BAB I PENDAHULUAN. kehidupan orang yang akan melakukan pembelajaran. Belajar bukan hanya. sekedar menghafal sejumlah fakta atau informasi.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih maju dan lebih kompetitif baik dalam segi kognitif (pengetahuan), afektif

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Proses belajar-mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian

BAB I PENDAHULUAN. semester ganjil tahun pelajaran pada mata pelajaran matematika,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II Kajian Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. dari para ahli yang berbeda-beda. itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan perlu dilakukan secara menyeluruh meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat berlangsungnya pembelajaran. Kesuksesan sebuah pendidikan dapat dilihat dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran metamatika telah diperkenalkan sejak siswa menginjak kelas I. dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

PENGGUNAAN ALAT PERAGA LANGSUNG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MATERI PECAHAN SEDERHANA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

Kata kunci : kemampuan, kompetensi dasar, sifat-sifat operasi

BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang Vol.4 No 1 Pebruari 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan lebih lanjut. Salah satu bidang kajian yang dipelajari adalah matematika. Sebagai

Kegiatan Belajar 1 HAKIKAT MATEMATIKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MELALUI MEDIA PENGGARIS RAPITUNG. Devi Afriyuni Yonanda Universitas Majalengka

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, terutama ditingkat sekolah dasar (SD).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Lasyuri, Peningkatan Hasil Belajar...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Penerapan Teori Bruner Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Simetri Lipat di Kelas IV SDN 02 Makmur Jaya Kabupaten Mamuju Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya. Hubungan antar individu ini membentuk kehidupan sosial.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Vol. 1 No. 1 ISSN

meggunakan metode penemuan. Secara umum, manfaat metode penemuan dalam proses pembelajaran matematika konsep penjumlahan dan pengurangan pecahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu proses untuk

PENGGUNAAN PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

HAKIKAT PENDIDIKAN MATEMATIKA. Oleh: Nur Rahmah Prodi Pendidikan Matematika Jurusan Tarbiyah STAIN Papopo

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses pemberian pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. mengolah, meyimpan, dan memproduksi bahan pelajaran. Salah satu strategi

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. yang dikutip oleh Winataputra (2003: 2.3) bahwa belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu pelajaran dasar yang harus dikuasai

TEORI BELAJAR MATEMATIKA DAN PENERAPANNYA DI SEKOLAH DASAR

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan yang berperan sebagai ratu dan pelayan ilmu. James dan James

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. seorang karakter di suatu cerita fiksi. Pada metode bermain peranan, titik tekanannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN MEDIA TABEL BERPOLA UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA DALAM KONSEP PENGUKURAN SATUAN LUAS BAKU

Oleh: Ramikayani, S.Pd Guru SDN Mantaren 1 Kabupaten Pulang Pisau ABSTRAK

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE DISKUSI BERBANTUAN MEDIA BAGAN PECAHAN DI KELAS III SDN KALISARI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir. Karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran adalah interaksi belajar mengajar, dimana terdapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERAGA BENDA KONKRIT SEMESTER I TAHUN 2010/2011

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MATEMATIKA DAN MASALAH-MASALAH UMUM DI DALAMNYA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk menggali dan menimba pengetahuan lebih lanjut. Melalui

Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN TEKNIK KUPANG LIGITARANG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS 4 B SDN SIDOMEKAR 08 KECAMATAN SEMBORO KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses membantu manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia itu sendiri (Dwi Siswoyo,dkk, 2007: 16). Oleh karena itu pendidikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari bahasa Yunani mathema yang berarti ilmu pengetahuan. Elea Tinggih

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. informasi kepada siswa. Media berasal dari bahasa Latin dan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi guna menyelesaikan masalah. Aktivitas mencari dan menganalisis ini

BAB I PENDAHULUAN. pertama bagi siswa untuk mempelajari kecakapan seperti: menulis, membaca, dan

KESULITAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN BILANGAN PECAHAN. bukan matematika yang terkait. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PERUBAHAN WUJUD BENDA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah upaya sadar untuk mengubah perilaku yang bersifat relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman sehingga bermanfaat bagi kehidupan orang yang akan melakukan pembelajaran. Belajar bukan hanya sekedar menghafal sejumlah fakta atau informasi. Menurut Sanjaya (2009: 198), yang dimaksud dengan belajar adalah: Proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Pengalaman itu dapat berupa pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung dapat diperoleh melalui aktivitas sendiri pada situasi yang sebenarnya. Sadiman (1996: 1-2), mengemukakan bahwa: Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, pengalaman belajar siswa harus dapat mendorong agar siswa beraktivitas melakukan sesuatu. 1

2 Throndike (Hamalik, 2001: 39-40) dengan S-R Bond Theory, menyusun hukum-hukum belajar seperi: (1) Hukum pengaruh (the law of effect), dalam hukum ini ada hubungan- hubungan yang diperkuat atau diperlemah tergantung pada kepuasan atau ketidaksenangan yang berkenaan dengan penggunaannya ; (2) hukum latihan (the law exercise), di mana dalam hukum ini menyatakan bahwa apabila hubungan itu sering dilatih maka ia akan menjadi kuat ; dan (3) hukum kesediaan/kesiapan (the law of readiness), yaitu apabila suatu ikatan siap untuk berbuat,perbuatan itu akan memberikan kepuasan, sebaliknya apabila tidak siap maka akan menimbulkan ketidakpuasan/ketidaksenangan. Hukum-hukum di atas, kini lebih dilengkapi lagi dengan prinsip-prinsip yaitu : (1) siswa harus mampu membuat berbagai jawaban terhadap stimulus; (2) belajar dibimbing atau diarahkan kesuatu tingkatan yang penting melalui sikap itu sendiri; (3) suatu jawaban yang telah dipelajari dengan baik dapat digunakan juga terhadap stimulus yang lain (bukan stimulus semula). Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pembelajaran amat bergantung pada proses belajar dan mengajar yang dialami siswa dan guru baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarganya. Peranan guru bukan hanya memberikan informasi saja, melainkan juga mengarahkan dan memberi fasilitas belajar, agar proses belajar lebih memadai. Dalam pembelajaran guru harus memahami hakikat materi pembelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pembelajaran yang dapat memgembangkan kemampuan berpikir siswa mengetahui serta memahami media pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa. Selain itu, membuat rencana

3 pembelajaran yang matang agar hasil belajar yang dicapai siswa lebih optimal. Termasuk dalam pembelajaran matematika. Matematika adalah terjemahan dari Mathematics. Namun arti dari definisi yang tepat matematika tidak dapat diterapkan secara pasti. Definisi matematika makin lama makin sukar untuk dibuat, karena cabang-cabang matematika makin lama makin bertambah dan makin bercampur satu sama lainnya. James dan James (Ruseffendi, 1992: 42), mengatakan bahwa: Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan saru sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Johnson dan Rising (Ruseffendi, dkk., 1992: 43) mengatakan bahwa: Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide (gagasan) daripada mengenai bunyi, matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasikan sifat-sifat atau teori-teori itu dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur-unsur yang didefinisikan atau tidak didefinisikan, aksioma-aksioma, sifat-sifat, atau teori-teori yang telah dibuktikan kebenarannya. Matematika adalah ilmu tentang pola, keteraturan, pola atau ide, dan matematika adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya. Bidang studi matematika merupakan mata pelajaran penting, karena dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari pola pikir matematika. Ketika kita berbelanja kita akan menghitung jumlah harga belanjaan, ketika kita ingin melihat waktu, kita melihat jam yang disertai dengan angka-angka,

