Perekonomian Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

M E T A D A T A INFORMASI DASAR

DATA POKOK APBN-P 2006 DAN APBN 2007 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

DATA POKOK APBN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

TABEL 2 RINGKASAN APBN, (miliar rupiah)

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

REALISASI SEMENTARA APBNP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

KEBIJAKAN KONVERSI PENYALURAN DBH DAN/ ATAU DAU DALAM BENTUK NON TUNAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

PENERIMAAN NEGARA. Kelompok 4 Opissen Yudisyus Muhammad Nur Syamsi Desyana Enra Sari LOGO


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara. Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2004

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2017 (Audited) LKPP TAHUN 2017 AUDITED

RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

Makalah Penerimaan Negara

Perekonomian Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 1/2002, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARATAHUN ANGGARAN 2001

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 130, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442)

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA INDONESIA DALAM APBN

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

B.2. PENJELASAN PER POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN (BRUTO)

B.2. PENJELASAN PER POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN

PE^fDAPATAN DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TAHUN Zulkarnaini

B. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017; c. bahwa untuk mengamankan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Neg

Ekonomi Bisnis dan Financial

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUKU I RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2017 REPUBLIK INDONESIA

UU No.19 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2002

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

I. UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN

2013, No makro yang disertai dengan perubahan kebijakan fiskal yang berdampak cukup signifikan terhadap besaran APBN Tahun Anggaran 2013 sehingg

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2017

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN

PIDATO MENTERI KEUANGAN PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI POKOK-POKOK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

PEREKONOMIAN INDONESIA

B. PENJELASAN ATAS POS-POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN B.1. PENJELASAN UMUM LAPORAN REALISASI ANGGARAN

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

MODUL PERKULIAHAN Perekonomian Indonesia Kebijakan Fiskal dan APBN Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 10 84041 Abstraksi Modul ini membahas salah satu kebijakan pemerintah dalam perekonomian yaitu kebijakan fiskal yang meliputi pengertian, instrumen dan mekanismenya. Selain itu juga dibahas tentang APBN sebagai instrumen dari kebijakan fiksal. Pembahasan APBN meliputi : pengertian, prinsip, struktur APBN. Selain itu juga dibahas komponen APBN terkait pinjaman luar negeri. Kompetensi Mampu menjelaskan tentang: 1. Kebijakan fiskal (pengertian, instrumen dan mekanisme) 2. APBN (pengertian, prinsip, struktur) 3. Komponen Pinjaman Luar Negeri

Pendahuluan Pada materi pertemuan 7 tentang sistem ekonomi telah dibahas bahwa pada dasarnya di dunia ini tidak ada negara yang pemerintahnya sama sekali tidak campur tangan dalam perekonomian negaranya. Namun besar tidaknya peran tersebut berbeda pada tiap-tiap negara. Hal itu tergantung dari sistem ekonomi yang di anut di negara tersebut liberalis, sosialis atau campuran. Peran pemerintah tersebut bisa sebagai pelaku maupun sebagai pengambil kebijakan dalam perekonomian. Kebijakan pemerintah dalam perekonomian ada beberapa, antara lain kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menjaga perekonomian agar tetap stabil dan berkembang secara dinamis. Modul ini akan membahas tentang kebijakan fiskal dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Kebijakan fiskal terkait erat dengan APBN karena pada dasarnya pemerintah menerapkan kebijakan fiskal melalui pengelolaan Anggaran dan Belanja yang biasa disebut APBN. Untuk memudahkan mempelajari modul ini, mahasiswa bisa melihat ringkasan pokok materi dalam gambar 10.1 berikut. Gambar 10.1 Pokok materi modul 10 2

