PEMANFAATAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN

UPAYA PELESTARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, CIREBON ABSTRAK

SEBARAN UKURAN MORFOLOGI LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) HASIL TANGKAPAN DI SUMATERA SELATAN

PENDAHULUAN. Memasukan: Januari 2013, Diterima: April 2013

PERILAKU HARIAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI DESA BELAWA, KABUPATEN CIREBON 1

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

VARIASI PARAMETER PERTUMBUHAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea) DI MUSI RAWAS DAN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TUJUAN umum. Lokasi penelitian 27/11/2011

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan

2 c. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 461/Kpts-II/1999 telah ditetapkan Penetapan Musim Berburu di Taman Buru dan Areal Buru; b. ba

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

Transnational Organized Crime (TOC)

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

USULAN PERLINDUNGAN KURA BANING HUTAN (Manouria emys emys) UNTUK MASUK DALAM DAFTAR SATWA LIAR YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

PREFERENSI PAKAN DAN PERTUMBUHAN ANAKAN BULUS (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI PENANGKARAN PT. EKANINDYA KARSA, KABUPATEN SERANG, BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

Oleh : Rodo Lasniroha, Yuniarti K. Pumpun, Sri Pratiwi S. Dewi. Surat elektronik :

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2 Indonesia Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3544); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Asmat merupakan salah satu kabupaten pemekaran baru dari

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

IDENTIFIKASI JENIS KURA-KURA DI KALIMANTAN BARAT. Turtles Identification In West Kalimantan

III. METODE PENELITIAN KETAPANG

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transnational Organized Crime

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 447/Kpts-II/2003 TENTANG TATA USAHA PENGAMBILAN ATAU PENANGKAPAN DAN PEREDARAN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENERAPAN TEKNIK PENANGKARAN PENGEMBANGBIAKAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea) DI AREA PT. ARARA ABADI

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Tabir merupakan sungai yang berada di Kecamatan Tabir Kabupaten

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN. PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries 1

BAB I PENDAHULUAN. dan satwa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Menurut rilis terakhir dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C. SUTARDJO

BAB I PENDAHULUAN. hidup saling ketergantungan. Tumbuh-tumbuhan dan hewan diciptakan oleh

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN SIDAT DENGAN MENGGUNAKAN BUBU DI DAERAH ALIRAN SUNGAI POSO SULAWESI TENGAH

IKAN DUI DUI (Dermogenys megarrhamphus) IKAN ENDEMIK DI DANAU TOWUTI SULAWESI SELATAN

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam hayati merupakan unsur unsur alam yang

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Labi-labi Taksonomi Morfologi dan anatomi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

Kota, Negara Tanggal, 2013

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Upaya, Laju Tangkap, dan Analisis... Sungai Banyuasin, Sumatera Selatan (Rupawan dan Emmy Dharyati)

PENDAHULUAN Latar Belakang

PILIHAN KEBIJAKAN UNTUK PENYELAMATAN RAMIN DI INDONESIA 1)

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Transkripsi:

