dan tablet innovator dimenhidrinat. 8

1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat yakni dapat dihasilkan suatu bentuk sediaan tablet ODT dimenhidrinat dengan teknik likuisolid yang dapat meningkatkan kelarutan obat dan laju pelepasan obat, selain itu untuk meningkatkan pemanfaatan dari amilum kulit pisang agung sebagai bahan tambahan dalam formulasi sediaan tablet. 9