Kebijakan Fiskal Apa itu Kebijakan Fiskal? Gilarso (2002) menjelaskan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah dalam rangka mengelola keuangan negara (pengeluaran dan penerimaannya) sedemikian rupa sehingga dapat menunjang perekonomian nasional: produksi, konsumsi, investasi kesempatan kerja dan kestabilan harga, yang apabila diserahkan saja kepada pasar bebas belum tentu akan menjamin tercapainya tujuan negara. Sementara itu Tambunan (2013) menjelaskan bahwa kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi sektor riil dan terkait dengan masalah pengelolaan anggaran Negara (APBN). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan untuk mempengaruhi perekonomian secara makro (terutama sektor riil) melalui kebijakan pengelolaan anggaran baik penerimaan maupun pengeluaran dalam hal ini adalah APBN. Penerimaan pemerintah dalam hal ini komponen terbesar berupa pajak, dan belanja yang dilakukan pemerintah melalui APBN. Di Indonesia kebijakan fiskal menjadi tanggung jawab pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan. Instrumen Kebijakan Fiskal Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa kebijakan fiskal dilakukan melalui kebijakan pengelolaan anggaran dengan menaikkan penerimaan atau pengeluaran. Menaikkan penerimaan dapat dilakukan dengan menaikkan tarif pajak atau mengurangi belanja pemerintah. Meningkatkan pengeluaran dengan menurunkan tarif pajak atau dengan meningkatkan jumlah belanja pemerintah. Dilihat dari dampaknya, kebijakan fiskal dapat digolongkan sebagai berikut. 1. Kebijakan fiskal ekspansif Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan perekonomian dalam hal ini meningkatkan PDB. Kebijakan ini pada umumnya dilakukan dengan meningkatkan belanja pemerintah atau dengan pengurangan tarif pajak. 3

2. Kebijakan fiskal kontraktif Kebijakan ini secara umum dilakukan untuk mengendalikan inflasi dengan mengurangi output dalam perekonomian (mengurangi PDB). Kebijkan ini dilakukan dengan mengurangi belanja pemerintah atau dengan menaikkan tarif pajak. Jadi instrumen pemerintah dalam kebijakan fiskal pada dasarnya adalah APBN, khususnya pajak untuk penerimaan dan belanja pemerintah. Mekanisme kebijakan fiskal Untuk memahami mekanisme kebijakan fiskal dalam mempengaruhi perekonomian, harus dipahami dulu tentang indikatorindikator kemajuan dalam perekonomian. Indikator yang lazim digunakan untuk mengukur suatu perekonomian berkembang atau tidak adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Meskipun terdapat beberapa kelemahan, PDB masih banyak dipakai untuk mengukur perekonomian sedang meningkat atau sedang mengalami kelesuan (resesi). Selanjutnya yang harus dipahami adalah bahwa PDB dapat dihitung melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran. Pendekatan produksi dengan cara menghitung nilai tambah kegiatan produksi yang biasanya digolongkan dalam beberapa sektor. Pendekatan pendapatan dilakukan dengan menghitung pendapatan yang dihasilkan melalui masing-masing faktor produksi. Pendekatan pengeluaran dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh pelakupelaku ekonomi. Pendekatan pengeluaran ini yang dipakai untuk mengetahui mekanisme kebijakan fiskal dalam mempengaruhi perekonomian. Mekanisme kerja dari pengaruh kebijakan fiskal terhadap ekonomi akan mudah dipahami di dalam konteks ekonomi makro dengan bantuan sebuah modal ekonomi tertutup (tanpa hubungan ekonomi luar negeri) yang sederhana dari Keynes yang dinotasikan dengan persamaan seperti berikut ini. Y = C + I + G Ingat! PDB/GDP adalah alat ukur paling umum untuk mengukur produktivitas suatu perekonomian Y melambangkan PDB sebagai indikator perekonomian yang dihitung dari pendekatan pengeluaran. C=konsumsi, melambangkan pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku ekonomi rumah tangga. I= Investasi, melambangkan pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan. G= Government Expenditure, melambangkan pengeluaran pemerintah melalui 4