PEMANFAATAN LABI-LABI (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN Astri Suryandari, Danu Wijaya, dan Agus Arifin Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan suryandari.astri@yahoo.com ABSTRAK Labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) termasuk jenis kura-kura air tawar yang diperdagangkan. Pemanfaatan satwa ini sudah berlangsung lama. Status labi-labi telah masuk dalam Apendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered of Wild Flora and Fauna) yang menunjukkan bahwa jenis tersebut dapat terancam punah apabila peredaran internasionalnya tidak dikontrol. Sumatera Selatan merupakan salah satu daerah penyebaran labi-labi di Indonesia. Kabupaten Musi Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi labi-labi. Penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi pemanfaatan labi-labi di Sumatera Selatan khususnya di Kabupaten Musi Banyuasin telah dilakukan pada pada bulan Juni - Desember 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan di Kabupaten Musi Banyuasin merupakan habitat labi-labi. Labi-labi yang ditangkap dan diperdagangkan dari Kabupaten Musi Banyuasin memiliki ukuran yang bervariasi dan banyak yang tidak sesuai dengan kaidah pengaturan kuota perdagangan labi-labi. Untuk menjaga kelestarian populasi labi-labi di alam diperlukan pengawasan yang ketat dalam perdagangannya. Kata kunci : Labi-labi, Amyda cartilaginea, pemanfaatan, Kabupaten Musi Bayuasin PENDAHULUAN Labi-labi (Amyda cartilaginea Boddaert, 1770) merupakan jenis kura-kura air tawar yang memiliki bentuk tubuh oval atau agak bulat, pipih tanpa sisik. Bagian punggung atau karapas pada bagian dorsal dan plastron atau tempurung pada bagian ventral terbungkus oleh kulit yang liat. Di sisi belakang karapas terdapat pelebaran pipih yang bentuknya membulat mengikuti bentuk karapas bagian belakang dengan tekstur seperti tulang rawan (cartilago) (Ernst & Barbour, 1989; Iskandar, 2000). Satwa ini menyebar luas di Asia Tenggara (Asian Turtle Conservation Network, 2006; Iskandar, 2000; van Dijk, 2000). Penyebaran A. cartilaginea di Indonesia dijumpai di Kalimantan, Sumatera, Jawa, Bali, dan Lombok (Auliya, 2007; Iverson, 1992). Menurut Iskandar (2000), labi-labi umumnya dijumpai di daerah yang tenang, berarus lambat. Labi-labi juga selalu bersembunyi di dalam lumpur atau di dalam pasir di dasar kolam atau sungai, sehingga sulit untuk ditemukan. Labi-labi termasuk satwa air yang dikonsumsi dan diperdagangkan. Pemanfaatan labi-labi di Indonesia sudah berlangsung lama mengingat hewan tersebut termasuk satwa liar yang tidak dilindungi oleh undang-undang Republik Indonesia walaupun menurut IUCN Tahun 2006 statusnya di alam adalah rawan dan tidak dilindungi (CITES, 2004). Oleh karena itu, labi-labi pada masa tersebut masih banyak diperdagangkan dan dieksploitasi secara bebas. Namun pada tahun 2008, A. cartilaginea telah masuk dalam Apendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered of Wild Flora and Fauna) yang menunjukkan bahwa jenis tersebut dapat terancam punah apabila peredaran internasionalnya tidak dikontrol (CITES, 2010). FNPKSI - IV

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan IV Sumatera Selatan merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi labi-labi cukup besar. Oktaviani et al.(2008) menyebutkan bahwa Provinsi Sumatera Selatan telah menghasilkan kura-kura air tawar sebanyak 77 ton dengan rata-rata 4,8 ton pertahun selama kurun waktu 16 tahun (1990 2005). Salah satu daerah di Sumatera Selatan yang memiliki potensi labi-labi adalah Kabupaten Musi Banyuasin. Kegiatan eksploitasi labi-labi di beberapa daerah di Sumatera Selatan termasuk Musi Banyuasin menunjukkan kecenderungan peningkatan setiap tahunnya. Hal tersebut menjadi ancaman bagi kelestarian labi-labi. Diperlukan upaya pengelolaan yang lebih intensif untuk menjaga kelestarian labi-labi di Sumatera Selatan. Oleh sebab itu diperlukan penelitian untuk mendapatkan data dan informasi sebagai masukan untuk pengelolaan labi-labi di Sumatera Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan labi-labi di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Data dan informasi tersebut diharapkan dapat menjadi masukan untuk upaya konservasi labi-labi di Sumatera Selatan. BAHAN DAN METODE Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA) Provinsi Sumatera Selatan (Gambar 1) pada bulan Juni- Desember 2012. Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan metode snowball sampling dengan teknik pengambilan data menggunakan metode survei dan wawancara. Penentuan lokasi sampling di lapangan ditentukan berdasarkan penelusuran informasi dari informan kunci yang telah ditentukan sebelumnya. Aspek yang diamati yaitu ukuran berat tubuh labi-labi, nisbah kelamin, struktur umur, kondisi lingkungan habitat labi-labi serta aktivitas penangkapan dan perdagangan labi-labi di Kabupaten Musi Banyu Asin, Sumatera Selatan. Gambar 1. Lokasi penelitian Labi-Labi di Kabupaten Musi Banyu Asin, Sumatera Selatan