4 dan masih banyak lagi masalah dalam kehidupan yang berkaitan dengan pola pikir matematika. Semua kegiatan pembelajaran di sekolah termasuk salah satunya mata pelajaran matematika dalam hal ini yang akan dikupas tidak terlepas dari peran penting seorang guru, jadi dalam hal ini guru hendaknya dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi bahan ajar sehingga tujuan pembelajaran bias tercapai dengan baik sesuai dengan yang diinginkan. Guru hendaknya tidak hanya menyampaikan materi dengan cara ceramah saja, walaupun ceramah juga penting. Namun hendaknya ceramah merupakan satu dari beberapa metode yang menjadi satu kesinambungan dengan metode lain. Jadi, guru hendaknya menggunakan multimetode dalam menyampaikan materi agar anak tidak jenuh. Selain itu, pembelajaran matematika tidak hanya ditekankan dalam hal hafalan saja tetapi juga terhadap pemahaman konsep, sehingga ada aktivitas siswa yang benar-benar bermakna. Sebab proses belajar yang bermakna sangat penting karena siswa akan mengingat pelajaran lebih lama dan bahkan bisa diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari. Apalagi siswa kelas IV masih berada pada tahap operasional konkret, di mana mereka masih memanipulasi benda-benda nyata. Sehingga diharapkan benda-benda konkret merupakan media dalam belajar yang mampu memberikan motivasi bagi tercapainya tujuan pembelajaran. Alat peraga tidak perlu yang mahal tetapi

5 yang sudah dikenal siswa atau yang berada di sekitar siswa. Dengan penggunaan alat peraga dalam pembelajaran anak akan lebih memahami akan arti penting saling ketergantungan apa yang ada di sekitarnya. Penggunaan alat peraga yang tepat akan dapat dijadikan alat motivasi dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Karakteristik matematika terutama dalam hal ini materi pecahan adalah bersifat atau berbentuk simbolsimbol yang abstrak, karena anak kelas IV masih bersifat operasional konkret, guru hendaknya memberi kesempatan pada siswa untuk memanipulasi bendabenda konkret dalam memahami konsep sehingga mereka mampu menguasai materi dengan mudah dan mengingatnya lebih lama. Hal itu sesuai dengan pandangan Dienes (Ruseffendi, 1992: 204) yang mengemukakan, Tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk konkret akan dapat dipahami dengan baik. Namun dalam hal ini ada beberapa hasil analisis masalah yang perlu dipecahkan dalam pembelajaran matematika khususnya dalam meningkatkan pemahaman konsep pecahan senilai yang diperoleh seperti pada saat awal pembelajaran di SDN Rajagaluh Lor II Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka, pada tanggal 13 Januari 2011 di kelas IV. Apersepsi yang dilakukan guru hanya secara langsung sehingga tidak memancing siswa mengemukakan apa yang sudah diketahuinya dengan pelajaran yang akan disampaikan. Guru bertindak sebagai pusat PBM, sehingga tidak memberikan

6 kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya. Selain itu, melalui hasil wawancara secara langsung kepada siswa, ada beberapa masalah yang dihadapi siswa seperti: 1. Siswa tidak bisa menentukan pecahan yang senilai dari suatu pecahan biasa, karena kurang memahami konsep. 2. Siswa tidak dilibatkan secara aktif, sehingga ketika siswa mengerjakan soal, siswa mengalami kesulitan menjawab. Berikut ini nilai yang diperoleh siswa setelah mengikuti pembelajaran: Tabel 1.1 Nilai Perolehan Siswa pada Pembelajaran Matematika tentang Konsep Pecahan Senilai No Nama Siswa Nilai KKM T BT 1. Ari 20 54 2. Eki 0 54 3. Enok 20 54 4. Haidar Hilmy M 40 54 5. Lia Nurmalia 60 54 6. Lingga D. Manika 80 54 7. M.Yaser 40 54 8. Maulinda 60 54 9. Miftah H 80 54 10. Nani 40 54 11. Neneng Yati 20 54 12. Nurdiyanto 40 54 13. Olik Nurkholis 0 54 14. Rian F 0 54 15. Roida Saragi 0 54 16. Shanti Manalu 20 54 17. Syifa N 40 54 18. Trio 0 54 19. Yeyen Nurahmayanti 80 54 20. Yoga P 40 54 21. Yusuf Hamami 0 54 Jumlah 680 5 16 Rata-rata 32,38 Persentase 24 76