APBN. Komponen G inilah yang menjadi salah satu instrumen pemerintah untuk mempengaruhi Y. (sebagai instrumen kebijakan fiskal) Kebijakan Fiskal Ekspansif dengan Meningkatkan Belanja Negara (Menaikkan G). Salah satu contoh meningkatkan belanja negara adalah dengan membangun infrastruktur misalnya jembatan Suramadu. Dalam teori pertumbuhan ekonomi, terdapat istilah trickle down effect, artinya tiap pengeluaran/investasi akan memberikan cucuran ke bawah sehingga akan memajukan perekonomian secara luas tidak hanya di kalangan tertentu. Dengan menaikkan G makan Y akan ikut naik sehingga perekonomian meningkat. G Y C&I Y. Kenaikan ini sebenarnya tidak sebatas pada Y, saja tetapi juga berdampak pada komponen yang lain yaitu C dan I. kenaikan dari Y, C maupun I adalah tergantung dari multiplier effect komponen G. Intinya kenaikan pada G, akan meningkatkan Y, Y naik menyebabkan C dan I juga naik. Contohnya adalah pembangunan jembatan Suramadu. Pembangunan jembatan tersebut akan menyebabkan Y naik, karena dari pembangunan tersebut, tenaga kerja akan terserap dan menerima upah. Toko material juga mendapatkan pendapatan dan hal-hal yang terkait langsung lainnya. Ini biasa disebut efek jangka pendek dari kebijakan fiskal. Sementara itu efek jangka panjangnya, dengan adanya tenaga kerja yang menerima upah, tenaga kerja tersebut bisa meningkatkan tingkat konsumsinya, toko material bisa mendapatkan untung lebih untuk memutar usahanya lagi. Dari sisi yang lain, dengan dibangunnya jembatan Suramadu, akses ekonomi menjadi lebih mudah. Akses ekonomi yang lebih mudah membuat perusahaan lebih efisien dalam beroperasi sehingga bisa menekan biaya dan menaikkan keuntungan. Dengan dibukanya jembatan Suramadu sebagai salah satu objek wisata akan membuka lapangan pekerjaan untuk penjulan cindera mata bagi masyarakat sekitar. Secara umum.,belanja pemerintah untuk infrastruktur seperti, jembatan, jalan dan sarana publik lainnya lebih memberikan peningkatan perekonomian. Hal ini bisa Anda cermati dengan mengamati berapa persentase belanja modal untuk tiap-tiap APBN. 5

Kebijakan Fiskal Ekspansif dengan Menurunkan Tarif Pajak. Selain dengan menaikkan belanja negara, kebijakan fiskal juga bisa dilakukan melalui penurunan tarif pajak. Dengan penurunan tarif pajak (T), maka penghasilan baik sektor rumah tangga atau perusahaan akan meningkat. Peningkatan pendapatan akan menaikkan tingkat konsumsi sektor rumah tangga (C) dan pengeluaran sektor perusahaan (I). T C, I Y. Kebijakan ini pernah dilakukan pada zaman Orde Baru di sekitar tahun 1984, untuk mengatasi kelesuan ekonomi akibat resesi ekonomi dunia dan cukup berhasil membuat Indonesia tidak bergitu terkena dampak dari resesi ekonomi dunia pada waktu itu Kebijakan Fiskal Kontraktif dengan Mengurangi Belanja Negara (Menurunkan G). Kebijakan Fiskal kontraktif berkebalikan dengan kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal ekspansif berusahan melakukan ekspansi perekonomian, sementara fiskal kontraktif agar perekonomian tidak terlalu ekspansi dan tetap bisa dikendalikan. Salah satu caranya adalah dengan mengurangi belanja negara. Dengan mengurangi G, maka Y akan turun, selanjutnya C dan I juga akan turun sehingga menyebabkan Y makin turun lagi. Seberapa besar penurunan tergantung dari angka multiplier effect pada G G Y C & I Y Contoh kebijakan fiskal kontraktif misalnya dengan mengurangi pengeluaran subsidi untuk BBM. Dampaknya adalah pendapatan dari sektor rumah tangga dan perusahaan menurun, karena tersedot untuk konsumsi BBM dan naiknya harga barang yang lain. Pengurangan konsumsi berarti pengurangan pendapatan bagi produsen, sehingga secara agregat perekonomian nasional mengalami penurunan. Hal ini terjadi pada saat terjadinya kenaikan BBM pada masa Presiden Gusdur, Megawati dan SBY yang berdampak pada turunnya pertumbuhan ekonomi. Namun pada waktu itu, kenaikan BBM bukan bermaksud meredam perekonomian, tetapi karena tidak ada pilihan lain seiring dengan naiknya harga minyak dunia. Kebijakan Fiskal Ekspansif dengan Menaikkan Tarif Pajak. Dengan menaikkan tarif pajak, maka pendapatan baik sektor rumah tangga maupun perusahaan akan mengalami penurunan. Penurunan pendapatan akan berpengaruh pada penurunan konsumsi (C dan I). Penurunan C dan I akan berdampak pada penurunan Y. Secara notasi dapat digambarkan sebagai berikut. 6