Frekuensi (ekor) frekuensi (ekor) frekuensi (ekor) Makalah Poster Bidang Konservasi Sumberdaya Ikan dan Perubahan Iklim HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi dan Morfometrik Labi-Labi Morfologi labi-labi berdasarkan pengukuran metoda curveline menurut Nuitja (1992) yang meliputi panjang lengkung karapas (PLK) dan lebar lengkung karapas (LLK) serta sebaran ukuran berat. Sebaran Panjang Lengkung Karapas (PLK), Lebar Lengkung Karapas (LLK) dan berat labi-labi tertera pada gambar 2, 3 dan 4. Labi-labi yang tertangkap memiliki kisaran panjang lengkung karapas (PLK) antara 10 hingga 70 cm dengan ukuran PLK didominasi oleh ukuran 30-40 cm sedangkan Lebar Lengkung Karapas (LLK) labi-labi didominasi oleh ukuran 20-30 dan 30-40 cm. Ukuran berat labi-labi yang tertangkap didominasi oleh ukuran kecil (0-5 kg) dan (5-10 kg). 120 100 80 60 40 20 0 0-10 10-20 20-30 30-40 40-50 50-60 60-70 70-80 Panjang Lengkung Karapas (cm) Gambar 2. Sebaran Ukuran Panjang Lengkung Karapas Labi-Labi 100 80 60 40 20 0 0-10 10-20 20-30 30-40 40-50 50-60 60-70 70-80 Lebar Lengkung Karapas (cm) Gambar 3. Sebaran Ukuran Lebar Lengkung Karapas Labi-Labi 200 150 100 50 0 0-5 5-10 10-15 15-20 20-25 25-30 30-35 35-40 >40 Bobot (kg) Gambar 4. Sebaran Ukuran Berat Labi-labi

volume (ekor) Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan IV Nisbah kelamin diperoleh dari perbandingan jenis kelamin jantan dan betina dan merupakan parameter populasi yang penting dalam menentukan keberhasilan reproduksinya di alam (Sunyoto, 2012). Berdasarkan hasil pengamatan 306 sampel labi-labi pada setiap pengumpul didapatkan nisbah kelamin jantan dan betina adalah 1 : 1,37 atau 42,16% jantan dan 57,84% betina. Walaupun individu betina lebih banyak tertangkap dibandingkan jantan, kedua jenis kelamin labi-labi tersebut memiliki peluang tertangkap yang sama. Menurut Sunyoto (2012), nisbah kelamin labi-labi betina yang lebih besar dari jantan menunjukkan kondisi yang baik karena labi-labi jantan tidak perlu melakukan perkelahian untuk mendapat pasangannya mengingat perkelahian dapat menyebabkan terjadinya luka dan kematian pada labi-labi. Labi-labi betina memiliki potensi reproduksi yang lebih tinggi, bahkan Iskandar (2000) menyatakan bahwa labi-labi betina bahkan mempunyai mekanisme untuk menyimpan sel sperma dalam saluran perkembangbiakannya sehingga sel-sel sperma tersebut dapat bertahan hingga satu tahun dalam kondisi yang subur. Aktivitas Penangkapan Labi-Labi Penangkapan labi-labi dilakukan di sungai, rawa dan lebung. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap labi-labi adalah pancing dan tongkat atau yang biasa dikenal dengan sistem cis oleh masyarakat penangkap labi-labi di Sumatera Selatan. Penangkapan dengan sistem cis yaitu dengan memukul-mukulkan sebuah tongkat pada daerah penangkapan labi-labi yang telah ditentukan di rawa, sungai atau lebung. Apabila terdengar bunyi tongkat yang khusus diduga terdapat labi-labi dan langsung dilakukan penangkapan secara manual dengan tangan atau alat bantu lainnya seperti tali dan gancu. Penangkapan juga dilakukan pada sarang labi-labi. Menurut penangkap labi-labi, sarang tersebut berupa ceruk atau gua kecil yang mulutnya berada di tepian sungai dengan jarak sekitar 1 5 m dari tepian. Penangkapan dengan sistem cis tersebut sebagian besar dilakukan pada musim kering atau kemarau mengingat labi-labi banyak berdiam diri di dalam sarangnya. Menurut pengumpul dan penangkap labi-labi, puncak musim penangkapan labi-labi terjadi pada musim kering atau kemarau (Juli-Agustus) dimana volume air sungai menyusut dan daerah yang kering semakin luas sehingga sarang labi-labi lebih mudah terjangkau. Hal tersebut dapat terlihat dari jumlah Labi-Labi di beberapa pengumpul (Gambar 5). 200 150 100 50 0 Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des Gambar 5. Jumlah individu labi-labi (ekor) yang ditangkap di Kec. Sekayu selama bulan Juni- Desember 2012