7 Hasil yang diperoleh dari evaluasi tersebut ternyata tidak optimal, karena dari 21 siswa hanya 5 siswa (24%) yang tuntas berdasarkan KKM yang ditetapkan, dan 16 siswa (76%) yang belum tuntas. Melihat hasil yang diperoleh siswa di atas, maka perlu adanya suatu upaya untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi pembelajaran yang disampaikan, dalam hal ini tentang konsep pecahan senilai, agar hasil belajar yang diperoleh siswa meningkat dan optimal. Berangkat dari permasalahan di atas, dalam rangka meningkatkan pemahaman konsep pecahan senilai ini diperlukan suatu upaya pembelajaran yang lebih menarik perhatian anak dan tidak menimbulkan kesulitan bagi anak yaitu dengan menggunakan alat peraga. Alat peraga dalam pembelajaran mempunyai manfaat yang cukup besar dalam proses pembelajaran, seperti yang diutarakan oleh Ruseffendi, dkk (1992: 140) yaitu: 1. Dengan adanya alat peraga, anak-anak akan lebih banyak mengikuti pelajaran matematika dengan gembira, sehingga minatnya dalam mempelajari matematika semakin besar. Anak akan senang, terangsang, tertarik dan bersikap positif terhadap pengajaran. 2. Dengan disajikannya konsep abstrak matematika dalam bentuk konkret, maka pada tingkat-tingkat yang lebih rendah akan lebih mudah memahami dan mengerti. 3. Alat peraga dapat membantu daya tilik ruang, karena tidak membayangkan bentuk-bentuk geometri terutama bentuk geometri ruang sehingga dengan melalui gambar dan benda-benda nyatanya akan terbantu daya tiliknya sehingga lebih berhasil dalam belajarnya. 4. Anak akan menyadari adanya hubungan antara pengajaran dengan benda-benda yang ada disekitarnya atau antara ilmu dengan alam sekitar dan masyarakat. 5. Konsep-konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk konkret yaitu dalam bentuk model matematika dapat dijadikan objek penelitian ideide baru dan relasi-relasi baru.

8 Berdasarkan uraian di atas, sudah sangat jelas bahwa manfaat dari alat peraga sangat besar sekali dalam pembelajaran. Dengan bantuan alat peraga ini siswa seolah-olah bermain, memudahkan anak dalam memahami konsep yang bersifat abstrak dan dengan bantuan alat peraga ini siswa tidak lagi membayangkan bentuk-bentuk benda karena sudah ada dihadapan siswa. Dengan penggunaan alat peraga ini siswa akan lebih banyak mengikuti pelajaran dengan gembira sehingga minat siswa dalam belajarpun semakin besar. Dilihat dari manfaat alat peraga, peneliti melakukan penelitian mengenai pembelajaran konsep pecahan senilai pada anak kelas IV SDN Rajagaluh Lor II dengan menggunakan blok pecahan. Blok pecahan dalam pembelajaran konsep pecahan senilai di sini menggunakan potongan kertas karton berbentuk persegi panjang dan lingkaran yang digunting menjadi beberapa bagian yang sama besar. Dengan memperhatikan kegunaan alat peraga blok pecahan dalam proses pembelajaran konsep pecahan senilai di atas, maka dalam penelitian tindakan kelas ini diambil judul Penggunaan Alat Peraga Blok Pecahan untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Pecahan Senilai dalam Pembelajaran Matematika di Kelas IV SDN Rajagaluh Lor II Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka.