T C, I Y. Catatan Terkait Kebijakan Fiskal Dampak kenaikan Y tidak selalu sama dengan kenaikan/penurunan belanja atau pajak, karena tergantung banyak faktor. Jenis belanja, karakter daerah, perilaku konsumen, elastisitas barang/jasa dan lain sebagainya Kebijakan menaikkan belanja negara, membuat pemerintah harus mencari sumber penerimaan baru. Kenaikan belanja pemerintah bisa meningkatkan perekonomian, tetapi jika dilakukan dengan menaikkan pajak justru akan menurunkan perekonomian. Disinilah peran pemerintah dalam menerapkan kebijakan fiskal dengan cermat. Dampak kenaikan diusahakan lebih besar daripada dampak penurunan sehingga secara keseluruhan, kebijakan fiskal ekspansif bisa mencapai sasaran. Kebijakan fiskal tidak berdiri sendiri, karena ada kebijakan lain yaitu kebijakan moneter. Kebijakan fiskal mengartur sektor riil,dan kebijakan moneter mengatur sektor moneter. Kedua kebijakan ini harus berjalan seiring dan selaras untuk mempengaruhi perekonomian. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pengertian Sebagaimana pembahasan sebelumnya bahwa APBN adalah instrumen dari pemerintah dalam kebijakan fiskal untuk mempengaruhi perekonomian. Menurut UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, APBN adalah rencana tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi rencana berapa pendapatan dan berapa belanja negara selama 1 tahun. APBN merupakan bagian dari keuangan negara. APBN diusulkan oleh pemerintah dan dibahas bersama dengan DPR dan selanjutnya ditetapkan dengan Undang-Undang setelah DPR menyetujuinya. APBN disusun dalam rangka penyelenggaraan fungsi kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara dalam rangka mencapai tujuan negara. APBN merupakan instrumen kebijakan fiskal bagi pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian. Secara garis besar komponen APBN terdiri dari pendapatan belanja dan pembiayaan. Pendapatan terdiri dari penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak dan hibah. Belanja 7

Negara digunakan untuk membiayai tugas penyelenggaraan pemerintah pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Pembiayaan diperlukan ketika terjadi defisit dimana belanja lebih besar daripada pendapatan. (lihat gambar 10.2) Gambar 10.2 Struktur APBN Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa APBN terdiri dari pendapatan, belanja dan pembiayaan. Masing-masing komponen tersebut bisa dijabarkan lagi menjadi lebih detail. Tabel 10.1 berikut ini adalah struktur APBN tahun 2016 berupa pos-pos pendapatan dan belanja dan nominalnya. Perlu diingat bahwa angka rupiah yang tertulis adalah rencana tahun 2016 jadi belum terealisasi. Angka realisasi nanti akan disusun dalam suatu laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP). Laporan keuangan ini nantinya yang akan diaudit oleh Badan Pemeriksan Keuangan unttuk menilai wajar tidaknya Laporan Keuangan tersebut. 8