Makalah Poster Bidang Konservasi Sumberdaya Ikan dan Perubahan Iklim Pada saat musim kering labi-labi sulit untuk berenang dan berendam, sehingga lebih banyak berada di darat atau di dalam sarangnya. Hal tersebut memberi peluang yang besar bagi Labi-Labi untuk tertangkap. Sebaliknya pada musim penghujan, jumlah labi-labi yang tertangkap akan jauh menurun. Menurunnya jumlah labi-labi yang tertangkap disebabkan karena sungai umumnya meluap dan menutupi area sarang labi-labi yang biasanya berupa lubang atau cekungan di tepian sungai sehingga labi-labi cenderung beruaya ke luar sarangnya akibatnya sulit bagi pencari labi-labi untuk mendapatkan hewan tersebut. Pada saat air sungai meluap sebagian besar labi-labi diperoleh dengan alat tangkap pancing. Selain karena musim, faktor harga juga menjadi penentu bagi intensitas penangkapan labi-labi di Sumatera Selatan. Apabila harga yang diberikan pengumpul besar di Palembang dinilai relatif rendah, maka aktivitas penangkapan labi-labi cenderung berkurang mengingat harga yang diberikan tidak sesuai dengan risiko yang ditanggung. Penangkapan labi-labi di Sumatera Selatan umumnya dilakukan sebagai aktivitas sampingan Daerah Penangkapan Labi-Labi Berdasarkan hasil survey dan wawancara dengan para penangkap labi-labi diperoleh beberapa lokasi yang merupakan habitat labi-labi di Kabupaten Musi Banyuasin yaitu Sungai Punjung, Sungai Pangkuasan, Sungai Pengaturan dan Danau Panjang. Deskripsi dari lokasi tersebut di atas tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Deskripsi habitat Labi-Labi Lokasi Posisi Geografis Deskripsi Sungai Punjung S 02 48,328 E103 22,896 Sungai Pangukasan S 02 37,032 E 103 41,456 Sungai Pengaturan S 02 38,929 E 103 43,338 Danau Panjang S 02 40,607 E 103 44,687 Sungai Punjung memiliki kedalaman sekitar 0,7 1,4 m, aliran air berarus lambat dengan dasar dan tepian berlumpur. ph perairan berkisar 4,5 5 dan. Warna air coklat dengan kecerahan berkisar antara 15 25 cm. Di tepian sungai banyak ditumbuhi oleh vegetasi mulai dari semak hingga pohon besar. Aliran air relatif tenang dengan tepian sungai banyak ditumbuhi oleh vegetasi yang berkanopi, dasar sungai berupa tanah liat dan berlumpur dengan kecerahan 10 15 cm. Di beberapa bagian sungai yang dalam terdapat lebung atau lebak yang merupakan cekungan dimana saat musim kemarau daerah tersebut tetap tergenang air sehingga menjadi tempat perlindungan bagi labi-labi. ph perairan berkisar antara 6,16-6,5 dan turbiditas 55,4 73 NTU. Sungai Pengaturan bermuara ke Sungai Batanghari Leko yang merupakan subdas dari Sungai Musi, terletak di areal perkebunan sawit. Aliran air sungai relatif lambat dan cenderung,menggenang. Dasar perairan berlumpur kecerahan air 30 cm dan turbiditas 9,1 NTU. Perairan tersebut cenderung asam dengan ph sekitar 6,34. Danau Panjang merupakan bagian dari aliran Sungai Panjang yang terbendung sehingga menggenang menyerupai danau. Sungai tersebut bermuara ke Sungai Batanghari Leko yang merupakan sub-das dari Sungai Musi. Kecerahan mencapai 50 cm dengan turbiditas sebesar 0,9 NTU dan TDS 0,013 g/l dan ph sekitar 6,32. Dasar perairan berupa tanah lempung berwarna kuning dan bagian permukaan bayak ditumbuhi Hydrilla sp.