9 B. Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah 1. Perumusan Masalah Berdasarkan hasil observasi, permasalahan yang muncul adalah ditemukannya kesulitan siswa dalam memahami konsep pecahan senilai. Hal ini diketahui melalui tes hasil belajar yaitu hanya 5 siswa (24%) yang mendapat nilai mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 54. Beranjak dari permasalahan tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yang menjadi fokus kajian dalam penelitian adalah sebagai berikut ini. a. Bagaimana perencanaan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga blok pecahan untuk meningkatkan pemahaman konsep pecahan senilai dalam pembelajaran matematika di kelas IV SDN Rajagaluh Lor II Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka? b. Bagaimana kinerja guru dalam pembelajaran dengan menggunakan alat peraga blok pecahan untuk meningkatkan pemahaman konsep pecahan senilai dalam pembelajaran matematika di kelas IV SDN Rajagaluh Lor II Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka? c. Bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan alat peraga blok pecahan untuk meningkatkan

10 pemahaman konsep pecahan senilai dalam pembelajaran matematika di kelas IV SDN Rajagaluh Lor II Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka? d. Bagaimana peningkatan pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga blok pecahan dalam konsep pecahan senilai di kelas IV SDN Rajagaluh Lor II Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka? 2. Pemecahan Masalah Masalah yang timbul dalam pembelajaran matematika perlu direalisasikan dengan berbagai variasi metodologi pembelajaran. Pembelajaran yang diberikan harus berupa benda-benda konkret yang menarik agar siswa termotivasi untuk menerima pembelajaran dan memberikan kebebasan kepada siswa dalam pembelajaran, tetapi kebebasan tersebut masih bisa dikendalikan. Bruner (Ruseffendi, 1992: 109) mengungkapkan bahwa: Dalam proses pembelajaran sebaiknya anak diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Dengan alat peraga tersebut, anak dapat melihat langsung bagaimana keteraturan serta pola terhadap benda yang sedang diperhatikannya. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan keteraturan intuitif yang telah melekat pada diri anak. Tampaklah bahwa Bruner sangat menyarankan keaktifan anak dalam proses belajar secara penuh. Selain itu juga, salah satu dalil yang

11 dikemukakan oleh Bruner, yakni dalil penyusunan (kontruksi) menyatakan bahwa Dalam proses perumusan dan penyusunan ide-ide harus disertai dengan bantuan benda-benda konkret. Dalam penelitian ini, benda konkret yang dijadikan alat peraga dalam pembelajaran konsep pecahan senilai adalah blok pecahan. Blok pecahan yang peneliti gunakan adalah kertas karton yang dibentuk persegi panjang dan lingkaran. Alat peraga ini dibuat oleh anak secara berkelompok. Adapun prosedur penggunaan blok pecahan yaitu sebagai berikut ini. a. Mempersiapkan alat peraga blok pecahan. 1) Menggunting karton membentuk persegi panjang dan lingkaran masing-masing sebanyak 3 buah. 2) Pada masing-masing kertas tersebut, potong menjadi dua bagian, empat bagian dan delapan bagian yang sama ukurannya. b. Menentukan pecahan senilai dari blok pecahan tersebut. 1) Pasangkan bagian-bagian potongan karton tersebut pada karton yang utuh. 2) Tampak bahwa bagian-bagian tadi akan menutupi karton yang utuh.

12 c. Pembahasan guru tentang pecahan senilai. Gambar 1.1: Potongan kertas karton persegipanjang yang bernilai 1 Gambar 1.2: Potongan kertas karton persegipanjang yang bernilai Gambar 1.3: Potongan kertas karton persegipanjang yang bernilai Dengan penggunaan alat peraga blok pecahan dalam pembelajaran konsep pecahan senilai di kelas IV SDN Rajagaluh Lor II diharapkan siswa dapat mencapai target sebagai berikut ini. 1) Target Proses Aktivitas Siswa Dalam materi pembelajaran konsep pecahan senilai dengan menggunakan alat peraga blok pecahan diharapkan dapat meningkatkan aktivitas siswa yang meliputi aspek keaktifan dan kerja sama. Dengan kata lain target keberhasilan proses untuk aktivitas siswa adalah 75% siswa sudah baik dalam aspek tersebut.