URAIAN APBN 2016 (dalam miliar rupiah) A. PENDAPATAN NEGARA 1.822.545,8 I. PENERIMAAN DALAM NEGERI 1.820.514,1 1. PENERIMAAN PERPAJAKAN 1.546.664,6 a. Pendapatan Pajak Dalam Negeri 1.506.577,5 b. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional 40.087,1 2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK 273.849,4 a. Penerimaan SDA 124.894,0 b. Pendapatan Bagian Laba BUMN 34.164,0 c. PNBP Lainnya 79.431,5 d. Pendapatan BLU 35.359,9 II. PENERIMAAN HIBAH 2.031,8 B. BELANJA NEGARA 2.095.724,7 I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT 1.325.551,4 II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA 770.173.3 - Transfer ke Daerah: 723.191,2 Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH) 700.429,4 Dana Insentif Daerah 5.000,0 Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan DIY 17.761,9 - Dana Desa 46.982,0 C. KESEIMBANGAN PRIMER (88.238,2) D. SURPLUS DEFISIT ANGGARAN (A-B) (273.178,9) % Defisit terhadap PDB 2,15 E. PEMBIAYAAN (I+II) 273.178,9 I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 272.780,7 Perbankan Dalam Negeri 5.498,3 Non Perbankan Dalam Negeri 267.282,3 II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI 398,2 KELEBIHAN/KEKURANGAN PEMBIAYAAN 0,0 Tabel 10.1. Ringkasan Struktur APBN 2016 (dalam miliar rupiah) Pendapatan Pendapatan negara terdiri dari pendapatan dalam negeri dan hibah dapat dibagi menjadi 2 hal, yaitu Penerimaan Dalam Negeri dan Hibah. Penerimaan dalam negari terdiri dari Penerimaan Perpajakan dan Peneriman Negara Bukan Pajak (PNBP). Penerimaan perpajakan terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Yang termasuk dalam kategori pajak dalam negeri ini adalah Pajak Penghasilan (PPh) migas dan nonmigas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak bumi dan Bangunan (PBB), Bea perolehan Hak atas Bumi dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan pajak lainnya. Sedangkan Pajak perdagangan internasional terdiri dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bersumber dari penerimaan sumber daya alam baik migas maupun non-migas, bagian laba BUMN, pendapatan BLU dan PNBP lainnya. 9

Belanja Pemerintah Anggaran belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja untuk pemerintah pusat itu sendiri dan transfer untuk daerah yang tercermin dalam dana perimbangan dan dana otonomi khusus dan penyesuaian. Belanja pemerintah pusat dapat dibagi 2, yaitu Belanja untuk Kementerian/Lembaga dan belanja untuk selain Kementerian/Lembaga. Belanja untuk selain Kementerian/Lembaga di dalamnya ada belanja subsidi. Dana perimbangan terdiri dari Dana bagi hasil, dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana otonomi khusus dan penyesuaian ditransfer kepada daerah-daerah otonomi khusus seperti Papua dan NAD. Selain itu ada dana keistimewaan untuk DIY, dana transfer lainnya dan yang terbaru adalah dana desa. Dana perimbangan ini untuk membantu mengatasi ketimpangan antar daerah. Otonomi daerah yang diterapkan saat ini bisa membuat daerah yang kurang mengoptimalkan potensinya makin jauh tertinggal dibanding daerah lain, sehingga di awal pelaksanaan otonomi daerah perlu dilakukan, termasuk dana desa agar desa bisa memperoleh sumber dana untuk membangun perekonomiannya. Pembiayaan Pembiayaan ini bisa bersifat non hutang ada yang bersifat hutang. Pembiayaan non hutang bisa bersumber dari privatisasi, penjualan aset program restrukturisasi perbankan, ataupun PMN dan dukungan infrastruktur. Sedangkan pembiayaan bersifat hutang bisa berupa pinjaman luar negeri baik berupa program maupun proyek serta penerbitan Surat Utang Negara. Dalam struktur APBN, Pembiayaan dibagi menjadi pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri dan yang bersumber dari luar negeri. Berdasarkan tiga hal pokok dalam APBN tersebut dapat terbentuk konsep defisit /surplus anggaran dan keseimbangan primer. Anggaran dikatakan defisit apabila anggaran belanjanya lebih besar daipada anggaran pendapatan, sebaliknya anggaran dikatakan surplus apabila anggaran pendapatannya lebih besar daripada anggaran belanja. Angka keseimbangan primer diperoleh dari Anggaran Pendapatan setelah dikurangi Anggaran belanja tanpa pembayaran bunga. APBN sendiri dalam penyusunannya menggunakan asumsi-asumsi dasar indikator makro. Misalnya tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat suku bunga, dan harga minyak dunia. Tahapan Pengelolaan APBN Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa APBN merupakan rencana anggaran pemerintah pusat secara tahunan. Dengan demikian, sebagaimana anggaran, pasti ada proses penyusunan, penetapan anggaran, pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban 10