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan IV Labi-labi di Provinsi Sumatera Selatan secara umum berada di sepanjang aliran sungai yang berarus lambat dan tidak terlalu dalam. Menurut Mumpuni (2011), labi-labi umumnya dijumpai di daerah yang tenang dan berarus lambat seperti sungai yang berlumpur, rawa, kolam dan waduk untuk irigasi. Sungai yang menjadi habitat labi-labi adalah sungaisungai kecil dan sungai-sungai besar. Labi-labi hidup di sungai yang memiliki lebar hingga 25 meter dengan kedalaman hingga 10 meter (Kusrini et al. 2009). Tipe perairan yang sangat disukai A. cartilaginea adalah perairan tenang, dengan dasar perairan berlumpur (Ernst & Barbour, 1989). Tipe perairan tersebut banyak terdapat di dataran rendah yang meliputi sungai, rawa, dan danau sungai mati (oxbow). Tipe dasar perairan yang berlumpur sangat disukai A. cartilaginea karena dapat menunjang kegiatan reproduksinya (tempat breeding ground) dan sebagai tempat bersembunyi (Ernst & Barbour 1989). Secara umum, wilayah Sumatera Selatan masih merupakan daerah potensi labi-labi mengingat 93,05% wilayahnya merupakan bagian dari daerah aliran sungai, termasuk di dalamnya daerah rawa. Menurut Oktaviani et al. (2008), topografi wilayah Sumatera Selatan dengan 25% daerah rawa yang mempunyai karakteristik berarus lambat dengan dasar lumpur atau gambut merupakan habitat bagi A. cartilaginea. Selain lima lokasi tersebut (Danau Teluk Gelam, Sungai Punjung, Sungai Pangukasan, Sungai Pengaturan dan Danau Panjang) daerah penangkapan labi-labi di sekitar wilayah Kabupaten Musi Banyuasin antara lain Sungai Semanggus, Sungai Keruh, Sungai Deras, Sungai Lintang, Sungai Pinang (juga termasuk daerah Musi Rawas), Sungai Labi, Sungai Prigi, Sungai Kapas, Sungai Toman, Sungai Nangka, Sungai Lilin, Sungai Bayung dan Sungai Tebaktua yang semuanya merupakan subdas dari Sungai Musi. Rantai Pemasaran dan Volume Perdagangan Labi-Labi Rantai pemasaran labi-labi di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan dikendalikan oleh pengumpul besar yang terdapat di Palembang. Di Palembang sendiri terdapat sekitar 3 pengumpul besar dimana masing-masing pengumpul besar memiliki Surat Izin Tangkap yang dikeluarkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sumatera Selatan yang menunjukkan status legalitas usahanya. Rantai pemasaran labi-labi di Musi Banyuasin adalah dari penangkap labi-labi kemudian ke pengumpul kecil. Pengumpul labi-labi di Sekayu Kab. Musi Banyuasin dikategorikan sebagai pengumpul kecil. Pengumpul kecil di Kabupaten Musi Banyuasin kemudian menjual labi-labi tersebut ke Pengumpul besar di Kota Palembang dan pengumpul besar tersebut akan menjual labi-labi ke eksportir. Penangkap Pengumpul kecil Pengumpul besar Eksportir Gambar 6. Alur Pemasaran Labi-Labi di Sumatera Selatan Volume perdagangan Labi-Labi di Kabupaten Musi Banyu Asin selama periode penelitian berlangsung tertera pada Gambar 7. Seiring dengan meningkatnya jumlah Labi- Labi yang tertangkap, perdagangan Labi-Labi juga meningkat pada bulan Juli dan Agustus (musim kemarau).