13 2) Target Proses Kinerja Guru Target proses kinerja guru dalam pembelajaran konsep pecahan senilai yaitu pada saat menyampaikan pembelajaran diharapkan dapat membantu siswa dengan menggunakan berbagai media atau alat peraga pembelajaran yang tepat. Guru mampu melaksanakan dengan baik yaitu 80% dari aktivitas pembelajaran yang direncanakan. 3) Target Hasil Dari data awal yang diperoleh bahwa siswa yang menempuh batas KKM hanya 5 siswa (24%), sedangkan 16 siswa (76%) belum dapat menempuh batas KKM. Setelah menggunakan alat peraga blok pecahan ditetapkan target 75% tercapai dari keseluruhan siswa dapat mengerjakan soal-soal pecahan senilai dengan benar. C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui bagaimana gambaran perencanaan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga blok pecahan untuk meningkatkan

14 pemahaman konsep pecahan senilai dalam pembelajaran matematika di kelas IV SDN Rajagaluh Lor II Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka. b. Untuk mengetahui bagaimana gambaran kinerja guru dalam pembelajaran dengan menggunakan alat peraga blok pecahan untuk meningkatkan pemahaman konsep pecahan senilai dalam pembelajaran matematika di kelas IV SDN Rajagaluh Lor II Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka. c. Untuk mengetahui bagaimana gambaran aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan alat peraga blok pecahan untuk meningkatkan pemahaman konsep pecahan senilai dalam pembelajaran matematika di kelas IV SDN Rajagaluh Lor II Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka. d. Untuk mengetahui bagaimana gambaran peningkatan pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga blok pecahan dalam konsep pecahan senilai di kelas IV SDN Rajagaluh Lor II Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka.

15 2. Manfaat Hasil Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Bagi siswa, diharapkan dapat membantu kesulitannya dalam pembelajaran konsep pecahan senilai sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep pecahan senilai. b. Bagi guru, diharapkan hasil penelitian ini menjadi alternatif yang mampu meningkatkan kemampuan dan menambah wawasan dalam melaksanakan pembelajaran. c. Bagi penulis, diharapkan menjadi suatu pengalaman yang dapat meningkatkan mutu pembelajaran siswa. D. Batasan Istilah Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap pokok-pokok permasalahan yang diteliti, berikut ini akan dijelaskan secara operasional beberapa istilah teknis yang dirasa perlu untuk diketahui kejelasannya. Alat Peraga adalah media atau alat yang dapat membantu proses belajar (Sanjaya, 2009: 198). Blok Pecahan adalah suatu alat atau benda yang dibentuk untuk membantu mengajarkan konsep pecahan, mengurutkan pecahan tertentu dan pecahan senilai (Depdikbud, 1996: 37).

16 Alat Peraga Blok pecahan adalah alat atau media yang dibuat dari kertas katon yang disesuaikan dengan ukuran masing-masing, berbentuk persegi panjang atau lingkaran. Pemahaman adalah siswa didik mampu memahami (mengartikan) apa yang sedang dikomunikasikan kepadanya dan dapat mempergunakan materi yang dikomunikasikan tanpa perlu menghubungkan dengan materi lain (Winataputra, 1997: 181). Dalam hal ini target pemahaman yang harus dicapai siswa, yaitu: 1. Dapat menyajikan pecahan senilai. 2. Dapat menentukan pecahan senilai. Konsep adalah abstraksi kesamaan atau keterhubungan dari sekelompok benda atau sifat (Sanjaya, 2009: 142). Pecahan Senilai adalah pecahan-pecahan yang penulisannya berbeda tetapi mewakili bagian-bagian atau daerah yang sama (Subarinah, 2006: 83).