pelaksanaan anggaran tersebut, kemudian selanjutnya disusun rencana anggaran selanjutnya. Itulah yang disebut dengan siklus APBN. Berikut ini secara rigkas siklus APBN mulai dari penyusunan anggaran sampai dengan pertanggungjawabannya. Penyusunan RAPBN (Januari-Juli tahun n-1); Penetapan APBN (16 Agustus-Oktober tahun n-1); Pelaksanaan APBN (Januari-Desember tahun n); Perubahan APBN (Nopember tahun n); Pertanggungjawaban APBN (Juli n+1) Dalam pelaksanaannya, APBN bisa direvisi dengan memperhatikan kondisi makro ekonomi. APBN yang direvisi disebut APBN perubahan atau biasa disebut APBN-P. Proses revisi melibatkan pemerintah bersama DPR. Komponen Pembiayaan Hutang Luar Negeri. Sejak tahun 1999, Indonesia menganut anggarna defisit dimana defisit yang terjadi ditutup melalui pos pembiayaan dimana salah satunya adalah hutang luar negeri pemerintah. Mengapa kita harus berhutang? Salah satu alasannya adalah kita kekurangan modal untuk pembangunan dan krisis tahun 1998, membuat Indonesia semakin membutuhkan modal lagi untuk membangun perekonomian. Hal itu juga tidak terlepas dari beberapa teori pertumbuhan ekonomi (Rostow, Harord-Domar, Solow, dll) yang menyatakan bahwa dengan mempunyai modal yang cukup, suatu negara mengalami pertumbuhan yang pesat. Penyusunan anggaran sektor pemerintah berbeda dengan swasta. Sektor swasta berorientasi pada laba, sementara pemerintah berorientasi pada bagaimana belanja negara berdampak pada kesejahteraan rakyat dan pengelolaan keuangan negara dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam penganggaran sektor pemerintah, kegiatan atau sasaran yang akan dicapai, ditentukan dulu baru nanti ditentukan anggarannya dan dicari sumber penerimaannya. Hal ini sesuai dengan konsep anggaran berbasis kinerja, artinya sasaran atau kinerja yang akan dicapai ditetapkan dulu, baru anggaran mengikuti. Konsep ini bisa mengakibatkan terjadinya anggaran defisit dan defisit tersebut harus ditutup salah satunya dengan hutang luar negeri. Di dalam APBN terdapat pos pembiayaan dimana pos pembiayaan tersebut dapat dibagi menjadi pembiayaan dalam negeri dan luar negeri. Gambar 10.3 berikut menjelaskan struktur pembiayaan dalam APBN. 11

Gambar 10.3. komponen Pembiayaan dalam APBN Sebenarnya ada satu pos lagi terkait dengan pinjaman luar negeri yaitu, pembayaran bunga pinjaman. Dalam APBN pembayaran bunga pinjaman masuk ke dalam pos pengeluaran rutin. Gambaran APBN Tahun 2016 Perkembangan APBN di Indonesia Sebelum membahas APBN tahun 2016, kita mencoba melihat perkembangan APBN dari tahun 2008 s.d 2016 pada tabel 10.2 berikut. Sumber: Kementerian Keuangan Tahun Pendapatan Pengeluaran Pembiayaan 2008 981.6 985.7 4.1 2009 848.8 937.4 88.6 2010 995.3 1,042.1 46.8 2011 1,210.6 1,295.0 84.4 2012 1,338.1 1,491.4 153.3 2013 1,502.0 1,726.2 224.2 2014 1,635.4 1,876.9 241.5 2015 1,761.6 1,984.1 222.5 2016 1,882.5 2,095.7 273.2 Tabel 10.2. Perkembangan APBN (dalam triliun rupiah) Dari tabel 10.2, terlihat bahwa APBN masih menggunakan anggaran defisit. Pada tahun 2016, pendapatan mencapai 1.882 triliun dan belanja mencapai 2.095 triliun. Defisit 12