frekuensi (ekor) Makalah Poster Bidang Konservasi Sumberdaya Ikan dan Perubahan Iklim 200 150 100 50 0 Gambar 7. Volume perdagangan Labi-Labi selama periode penelitian berlangsung Harga Labi-Labi ditentukan oleh pengumpul besar di Kota Palembang. Pengumpul kecil di Kabupaten Musi Banyu Asin, menyesuaikan harga Labi-Labi dengan harga yang telah ditentukan oleh pengumpul besar di Palembang. Harga jual labi-labi dibedakan berdasarkan ukuran berat tubuhnya. Harga labi-labi di salah satu pengumpul besar di Kota Palembang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kisaran harga jual labi-labi di salah satu pengumpul besar di Palembang Kelas Ukuran (kg) Harga per kg (Rp) 0,1-0,5-0,6-1,1 10.000 1,2-3,0 15.000 3,1-4,9 15.000 5,0-7,0 15.000 7,1-9,9 20.000 10,0-19,9 20.000 20,0-29,9 10.000 30,0-39,9 10.000 > 40 10.000 Harga labi-labi di salah satu pengumpul di Palembang menunjukkan bahwa labi-labi yang memiliki harga tinggi adalah yang berukuran 7,1-19,9 kg. Kondisi tersebut hampir sama dengan penelitian Oktaviani & Samedi (2008) bahwa harga jual yang tinggi untuk labi-labi berkisar antara 0,6 19,9 kg, hanya ukuran batas bawah yang lebih besar. Oktaviani & Samedi (2008) menjelaskan bahwa alasan mengapa ukuran tersebut memiliki harga yang lebih tinggi kemungkinan karena adanya nilai estetika yang terkait dengan penyajian.menurut Mardiastuti dalam Oktaviani & Samedi (2008), terdapat dua faktor yang mempengaruhi harga, yaitu permintaan pasar dan status kelangkaan. Kriteria harga labi-labi di pengumpul ditentukan berdasarkan ukuran berat. Oktaviani (2007) menyebutkan bahwa jenis, ukuran tubuh serta kondisi labi-labi sangat menentukan harga. Variasi atau fluktuasi harga labi-labi

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan IV umumnya terkait dengan permintaan pasar, terutama untuk kebutuhan ekspor dengan negara tujuan ekspor utama adalah Cina. Harga jual labi-labi selain berdasarkan ukuran berat juga ditentukan oleh kondisi fisik labi-labi tersebut. Apabila labi-labi yang dikumpulkan sudah berumur tua dengan karakteristik karapas yang bungkuk dengan istilah setempat locco, maka harga jualnya hanya 80% dari harga normal sesuai kategori berat dan apabila terdapat rusak atau cacat pada labi-labi (BS), maka harga jualnya menurun menjadi 50% dari harga yang telah ditentukan oleh pengumpul besar. Pengelolaan Labi-Labi Aktivitas perburuan dan perdagangan labi-labi diduga semakin meningkat sehingga menyebabkan penurunan populasi labi-labi di alam. Saat ini status labi-labi Amyda cartilaginea secara internasional telah masuk daftar Apppendix II CITES. Status labi-labi (Amyda cartilaginea) di Indonesia masih belum dilindungi undang-undang sehingga pemanfaatan masih diperbolehkan, akan tetapi merujuk pada status Appendix II CITES maka perdagangan labi-labi diatur dengan sistem kuota. Penetapan kuota dan ijin untuk perdagangan serta ekspor labi-labi di Indonesia dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) Kementerian Kehutanan sebagai Pengelola Otoritas CITES di Indonesia. Perijinan perdagangan labi-labi di Sumatera Selatan berada di bawah pengawasan Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam Sumatera Selatan. Data kuota perdagangan dan realisasi labi-labi A. cartilaginea di Sumatera Selatan cenderung mengalami peningkatan dalam kurun waktu tiga tahun kebelakang. Data mengenai kuota perdagangan dan realisasi labi-labi tahun 2007-2012 di Sumatera Selatan tertera pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Kuota perdagangan dan realisasi berdasarkan penerbitan SATS-DN BKSDA Sumatera Selatan untuk A. cartilaginea di Sumatera Selatan tahun 2007-2012 Kuota (ekor) Realisasi (ekor) Tahun 2007 1) 2008 2) 2009 3) 2010 4) 2011 5) 6); *) 2012 500 500 500 500 1.300 1.700 250 (Pet) 250 (Pet) 250 (Pet) 250 (Pet) 125 (Pet) 125 (Pet) 500 250 (Pet) 500 250 (Pet) 500 250 (Pet) 500 250 (Pet) 1.300 25 (Pet) Keterangan: 1. Berdasarkan SK Dirjen PHKA Nomor SK.33/IV-KKH/2007 tanggal 26 Februari 2007 2. Berdasarkan SK Dirjen PHKA Nomor SK.06/IV-KKH/2008 tanggal 18 Januari 2008 3. Berdasarkan SK Dirjen PHKA Nomor SK.148/IV-KKH/2008 tanggal 31 Desember 2008 4. Berdasarkan SK Dirjen PHKA Nomor SK.18/IV-KKH/2010 tanggal 8 Februari 2010 5. Berdasarkan SK Dirjen PHKA Nomor SK.201/IV-KKH/2010 tanggal 31 Desembar 2010 6. Berdasarkan SK Dirjen PHKA Nomor SK.261/IV-KKH/2011 tanggal 30 Desember 2011 1.700 125 (Pet) Selain sistem kuota yang ditetakan dalam aturan main perdagangan labi-labi, ukuran berat juga mejadi aturan yang harus dipatuhi dalam perdagangan tersebut. Berdasarkan aturan kuota pengambilan tumbuhan alam dan penangkapan satwa liar dari habitat alam yang dikeluarkan oleh Ditjen PHKA, labi-labi yang boleh ditangkap berukuran berat badan di