mencapai 273 triliun. Jumlah anggaran yang cenderung naik dari tahun ke tahun juga menggambarkan prinsip anggaran dinamis. Gambaran Pos Pendapatan pada APBN 2016 Gambar 10.4 menjelaskan komponen-komponen pendapatan pada APBN dan persentase masing-masing. Pendapatan dari perpajakan masih menempati urutan pertama dengan persentase yang sangat besar yaitu hampir mencapai 85 persen yang merupakan penjumlahan dari perpajakan dalam negeri dan pajak dari perdagangan internasional. Komponen selanjutnya adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mencapai 15 persen. PNBP ini terdiri dari hasil SDA migas dan non migas, pendapatan dari laba BUMN dan pendapatan dari Badan Layanan Umum. Jika ditelusuri lebih detail, bagi hasil dari BUMN hanya sekitar 2 persen dari total penerimaan APBN 2016. 15,27% 0,19% 84,54% Penerimaan Perpajakan PNBP Hibah Gambar 10.4, Gambaran Pendapatan dalam APBN 2016 Data tersebut menunjukkan bahwa penerimaan pajak merupakan sumber utama pendapatan negara yang digunakan untuk melaksanakan jalannya pemerintahan dan melaksanakan pembangunan. Perpajakan dengan administrasi yang cepat, tidak berbelibelit, transparan, akuntabel dan kebijakan penerapan tarif yang tepat akan sangat membantu dalam pembangunan ekonomi. Kebijakan fiskal dengan menaikkan dan menurunkan pajak memang tidak mudah. Jika pajak dinaikkan, penerimaan negara menjadi meningkat dan pemerintah bisa lebih mengoptimalkan penerimaan tersebut untuk belanja yang lebih bermanfaat. Tetapi penaikan tarif pajak juga berisiko menurunkan daya beli dan membuat lesu perekonomian. 13

Gambaran Belanja pada APBN 2016. Belanja pemerintah adalah sebagai salah satu alat pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian. Gambar 10.5 berikut menjelaskan belanja pemerintah beserta persentase masing-masing komponen belanja. 2,24% 34,51% 63,25% Belanja Pemerintah Pusat Transfer ke Daerah Dana Desa Gambar 10.5. Gambaran Belanja pada APBN 2016 Ternyata porsi yang tertinggi adalah belanja untuk Kementerian/Lembaga yaitu sebesar 63 persen dari total belanja. Belanja ini dibagi lagi menjadi belanja Kementerian Lembaga (Belanja K/L) dan belanja non-kementerian/lembaga (Belanja non-k/l). Belanja K/L bisa untuk membiayai aktivitas pembangunan melalui Kementerian/Lembaga, termasuk di dalamnya gaji PNS di Kementerian/Lembaga tersebut. Porsi terbesar selanjutnya adalah dana transfer ke daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah yang mencapai hampir 35 persen. Sisanya adalah dana desa sebesar 2,24 persen dari total belanja. Sangat menarik ketika otonomi daerah yang sudah berjalan sejak tahun 1999, ternyata transfer ke daerah masih cukup tinggi. Padahal dengan adanya otonomi daerah diharapkan daerah lebih mandiri dan berkembang dan dana perimbangan hanyadi awal pelaksanaan otonomi daerah saja. Hal yang harus menjadi perhatian adalah bagaimana dana yang ditransfer ke daerah dan desa benar-benar digunakan untuk menyejahterakan masyarakat daerah bersangkutan dan dilaksanakan secara akuntabel tentunya. Sementara itu, belanja pemerintah, khususnya untuk belanja pemerintah pusat, bisa dilihat alokasinya dari fungsi. Sudut pandang ini lebih memudahkan untuk melihat, fungsi mana yang mendapat alokasi anggaran yang besar dan ini menunjukkan prioritas pemerintah 14

dalam melaksanakan pembangunan melalui APBN. Alokasi belanja tiap fungsi dapat dilihat pada tabel 10.3 berikut. No Fungsi Belanja (dalam Triliun rupiah) Persentase 1 Ekonomi 360,2 27% 2 Pelayanan Umum 316.5 24% 3 Perlindungan Sosial 158,1 12% 4 Pendidikan 150.1 11% 5 Ketertiban dan Keamanan 109.8 8% 6 Pertahanan 99,6 8% 7 Kesehatan 67,2 5% 8 Perumahan dan Fasilitas Umum 34.7 3% 9 Lingkungan Hidup 12.1 1% 10 Agama 9,8 1% 11 Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 7,4 1% Total 1325.6 Tabel 10.3. Alokasi Belanja Pemerintah Pusat APBN 2016 menurut fungsi Selain berdasarkan fungsi, belanja pemerintah pusat juga dapat dikelompkkan berdasarkan jenis belanaja sebagaimana dalam tabel 10.4 berikut. No Fungsi Belanja (dalam Triliun rupiah) Persentase 1 Belanja Pegawai 347,5 26% 2 Belanja Barang 325,4 25% 3 Belanja Modal 201,6 15% 4 Pembayaran Bunga Utang 184.9 14% 5 Subsidi 182.6 14% 6 Belanja Bantuan Sosial 54,9 4% 7 Belanja Lain-lain 24,7 2% 8 Belanja Hibah 4.0 0,3% Tabel 10.3. Alokasi Belanja Pemerintah Pusat APBN 2016 menurut Jenis Belanja Kondisi Indonesia saat ini, membuat dana transfer dan subsidi masih terlalu besar. Namun harus ada langkah-langkah untuk mengurangi belanja-belanja yang belum prioritas. Dalam praktiknya, penyusunan anggaran tidak hanya untuk kepentingan ekonomi semata, tetapi jika terkait dengan kepentingan politik mengingat peran DPR yang cukup besar dalam penetapan APBN. Yang jelas adalah, bagaimana agar penyusunan APBN benar-benar 15

mengarah kepada kesejahteraan rakyat dan prosesnya benar-benar dikawal untuk memastikan bahwa APBN telah dikelola untuk mencapai tujuan bernegara. 16

Soal Untuk Menguji Pemahaman Materi 1. Jelaskan pengertian kebijakan fiskal 2. Jelaskan apa instrumen kebijakan fiskal dan bagaimana kebijakan fiskal dapat mempengaruhi perekonomian 3. Jelaskan secara singkat struktur APBN 4. Jelaskan tentang prinsip APBN 5. Jelaskan secara singkat komponen pembiayaan hutang luar negeri 6. Mana menurut Anda lebih baik untuk APBN, anggaran defisit, berimbang atau surplus? Jelaskan jawaban Anda 7. Dalam kebijakan fiskal, ada yang bersifat ekspansif dan ada yang bersifat kontraktif. Mengapa harus ada kebijakan fiskal kontraktif, Bukankah seharusnya perekonomian harus ekspansif (ditingkatkan)? 8. Menurut Anda, apakah APBN tahun 2016, telah mencerminkan APBN yang benarbenar mampu meningkatkan perekonomian Indonesia?Jelaskan jawaban Anda dengan mengaitkan pada pengaruh belanja pemerintah terhadap perekonomian. Anda disarankan membaca literatur tentang kebijakan fiskal di materi makroekonomi dan membaca detail akun pendapatan maupun belanja di UU APBN untuk lebih memahami materi ini. 17

Daftar Pustaka Gilarso,T. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro. Yogyakarta: Kanisius.2002 Tambunan, Tulus. Perekonomian Indonesia. Kajian Teoritis dan Analisis Empiris Bogor: Ghalia Indonesia. 2012 Teori Ekonomi Makro. Modul Kelas Penyegaran TA Genap 2008/2009. Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2014. www.bps.go.id www.kemenkeu.go.id 18