Makalah Poster Bidang Konservasi Sumberdaya Ikan dan Perubahan Iklim bawah 5 kg atau di atas 15 kg. Labi-labi dengan ukuran berat tubuh 5-15 kg dilarang untuk ditangkap karena diduga merupakan ukuran bagi individu betina yang reproduktif. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan banyak labi-labi yang ditangkap di luar batasan ukuran tersebut. Hal tersebut terlihat dari sebaran ukuran berat labi-labi yang ditangkap di Kabupaten Musi Banyu Asin. Berdasarkan data ukuran berat tersebut diketahui bahwa labi-labi yang tertangkap didominasi oleh ukuran 0-5 kg dan 5-15 kg, sehingga dapat dinyatakan bahwa tangkapan tersebut banyak yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau bersifat ilegal. Volume labi-labi yang diperdagangkan di Sumatera Selatan dilakukan berdasarkan kuota tangkap, Surat Izin Tangkap dan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Dalam Negeri (SATS-DN) yang dikeluarkan oleh BKSDA Sumatera Selatan. Pihak BKSDA Sumsel sendiri menyatakan bahwa monitoring perdagangan labi-labi termasuk sulit karena bisa jadi data yang dilaporkan tidak sesuai dengan kenyataan. Labi-labi yang diperdagangkan diluar kuota yang ditetapkan dianggap sebagai perdagangan yang ilegal. Isu IUU (Illegal, Unreported and Unregulated) dalam perdagangan labi-labi tersebut berpotensi menjadi ancaman bagi populasi labi-labi di alam apabila kegiatan penangkapan dan perdagangan yang dilakukan tidak terkendali. Fauzi (2005) mengatakan bahwa penerapan kuota sebaiknya diikuti dengan penegakan hukum yang kuat sehingga dapat menghindarkan terjadinya orientasi tangkap pada spesies yang bernilai tinggi (high grading), pengambilan melebihi kuota (quota busting) dan pelaporan yang disembunyikan (under reporting). KESIMPULAN Penangkapan labi-labi Amyda cartilaginea di Kabupaten Musi Banyu Asin banyak dijumpai di daerah aliran sungai dengan dasar berlumpur, dangkal, aliran air yang tidak terlalu deras (menggenang) dan banyak vegetasi besar di sekitarnya. Jumlah labi-labi yang ditangkap meningkat pada musim kemarau. Labi-Labi yang tertangkap didominasi oleh ukuran PLK 30-40 cm dan berat 0-10 kg. Fakta menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesaian antara ukuran Labi-Labi yang ditangkap dan diperjualbelikan dengan aturan yang berlaku atau dapat dikatakan bersifat ilegal. Isu IUU (Illegal, Unreported and Unregulated) dalam perdagangan labi-labi berpotensi menjadi ancaman bagi populasi labi-labi di alam apabila kegiatan penangkapan dan perdagangan yang dilakukan tidak terkendali. DAFTAR PUSTAKA Asian Turtle Conservation Network. 2006. Species: Amyda cartilaginea. Retrieved on 27 January 2012 fro http://www.asianturtlenetwork.org/field_guide/amyda_cartilaginea.htm Auliya, M. 2007. An Identification Guide to the Tortoise and Freshwater Turtles of Brunei Daussalam, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Philippines, Singapore and Timor Leste. TRAFFIC Southeast Asia. Petaling Jaya, Malaysia.

Prosiding Forum Nasional Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan IV Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. 2004. Amendments to Appendices I and II of CITES 13 th Meeting of the Conference of the Parties Bangkok (Thailand), 2 14 October 2004. Bangkok. Amyda cartilagenea proposal.pdf. Diakses pada tanggal 03 Februari 2012. Ernst, C.H. and R.W. Barbour. 1989. Turtle of the World. Smithsonian Intitution Press. Washington DC and London: 96 110 Fauzi, A. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan: Isu, Sintesis dan Gagasan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 187p. Iskandar, D.T. 2000. Kura-Kura dan Buaya Indonesia dan Papua Nugini dengan Catatan Mengenai Jenis-Jenis di Asia Tenggara. PAL Media Citra, Bandung. 191p. Iverson, J.B. 1992. A Revised Checklist with Distribution Maps of the Turtles of the World. Richmond, Indiana: Privately Printed. 363p. Kusrini, M.D., A. Mardiastuti, B. Darmawan, Mediyansyah & A. Muin. 2009. Laporan Sementara Survei Pemanenan dan Perdagangan Labi-Labi di Kalimantan Timur. NATURE Harmony. Bogor. 43p. Oktaviani, D. 2007. Kajian Habitat, Biologi, dan Perdagangan Labi-Labi (Family: Trionychidae) di Sumatera Selatan serta Implikasinya terhadap Konservasi Labi- Labi di Masa Datang. Program Studi Biologi, Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok. Tesis. 125p. Oktaviani, D., N. Andayani, M.D. Kusrini dan D. Nugroho. 2008. Identifikasi dan Distribusi Jenis Labi-Labi (Famili: Trionychidae) di Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 14 No. 2 Juni 2008: 145 157. Oktaviani, D. dan Samedi. 2008. Status Pemanfaatan Labi-Labi (Famili: Trionychidae) di Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 14 No. 2 Juni 2008: 159 171. Sunyoto. 2012. Konservasi Labi-labi Amyda cartilaginea (Boddaert, 1770) di Desa Belawa, Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis. 73p